“Kehilangan”
OLEH :
KELOMPOK 2
AFIFAH OKTARI (1912142010004)
DEBI CUTNADILA (1912142010011)
LISA APRIANI (
MIFTAHUL JANNAH
NABILA NATASYA (1912142010072)
RINA PRESTI UTAMI (1912142010 089)
WAHYU WAHDINI
Dosen Pembimbing:
Ns. SISKA DAMAIYANTI, M. Kep
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan Masalah..............................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti
sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena
kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan
untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila
menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga
intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurgaperawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan
adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang
berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35).
B. Sifat Kehilangan
1. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan
dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan
atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2
Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh apakah
yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan
mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut
bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan
dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social.
C. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan
perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal. Tipe
dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin
tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan
kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap kehilangan secara
berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin menyebabkan distress lebih
besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup
sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar
dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual
dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya
pindah rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan,
seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise.
D. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 kategori Kehilangan
1. Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi
usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang
dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.
3
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal.
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma periode tertentu atau kepindahan
secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit.
Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi
melalui situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah
perawatan, atau situasi situasional, contohnya mengalami cidera atau penyakit dan
kehilangan rumah akibat bencana alam.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang
tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit
yang mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika
diketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis
diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya
,yang sering melibatkan serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat
pemulihan atau fase terminal Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian
bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien
dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah
Seseorsng dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan
dari orang lain, dan dukungan adekuat.
E. Tahap Proses Kehilangan
Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam proses, diantaranya:
4
1. Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu berfikir positif -
kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan - mampu
beradaptasi dan merasa nyaman.
2. Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu berfikir negative
- tidak berdaya - marah dan berlaku agresif - diekspresikan ke dalam diri ( tidak
diungkapkan) - muncul gejala sakit fisik.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah
pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan
kompensasi yang positif (konstruktif).
4. Fase depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut,
atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga.
Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah tidur, letih,
dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang
lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada objek
yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya
betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau
“apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase
damai atau fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada
salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan
lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase penerimaan. Reorganisasi rasa
kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas pd obyek yg
hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.
6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN
A. Pengkajian