Disusun Oleh:
A.13.4
Sinta Nurbaeti 16130140
Sri Famelia Alifah 16130141
Tri Hartati 16130142
Tina Selvia Muawanah 16130143
Yedi Kristiawan 16130144
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia, hampir
menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari ibu jari bagian
atas yang kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif
terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar,
dan jangkitan bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin
terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah
dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan akan meimbulkan masalah keputihan bagi
perempuan, atau ambeien (gangguan prostat) bagi laki-laki.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat
kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh alergi
dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahan-
perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis
maksila kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan
kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan
frekuensi antara laki-laki dan perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang
terbanyak adalah debu rumah (87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia
(50%).
Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut
yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesis
sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan
pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu bukan
sekadar flu biasa.
Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya sinusitis,
salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal berupa tes kulit cukit
(Prick test, tes tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan
jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan
yang paling peka untuk reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan
ini alergen penyebab dapat ditentukan.
1.3 Tujuan
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai
dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan
kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga
hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian
posterosuperior rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada
usia antara 15-18 tahun.
A. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai
ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding
superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan
palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
1. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah;
Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar
(P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang – kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar
M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi
gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis;
2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita;
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase
hanya tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase juga harus melalui infundibulum
yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan
pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase
sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
B. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah
lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran
maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris,
satu lebih besar dari lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah.
Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5%
sinus frontalnya tidak berkembang.Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya,
lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus
berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus
pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta
mudah menjalar ke daerah ini.Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di
resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
C. Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir
ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya.
Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian
posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm
dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior. Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri
dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral
os etmoid, yang terletak diantar konka media dan dinding dinding medial orbita. Sel-sel
ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus
etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di
depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding
lateral ( lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar
dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari laminabasalis.
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut bula etmoid.
Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang di sebut infundibulum,
tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan diresesus
frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sinusitis maksila. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis
berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang
sangat tipis dan membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian belakang sinus
etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
D. Sinus Efnoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm
tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5
ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan
menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indensitasi pada
dinding sinus sfenoid. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media
dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan
dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan
disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior didaerah pons.
1. Kompleks Ostio-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini
rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,
bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
2. Sistem Muskosiliar
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada
dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang
berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke
nasofaring di depan muara tuba Eusthacius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus
posterior bergabung diresesus sfenoetmoedalis, dialirkan ke nasofaring di posterior-
superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis di dapati secret pasca-nasal (post
nasal drip), tetapi belum tentu ada secret di rongga hidung.
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-
apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka;
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh
dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus
etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang
lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas,
maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat
berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan
peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
a) Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut,
sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
b) Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8
minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
2.3 Etiologi
2.5 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM
letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu
sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative
di dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi
ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa
hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi), inflamasi berlanjut,
terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini
mungkin diperlukan tindakan operasi.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret dari
meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila
diambil secret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui
meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
2.7 Penatalaksanaan
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan maukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman
telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksilin-klavulanat
atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai
untuk kuman negative gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya
dapat menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga
merupakan terapi tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika
pasien menderita kelainan alergi yang berat.
Tindakan operasi. Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi
terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan
hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan
dan tindakan ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang
irreversible; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
2.8 Komplikasi
Tuan M umur 46 tahun dibawa ke RS dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokkan. Nyeri ini
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu disertai pilek yang sering kambuh dan juga ingus yang kental
di hidung. Nyeri dirasakan semakin hebat jika pasien menelan makanan dan menundukkan
kepala. Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat penyakit THT (amandel) sebelumnya.
Pasien mengatakan awalnya hanya mengira flu biasa dan sudah mencoba dengan membeli obat
warung tetapi tidak kunjung sembuh. Setelah melakukan pemeriksaan pasien didiagnosa
menderita sinusitis.
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Nama : Tn. M
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan.
Tuan M datang ke RS tanggal 18 November 2010 dengan keluhan nyeri kepala dan
tenggorokan. Nyeri ini dirasakan sejak 7 hari yang lalu disertai pilek yang sering kambuh
dan ingus yang kental di hidung. Nyeri dirasakan semakin hebat jika pasien menelan
makanan dan menundukkan kepala. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 1
kg dari berat badan sebelumnya. Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat penyakit
THT sebelumnya. Setelah melakukan pemeriksaan pasien didiagnosa menderita sinusitis.
f) Keadaan Lingkungan
Pasien bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih, ventilasi rumah kurang (tidak
adekuat).
3.2 Observasi
g) Keadaan Umum
1. Suhu : 38ºC
2. Nadi : 84 /menit
3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4. RR : 25 /menit
5. BB : 62 kg
6. Tinggi badan : 170 cm
h) Pemeriksaan Persistem
B1 (breathing): Tidak teratur, suara nafas ronkhi berhubugan dengan adanya secret kental pada
hidung
B2 (blood) : Normal
B3 (brain) : Pasien composmentis
B4 (bladder) : Normal
3.4 Diagnosa
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang atau menghilang dalam waktu
1x24 jam.
Kriteria hasil :
2. Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
yang mengental.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif dalam waktu 10-15 menit.
Kriteria hasil :
Kriteria Hasil:
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Jakarta: Gaya Baru
Nama Mahasiswa/NIM :
1. Sinta Nurbaeti 16130140
2. Sri Famelia Alifah 16130141
3. Tri Hartati 16130142
4. Tina Selvia Muawanah 16130143
5. Yedi Kristiawan 16130144
Kelas : A-13.4
Tanggal Mengumpul : Jum’at, 2 Maret 2018
Judul Makalah : MAKALAH SINUSITIS
Nilai
No. Kriteria Nilai
Maksimal
1. Tinjauan teori 15
2. Tinjauan kasus 15
5. Kesimpulan 10
6. Daftar pustaka 10
7. Kuantitas dan kualitas konsultasi 10
JUMLAH
(Siti Fadlilah.,S.Kep.,Ns.,MSN)
FORMAT PENILAIAN PRESENTASI
(KELOMPOK)
Nama Mahasiswa/NIM :
1. Sinta Nurbaeti 16130140
2. Sri Famelia Alifah 16130141
3. Tri Hartati 16130142
4. Tina Selvia Muawanah 16130143
5. Yedi Kristiawan 16130144
Kelas : A-13.4
Tanggal Mengumpul : Jum’at, 2 Maret 2018
Judul Makalah : MAKALAH SINUSITIS
Nilai
No Kriteria Nilai
Maksimal
1. Melaksanakan presentasi sesuai waktu 10
2. Memberikan penjelasan secara sistematis 20
3. Menguasai lingkungan atau situasi 10
JUMLAH
(Siti Fadlilah.,S.Kep.,Ns.,MSN)
FORMAT PENILAIAN PENYANGGAH
(KELOMPOK)
Nama Mahasiswa/NIM :
1. Sinta Nurbaeti 16130140
2. Sri Famelia Alifah 16130141
3. Tri Hartati 16130142
4. Tina Selvia Muawanah 16130143
5. Yedi Kristiawan 16130144
Kelas : A-13.4
Tanggal Mengumpul : Jum’at, 2 Maret 2018
Judul Makalah : MAKALAH SINUSITIS
Nilai
No Kriteria Nilai
Maksimal
1. Aktif sebagai kelompok penyanggah 15
Memberikan pertanyaan secara sistematis,
2. rasional, sesuai dengan kasus dan tidak 20
menghakimi
3. Menguasai lingkungan atau situasi 10
7. Kemampuan menyimpulkan 10
JUMLAH
(Siti Fadlilah.,S.Kep.,Ns.,MSN)