Dosen Pengampu
Disusun Oleh:
Kelompok 2
1. Yedi Kristiawan (16130144)
2. Ni Made Ria Julia Utari (16130145)
3. Toni Suni Am Natti (16130146)
4. Christine Phatalo (16130147)
5. Tri Hartati (16130142)
6. Sri Famelia Alifah (16130141)
7. Tina Selvia Muawanah (16130143)
Kelas: A_13.4
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Jiwa Komunitas pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka” dengan tepat
waktu.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa Komunitas, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan kami sebagai penulis dan khususnya bagi kami yang merupakan mahasiswa
keperawatan. Kami mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tentunya dalam penyusunan makalah ini, masih jauh
dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun, sangat kami butuhkan demi
kesempurnaan dalam karya kami kedepan. Dengan adanya makalah ini kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi tenaga dan mahasiswa
keperawatan pada khususnya.
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan
berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Setiap individu yang mengalami penyakit atau trauma mungkin juga mengalami
rasa kehilangan atau berduka. Seorang klien bisa merasakan duka karena kehilangan
beberapa hal, antara lain: kehilangan bagian atau fungsi tubuh, kepercayaan diri,
kepercayaan, atau penghasilan. Penyakit dapat mengubah atau mengancam identitas
seseorang, dan pada waktunya setiap orang akan meninggal. Perawat memiliki tugas
utama mencegah penyakit dan trauma, serta membantu klien kembali menjadi sehat.
Perawat juga berperan penting dalam membantu klien dan keluarga untuk beradaptasi
dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan memfasilitasi suatu kematian yang damai
(Potter & Perry, 2010).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
1
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian.
Oleh karena itu pentingnya asuhan keperawatan yang lebih mengkhusus guna
menghadapi klien dengan masalah kehilangan dan berduka selain itu penting juga bagi
perawat memahami konsep dari kehilangan dan berduka.
2
1.3.2 Tujuan Khusus
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 KEHILANGAN
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan.
Respons terakhir kehilangan sangat dipengeruhi oleh respons individu terhadap
kehilangan sebelumnya.
4
dari hidup. Kita belajar berharap bahwa sebagian besar dari rasa kehilangan yang
diperlukan pada akhirnya digantikan oleh sesuatu yang berbeda atau yang lebih
baik. Namun, beberapa rasa kehilangan menyebabkan kita mengalami perubahan
permanen dalam hidup kita dan mengancam perasaan kita tentang kepemilikan
dan keamanan. Kematian seseorang yang kita cintai, perceraian, atau kehilangan
kebebasan akan mengubah hidup kita selamanya dan secara signifikan
mengganggu kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual.
5
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga atau teman dekat, perawat yang dipercaya, atau
binatang peliharaan).
d. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis
atau fisik).
e. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau diri
sendiri).
2.2 BERDUKA
6
2.2.2 Jenis-jenis Berduka
Penting untuk membedakan antara ekspresi berduka sebagai respons terhadap rasa
kehilangan yang normal dan sehat, yang membutuhkan dukungan dan pengakuan
masyarakat; dari berduka sebagai respons terhadap tekanan dan gangguan
personal yang besar, yang membutuhkan intervensi yang lebih itensif. Mengenali
bahwa ada perbedaan antara berbagai tipe berduka dapat membantu perawat
dalam merencanakan dan menerapkan perawatan yang sesuai. Jenis-jenis berduka
terbagi atas:
b. Berduka Berkomplikasi
Pada sebagian kecil individu, adaptasi terhadap berduka yang normal tidak
terjadi. Pada berduka berkomplikasi (disfungsional), berduka yang dirasakan
individu berkepanjangan atau kesulitan saat ingin bergerak maju setelah
mengalami rasa kehilangan. Mengalami kehilangan orang yang dicintai,
individu dengan berduka berkomplikasi mengalami kerinduan yang kronis dan
mengganggu terhadap orang yang sudah meninggal cenderung memiliki
kesulitan dalam menerima kematian, kepercayaan orang lain, merasakan
kepahitan, atau kekhawatiran akan masa depan. Mereka juga dapat merasakan
mati rasa secara emosional.
7
Seseorang akan mengalami berduka yang diantisipasi (anticipatory grief),
suatu proses pelepasan bawah sadar atau “membiarkan pergi” sebelum rasa
kehilangan aktual atau kematian terjadi, terutama terjadi dalam situasi rasa
kehilangan yang diperpanjang atau telah diperkirakan. Ketika berduka
berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka individu akan lebih
memahami rasa kehilangan secara bertahap dan mulai untuk mempersiapkan
hal yang tidak direlakkan darinya. Mereka mengalami respons berduka yang
lebih kuat (misalnya: goncangan, penyangkalan, dan kesedihan).
e. Berduka Tertutup
Berduka yang tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di
kandungan atau ketika bersalin.
1. Tahap Pengingkaran.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
dipercaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-
benar terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan. Reaksi
fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali
8
individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung dalam
beberapa menit hingga beberapa tahun.
2. Tahap Marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau
perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka
merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan
seterusnya.
3. Tahap Tawar-Menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadi kehilangan
dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-
terangan seolah-olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin
berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.
4. Tahap Depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa
tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang
ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan
libido, dan lain-lain.
5. Tahap Penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang
ke depan. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan mulai
dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru.
Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan
damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap
penerimaan akan memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
9
2.3 Teori Kehilangan, Berduka dan Berkabung
Pengetahuan tentang teori berduka dan respons “normal” terhadap rasa kehilangan
dan kehilangan membantu pemahaman perawat tentang pengalaman yang kompleks
tersebut. Teori berduka secara konstan mengakui respons berduka individu. Jangan
menganggap bahwa individu yang berubah-ubah dari respons berduka normal adalah
abnormal. Namun sebagian besar teori berduka menggambarkan bagaimana individu
beradaptasi dengan kematian, mereka juga dapat digunakan untuk memahami respons
terhadap rasa kehilangan orang terdekat (Potter & Perry, 2010).
a. Tahap-tahap kematian
Teori perilaku klasik Kubler Ross (1969) menggambarkan lima tahap kematian.
Namun tahap-tahap tersebut ditulis dalam suatu kondisi, individu yang berduka tidak
akan mengalaminya dalam kondisi-kondisi tertentu atau untuk waktu yang panjang
dan sering berpindah kembali dan seterusnya dari satu tahap ke tahap lainnya.
1. Tahap Penyangkalan (denial), individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan
menolak menerima kenyataan adanya rasa kehilangan. Individu menunjukkan
seolah-olah tidak memahami apa yang telah terjadi.
10
5. Tahap Penerimaan (acceptance), individu memasukkan rasa kehilangan ke dalam
kehidupan dan menemukan cara untuk bergerak maju.
1. Mati Rasa (numbing), fase berkabung paling singkat, berlangsung dari beberapa
jam sampai satu minggu atau lebih. Individu yang berduka menggambarkan fase
ini sebagai perasaan “yang menyebabkan pingsan” atau “tidak nyata”. Mati rasa
melindungi individu dari dampak penuh akibat rasa kehilangan.
4. Fase Reorganisasi, dengan fase ini biasanya memakan waktu satu tahun atau
lebih, individu mulai menerima perubahan, menerima peran yang belum dikenal,
11
membutuhkan keterampilan baru, dan membangun hubungan baru. Individu yang
melakukan reorganisasi mulai membuka dirinya dari hubungan mereka yang
hilang tanpa merasakan bahwa mereka mengurangi kepentingannya.
4. Tugas IV: Merelokasi orang yang sudah meninggal secara emosional dan
melanjutkan kehidupan.
12
Orang yang sudah meninggal tidak dapat dilupakan, tetapi lebih cenderung
menempatkan secara berbeda dan kurang menonjol pada kehidupan emosional
individu yang masih hidup. Individu biasanya takut jika membuat hubungan baru
mereka akan melupakan orang yang mereka cintai atau terlihat tidak setia,
membuat tugas ini jadi sulit untuk diselesaikan. Menyadari bahwa mungkin untuk
mencintai individu lain tanpa mengkhianati orang yang sudah meninggal individu
tersebut terus maju.
13
1. Perkembangan Manusia
Usia klien dan tahap perkembangan memengaruhi respons terhadap berduka.
Misalnya, anak-anak tidak dapat memahami rasa kehilangan atau kematian, tetapi
sering merasakan kecemasan akibat kehilangan objek dan terpisah dari orang tua.
2. Hubungan Personal
Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti hubungan yang
hilang akan memengaruhi respons terhadap berduka. Ketika suatu hubungan antara
dua individu telah menjadi sangat dekat dan terjalin dengan baik, maka dapat
dimengerti bahwa individu yang hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya.
4. Strategi Koping
Pengalaman hidup membentuk strategi koping yang digunakan seseorang untuk
mengatasi tekanan karena rasa kehilangan. Klien pertama-tama bergantung pada
strategi koping yang mereka kenal ketika mengalami tekanan akibat rasa kehilangan.
Ketika strategi koping yang biasanya tidak berhasil, individu memerlukan strategi
koping yang baru. Pengungkapan emosi (pelepasan, atau membicarakan tentang
perasaan seseorang) telah dipandang sebagai cara yang penting untuk beradaptasi
dengan rasa kehilangan. Di masa lalu, fokusnya adalah menolong individu
mengungkapkan kemarahan atau perasaan negative lainnya berhubungan dengan rasa
kehilangan. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa fokus pada emosi yang
positif dan perasaan optimis mungkin lebih menjadi indikasi penting dari adaptasi
yang berhasil terhadap kehilangan.
14
Budaya seseorang dan struktur sosial lainnya (misalnya keluarga atau keanggotaan
keagamaan) memengaruhi interpretasi terhadap rasa kehilangan, membangun
pengungkapan berduka yang diterima, serta menyelenggarakan stabilitas dan struktur
di tengah kekacauan dan rasa kehilangan.
8. Harapan
Harapan, suatu komponen spiritualitas multidimensi, mendorong dan memberikan
rasa nyaman bagi individu yang mengalami tantangan personal. Pengharapan
memberikan individu kemampuan untuk melihat kehidupan sebagai keabadian atau
memiliki arti serta tujuan. Sebagai suatu bentuk masa depan dan dorongan motivasi,
harapan membantu klien mempertahankan suatu harapan yang baik, suatu perbaikan
dalam lingkungan mereka, atau pengurangan terhadap sesuatu yang tidak
menyenangkan. Dengan harapan, sesorang klien berpindah dari perasaan lemah dan
rentang, menuju ke kehidupan yang penuh kemungkinan.
15
16
FORMAT PENGKAJIAN
JIWA KOMUNITAS
FAKTOR PREDISPOSISI
BIOLOGIS PSIKOLOGIS SOSIAL
Dari hasil pengkajian tidak ditemukan factor biologis DS: Saudari x mengatakan bahwa dirinya sejak kecil DS : Saudari x mengatakan dari dahulu jarang
yang menjadi penyebab suatu masalah merasa kurang percaya diri. berinteraksi dengan tetangganya, teman-temannya juga
mengatakan bahwa saudari x terkenal anak yang
pendiam
1
STRESOR PRESIPITASI
SIFAT ASAL WAKTU
BIOLOGIS:
DO : TD 130/80 mmHg , N 90x/mnt, RR 26x/mnt, S 37,80 C DS : saudari X mengatakan merasa DO : saat sedang dikaji
sering marah
PSIKOLOGIS
DS : Saudari X mengatakan bahwa saat ini merasa gampang marah, pikiran kacau dan DS : saudari X mengatakan bahwa DS : Saudari X mengatakan
menyalahkan dirinya sendiri perasaannya tersebut akibat bahwa perasaanya tersebut
kehilangan kedua orang tuanya dirasakannya sejak 1
minggu yang lalu
SOSIAL
DS : saudari X mengatakan bahwa dirinya sering menyendiri dirumah dan jarang keluar DS : Saudari X mengatakan bahwa ia DS : saudari X mengatakan
rumah, dan merasa orang lain tidak dapat memahami perasaannya. merasa orang-orang disekitarnya bahwa perasaanya tersebut
tidak menghiraukannya dirasakan sejak 4 hari yang
lalu
2
RESPON TERHADAP STRESOR DIAGNOSA
STRESOR
KOGNITIF AFEKTIF FISIOLOGIS PERILAKU SOSIAL KEPERAWATAN
Kehilangan DS: Sudari x DS : Saudari X DS: Saudari x sering DO: Saudari x sering DS: saudari X DUKA CITA
kedua orang tua mengatakan merasa mengatakan tidak bisa menyalahkan dirinya mengurung diri mengatakan tidak TERGANGGU
bingung mengungkapkan sendiri, dan sulit tidur ingin keluar rumah dan
perasaan yang berinteraksi dengan
dialaminya. orang lain
DS: Saudari x
Kehilangan DS: saudari x DS: Saudari x mengatakan masih DS: saudari X sering DS: saudari X
kedua orang tua mengatakan pikiranya mengatakan badannya belum mengurung diri mengatakan tidak DUKA CITA
kacau lemas ingin keluar rumah dan
berinteraksi dengan
orang lain
3
SUMBER KOPING
DIAGNOSA
DUKUNGAN SOSIAL
KEPERAWATAN KEMAMPUAN PERSONAL ASET MATERI KEYAKINAN POSITIF
(KELUARGA)
DUKA CITA Saudari x belum memiliki Saudari x tidak memiliki Saudari x berasal dari keluarga Saudari x belum menyatakan
TERGANGGU kemampuan personal untuk dukungan social dari masyarakat berkecukupan. keyakinan positif untuk mengatasi
mengatasi masalah yang dialami sekitar, karena sering mengurung masalah yang dialami
diri
4
3.1.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL NAMA/TTD
KRITERIA HASIL
2
kriteria hasil : sikan 2. Agar
perasaan klien
1. Menyampaikan
mengenai dapat
perasaan akan
kehilangan mengungk
penyelesaian
apkan
mengenai 3. Dukung
perasanny
kehilangan pasien untuk
a
mengimple
2. Menyatakan
mentasikan 3. Agar
menerima
kebiasaan klien
kehilangan
budaya, dapat
agama, mengontro
sosial yang l emosinya
terkait
dengan
kehilangan
3
CATATAN PERKEMBANGAN
4
mengekspresikan 1. Identifikasi
perasaan mengenai kehilangan
2. Dukung pasien
kehilangan dengan
untuk
menggunakan
mengekspresikan
menstimulus klien
perasaan mengenai
untuk bercerita
Do : klien tampak kehilangan
3. Dukung pasien
kebingungan dan
untuk
belum mau bercerita
3. Mendukung pasien mengimplementasi
untuk kan kebiasaan
mengimplementasik budaya, agama,
an kebiasaan sosial yang terkait
budaya, agama, dengan kehilangan
sosial yang terkait
dengan kehilangan
yaitu melakukan
sholat 5 waktu dan
berdoa serta
berinteraksi kepada
orang yang
dipercaya
Do : klien tampak
kebingungan dan
belum
melaksanakan sholat
5 waktu
BAB IV
4.1 PEMBAHASAN
Dalam keperawatan komunitas jiwa harus mengkaji secara detail dan memerlukan
pendekatan secara khusus dengan klien. Dalam pengkajian perawat harus melibatkan
beberapa sektor pendukung untuk memudahkan pengkajian dan melakukan
implementasi.
5
4.2 IMPLIKASI
Sesuai dengan kasus yang terjadi, bahwa klien belum mampu mengontrol emosinya,
sehingga klien cepat marah serta menarik diri. Hal ini menjadi tugas perawat untuk
meningkatkan hubungan yang meyakinkan kepada klien supaya klien bisa lebih
terbuka, serta dapat mengontrol emosinya.
BAB V
PENUTUP
4.3 SIMPULAN
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau
6
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.Setiap
individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir kehilangan sangat dipengeruhi
oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya.
Sementara itu, berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal
ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan
pada pengalaman pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.Respons
berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikutyaitu, Tahap
Pengingkaran, Tahap Marah, Tahap Tawar-Menawar, Tahap Depresi dan Tahap Penerimaan.
4.4 SARAN
Klien dan keluarga memerlukan asuhan keperawatan khusus mengenai berduka dan
kematian, bahkan mungkin lebih banyak dibandingkan perawatan yang lainnya. Oleh karena
itu pentingnya asuhan keperawatan yang lebih mengkhusus guna menghadapi klien dengan
masalah kehilangan dan berduka selain itu penting juga bagi perawat memahami konsep dari
kehilangan dan berduka.
DAFTAR PUSTAKA
Medika
7
Herdman,T.Heather.2018.Nanda Internasional Inc. Diagnosa Keperawatan : definisi &
Potter, A. Patricia dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 2.
Singapore: Elsevier