Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS

PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Dosen Pengampu

Endang Nurul Syafitri, S.Kep., Ns., MSN

Disusun Oleh:

Kelompok 2
1. Yedi Kristiawan (16130144)
2. Ni Made Ria Julia Utari (16130145)
3. Toni Suni Am Natti (16130146)
4. Christine Phatalo (16130147)
5. Tri Hartati (16130142)
6. Sri Famelia Alifah (16130141)
7. Tina Selvia Muawanah (16130143)

Kelas: A_13.4

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Jiwa Komunitas pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka” dengan tepat
waktu.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa Komunitas, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan kami sebagai penulis dan khususnya bagi kami yang merupakan mahasiswa
keperawatan. Kami mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Tak ada gading yang tak retak. Tentunya dalam penyusunan makalah ini, masih jauh
dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun, sangat kami butuhkan demi
kesempurnaan dalam karya kami kedepan. Dengan adanya makalah ini kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi tenaga dan mahasiswa
keperawatan pada khususnya.

Yogyakarta, 3 Oktober 2019

Penulis

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan
berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.

Setiap individu yang mengalami penyakit atau trauma mungkin juga mengalami
rasa kehilangan atau berduka. Seorang klien bisa merasakan duka karena kehilangan
beberapa hal, antara lain: kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kepercayaan diri,
kepercayaan, atau penghasilan. Penyakit dapat mengubah atau mengancam identitas
seseorang, dan pada waktunya setiap orang akan meninggal. Perawat memiliki tugas
utama mencegah penyakit dan trauma, serta membantu klien kembali menjadi sehat.
Perawat juga berperan penting dalam membantu klien dan keluarga untuk beradaptasi
dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan memfasilitasi suatu kematian yang damai
(Potter & Perry, 2010).

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka


sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada
keinginan untuk mencari bantuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat
menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian.
Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus
pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap.

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami

1
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian.

Klien dan keluarga memerlukan asuhan keperawatan khusus mengenai berduka


dan kematian, bahkan mungkin lebih banyak dibandingkan perawatan yang lainnya.
Penyediaan pelayanan bagi klien pada akhir kehidupan membutuhkan pengetahuan dan
kepedulian untuk memberikan rasa nyaman, bahkan ketika harapan pengobatan dan
kelanjutan hidup sudah tidak mungkin lagi.

Oleh karena itu pentingnya asuhan keperawatan yang lebih mengkhusus guna
menghadapi klien dengan masalah kehilangan dan berduka selain itu penting juga bagi
perawat memahami konsep dari kehilangan dan berduka.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum

- Mengetahui konsep kehilangan dan berduka


- Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka

2
1.3.2 Tujuan Khusus

- Mengetahui pengertian kehilangan dan berduka


- Mengetahui jenis-jenis kehilangan dan berduka
- Mengetahui dampak dari kehilangan
- Mengetahui respons dari berduka dan rangkaian proses berduka
- Mengetahui teori kehilangan, berduka dan berkabung
- Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi rasa kehilangan dan berduka
- Mengetahui proses asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan
berduka mulai dari pengkajian, diagnosis, intervensi, implementasi hingga
evaluasi keperawatan.

1.4 MANFAAT PENULISAN

Makalah ini hendaknya dapat bermanfaat guna menambah pengetahuan mengenai


konsep dari kehilangan dan berduka serta bagaimana mengaplikasikannya dalam asuhan
keperawatan.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KEHILANGAN

2.1.1 Pengertian Kehilangan

Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan.
Respons terakhir kehilangan sangat dipengeruhi oleh respons individu terhadap
kehilangan sebelumnya.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan suatu


yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagain atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupan. Sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cendrung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda.Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu
akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan
sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.

Individu mengalami kehilangan ketika individu lain, pengontrolan, bagian


tubuh, lingkungan yang dikenal atau perasaan diri sudah berubah atau tidak ada
lagi. Perubahan kehidupan bersifat alami dan biasanya bersifat positif. Selama
menjalani kehidupan bersifat alami dan biasanya bersifat postif. Kehilangan dapat
memiliki beragam bentuk, sesuai nilai dan prioritas yang dipengaruhi oleh
lingkungan seseorang yang meliputi keluarga, teman, masyarakat, dan budaya.

Selama menjalani kehidupan, kita mempelajari bahwa perubahan selalu


melibatkan kehilangan yang penting (necessary losses), yang merupakan bagian

4
dari hidup. Kita belajar berharap bahwa sebagian besar dari rasa kehilangan yang
diperlukan pada akhirnya digantikan oleh sesuatu yang berbeda atau yang lebih
baik. Namun, beberapa rasa kehilangan menyebabkan kita mengalami perubahan
permanen dalam hidup kita dan mengancam perasaan kita tentang kepemilikan
dan keamanan. Kematian seseorang yang kita cintai, perceraian, atau kehilangan
kebebasan akan mengubah hidup kita selamanya dan secara signifikan
mengganggu kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual.

Kehilangan maturasional (maturational losses) adalah suatu bentuk dari


kehilangan yang penting dan melibatkan semua harapan hidup yang secara normal
berubah disepanjang kehidupan. Beberapa rasa kehilangan terlihat tidak
diperlukan dan bukan merupakan bagian dari pengalaman pendewasaan yang
diharapkan. Secara tiba-tiba, kejadian eksternal yang tidak dapat diperkirakan
menyebabkan rasa kehilangan situasional.

Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasa. Rasa kehilangan aktual


(actual loss) terjadi ketika seseorang tidak dapat lagi merasakan, mendengar, atau
mengenali seseorang atau objek. Ada juga kehilangan objek yang berharga antara
lain semua yang dipakai atau salah tempat, dicuri, atau rusak oleh bencana. Rasa
kehilangan yang dirasa (perceived losses)didefinisikan secara unik oleh
seseorang yang mengalami rasa kehilangan dan bersifat tidak begitu jelas bagi
individu lain, misalnya kehilangan kepercayaan diri atau harga diri.

2.1.2 Jenis-jenis Kehilangan

Menurut Aziz Alimul (2014), kehilangan digolongkan menjadi beberapa jenis


yakni sebagai berikut:

a. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat


bencana).
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat di
rumah sakit, atau berpindah pekerjaan).

5
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga atau teman dekat, perawat yang dipercaya, atau
binatang peliharaan).
d. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis
atau fisik).
e. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau diri
sendiri).

2.1.3 Dampak dari Kehilangan

a. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menyebabkan


disintegrasi dalam keluarga.

2.2 BERDUKA

2.2.1 Pengertian Berduka

Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal


ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan
didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual
yang dianutnya. Sementara itu, istilah kehilangan (bereavement) mencakup
berduka dan berkabung (mourning), yaitu perasaan di dalam dan reaksi keluar
orang yang ditinggalkan. Berkabung adalah periode penerimaan terhadap
kehilangan dan berduka. Hal ini terjadi dalam masa kehilangan dan sering
dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan (Aziz Alimul, 2014).

Berduka merupakan respons emosional terhadap rasa kehilangan, yang


dimanifestasikan oleh individu dalam cara yang khusus, berdasarkan pengalaman
personal, harapan budaya, dan kepercayaan spiritual. Koping pada proses berduka
melibatkan suatu periode berkabung, penampilan, ekspresi sosial terhadap
berduka, dan perilaku berhubungan dengan rasa kehilangan. Upacara berkabung
dipengaruhi secara budaya dan seperti perilaku yang dipelajari.

6
2.2.2 Jenis-jenis Berduka

Penting untuk membedakan antara ekspresi berduka sebagai respons terhadap rasa
kehilangan yang normal dan sehat, yang membutuhkan dukungan dan pengakuan
masyarakat; dari berduka sebagai respons terhadap tekanan dan gangguan
personal yang besar, yang membutuhkan intervensi yang lebih itensif. Mengenali
bahwa ada perbedaan antara berbagai tipe berduka dapat membantu perawat
dalam merencanakan dan menerapkan perawatan yang sesuai. Jenis-jenis berduka
terbagi atas:

a. Berduka yang Normal


Ketika individu sedang berduka, ini berarti bahwa mereka berada dalam
proses adaptasi dengan kematian orang yang dicintai. Berduka yang normal
(non-komplikasi) merupakan reaksi terhadap kematian yang paling umum
terjadi. Meskipun penyebab kematian (kekerasan, tidak diharapkan, traumatik)
mengakibatkan risiko terbesar bagi yang bertahan hidup, tetapi hal ini tidak
selalu menentukan bagaimana individu akan berduka. Gaya adaptasi (seperti
daya tahan, ketabahan, dan pengontrolan diri), sama halnya dengan
kemampuan untuk merasakan kehilangan dan menemukan manfaat dari rasa
kehilangan, merupakan faktor-faktor yang telah dibuktikan dapat membantu
dan bermanfaat. Berduka yang normal merupakan respons yang kompleks
dengan emosi, kognitif, sosial, fisik, perilaku, dan konsep spiritual.

b. Berduka Berkomplikasi
Pada sebagian kecil individu, adaptasi terhadap berduka yang normal tidak
terjadi. Pada berduka berkomplikasi (disfungsional), berduka yang dirasakan
individu berkepanjangan atau kesulitan saat ingin bergerak maju setelah
mengalami rasa kehilangan. Mengalami kehilangan orang yang dicintai,
individu dengan berduka berkomplikasi mengalami kerinduan yang kronis dan
mengganggu terhadap orang yang sudah meninggal cenderung memiliki
kesulitan dalam menerima kematian, kepercayaan orang lain, merasakan
kepahitan, atau kekhawatiran akan masa depan. Mereka juga dapat merasakan
mati rasa secara emosional.

c. Berduka yang Diantisipasi

7
Seseorang akan mengalami berduka yang diantisipasi (anticipatory grief),
suatu proses pelepasan bawah sadar atau “membiarkan pergi” sebelum rasa
kehilangan aktual atau kematian terjadi, terutama terjadi dalam situasi rasa
kehilangan yang diperpanjang atau telah diperkirakan. Ketika berduka
berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka individu akan lebih
memahami rasa kehilangan secara bertahap dan mulai untuk mempersiapkan
hal yang tidak direlakkan darinya. Mereka mengalami respons berduka yang
lebih kuat (misalnya: goncangan, penyangkalan, dan kesedihan).

d. Berduka yang Tidak Lepas


Individu mengalami berduka yang tidak lepas (disenfranchised grief), yang
juga dikenal sebagai berduka marginal atau tidak didukung, ketika hubungan
mereka dengan orang yang sudah meninggal tidak disetujui secara sosial, tidak
dapat diakui secara terbuka didepan umum, atau terlihat kurang signifikan.
Contohnya kematian individu yang sudah tua, mantan suami/istri, pasangan
gay, atau bahkan hewan peliharaan yang dicintai.

e. Berduka Tertutup
Berduka yang tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di
kandungan atau ketika bersalin.

2.2.3 Respons Berduka dan Rangkain Proses Berduka

Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut


:

1. Tahap Pengingkaran.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
dipercaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-
benar terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan. Reaksi
fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali

8
individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung dalam
beberapa menit hingga beberapa tahun.

2. Tahap Marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau
perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka
merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan
seterusnya.

3. Tahap Tawar-Menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadi kehilangan
dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-
terangan seolah-olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin
berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.

4. Tahap Depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa
tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang
ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan
libido, dan lain-lain.

5. Tahap Penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang
ke depan. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan mulai
dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru.
Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan
damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap
penerimaan akan memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

9
2.3 Teori Kehilangan, Berduka dan Berkabung

Pengetahuan tentang teori berduka dan respons “normal” terhadap rasa kehilangan
dan kehilangan membantu pemahaman perawat tentang pengalaman yang kompleks
tersebut. Teori berduka secara konstan mengakui respons berduka individu. Jangan
menganggap bahwa individu yang berubah-ubah dari respons berduka normal adalah
abnormal. Namun sebagian besar teori berduka menggambarkan bagaimana individu
beradaptasi dengan kematian, mereka juga dapat digunakan untuk memahami respons
terhadap rasa kehilangan orang terdekat (Potter & Perry, 2010).

a. Tahap-tahap kematian
Teori perilaku klasik Kubler Ross (1969) menggambarkan lima tahap kematian.
Namun tahap-tahap tersebut ditulis dalam suatu kondisi, individu yang berduka tidak
akan mengalaminya dalam kondisi-kondisi tertentu atau untuk waktu yang panjang
dan sering berpindah kembali dan seterusnya dari satu tahap ke tahap lainnya.

1. Tahap Penyangkalan (denial), individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan
menolak menerima kenyataan adanya rasa kehilangan. Individu menunjukkan
seolah-olah tidak memahami apa yang telah terjadi.

2. Tahap Kemarahan (anger), ketika individu mengalami tahap ini individu


mengungkapkan pertahanan dan terkadang merasakan kemarahan yang hebat
terhadap Tuhan, individu lain, atau situasi.

3. Tawar-menawar (bargaining), melindungi dan menunda kesadaran akan rasa


kehilangan dengan mencoba untuk mencegahnya untuk terjadi. Individu yang
berduka atau sekarat membuat janji dengan dirinya sendiri, Tuhan, atau orang
yang dicintai bahwa mereka akan hidup atau mempercayai secara berbeda jika
mereka dapat dihindarkan dari kehilangan yang menakutkan itu.

4. Tahap Depresi (depression), ketika seseorang menyadari secara keseluruhan


akibat dari rasa kehilangan, terjadilah depresi. Beberapa individu merasa sedih,
putus asa, dan kesendirian yang berlebihan. Karena mengalami hal yang buruk,
mereka terkadang menarik diri dari hubungan dan kehidupan.

10
5. Tahap Penerimaan (acceptance), individu memasukkan rasa kehilangan ke dalam
kehidupan dan menemukan cara untuk bergerak maju.

b. Teori Kasih Sayang


Teori kasih sayang (attachment theory) Bowlby (1980) menggambarkan
pengalaman berkabung. Kasih sayang, suatu perilaku berdasarkan naluri,
menyebabkan perkembangan ikatan kasih sayang antara anak dan perawat primer
mereka. Ikatan hubungan ada dan aktif sepanjang siklus kehidupan, dan individu
selanjutnya akan menyamakannya dengan individu dalam hubungan yang lain.
Perilaku kasih sayang menjamin ketahanan hidup karena hal itu menjaga individu
dekat dengan semua yang menawarkan cinta, perlindungan, dan dukungan.
Bowbly menggambarkan empat fase berkabung. Sama dengan teori tahap
berduka yang lain, individu dapat kembali dan meneruskan antara dua fase manapun
dalam merespons rasa kehilangan.

1. Mati Rasa (numbing), fase berkabung paling singkat, berlangsung dari beberapa
jam sampai satu minggu atau lebih. Individu yang berduka menggambarkan fase
ini sebagai perasaan “yang menyebabkan pingsan” atau “tidak nyata”. Mati rasa
melindungi individu dari dampak penuh akibat rasa kehilangan.

2. Kerinduan dan Pencarian (yearning and searching), ledakan kesedihan yang


bersifat emosional dan tekanan akut merupakan karakteristik dari fase kedua
kehilangan ini. Gejala fisik yang banyak ditemukan dalam fase ini antara lain:
sesak di dada dan tenggorokan, napas yang pendek, perasaan lesu, sulit tidur, dan
tidak nafsu makan. Individu juga mengalami kerinduan dari dalam yang hebat
terhadap individu atau objek yang hilang. Fase ini dapat berlangsung selama
berbulan-bulan atau bisa lebih panjang lagi.

3. Fase Kekacauan dan Keputusasaan (disorganization and despair), selama fase


ini seorang individu akhirnya memeriksa bagaimana dan mengapa rasa kehilangan
terjadi atau mengungkapkan kemarahan pada seseorang yang sepertinya
bertanggung jawab terhadap rasa kehilangan tersebut. Individu yang berduka
menceritakan kembali kisah kehilangan tersebut berulang kali. Secara bertahap,
individu menyadari bahwa kehilangan tersebut bersifat permanen.

4. Fase Reorganisasi, dengan fase ini biasanya memakan waktu satu tahun atau
lebih, individu mulai menerima perubahan, menerima peran yang belum dikenal,

11
membutuhkan keterampilan baru, dan membangun hubungan baru. Individu yang
melakukan reorganisasi mulai membuka dirinya dari hubungan mereka yang
hilang tanpa merasakan bahwa mereka mengurangi kepentingannya.

c. Model Tugas Berduka

Worden (1982) mengajukan empat tugas berkabung dan menyarankan bahwa


individu yang berkabung terikat secara aktif dalam perilaku untuk mebantu dirinya
sendiri dan memberikan respons terhadap intervensi dari luar. Melewat tugas berduka
biasanya memerlukan minimal satu tahun penuh, tetapi waktu ini bervariasi pada
setiap orang.

1. Tugas I: Menerima kenyataan akan rasa kehilangan.


Bahkan ketika sebuah kematian diharapkan, orang yang selamat menyatakan
beberapa kesangsian dan keterkejutan bahwa kejadian tersebut benar telah terjadi.
Tugas I melibatkan proses penerimaan bahwa individu atau objek tersebut telah
pergi dan tidak akan kembali.

2. Tugas II: Melewati rasa nyeri akan berduka.


Meskipun individu memberikan respons terhadap rasa kehilangan secara berbeda,
tidak mungkin untuk mengalami rasa kehilangan yang signifikan tanpa beberapa
rasa nyeri emosional. Individu memberikan reaksi berupa kesedihan, kesendirian,
keputusasaan, dan penyesalan dan akan bekerja melalui perasaan nyeri dengan
menggunakan mekanisme adaptasi yang paling dikenal dan nyaman bagi mereka.

3. Tugas III: Beradaptasi dengan lingkungan di mana orang tersebut meninggal.


Seorang individu tidak menyadari sepenuhnya dampak dari rasa kehilangan
selama minimal 3 bulan. Anggota keluarga atau teman memberikan sedikit
perhatian kepada individu yang merasa kehilangan dalam jangka waktu yang
sama, sebagaimana akhir dari rasa kehilangan menjadi kenyataan. Individu yang
menyelesaikan tugas ini mulai mengambil peran yang tadinya diisi oleh orang
yang sudah meninggal, termasuk beberapa perkerjaan yang tidak mereka
inginkan.

4. Tugas IV: Merelokasi orang yang sudah meninggal secara emosional dan
melanjutkan kehidupan.

12
Orang yang sudah meninggal tidak dapat dilupakan, tetapi lebih cenderung
menempatkan secara berbeda dan kurang menonjol pada kehidupan emosional
individu yang masih hidup. Individu biasanya takut jika membuat hubungan baru
mereka akan melupakan orang yang mereka cintai atau terlihat tidak setia,
membuat tugas ini jadi sulit untuk diselesaikan. Menyadari bahwa mungkin untuk
mencintai individu lain tanpa mengkhianati orang yang sudah meninggal individu
tersebut terus maju.

d. Model Proses Rangkap Dua

Teori terbaru mempertimbangkan gender dan variasi budaya, serta


menunjukkan keterbatasan focus utama pada respons emsional internal terhadap
berduka. Sebagai contoh, model proses rangkap dua tentang cara beradaptasi dengan
kehilangan menggambarkan pengalaman hidup sehari-hari yang berkaitan dengan
berduka sebagai pengembalian atau penerusan antara proses berorientasi-pemulihan
dan proses berorientasi kehilangan.

Perilaku berorientasi kehilangan meliputi sikap berduka, terus berduka,


memutuskan hubungan dengan orang yang sudah meninggal, dan menghalangi
kegiatan untuk mendapatkan rasa berduka masa lalu. Aktivitas yang berorientasi pada
pemulihan antara lain: menyelesaikan perubahan-perubahan hidup, menemukan
peran atau hubungan baru, beradaptasi dengan keuangan, dan berpartisipasi dengan
gangguan, memberikan keseimbangan pada bagian orientasi terhadap kehilangan.
Luasnya ikatan individu dengan proses berorientasi pada pemulihan atau kehilangan
tergantung pada faktor-faktor seperti personalitas, gaya adaptasi, atau praktik budaya.

2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Rasa Kehilangan dan Berduka

Berbagai variable memengaruhi cara seseorang merasakan dan merespons rasa


kehilangan. Variable tersebut meliputi faktor-faktor perkembangan, hubungan personal,
sifat rasa kehilangan, strategi koping, status sosial ekonomi, serta kepercayaan dan
pengaruh spiritual dan budaya (Potter & Perry, 2010).

13
1. Perkembangan Manusia
Usia klien dan tahap perkembangan memengaruhi respons terhadap berduka.
Misalnya, anak-anak tidak dapat memahami rasa kehilangan atau kematian, tetapi
sering merasakan kecemasan akibat kehilangan objek dan terpisah dari orang tua.

2. Hubungan Personal
Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti hubungan yang
hilang akan memengaruhi respons terhadap berduka. Ketika suatu hubungan antara
dua individu telah menjadi sangat dekat dan terjalin dengan baik, maka dapat
dimengerti bahwa individu yang hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya.

3. Sifat dari Rasa Kehilangan


Menggali arti suatu rasa kehilangan yang dimiliki klien dapat membantu perawat
memahami secara lebih baik dampak dari rasa kehilangan pada perilaku, kesehatan,
dan kesejahteraan klien. Rasa kehilangan yang paling jelas biasanya menstimulasi
respons pertolongan dari individu lain.

4. Strategi Koping
Pengalaman hidup membentuk strategi koping yang digunakan seseorang untuk
mengatasi tekanan karena rasa kehilangan. Klien pertama-tama bergantung pada
strategi koping yang mereka kenal ketika mengalami tekanan akibat rasa kehilangan.
Ketika strategi koping yang biasanya tidak berhasil, individu memerlukan strategi
koping yang baru. Pengungkapan emosi (pelepasan, atau membicarakan tentang
perasaan seseorang) telah dipandang sebagai cara yang penting untuk beradaptasi
dengan rasa kehilangan. Di masa lalu, fokusnya adalah menolong individu
mengungkapkan kemarahan atau perasaan negative lainnya berhubungan dengan rasa
kehilangan. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa fokus pada emosi yang
positif dan perasaan optimis mungkin lebih menjadi indikasi penting dari adaptasi
yang berhasil terhadap kehilangan.

5. Status Sosial Ekonomi


Status sosial ekonomi memengaruhi kemampuan seseorang untuk memasukkan
dukrungan dan sumber daya untuk beradaptasi dengan rasa kehilangan dan respons
fisik terhadap tekanan. Ketika individu kekurangan sumber daya finansial,
pendidikan, atau pekerjaaan, beban kehilangan menjadi berlipat.

6. Budaya dan Etnik

14
Budaya seseorang dan struktur sosial lainnya (misalnya keluarga atau keanggotaan
keagamaan) memengaruhi interpretasi terhadap rasa kehilangan, membangun
pengungkapan berduka yang diterima, serta menyelenggarakan stabilitas dan struktur
di tengah kekacauan dan rasa kehilangan.

7. Kepercayaan Spiritual dan Keagamaan


Penanganan penyakit secara serius pada klien biasanya melibatkan intervensi medis
untuk memulihkan atau menjaga kesehatan. Sebagai rangkaian praktik kedua, strategi
yang transformatif, mengakui keterbatasan hidup, dan membantu individu yang
sekarat menemukan arti dalam penderitaan sehingga mereka dapat melampaui atau
melangkah lebih ke depan, keberadaan diri mereka. Praktik yang transformatif
dihubungkan dengan penyembuhan, komunitas, dan kepercayaan spiritual atau
keagamaan.

8. Harapan
Harapan, suatu komponen spiritualitas multidimensi, mendorong dan memberikan
rasa nyaman bagi individu yang mengalami tantangan personal. Pengharapan
memberikan individu kemampuan untuk melihat kehidupan sebagai keabadian atau
memiliki arti serta tujuan. Sebagai suatu bentuk masa depan dan dorongan motivasi,
harapan membantu klien mempertahankan suatu harapan yang baik, suatu perbaikan
dalam lingkungan mereka, atau pengurangan terhadap sesuatu yang tidak
menyenangkan. Dengan harapan, sesorang klien berpindah dari perasaan lemah dan
rentang, menuju ke kehidupan yang penuh kemungkinan.

15
16
FORMAT PENGKAJIAN
JIWA KOMUNITAS

Inisial Klien : Sdri.X


Alamat : Desa Sukamaju

Keluha : Pikiran kacau (disorganisasi)


Utama

FAKTOR PREDISPOSISI
BIOLOGIS PSIKOLOGIS SOSIAL

Dari hasil pengkajian tidak ditemukan factor biologis DS: Saudari x mengatakan bahwa dirinya sejak kecil DS : Saudari x mengatakan dari dahulu jarang
yang menjadi penyebab suatu masalah merasa kurang percaya diri. berinteraksi dengan tetangganya, teman-temannya juga
mengatakan bahwa saudari x terkenal anak yang
pendiam

1
STRESOR PRESIPITASI
SIFAT ASAL WAKTU
BIOLOGIS:

DO : TD 130/80 mmHg , N 90x/mnt, RR 26x/mnt, S 37,80 C DS : saudari X mengatakan merasa DO : saat sedang dikaji
sering marah

PSIKOLOGIS

DS : Saudari X mengatakan bahwa saat ini merasa gampang marah, pikiran kacau dan DS : saudari X mengatakan bahwa DS : Saudari X mengatakan
menyalahkan dirinya sendiri perasaannya tersebut akibat bahwa perasaanya tersebut
kehilangan kedua orang tuanya dirasakannya sejak 1
minggu yang lalu

SOSIAL

DS : saudari X mengatakan bahwa dirinya sering menyendiri dirumah dan jarang keluar DS : Saudari X mengatakan bahwa ia DS : saudari X mengatakan
rumah, dan merasa orang lain tidak dapat memahami perasaannya. merasa orang-orang disekitarnya bahwa perasaanya tersebut
tidak menghiraukannya dirasakan sejak 4 hari yang
lalu

2
RESPON TERHADAP STRESOR DIAGNOSA
STRESOR
KOGNITIF AFEKTIF FISIOLOGIS PERILAKU SOSIAL KEPERAWATAN

Kehilangan DS: Sudari x DS : Saudari X DS: Saudari x sering DO: Saudari x sering DS: saudari X DUKA CITA
kedua orang tua mengatakan merasa mengatakan tidak bisa menyalahkan dirinya mengurung diri mengatakan tidak TERGANGGU
bingung mengungkapkan sendiri, dan sulit tidur ingin keluar rumah dan
perasaan yang berinteraksi dengan
dialaminya. orang lain

DS: Saudari x
Kehilangan DS: saudari x DS: Saudari x mengatakan masih DS: saudari X sering DS: saudari X
kedua orang tua mengatakan pikiranya mengatakan badannya belum mengurung diri mengatakan tidak DUKA CITA
kacau lemas ingin keluar rumah dan
berinteraksi dengan
orang lain

3
SUMBER KOPING
DIAGNOSA
DUKUNGAN SOSIAL
KEPERAWATAN KEMAMPUAN PERSONAL ASET MATERI KEYAKINAN POSITIF
(KELUARGA)

DUKA CITA Saudari x belum memiliki Saudari x tidak memiliki Saudari x berasal dari keluarga Saudari x belum menyatakan
TERGANGGU kemampuan personal untuk dukungan social dari masyarakat berkecukupan. keyakinan positif untuk mengatasi
mengatasi masalah yang dialami sekitar, karena sering mengurung masalah yang dialami
diri

Saudari x belum memiliki Saudari x belum menyatakan


DUKA CITA kemampuan personal untuk Saudari x tidak memiliki Saudari x berasal dari keluarga keyakinan positif untuk mengatasi
mengatasi masalah yang dialami dukungan social dari masyarakat berkecukupan masalah yang dialami
sekitar, karena sering mengurung
diri

4
3.1.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah kehilangan


dan berduka, sebagaimana dalam NANDA-Internasional 2018-2020 tersaji pada table
berikut:

DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

DS : Klien mengatakan GANGGUAN DUKACITA TERGANGGU


pikirannya kacau, adanya EMOSIONAL
gangguan tidur, dan adanya
perubahan aktivitas

DO : klien tampak marah,


sering menyalahkan, dan
menarik diri

DS : Klien mengatakan KEMATIAN ORANG DUKACITA


memikirkan dan merindukan TERDEKAT
almarhum, mulai tidak
percaya dengan orang lain
serta cepat letih

DO : Klien tampak cemas,


TD 130/80 mmHg , N
90x/mnt, RR 26x/mnt, S
37,80 C

3.1.3 PRIORITAS DIAGNOSA


1. DUKACITA TERGANGGU B.D GANGGUAN EMOSIONAL D.D MARAH,
MENYALAHKAN DIRI SENDIRI
2. DUKACITA B.D KEMATIAN ORANG TERDEKAT

3.1.4 RENCANA TINDAKAN

1
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL NAMA/TTD
KRITERIA HASIL

1. Dukacita Setelah dilakukan tindakan “bantuan kontrol


terganggu keperawatan selama 4 kali marah” (4640)
1. Agar klien
b.d gangguan dalam 2 minggu status
1. Gunakan terbuka
emosional “menahan diri dari
pendekatan
d.d marah, kemarahan” ditingkatkan 2. Agar klien
yang tenang
menyalahkan dari skala 2 (jarang percaya
dan
diri sendiri dilakukan) ke skala 3 dan
meyakinkan
(kadang-kadang dilakukan) membang
dengan kriteria hasil : 2. Bangun rasa un rasa
percaya dan nyaman
1. Mengidentifikasi
hubungan
kapan merasa marah 3. Agar klien
yang dekat
dapat
2. Mengidentifikasi dan
mengatur
alasan perasaan harmonis
emosi
marah dengan
dengan
pasien
stabil dan
3. Berikan mandiri
pendidikn
mengenai
metode
untuk
mengatur
pengalaman
emosi yang
sangat kuat
misalnya
teknik
relaksasi.

2. Dukacita b.d Setelah dilakukan tindakan “fasilitasi proses


kematian keperawatan selama 4 kali berduka” (5290)
1. Agar klien
orang dalam 2 minggu status
1. Identifikasi dapat
terdekat “resolusi berduka”
kehilangan mengetah
ditingkatkan dari skala 2
ui proses
(jarang menunjukkan) ke 2. Dukung
kehilanga
skala 3 (kadang-kadang pasien untuk
n
menunjukkan) dengan mengekspre

2
kriteria hasil : sikan 2. Agar
perasaan klien
1. Menyampaikan
mengenai dapat
perasaan akan
kehilangan mengungk
penyelesaian
apkan
mengenai 3. Dukung
perasanny
kehilangan pasien untuk
a
mengimple
2. Menyatakan
mentasikan 3. Agar
menerima
kebiasaan klien
kehilangan
budaya, dapat
agama, mengontro
sosial yang l emosinya
terkait
dengan
kehilangan

3
CATATAN PERKEMBANGAN

DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI NAMA/TTD


1. Dukacita 1. Melakukan
terganggu b.d pendekatan yang S : klien mengatakan
gangguan tenang dan pikirannya masih
emosional d.d meyakinkan kacau
marah, Ds : klien
menyalahkan mengatakan
diri sendiri pikirannya masih
kacau O : klien tampak
Do : klien tampak cemas
cemas
2. Membangun rasa
A : Tujuan belum
percaya dan tercapai
hubungan yang P : Lanjutkan
dekat dan harmonis intervensi
1. Gunakan
dengan pasien
Do : klien tampak pendekatan yang
menghindar saat tenang dan
diajak berinteraksi meyakinkan
3. Memberikan 2. Bangun rasa
pendidikan percaya dan
mengenai metode hubungan yang
untuk mengatur dekat dan
pengalaman emosi harmonis dengan
yang sangat kuat pasien
3. Berikan pendidikn
dengan teknik
mengenai metode
relaksasi.
Do : klien tampak untuk mengatur
belum memahami pengalaman emosi
cara mengatur emosi yang sangat kuat
misalnya teknik
relaksasi.
2. Dukacita b.d 1. Mengidentifikasi
kematian S : klien mengatakan
kehilangan dengan
orang belum bisa menerima
terdekat mengkaji status
kehilangan kedua
emosional
Ds : klien orangtua
mengatakan belum
bisa menerima
kehilangan kedua O : klien tampak
kebingungan
orangtua
Do : klien tampak A : Tujuan belum
tercapai
kebingungan
2. Mendukung pasien P : Lanjutkan
untuk Intervensi

4
mengekspresikan 1. Identifikasi
perasaan mengenai kehilangan
2. Dukung pasien
kehilangan dengan
untuk
menggunakan
mengekspresikan
menstimulus klien
perasaan mengenai
untuk bercerita
Do : klien tampak kehilangan
3. Dukung pasien
kebingungan dan
untuk
belum mau bercerita
3. Mendukung pasien mengimplementasi
untuk kan kebiasaan
mengimplementasik budaya, agama,
an kebiasaan sosial yang terkait
budaya, agama, dengan kehilangan
sosial yang terkait
dengan kehilangan
yaitu melakukan
sholat 5 waktu dan
berdoa serta
berinteraksi kepada
orang yang
dipercaya
Do : klien tampak
kebingungan dan
belum
melaksanakan sholat
5 waktu

BAB IV

4.1 PEMBAHASAN
Dalam keperawatan komunitas jiwa harus mengkaji secara detail dan memerlukan
pendekatan secara khusus dengan klien. Dalam pengkajian perawat harus melibatkan
beberapa sektor pendukung untuk memudahkan pengkajian dan melakukan
implementasi.

5
4.2 IMPLIKASI
Sesuai dengan kasus yang terjadi, bahwa klien belum mampu mengontrol emosinya,
sehingga klien cepat marah serta menarik diri. Hal ini menjadi tugas perawat untuk
meningkatkan hubungan yang meyakinkan kepada klien supaya klien bisa lebih
terbuka, serta dapat mengontrol emosinya.

BAB V

PENUTUP

4.3 SIMPULAN

Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau

6
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.Setiap
individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir kehilangan sangat dipengeruhi
oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya.

Sementara itu, berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal
ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan
pada pengalaman pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.Respons
berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikutyaitu, Tahap
Pengingkaran, Tahap Marah, Tahap Tawar-Menawar, Tahap Depresi dan Tahap Penerimaan.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi rasa kehilangan dan berduka adalah


Perkembangan Manusia, Hubungan Personal, Sifat dari Rasa Kehilangan, Strategi Koping,
Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Etnik, Kepercayaan Spiritual dan Keagamaan, dan
Harapan

4.4 SARAN

Klien dan keluarga memerlukan asuhan keperawatan khusus mengenai berduka dan
kematian, bahkan mungkin lebih banyak dibandingkan perawatan yang lainnya. Oleh karena
itu pentingnya asuhan keperawatan yang lebih mengkhusus guna menghadapi klien dengan
masalah kehilangan dan berduka selain itu penting juga bagi perawat memahami konsep dari
kehilangan dan berduka.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz.2014.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1 Edisi 2.Jakarta: Salemba

Medika

Direja A.H.S.2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha Medika

7
Herdman,T.Heather.2018.Nanda Internasional Inc. Diagnosa Keperawatan : definisi &

Klasifikasi 2018-2020.Edisi:11.Jakarta: EGC

Potter, A. Patricia dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 2.

Singapore: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai