Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

SIMULASI ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DENGAN


KEHILANGAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa I

Dosen Pengampu : Ns. Tria Monja Mandira S.Kep, M.Kep

Disusun oleh : Kelompok 2 Kelas 4i

1. Elia Sabrina (201030100335) 5. Fitri Windarti (201030100328)


2. Erika (201030100363) 6. Gabela Sonia (201030100331)
3. Erza Aulia F (201030100288) 7. Imawati (201030100268)
4. Farah Zahra (201030100282) 8. Intan Khoirunnisa (201030100262)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA
KOTA TANGERANG SELATAN – BANTEN
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT sehingga penyusunan Makalah
tentang “Simulasi Asuhan Keperawatan Klien Dengan Kehilangan” ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu kami ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata kuliah “Keperawatan Kesehatan Jiwa I”
atas bimbingan dan motivasinya.

Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan Makalah ini. Karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan Makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga Makalah tentang “Simulasi Asuhan


Keperawatan Klien Dengan Kehilangan” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Tangerang Selatan, 01 Juni 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................2

A. Pengertian .......................................................................................................................2
B. Asuhan keperawatan.......................................................................................................2

1) Pengkajian ................................................................................................................2
2) Diagnosa keperawatan..............................................................................................4
3) Rencana keperawatan................................................................................................4

BAB III PENUTUP...................................................................................................................9

A. Kesimpulan.....................................................................................................................9
B. Saran................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan normal dalam kehidupan
manusia membiarkan pergi melepaskan dan terus melangkah terus terjadi ketika individu
menjalani tahap pertumbuhan dan perkembangan normal dengan mengucapkan selamat tinggal
kepada tempat orang, impian dan benda-benda yang disayangi.Kehilangan memungkinkan individu
berupa dan terus berkembang serta memenuhi potensi diri. Kehilangan dapat direncanakan
diharapkan atau terjadi tiba-tibadan proses berduka yang mengikutinya jarang terjadi dengan
nyaman atau menyenangkan. Walaupun tidak nyaman kehilangan kadang-kadang bermanfaat dan
namun kehilangan juga dapat menghancurkan individu.
Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka merupakan aspek Asuhan
Keperawatan yang sangat penting.Respon emosional dan spiritual klien saling terkait ketika klien
menghadapi penderitiaan dengan kesadaran akan kemampuan mengkaji penderitaan klien,
perawat dapat meningkatkan rasa sejahtera. Memberi klien kesempatan untuk menceritakan
penderitaanya

B. Rumusan Masalah
1. Dapat mengetahui tentang konsep kehilangan dan berduka
2. Dapat mengetahui asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan kehilangan dan gangguan

C. Tujuan
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa pada semester IV, dan diharapkan bagi
mahasiswa agar mampu memahami tentang gangguan atas kehilangan dan dapat membuat asuhan
keperawatan pada pasien dengan kehilangan dan duka cita.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kehilangan ( Loss )

Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu keadaan Individu
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian
atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan
gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah
dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada)

Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan unik
secara individu.

 Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui
proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui,
diraba, didengar, diketahui, atau dialami.
 Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal
untuk pertama kalinya.
 Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon
kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai atau
keduanya.Anak yang mulai belajar berjalan kehilanga citra tubuh semasa bayinya,wanita
yang mengalami menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria
yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga dirinya.
 Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang
mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah
proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando,
1991). Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya
untuk melewati dukacita.

5
B. Bentuk-Bentuk Kehilangan
1. Kehilangan orang yang berarti
2. Kehilangan kesejahteraan
3. Kehilangan milik pribadi

C. Sifat Kehilangan
1. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang
lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit
diterima.

2. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)


Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami
keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang
mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap
ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan
perasaan marah dan bermusuhan.

Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi
sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh apakah yang
berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang
diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen)
mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik,
pshikologis, dan social.

D. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang
mengalami kehilangan.

2. Perceived Loss ( Psikologis )


Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan secara

6
jelas.

3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan
dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan
klien (anggota) menderita sakit terminal.

Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak
menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Nanun
demikian, setiap individunberespon terhadap kehilangan secara berbeda.kematian seorang anggota
keluargamungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan,
tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional
yang lebih besar dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-
tahun. Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan
mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah rumah. Kehilangan yang
dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan ,seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise.

E. Lima Kategori Kehilangan


1. Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang
berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng
tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.

2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal


Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma periode tertentu atau kepindahan
secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit.

Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui
situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah perawatan, atau
situasi situasional, contohnya mengalami cidera atau penyakit dan kehilangan rumah

7
akibat bencana alam.

3. Kehilangan orang terdekat


Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru,
teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang
terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan
peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau
kematian.

4. Kehilangan aspek diri


Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau
psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata, rambut, gigi,
atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control kandung
kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis termasuk
kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat
terjadi akibat penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan
seperti ini dapat menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam
citra tubuh dan konsep diri.

5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut
akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit akan
meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit

8
yang mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui
ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis.
Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya yang sering
melibatkan serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase
terminal Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi
kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga
dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh
dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan
adekuat.

F. Tahapan Proses Kehilangan dan Berduka

Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam proses, diantaranya:

1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif –
kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan
merasa nyaman.
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif –
tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak
diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir
negatif– tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu
–berperilaku konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir
negatif–tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu
– berperilaku destruktif – perasaan bersalah – ketidakberdayaan.

Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian

9
makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi
yang positif (konstruktif).

Fase kehilangan menurut Engel:

1. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa pingsan, diare,
keringat berlebih.
2.Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan
mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah,
frustasi dan depresi.
3. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan
depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke
berkembangnya keasadaran.

Sedangkan, menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:

Fase Marah Fase Depresi

Fase Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase Menerima

10
Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969)

1. Denial ( Mengingkari )
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak
percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang
mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual,

diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat
apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa
tahun.

2. Anger ( Marah )
Sadar kenyataan kehilangan Proyeksi pada org sekitar tertentu, diri sendiri dan obyek Fase ini
dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu
menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di
lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan
perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

3. Bergaining ( Tawar Menawar )


Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan
maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering
dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering
berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai
berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.

11
4. Depression ( Bersedih yang mendalam)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah
bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau
dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik
yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah tidur, letih, dorongan libido
menurun.

5. Acceptance (menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada
objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan
dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya
dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang
tapi baju baru saya manis juga”, atau “apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat
sembuh”.

Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau
fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan
kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak
sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya
masuk pada fase penerimaan.

Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah dapat lepas pd
obyek yg hilang beralih ke obyek baru “apa yang dapat saya lakukan”.

Fase berduka menurut Rando:

12
1. Penghindaran
Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan

2. Konfrontasi
Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang
melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.

3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup
dengan kehidupan mereka.

Menurut Lambert and Lambert ( 1985 ) 3 fase :

1. Repudiation ( Penolakan )
2. Recognition ( Pengenalan )
3. Reconciliation (Pemulihan /reorganisasi )

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA


ENGEL (1964) KUBLER-ROSS LAMBERT-LAMBERT RANDO (1991)
(1969) (1985)
Shock dan tidak percaya Menyangkal Repudiation(Penolakan) Penghindaran

13
Berkembangnya Marah Recognition(Pengenalan) Konfrontasi
kesadaran
Restitusi Tawar-menawar Reconciliation(Pemulihan akomodasi
/reorganisasi )
Idealization Depresi
Reorganization / the out Penerimaan
come

B. Faktor Yang Mempengaruhi Cara Setiap Individu Merespon Kehilangan

Ada beberapa factor yang mempengaruhi setiap individu dalam merespon kehilangan.
Karakteristik personal termasuk usia, jenis kelamin, setatus social ekonomi, yang hilang,
karakteristik kehilangan, keyakinan cultural, dan spiritual, system pendukung, dan potensi
pencapaian tujuan mempengaruhi respon terhadap kehilangan.

• Karakteristik Personal
Usia. Usia memainkan peran dalam pengenalan dan reaksi individu yerhadap kehilangan.
Respon anak beragam sesuai dengan usia, pengalaman kehilangan sebelumnya, hubungan
dengan yang meninggal, kepribadian, persepsi tentang kehilangan, makna tertentu dari
kehilangan yang mereka miliki dan yang terpenting

respon kelarga mereka terhadap kehilangan. Meskipun anak-anak mungkin tidak


memahami konsep kematian karena usia mereka, mereka tetap mengembangkan persepsi
tentang apa makna kehilangan bagi mereka. Anak-anak mungkin merasa bersalah karena
tetap hidup, tetap sehat, atau mempunyai permintaan untuk kematian orang yang mereka

14
cintai (Wheeler 7 pike,1993).

Dewasa muda menghubungkan kehilangan signifikasinya terhadap status, peran, dan gaya
hidup. Kehilangan pekerjaan, perceraiandan kerusakan fisik menyebabkan dukacita lebih
mendalam dan mengan cam keberhasilan. Konsep dewasa muda tentang kematian sebagian
besar merupakan produk dari keyakinan keagamaan dan cultural. Kematian seorang dewasa
muda terutama sekali dipandang sebagai hal yang tragis oleh masyarakatkarena kematian
tersebut adalah kehilangan kehidupan seseorang yang disadari sbg suatu potensi. Kehilangan
seseorang yang mempunyai hubungan dekat menyebabkan ancaman bermakna terhadap gaya
hidup. Setiap kehilangan pekerjaaan atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan
menyebabkan duka cita yang sangat besar bagi orang dewasa.

Lansia mengalami kepenumpukan kedukaan akibat dari banyak perubahan. Lansia sering
takut tentang kejadoan sekitar kematian melebihi kematian itu sendiri.

Mereka mungkin merasa kesepian, isolasi, kehilangan peran social, penyakit yang
berkepanjangan dan kehilangan determinasi diri dan jati diri sebagai sesuatu yang lebih
buruk dari kematian(Rando, 1986, Kastenbaum, 1991).

Peran jenis kelamin. Reaksi kehilangn dipengaruhi oleh harapan social tentang peran
pria dan wanita. Dalam banyak budaya di Amerika Serikat dan Kanada,umunya lebiah
sulit bagi pria disbanding dengan wanita untuk mengespresikan dukacita secara
terbuka. Pria dan wanita melekatkan makna berbeda terhadap bagian tubuh, fungsi,
hubungan interpersonal, dan benda.

Pendidikan dan status sosioekonomi. Kehilanhgan adalah universal, dialami oleh setiap
orang apapun status ekonominya.Umunyan, kekurangan sumber financial, pendidikan atau
keteramoilan pekerjaan memperbesar tuntutan kepada pihak yang mengalmi dukacita.

• Sifat hubungan

Pepatah mengatakan bahwa kehilangan orang tua berarti kehilanga masa lalu, kehilangan
pasangan berati kehilangan masa kini dan kehilangan anak berarti kehilangan masa depan.

15
Litelatur mendukung keyakinan bahwa kehilangan akan menciptakan respon kehilangn yang
paling dalam (Saunders, 1992). Reaksi terhadap kehilangan di pengaruhi oleh kualitas
hubungan. Makna hubungan pada hubungan duka akan mempengaruhi respon dukacita,
apakah kehilangan tersebut akibat kematian, perpisahan atu bercerai. Hubungan yang
ditandai dengan ambivalen yang ekstrem lebih sulit untuk diselesaikan dibandingkan
hubungan yang normal. Salah satu peristiwa yang paling memyulitkan dalam hidup aslah
kehilangan pasangan. Kehilangan pasangan dapat menyebabkan pasangannya menjadi
kurang terampil dalam menghadapi tangung jawab keseluruhan. Kehilangna pasangan juga
menimbulkan kesulitan bagi pasangan yang ditinggalkan untuk membina hubungan baru atau
untuk mempertahankan hubungan yang sebelumnya sudah terbina atau dibentuk bersama.

• Sistem pendukung social


Vasibilitas kehilanga, seperti kehilanga rumah akibat bencana alam, sering memunculkan
dukungan dari sumber yang tidak diperkirakan. Vasibilitas kehlangan, seperti deformitas
wajah, dapat menyebabkan kehilangan dukungan dari teman atau keluarga sehinga
menambah proses kehilangan tersebut. Seperti seorang anggota keluarga yang dipenjara atau
kematian pasangan gay-nya, sering mengalami kurang dukungan dari teman atau
keluarganya. Kurangnya dukungan biasanya menyebabkan kesulitan dalm keberhasilan
resolusi berduka (Rando, 1991). Ketepata waktu dalam pemberian dukungan sangat penting.
Dukungan harus tersedia ketika klien yang berduka melalui proses berkabung. Berbagai
pengalaman dengan individu yang pernah berkabung dan pendukung bermanfaat sebagai
dukungan yang dibutuhkan. Namun, bahkan ketika hal ini di berikan, umunya klien yang
berduka belum dapat memanfaatkan kesempatan tersebut.

• Keyakinan spiritual dan budaya


Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural yang mempengaruhi

reaksi terhadap kehilangan, dukacita, dan kematian. Latar belakang budaya dan dinamika
keluarga mempengaruhi pengekspresian berduka. Seseorang mungkin akan menemukan
dukungan, ketenangan dan makna dalam kehilangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritual. Bagi sebagian klien kehilangan menimbulkan pertanyaan tentang makna hidup,
nilai pribadi, dan keyakinan. Secara khas hal ini di tunjukan dengan respon”mengapa

16
saya?” Konflik internal mengenai keyakinan keagamaan dapat juga terjadi.

C. Dukacita, Berkabung, Dan Kehilangan Karena Kematiaan

Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang
mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung.

Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang
dipersepsikan(Rando, 1991). Dukacita merupakan respon individu atau reaksi emosi dari
kehilangan dan terjadi karena kehilangan seperti : kehilangan hak, kehilangan hak hidup,
menuju kematian. Berkabung adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu
melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan secara ekstrim.
Berkabung merupakan proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya
untuk melewati dukacita.

Proses dukacita dan berkabung bersifat mendalam, internal, menyedihkan dan


berkepanjangan.Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan
mengintekgrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup klien. Worden (1982), empat
tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan , dan
Harper (1987) merancang tugas dalam akronim”TEAR”:

1. T: Untuk menerima realitas dari kehilangan


2. E; Mengalami kepedihan akibat kehilangan
3. A: Menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda atau aspek
diri yang hilang

17
4. R: Memberdayakan kembali energy emosional kedalam hubungan yang baru.

Tugas ini tidak terjadi pada urutan yang khusus. Pada kenyataanya orang yang berduka
mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan atau hanya satu atau dua
yang menjadi preoritas.

Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan pengenalan
psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman
kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini,
dan masa dating. Dukacita adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang
mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus
sistemik.

Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak dapat
dikenali, rasa berkabung yang luas, atau didukung secara social. Dukacita mungkin
terselubung dalam situasi dimana hubungan antara berduka dan meninggalkan tidak
didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal.

Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari
orang lain, dan dorongan yang adekuat. Dalam kasus lain kehilangan itu sendiri tidak
didefinisikan secara secara social sebagai sesuatu yang signifikan, seperti halnya kematian
perinatal, aborsi, atau adopsi.Kehilangan hewan peliharaan mungkin dipandang sebagai
sesuatu yang signifikan.

G. Asuhan Keperawatan

Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia

No Jenis Stressor JenisKehilangan

18
1 Gempa dan Tsunami di Rumah, orang yang berarti, pekerjaan, bagian
Aceh tubuh.
2 Lumpur Lapindo Rumah, tetangga yang baik
3 Gempa di Yogjakarta Rumah, makna rumah yang lama, orang yang
berarti, bagian tubuh, pekerjaan.
4 Jatuhnya pesawat Adam Orang yang berarti, bagiantubuh
Air
5 TenggelamnyaKapal Orang yang berarti
Levina
6 Sampah longsor Orang yang berarti
7 Banjir bandang Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang
baik, kesehatan.
8 PHK di IPTN Pekerjaan, status, hargadiri
9 Banjir Jakarta Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang
baik, kesehatan.

1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang
dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.

Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang
mereka pikir dan rasakan adalah :

o Persepsi yang adekuat tentang kehilangan


o Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
o Perilaku koping yang adekuat selama proses
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:

19
1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu
dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang
yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5) Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya
diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.

b. Faktor presipitasi

Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih
sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio- psiko-sosial
antara lain meliputi;

1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping

20
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi
sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme
koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

d. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna

e. Respon Fisiologis

1) Sakit kepala, insomnia


2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imune dan endokrin

f. Respon Emosional

1) Merasa sedih, cemas


2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat

21
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda
yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan

22
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

g. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.

h. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :

1) Menangis tidak terkontrol


2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang
telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

2. Analisa data

1) Merasa putus asa dan kesepian


2) Kesulitan mengekspresikan perasaan
3) Konsentrasi menurun

23
b. Data objektif:

1) Menangis
2) Mengingkari kehilangan
3) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain

24
4) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
5) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
3. Diagnosa keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl Pratice,
menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang berdasarkan pada pada
tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan yang berhibungan dengan asuhan
keperawatan kehilangan dan berduka adalah :

a. Duka cita
b. Duka cita terganggu
c. Risiko duka cita terganggu
4. Intervensi
Intervensi untuk klien yang berduka :

a. Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang adaptif.
b. Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
c. Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat ini.
d. Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e. Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
f. Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g. Gunakan komunikasi yang efektif.
1) Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
2) Dorong penjelasan
3) Ungkapkan hasil observasi
4) Gunakan refleksi
5) Cari validasi persepsi
6) Berikan informasi
7) Nyatakan keraguan
8) Gunakan teknik menfokuskan
9) Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang
tersirat

25
h. Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
1) Kehadiran yang penuh perhatian
2) Menghormati proses berduka klien yang unik
3) Menghormati keyakinan personal klien
4) Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
5) Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan
dengan kehilangan

i. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan

1) Bina dan jalin hubungan saling percaya


2) Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang
menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
3) Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
4) Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
5) Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
6) Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7) Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
8) Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a) Fase Pengingkaran
o Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
o Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan
memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit,
pengobatan dan kematian.
b)Fase marah
o Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal
tanpa melawan dengan kemarahan.
c) Fase tawar menawar
o Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
d)Fase depresi
o Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.

26
o Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e) Fase penerimaan

o Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.

j. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan


1) Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga
anak selama masa berduka.
2) Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3) Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku
yang diperhatikan oleh orang lain.
4) Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.
k. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon
Kehilangan (Kematian Anak)
1) Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2) Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3) Menyiapkan perangkat kenangan.
4) Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5) Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon
yang
patologissertatempatmerekamintabantuanbiladiperlukan.
5. Evaluasi
a. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
b. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
c. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
d. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah
akibat kehilangan
e. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar

1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran.
Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalahini masih jauh dari kata
sempurna dan banyak kekurangan baik darisegi bentuk maupun materi yang kami
uraikan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.

2
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai