Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENGGUNAAN KELUARGA BERENCANA ( KB ) YANG TEPAT


PADA PASANGAN USIA SUBUR DI MASA PANDEMIK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II

Dosen Pengampu : Ida Listiana, SST , M.Kes

Disusun oleh : Kelompok A Kelas 4i

1. Alia Agnisyah (201030100283) 5. Farah Zahra (201030100282)


2. Dimas Ariya (201030100341) 6. Fitri Windarti (201030100328)
3. Elia Sabrina (201030100335) 7. Imawati (201030100268)
4. Erza Aulia F (201030100288)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA
KOTA TANGERANG SELATAN – BANTEN
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT sehingga penyusunan Makalah tentang
“Penggunaan Keluarga Berencana ( KB ) Yang Tepat Pada Pasangan Usia Subur Di
Masa Pandemik” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata kuliah
“Keperawatan Maternitas II” atas bimbingan dan motivasinya.

Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan Makalah ini. Karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan Makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga Makalah tentang “Penggunaan Keluarga


Berencana ( KB ) Yang Tepat Pada Pasangan Usia Subur Di Masa Pandemik” ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Tangerang Selatan, 07 Juni 2022

Kelompok A

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... .......................... i

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

DAFTAR IS ........................................................................................................................... III

BAB I IDENTITAS ARTIKEL PENELITIAN .................................................................... 1

A. Penelitian I……………………………………………………………………………..1
B. Penelitian II .................................................................................................................... 1
C. Penelitian III ................................................................................................................... 1

BAB II RESUME JURNAL .................................................................................................... 2

A. Penelitian Jurnal I .......................................................................................................... 2


B. Penelitian Jurnal II ......................................................................................................... 4
C. Penelitian Jurnal II ......................................................................................................... 5

BAB III................................................................................................................................... 8

A. Penelitian I ..................................................................................................................... 8
B. Penelitian II .................................................................................................................. 16
C. - Penelitian III.................................................................................................................19

BAB IV ........................................................................................................................................

A. - Kesimpulan .................................................................................................................. 23
B. - Saran ........................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25

iii
BAB I
IDENTITAS ARTIKEL PENELITIAN

A. Penelitian I
Judul Penelitian : Penggunaan Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur Saat Pandemi
COVID-19 Di Indonesia
Nama Peneliti : Nurmalia Ermi
Tahun Publikasi : 2021
Sumber : Jurnal Nurmalia Vol.16

B. Penelitian II
Judul Penelitian : Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Pelayanan KB
Nama Peneliti : Urip Tri Wiajayanti, Nadia Ayu Irma Nindiyastuti, Najib Najib
Tahun Publikasi : 2021
Sumber : HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND
DEVELOPMENT

C. Penelitian III
Judul Penelitian : Karakteristik Akseptor KB dan Pemilihan Metode Alat Kontrasepsi
Pada Wanita Usia Subur Di Masa Pandemi
Nama Peneliti : Nurul Mahmudah, Menik Sri Daryanti
Tahun Publikasi : 2021
Sumber : JurnalIMJ:IndonesiaMidwiferyJournal vol 5 nomor 1

1
BAB II
RESUME JURNAL

A. Penelitian Jurnal I
Judul Penelitian : Penggunaan Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur Saat Pndemi
COVID-19 Di Indonesia
Nama Peneliti : Nurmalia Ermi
Tahun Publikasi : 2021
Sumber : Jurnal Nurmalia Vol.16

Latar Belakang
Pelaksanaan Program Bangga Kencana pada periode pembangunan jangka
menengah (RPJMN) 2015–2019 masih banyak menghadapi tantangan. Penerimaan
masyarakat terhadap program keluarga berencana (KB) sudah cukup baik, namun belum
mampu mendukung tercapainya sasaran kinerja Renstra Perwakilan BKKBN Provinsi
Jawa Tengah tahun 2015–2019. Beberapa indikator yang belum tercapai antara lain
kelahiran total (TFR) dengan target 2,1 pencapaian sebesar 2,32 kemudian masih tingginya
kebutuhan ber KB yang tidak terpenuhi (unmet need) sebesar 11,3%; tingginya disparitas
angka penggunaan kontrasepsi (CPR) dan unmetneed antarwilayah. Potensi permasalahan
lain yang muncul dalam proses finalisasi dokumen Renstra Perwakilan BKKBN Provinsi
Jawa Tengah 2020-2024 adalah terjadinya pandemi COVID-19 secara global (Renstra
BKKBN,2020).

COVID-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO. Untuk menghadapi
wabah tersebut dilakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai
pencegahan penularan COVID-19. Kondisi ini menyebabkan pembatasan dalam
pelayanan KB. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan layanan KB sebelum dan
sesudah era pandemi COVID-19. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
pendekatan deskriptif kuantitatif. Responden penelitian adalah semua pasangan usia subur
(PUS) di Jawa Tengah tahun 2019 dan 2020. Penelitian berdasarkan data sekunder dari
laporan statistik rutin perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah tahun 2020 dan 2021.
Hasil penelitian menyatakan bahwa era pandemi COVID-19 berdampak terhadap
pelayanan KB di Jawa Tengah, yaitu terjadinya penurunan pelayanan KB. Jumlah
kepesertaan KB aktif mengalami penurunan dan kenaikan selama era pandemi COVID-

2
19. Hal tersebut terlihat dari penurunan jumlah kepesertaan KB aktif pada metode
kontrasepsi suntikan, pil, MOW, dan MOP serta kenaikan jumlah kepesertaan KB aktif
pada metode kontrasepsi IUD, implan, dan kondom.Rekomendasi pemerintah khususnya
BKKBN terus berupaya mengadakan terobosan-terobosan untuk kegiatan pelayanan KB
serentak dalam berbagai program. Masyarakat dapat mematuhi kebijakan dan mengikuti
berbagai layanan KB yang ada sehingga dapat mengantisipasi kasus baby boom pasca
pandemi COVID-19.

Metode
Metode penelitian ini menggunakan literature review yaitu mengkaji berbagai sumber
pustaka (jurnal/artikel ilmiah) terkait dengan penggunaan kontrasepsi pada PUS saat
pandemi COVID-19. Data diambil dari berbagai sumber jurnal/artikel ilmiah melalui
database Google Scholar, PubMed, Science Direct, data publikasi pemerintah dengan
menggunakan kata kunci kontrasepsi / contraception AND pasangan usia subur / couple of
reproductive age AND COVID-19 AND Indonesia. Rentang waktu publikasi jurnal/artikel
ilmiah yang dipilih berada pada rentang 2018-2021. Didapatkan 15 jurnal/artikel ilmiah
yang terkait dengan penggunaan kontrasepsi pada PUS saat pandemi COVID-19 di
Indonesia.

Hasil
Penggunaan kontrasepsi pada masa pandemi COVID19 pada beberapa wilayah di
Indonesia masih fluktuatif, tetapi memiliki kecenderungan mengalami penurunan.

3
B. Penelitian Jurnal II
Judul Penelitian : Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Pelayanan KB
Nama Peneliti : Urip Tri Wiajayanti, Nadia Ayu Irma Nindiyastuti, Najib Najib
Tahun Publikasi : 2021
Sumber : HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND
DEVELOPMENT
Latar Belakang
COVID-19 telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO. Untuk menghadapi
wabah tersebut dilakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebagai
pencegahan penularan COVID-19. Kondisi ini menyebabkan pembatasan dalam pelayanan
KB. Tujuan penelitian ini menganalisis perbedaan layanan KB sebelum dan sesudah era
pandemi COVID-19. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan
deskriptif kuantitatif. Responden penelitian adalah semua pasangan usia subur (PUS) di
Jawa Tengah tahun 2019 dan 2020. Penelitian berdasarkan data sekunder dari laporan
statistik rutin perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah tahun 2020 dan 2021. Hasil
penelitian menyatakan bahwa era pandemi COVID-19 berdampak terhadap pelayanan KB
di Jawa Tengah, yaitu terjadinya penurunan pelayanan KB. Jumlah kepesertaan KB aktif
mengalami penurunan dan kenaikan selama era pandemi COVID-19. Hal tersebut terlihat
dari penurunan jumlah kepesertaan KB aktif pada metode kontrasepsi suntikan, pil, MOW,
dan MOP serta kenaikan jumlah kepesertaan KB aktif pada metode kontrasepsi IUD,
implan, dan kondom.Rekomendasi pemerintah khususnya BKKBN terus berupaya
mengadakan terobosan-terobosan untuk kegiatan pelayanan KB serentak dalam berbagai
program. Masyarakat dapat mematuhi kebijakan dan mengikuti berbagai layanan KB yang
ada sehingga dapat mengantisipasi kasus baby boom pasca pandemi COVID-19.

Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.
Responden penelitian adalah semua pasangan usia subur (PUS) di Jawa Tengah tahun 2019
dan 2020. Penelitian berdasarkan data sekunder dari laporan statistik rutin Perwakilan
BKKBN Provinsi Jawa Tengah tahun 2020 dan 2021. Data yang digunakan adalah data
pencapaian peserta KB aktif pada PUS di Jawa Tengah tahun 2019 dan 2020. Data diambil
berdasarkan rentang waktu pelayanan KB sebelum COVID19 (tahun 2019) dan selama era
pandemi COVID-19 (tahun 2020) sehingga memungkinkan terjadinya fluktuasi angka
pencapaian KB di Jawa Tengah. Data hasil penelitian dijabarkan dalam bentuk diagram

4
Hasil dan Pembahasan
Pada bagian ini membahas hasil tentang pemakaian kontrasepsi dan kebijakan
pelayanan KB di era pandemi covid 19. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan hasil, yaitu terjadi penurunan pemakaian pada
sebagian besar metode KB di Jawa Tengah, namun terjadi peningkatan pemakaian pada
metode kontrasepsi IUD (0,3%), implan (0,2%), dan kondom (7,6%).

C. Penelitian Jurnal III


Judul Penelitian : Karakteristik Akseptor KB dan Pemilihan Metode Alat Kontrasepsi
Pada Wanita Usia Subur Di Masa Pandemi
Nama Peneliti : Nurul Mahmudah, Menik Sri Daryanti
Tahun Publikasi : 2021
Sumber : JurnalIMJ:IndonesiaMidwiferyJournal vol 5 nomor 1

Latar Belakang
Penggunaan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh akses informasi, pengetahuan,
persepsi risiko, dan niat penggunaan alat kontrasepsi. Pengetahuan ini diperoleh melalui
paparan informasi yang diakses dari berbagai sumber. Informasi yang dipaparkan
tersebut dapat merupakan risiko ataupun manfaat dari alat kontrasepsi. Untuk itu, dalam
menghadapi pandemi covid 19 ini, pelayanan tetap dilakukan tetapi dengan menerapkan
prinsip pencegahan pengendalian infeksi dan physical distancing. Tujuan penelitian
untuk mengetahui karakteristik akseptor KB baru yang menggunakan alat kontrasepsi di
masa pandemi dan untuk mengetahui pilihan metode kontrasepsi yang digunakan ibu di
masa pandemi.

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan


cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Klinik Ananda Sleman. Variabel penelitian
ini karakteristik akseptor KB baru dan pemilihan alat kontrasepsi metode modern.
Populasinya adalah wanita usia subur yang mendapat pelayanan KB di Klinik Ananda
Sleman. Sampelnya semua ibu yang menggunakan alat kontrasepsi yang melakukan
pemeriksaan diklinik Ananda Sleman sejumlah 392 responden. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan total sampling dengan kriteria inklusi ibu yang memakai alat
kontrasepsi metode modern.

5
Hasil penelitian Pada karakteristik umur responden didapatkan sebagian besar
responden memiliki umur yang tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak 276 responden
(70,4%), dimana kelompok umur tidak beresiko (20-35 tahun) memilih alat kontrasepsi
jenis suntik sebanyak 239 responden (61%). Pada karakteristik paritas responden
didapatkan sebagian besar responden ada mutipara (2-3 kelahiran) sebesar 215 responden
(54,8%), dimana pada kelompok multipara sebagian besar memilih alat kontrasepsi jenis
suntik sebanyak 177 responden (45,2%). Pada karakteristik pekerjaan responden
didapatkan sebagian besar responden merupakan ibu bekerja sebesar 199 responden
(50,8%), dimana pada kelompok ibu bekerja memilih alat kontrasepsi jenis suntik
sebanyak 171 responden (43,6%). Jenis KB yang banyak dipilih adalah KB suntik
sebesar sebanyak 334 responden (85,2%).

Metode
Jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectonal. Penelitian
dilaksanakan di klinik ananda sleman dengan variabel tunggal karakteristik akseptor KB
dan pemilihan alat kontarsepsi metode modern. Populasi yaiu wanita usia subur yang
mendapatkan pelayanan KB di klinik ananda sleman. Sampelya yaitu semuaibu yang
menggunakan KB yang melakukan pemeriksaan di klinik ananda sleman. Tekhnik
pengambilan sampel yaitu total sampling dengan kriteria inklusi ibu yang memakai alat
kontrasepso modern.Penelitian ini mengambil data rekam medis data akseptor KB baru
selam bulan maret 2020 sampai dengan juni 2021. Dari 422 akseptor KB yang di peroleh
di dapat 30 data akseptor yang drop out dikarena karna ada data yang tidak lengkap.
Sehingga ada 392 data akseptot KB yang digunakan dalam penelitian ini dan analisa data
yang digunakan menggunakan univeriat.

Hasil
Pada karakteristik umur responden didapatkan sebagian besar responden memiliki
umur yang tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak 276 responden (70,4%), dimana
kelompok umur tidak beresiko (20-35 tahun) memilih alat kontrasepsi jenis suntik
sebanyak 239 responden (61%). Pada karakteristik paritas responden didapatkan sebagian
besar responden ada mutipara (2-3 kelahiran) sebesar 215 responden (54,8%), dimana pada
kelompok multipara sebagian besar memilih alat kontrasepsi jenis suntik sebanyak 177
responden (45,2%). Pada karakteristik pekerjaan responden didapatkan sebagian besar
responden merupakan ibu bekerja sebesar 199 responden (50,8%), dimana pada kelompok

6
ibu bekerja memilih alat kontrasepsi jenis suntik sebanyak 171 responden (43,6%). Jenis
KB yang banyak dipilih adalah KB suntik sebesar sebanyak 334 responden.

7
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Penelitian I
Penggunaan Kontrasepsi Saat Pandemi COVID-19
Peserta KB BaruPeserta KB adalah pasangan usia subur suami atau istrinya sedang
menggunakan salah satu alat kontrasepsi modern, tidak termasuk metode kontrasepsi
tradisional ataupun metode kontasepsi alamiah pada tahun pelaksanaan pendataan atau
pemutakhiran data keluarga (BKKBN, 2011). Peserta KB baru merupakan pasangan usia
subur yang baru mulai pertama kali menggunakan alat dan obat kontrasepsi atau pasangan
usia subur yang kembali menggunakan alat dan obat kontrasepsi setelah hamil, melahirkan
ataupun keguguran (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2018). Peserta KB baru di wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) peserta KB baru dari bulan Januari tahun 2020 sebesar
7,25% (9.893 peserta), Februari 7,57% (10.333 peserta), Maret 7,63% (10.4418 peserta) dan
mengalami penurunan pada bulan April saat COVID 19 mulai mewabah sebesar 6,63%
(9.049 peserta). Kesertaan KB baru MKJP juga mengalami penurunan, dari bulan Januari
2020 sebesar 7,05% (2.639 peserta), Februari 6,99% (2.616 peserta), Maret 6,86% (2.570
peserta) dan pada bulan April menurun secara signifikan sebesar 4,74% (1.776 peserta)
(Perwakilan BKKBN Provinsi NTB, 2020).
Peserta KB AktifPeserta KB aktif merupakan peserta KB baru dan lama yang aktif
atau masih menggunakan alat kontasepsi dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur
disuatu wilayah dalam krun waktu tertentu atau pasangan usia subur yang pada saat ini
menggunakan salah satu alat dan obat kontrasepsi dengan tidak diselingi kehamilan (Dinkes
Provinsi Jawa Tengah, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Hafizotun Hasanah di Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang mengenai penggunaan kontrasepsi IUD didapatkan data
dari 144 responden pada tahun 2019 sebesar 50%, sisanya menggunakan alat kontrasepsi
lainnya seperti pil KB, suntik dan kondom (Hasanah, 2020). Angka prevalensi pemakaian
kontrasepsi modern di Indonesia pada tahun 2020 adalah 57,9%, ini meningkat dari tahun
2019 sebesar 54,97%, tetapi belum memenuhi target yang seharusnya sebesar 61,78%
(BKKBN, 2020). Di Provinsi NTB untuk peserta KB aktif mengalami kenaikan dari bulan
Maret sebesar
72,51% menjadi 72,98% di pada bulan April. Ini berbanding terbalik dengan
penggunaan KB aktif MKJP dimana pada bulan Maret sebesar 37% (289.272 peserta)
mengalami penurunan pada bulan April 36,92% (286.535 peserta) (Perwakilan BKKBN

8
Provinsi NTB, 2020).Berdasarkan penelitian Lae, Novia Caecilia dkk terkait penggunaan
kontrasepsi pada masa Pandemi COVID-19 di Provinsi Kalimantan, dari 445 responden
didapatkan sebagian besar menggunakan metode kontrasepsi yang tingkat putus pakai
paling tinggi yaitu pil dengan presentase sebesar 46% (Lae et al., 2020).
Pada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) didapatkan sedikit penurunan untuk peserta
KB aktif, dimana pada bulan Januari 2020 tercatat sebesar 371.790 peserta menjadi 370.761
peserta pada bulan Maret dan menurun kembali pada bulan April sebesar 370.447 peserta.
Terdapat juga penurunan pada penggunaan kontrasepsi suntik dan pil masing-masing
sebesar 0,5% dan 0,4% (Witono & Parwodiwiyono, 2020). Berdasarkan data pengabdian
yang didapatkan Mandira, Tria Monja dkk pada wanita usia subur di wilayah Pamulang,
sebagian besar memakai alat kontrasepsi suntik dan pil KB (Mandira et al., 2020).
Peningkatan penggunaan MKJP berdasarkan dari penelitian dan pengabdian yang
dilakukan oleh Sudarmi dkk sebagai inovasi kegiatan di masa pandemi COVID-19 dapat
berupa konseling dan pelayanan KB, didapatkan setelah dilakukan konseling pengetahuan
responden meningkat dari hanya 41% responden yang mendapatkan kategori baik menjadi
100%. Untuk pemakaian MKJP (IUD dan Implan), setelah dilakukan inform consent,
responden memilih untuk melakukan pemakaian MKJP dengan IUD (35%) dan Implan
(65%) (Sudarmi et al., 2021). Dapat dikatakan program konseling dan pelayanan KB efektif
untuk meningkatkan pemakaian MKJP pada PUS. Berdasarkan penelitian Dian Herawati
dkk mengenai pelayanan KB pada BPM di Yogyakarta, dari 47 BPM terdapat penurunan
pelayanan pada beberapa metode kontrasepsi yang digunakan dalam rentang Maret-April
2020. Pelayanan untuk kontrasepsi IUD merupakan persentase yang paling besar
penurunannya sebesar 61,7% atau sebanyak 29 BPM. Disusul dengan penurunan pelayanan
pada kontrasepsi Implan 53,2% atau 25 BPM, pil 51,1% atau 24 BPM dan suntik 51,1%
atau 24 BPM. Ini sejalan dengan kunjungan akseptor KB yang secara keseluruhan
mengalami penurunan dari 144 akseptor pada bulan Februari menjadi 127 akseptor pada
bulan Maret dan 124 akseptor pada bulan April (Herawati et al., 2020).
Hasil penelitian dari Yuna Trisuci A dkk mengenai analisis penggunaan alat kontrasepsi
dengan 290 responden mengemukakan secara statistik tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara penggunaan kontrasepsi sebelum pandemi dengan penggunaan kontrasepsi
saat pandemi COVID-19 (Aprillia et al., 2020). Terjadinya penurunan pada penggunaan
kontrasepsi suntik, baik kontrasepsi suntik 1 bulan (dari 10,3% menjadi 7,9%0 maupun
suntik 3 bulan (dari 15,5% menjadi 14,1%), begitu juga dengan kontrasepsi implant dan
AKDR/IUD. Dimana pada implant terjadi penurunan dari 3,4% menjadi 3,1% dan AKDR

9
dari 26,9% menjadi 25,2% (Aprillia et al., 2020). Tetapi terdapat peningkatan pada
pemakaian kontrasepsi kondom, pil KB, dan tubektomi, dimana masing-masing dari 15,2%
menjadi 16,9%, dari 6,9% menjadi 7,2% dan dari 2,4% menjadi 3,4%. Penurunan
pemakaian kontrasepsi AKDR berbanding lurus dengan peningkatan pada penggunaan
kondom, dimana wanita usia subur yang sudah habis masa pakai AKDR akan berpindah
menggunakan kondom untuk pasangannya karena untuk menghindari kontak langsung
dengan provider pada masa pandemi COVID-19 ini (Aprillia et al., 2020).
Hal yang sama didapatkan juga pada hasil penelitian Bariana Widitia A dkk pada
responden wanita usia subur di kampung KB Kota Yogyakarta, dimana didapatkan secara
statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan kontrasepsi sebelum
dan setelah pandemi COVID-19. Presentase wanita usia subur yang menggunakan dan tidak
menggunakan sama antara sebelum pandemi dan setelah pandemi COVID-19 yaitu
masingmasing 73,02% yang menggunakan dan 26,98% tidak menggunakan (Astuti et al.,
2020). Meskipun tidak ada perbedaan penggunaan kontrasepsi sebelum dan saat pandemi
tetapi terdapat perubahan pada jenis kontrasepsi yang dipakai oleh wanita subur. Terjadi
peningkatan pada penggunaan jenis kontasepsi AKDR/IUD, kondom, dan Metode Operasi
Wanita (MOW) masing-masing dengan presentase dari 39,13% menjadi 40,66%, dari 25%
menjadi 29,67% dan dari 6,52% menjadi 6,59%.
Metode senggama terputus mulai digunakan oleh pasangan usia subur pada saat
pandemi COVID-19. Untuk jenis kontasepsi pil KB dan suntik terdapat penurunan
penggunaan dengan masing-masing presentase dari 5,4% menjadi 4,4% dan dari 21,74%
menjadi 16,48%. Ini terkait dengan penggunaan layanan provider KB, wanita usia subur
lebih menghindari penggunaan kontrasepsi yang memerlukan kontak yang sering dengan
provider pada saat pandemi COVID-19 ini (Astuti et al., 2020). Berdasarkan penelitian Sri
Sularsih E dkk pada daerah Banguntapan II, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta terdapat penurunan pada pasangan usia subur yang mendapatkan pelayanan
keluarga berencana pada masa pandemi COVID-19 yaitu sekitar 20%. Dimana pada tahun
2019, pada Kabupaten Bantul terdapat peserta KB aktif sebesar 99.227 peserta. Pada hasil
penelitian pada masa pandemi, sebagian besar responden memakai kontrasepsi IUD/AKDR
sebesar 56,7% diikuti oleh suntik sebesar 26,7% (Endartiwi & Kusumaningrum, 2020).
Pada penelitiian Azwa Nurhayati dkk didapatkan penggunaan kontrasepsi suntik pada
periode tahun 2020 di wilayah kerja PMB Juju Juharni kota Depok, sebagian besar
responden menggunakan kontrasepsi suntik 1 bulan dengan presentase 65,5%. Pengetahuan,
usia, pendidikan, sosial ekonomi, paritas, pekerjaan, dukungan suami dan dukungan tenaga

10
kesehatan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi suntik 1
bulan.
Ada beberapa alasan wanita usia subur lebih memilih kontrasepsi suntik 1 bulan karena
efektifitas, efek samping yang ditimbulkan bagi sebagian wanita usia subur yang
menggunakan dan waktu pakai yang memudahkan akseptor untuk mengganti atau
menghentikan penggunaan kontrasepsi (Nurhayati et al., 2021).

Jumlah Unmet need KB


Unmet need KB dapat diartikan kebutuhan KB yang belum terpenuhi/terlayani pada
pasangan usia subur. Berdasarkan data pada Provinsi NTB terjadi penurunan unmet need
dari bulan Maret 13,46% (145.103 orang) menjadi 13,26% (140.992 orang) pada bulan April
saat pandemi COVID-19 mulai mewabah. Akan tetapi terjadi peningkatan pada peserta KB
drop out pada masa pandemi COVID-19 dimana pada bulan Maret 2020 sebesar 5,34
(44.105 peserta) meningkat menjadi 7,05% (58,858 peserta) pada bulan April yang drop out
(Perwakilan BKKBN Provinsi NTB, 2020). Peserta KB drop out adalah akseptor atau
peserta yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari tiga bulan (Suhenda, 2021).
Di wilayah DIY terjadi peningkatan angka unmet need KB dalam rentang Januari-April
2020, dimana pada bulan Januari angka unmet need berada pada 10,2% meningkat pada
bulan April sebesar 10,36% (Witono & Parwodiwiyono, 2020)

Faktor-Faktor Penghambat Upaya Pencapaian Pemakaian Kontrasepsi Pada


Masa Pandemi COVID-19
Faktor-faktor penghambat upaya pencapaian pemakaian kontrasepsi pada masa
pandemi COVID-19 adalah
 PUS enggan berkunjung ke fasilitas kesehatan
 Pemberi layanan KB membatasi hari maupun jam berkunjung
 Perubahan pola pelayanan KB menyesuaikan dengan kondisi pandemi COVID19
dimana pada pelayanan KB bergerak yang biasanya terpusat dalam satu wilayah dan
mengumpulkan banyak orang harus dibatasi dengan protocol kesehatan
 Serta tenaga kesehatan harus dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) dan deteksi
dini COVID-19 /rapid test/ swab PCR bagi provider dan akseptor yang berdampak pada
kebutuhan penambahan/revisi anggaran (BKKBN, 2020).
Berdasarkan penelitian Soewondo, Prastuti dkk mengenai pelayanan Keluarga
Berencana pada saat pandemi COVID-19 di 8 (delapan) Kabupaten/Kota di Indonesia,

11
untuk manajemen kerja dan Sumber Daya Manusia (SDM) didapatkan adanya beberapa
modifikasi di Puskesmas dan Praktik Bidan Mandiri (PMB) berupa pembatasan jam
pelayanan dan pembatasan jumlah akseptor KB per hari. Berdasarkan data BKKBN pada
rentang waktu Maret-April 2020 terdapat peningkatan penggantian jenis kontrasepsi ke
kontrasepsi jangka pendek seperti pil dan suntik. Ditemukan terdapat 2 Puskesmas dan 2
PMB yang tidak melakukan pelayanan IUD dan implant. 16 Puskesmas dan 15 PMB tetap
melakukan pelayanan suntik KB, sedangkan pil dan kondom didistribusikan langsung
dengan bantuan kader, penyuluh KB dan bidan (Soewondo et al., 2020).
Terjadinya penurunan kepesertaan KB aktif suntik dan pil, serta peningkatan angka
unmet need pada DIY juga berkaitan dengan ketersediaan pelayanan KB yang mana pada
awal pandemi COVID-19 frekuensi pelayanan KB menurun karena sumber daya kesehatan
banyak dialih fungsikan ke penanganan COVID-19 (Witono & Parwodiwiyono, 2020). Pada
pasangan usia subur di Desa Kerandin Kecamatan Lingga Timur, banyak yang beranggapan
pemakaian kontrasepsi hanya untuk mengatur jarak kelahiran anak dan banyak memiliki
kelemahan dari efek samping seperti bercak-bercak hitam, gemuk, pusing dan lainnya
(Aqmal, 2020).
Berdasarkan penelitian Lenny Irawati (2020) mengenai Family Planning Acceptor Visit
During The COVID-19 Pandemic, terdapat 14,2% yang tidak menggunakan kontasepsi saat
dilakukan penelitian. Beberapa alasan wanita usia subur tidak menggunakan kontrasepsi
adalah ingin hamil, tidak didukung oleh suami (suami menyuruh berhenti), takut
mengunjungi layanan KB saat pendemi, tidak mempunyai biaya karena adanya pandemic
COVID-19, lokasi pelayanan KB yang tellrlu jauh dan masih takut akan efek samping
pemakaian alat kontrasepsi. Dari hasil penelitian didapatkan juga masih banyak responden
yang tertunda untuk melakukan kunjungan ulang pelayanan KB sebesar 51,35% dengan
beberapa alasan yaitu tertunda karena aturan dari pemerintah yang harus di rumah dan jaga
jatak (social dintancing), tertunda karena takut tertular COVID-19, tertunda karena
pelayanan KB diliburkan untuk tatap muka atau bertemu langsung dengan provider dan
tertunda karena biaya untuk melakukan kunjungan dipindahkan atau dialih fungsikan untuk
biaya hidup (Sirait, 2021).
Sebagian besar wanita usia subur mengatakan bahwa pada masa pandemi COVID19 ini
mereka takut untuk keluar rumah untuk mengunjungi fasilitas kesehatan agar mendapatkan
pelayanan KB. Pengetahuan yang baik akan penggunaan dan manfaat kontrasepsi perlu
disampaikan terutama bagi pasangan usia subur yang baru menikah pada masa pandemic
COVID-19 ini (Mandira et al., 2020). Pada penelitian Bariana W.A dkk pengetahuan dan

12
sikap juga berperan penting dalam penggunaan kontasepsi. Didapatkan wanita usia subur
yang memiliki pengetahuan yang baik akan menggunakan kontrasepsi 2,6 kali lebih tinggi
dibanding dengan wanita usia subur yang memiliki pengetahuan buruk mengenai
kontrasesp. Wanita usia subur dengan sikap yang baik akan menggunakan kontrasepsi 3 kali
lebih tinggi dibanding dengan wanita usia subur yang mempunyai sikap yang buruk
terhadap kontrasepsi dan keluarga berencana. Pengetahuan dan sikap berbanding lurus,
dimana pengetahuan yang baik akan membentuk sikap yang baik juga terhadap pemahaman
mengenai kontrasepsi dan akan meningkatkan penggunaan kontrasepsi (Astuti et al., 2020).
Sebelumnya pada tahun 2019, penelitian yang dilakukan oleh Hafizotun Hasanah
mengenai penggunaan IUD. Pemakaian kontasepsi jenis IUD dipengaruhi oleh paritas,
pendidikan, pengetahuan, dukungan suami, dan status ekonomi. Paritas tidak berisiko (< 4
anak),Ibu yang bekerja, pendidikan Ibu yang tinggi (> SMA), dukungan positif dari suami
dan status ekonomi yang tinggi meningkatkan penggunaan IUD (Hasanah, 2020).

Upaya Peningkatan Pemakaian Kontrasepsi dan Pencegahan Peserta KB Drop


Out, Unmet Need Pada Masa Pandemi COVID-19
Penggunaan kontrasepsi pada saat pandemi COVID-19 dapat ditingkatkan dengan
pelaksanaan pelayanan KB dengan cara
 Untuk akseptor KB suntik dapat membuat kesepakatan jadwal pertemuan dengan
petugas pelayanan KB melalui media komunikasi.
 Pil KB dan kondom dapat didistribusikan ke masyarakat melalui bidan, kader dan
penyuluh KB dengan tetap mematuhi proyokol kesehatan.
 Akseptor KB IUD/implant dapat menunda waktu kontrol jika tidak terdapat keluhan,
 Konseling dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai KB dapat
dilakukan melalui media komunikasi ataupun media sosial lainnya.
Pada penelitian Riza Fatma Arifa (2021) mengenai Family Planning Counseling During
the COVID-19 Pandemic, para pasangan usia subur masih banyak yang melakukan
pelayanan konseling KB dengan cara tatap muka atau bertemu langsung dengan tenaga
kesehatan. Pasangan usia subur yang melakukan pelayanan konseling KB selama pandemi
COVID-a9 umumnya adalah pasangan usia subur yang sering melakukan kunjungan
pelayanan KB sebelum masa pandemi COVID-19. Para pasangan usia subur yang
melakukan layanan konsultasi secara langsung tetap mematuhi protocol kesehatan dengan
membuat janji pertemuan dengan tenaga kesehatan yang dituju, menggunakan masker,
mencuci tangan, dan skrining COVID-19 (cek suhu).

13
Alasan pasangan usia subur tetap melakukan kunjungan layanan konsultasi secara
langsung/offline karena dapat sekaligus memeriksakan alat kontrasepsinya (seperti IUD dan
implant), mereka lebih yakin jika diperiksa langsung oleh provider. Tapi ada beberapa juga
pasangan usia subur yang menggunakan media online untuk layanan konseling KB seperti
Halodoc, dengan aplikasi Whatsapp komunikasi langsung dengan provider yang diketahui
oleh pasangan usia subur (bidan, dokter atau konselor keluarga berencana), serta melalui
situs web dan layanan hotline. Upaya untuk mempertahankan penggunaan kontrasepsi pada
pasangan usia subur dengan menggeser perilaku dari konsultasi offline (tatap muka) ke
telehealth/telemedicine akan menjadi tantangan bagi layanan KB di saat pandemi (Arifa et
al., 2021)
Berdasarkan penelitian Yusita dkk terdapat peningkatan pengetahuan Wanita Pasangan
Usia Subur setelah dilakukan penyuluhan interaktif melalui teknologi informasi, dimana
sebelum dilakukan penyuluhan pengetahuan Wanita Pasangan Usia Subur dalam kategori
baik sebesar 24,6% meningkat menjadi 78% dalam kategori baik setelah dilakukan
penyuluhan (Yusita et al., 2020). Diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan Wanita
Pasangan Usia Subur dapat meningkatkan penggunaan kontrasepsi selama pandemi
COVID-19. Penelitian yang dilakukan Yudhi (2020), mengembangkan model prediksi lama
penggunaan kontrasepsi sebagai upaya dalam antisipasi drop out peserta KB pada masa
pandemi COVID-19 dengan cara melakukan proses screening melalui pengisian google
form pada peserta KB, tingkat akurasi 0,851 dan dapat memprediksi lama penggunaan
dalam 3 kategori, yaitu 1-3 bulan, 4-12 bulan dan lebih dari satu tahun. Dengan adanya
model prediksi ini diharapkan dapat mendukung pelaksanaan program yang tepat sasaran
untuk wilayah dengan tingkat keberlangsungan penggunaan kontrasepsi yang masih rendah
(Dwi Fajar Maulana & BKKBN Provinsi Papua, 2021).

14
B. Pembahasan Penelitian II
KB di era pandemi covid 19. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan hasil, yaitu terjadi penurunan pemakaian pada
sebagian besar metode KB di Jawa Tengah, namun terjadi peningkatan pemakaian pada
metode kontrasepsi IUD (0,3%), implan (0,2%), dan kondom (7,6%). Penurunan Pemakaian
Kontrasepsi Era pandemi COVID-19 telah membawa dampak negatif pada berbagai sektor
kehidupan. Pemerintah terus berupaya dalam menanggulangi dampak tersebut, salah
satunya adalah dengan membuat kebijakan mengenai pembatasan sosial berskala besar
(PSBB) untuk memutus rantai virus. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Tindakan tersebut meliputi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu
wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) termasuk
pembatasan terhadap pergerakan orang dan/atau barang untuk satu provinsi atau
kabupaten/kota tertentu untuk mencegah penyebaran Corona Virus Disease 2019
(COVID19). Pembatasan tersebut paling sedikit dilakukan melalui peliburan sekolah dan
tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau
fasilitas umum. Dampak kebijakan PSBB ini sejalan dengan data yang diperoleh dari
BKKBN terdapat penurunan pada pelayanan KB, yaitu penurunan pemakaian kontrasepsi
pada metode operasi pria (MOP) (15%), pil (4,6%), suntikan (3,6%), dan metode operasi
wanita sebesar 3,0% (Gambar 2). Adanya peraturan PSBB berpengaruh terhadap pelayanan
di fasilitas kesehatan, termasuk pelayanan KB. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
membuat seseorang banyak/sepanjang hari berada di rumah karena merasa takut. Selain itu,
masyarakat mengikuti himbauan untuk mengurangi kunjungan ke dokter, kecuali pada
kasus emergensi saja. Menurut Kusumaningsih (2020), apabila pandemi ini berlangsung
sampai enam bulan, diprediksi akan terjadi kasus akseptor KB yang drop out sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) karena keterbatasan akses
untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi. Di samping itu, pemberitaan di media yang
dirasakan berlebihan membuat seseorang membatasi diri untuk kunjungan ke rumah sakit
(Kusumaningsih P, 2020).
Berdasarkan data yang diperoleh, rata- rata akseptor KB memilih KB suntik (44%). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aqmal R (2020) karena mmasyarakat
merasa lebih aman dan praktis daripada metode KB lainnya. Demikian juga berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Anggriani A dkk (2019), manfaat lain dari metode

15
kontrasepsi suntik adalah dapat digunakan setelah melahirkan, tidak memengaruhi kualitas
dan volume ASI, merupakan metode yang lebih berjangka panjang diripada pil KB, merasa
nyaman, dan biaya terjangkau.Namun, pada era pandemi COVID-19 ini menyebabkan
penurunan pemakaian KB suntik sebesar 3,6%. Salah satu alasan penurunan jumlah peserta
KB karena diterapkannya physical distancing. Kunjungan ke fasilitas kesehatan harus
dibatasi karena peraturan yang mewajibkan masyarakat untuk menerapkan social distancing
dengan cara membatasi pasien per hari yang datang (Pambajeng GS dkk, 2020).
Selain itu, masyarakat mengatakan saat masa pandemi ini takut untuk keluar rumah dan
mengunjungi fasilitas kesehatan (Mandira TM dkk, 2020). Era Pandemi COVID-19
berdampak pada indikator capaian program BKKBN Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan
laporan rutin BKKBN Provinsi Jawa Tengah, capaian angka prevalensi pemakaian
kontrasepsi modern (modern contraceptive rate/ mCPR) di Jawa Tengah tahun 2020 sebesar
61,32. Hal ini masih di bawah target mCPR 2020 sebesar 63,93. Sementara itu, persentase
peserta KB aktif (PA) metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebesar 29,03% dengan
target 30,15% dan persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) semakin
tinggi sebesar 11,3% dengan target 6,82%. Peningkatan Pemakaian Kontrasepsi
Berdasarkan data yang diperoleh, kenaikan pemakaian metode kontrasepsi terjadi pada jenis
metode kondom sebesar 7,6% (Gambar 2). Akseptor KB kondom tidak harus datang ke
fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan sehingga mengurangi terjadinya
penularan COVID-19. Berdasarkan Purwanti S (2020) alasan berkunjung atau tidaknya
pada layanan KB adalah adanya faktor kekhawatiran risiko tertular COVID-19 lebih tinggi
bila berkunjung ke fasilitas kesehatan. Selain itu, adanya kebijakan untuk tidak keluar rumah
dan work from home. Kondisi ini menyebabkan akses akeptor KB ke layanan KB semakin
sulit. Pada pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) terlihat kenaikan
kepesertaan KB aktif, yaitu IUD sebanyak 0,3% dan implan 0,2% (Gambar 1). Metode
MKJP tidak memerlukan kontak dengan pelayanan KB pada periode waktu yang pendek
sehingga apabila habis masa efektifnya untuk sementara dapat menggunakan metode lain
yang mudah didapatkan (Witono dan Parwodiwiyono S, 2020).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mandira TK dkk (2020), yaitu
pada masa pandemi seperti saat ini, metode kontrasepsi suntik dapat diganti dengan implan
yang bisa bertahan sampai tiga tahun atau spiral (IUD) yang bisa bertahan hingga lima
tahun. BKKBN telah menyelenggarakan rangkaian kegiatan dalam upaya meningkatkan
kesertaan KB melalui berbagai kegiatan momentum seperti Pelayanan Sejuta Akseptor
(PSA) dalam rangka Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Bulan Pelayanan MKJP pada

16
peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia. Salah satu kegiatan momentum yang penting untuk
kembali meningkatkan kesertaan KB pada masyarakat adalah peringatan Hari Vasektomi
Sedunia. Pelayanan KB dalam rangka Hari Vasektomi Sedunia difokuskan pada pelayanan
kontrasepsi mantap yaitu pelayanan KB MOW / Tubektomi dan pelayanan KB MOP /
Vasektomi dengan target total sebesar 10.500 akseptor. Adapun rincian target untuk MOP
adalah sebanyak 552 akseptor dan target MOW adalah sebanyak 9.948 akseptor. Rangkaian
bulan pelayanan kontrasepsi mantap ini diselenggarakan sejak tanggal 26 Oktober sampai
dengan 30 November 2020 (Wulandari A, 2020).
BKKBN berupaya agar pelayanan KB terus berjalan. Dalam rangka rangka perayaan
hari keluarga nasional (Harganas) ke-27, Badan kependudukan dan keluarga berencana
(BKKBN) melaksanakan pelayanan KB sejuta akseptor. Kegiatan ini dilaksanakan serentak
di seluruh Indonesia pada Senin, 29 Juni 2020 pukul 08.00 sampai 15.00 WIB dan dilakukan
pencatatan rekor museum rekor Indonesia (MURI) dengan target akseptor sebanyak
1.373.902 (Prasasti GD, 2020), sedangkan target di Jawa Tengah sebesar 147.654 akseptor
(Istibsaroh N, 2020). Jawa Tengah dapat mencapai 173 ribu lebih akseptor (117%). Secara
nasional, tercapai 140% artinya dari target satu juta akseptor tercapai 1,4 juta (Priyo, 2020).
Petugas dan masyarakat dalam pelayanan KB tersebut menerapkan protokol kesehatan
dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) serta tetap menjaga jarak terutama bagi
masyarakat yang melakukan antrian dan pelayanan pada meja petugas (Istibsaroh N, 2020).
Layanan KB kepada 147.654 akseptor KB tersebut dilakukan di kabupaten-kota di Jawa
Tengah. Pemrintah Kabupaten Jepara telah berhasil mendapat peringkat yang terbaik dalam
pelayanan serentak sejuta akseptor seJawa Tengah. Kabupaten Jepara berhasil mendapat
8.000 akseptor dari target 5.400 akseptor. Keberhasilan ini berkat kerja keras semua pihak,
khususnya dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak pengendalian penduduk
dan keluarga berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Jepara. Selain DP3AP2KB Jepara,
penghargaan juga diterima Kodim 0719/Jepara sebagai Kodim terbaik nasional atas
partisipasiya dalam kegiatan Pelayanan KB Sejuta Akseptor secara serentak dalam rangka
Hari Keluarga Nasional ke-27 Tahun 2020 (jepara.go.id, 2020).
Penghargaan terbaik kedua didapatkan oleh Pemerintah Kabupaten Tegal. Penambahan
jumlah akseptor Keluarga Berencana (KB) di Kabupaten Tegal pada kompetisi pelayanan
KB sejuta akseptor berhasil melampaui target. Dari target 2.415 akseptor, mampu
memeroleh 6.681 akseptor atau bertambah 311 persen (tegalkab.go.id, 2020). Selanjutnya,
Pemerintah Kabupaten Blora mendapat penghargaan terbaik kitiga dari kepala BKKBN
Jawa Tengah atas capaiannya yang melebihi dari target, yaitu target sebesar 13 ribuan

17
akseptor tercapai 14 ribuan. Keberhasilan pencapaian ini atas kerja sama bupati, Dinas
Pengendalian Penduduk KB, Kodim 0721/Blora, Dinas Kesehatan, dan ikatan bidan
Indonesia (IBI) (Priyo, 2020).

Kebijakan pelayanan KB di Era Pandemi COVID-19


Pemerintah telah mengupayakan berbagai hal untuk mengantisipasi permasalahan
adanya baby boom pasca pandemi COVID-19. Salah satu alternatif pemecahan masalahnya,
yaitu menggunakan panduan penyusunan program kesehatan reproduksi dalam situasi
darurat bencana yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Prinsip-prinsip dari
panduan tersebut mendasari pelaksanaan penyusunan program kesehatan reproduksi dalam
situasi darurat bencana, yang terdiri dari koordinasi, kualitas pelayanan, komunikasi,
partisipasi masyarakat, pengembangan kapasitas teknis dan manajemen, akuntabilitas, hak
asasi manusia, serta advokasi. Sementara menurut Biro Perencanaan BKKBN dalam acara
webinar kebijakan dan nonfisik TA 2020 dan rancangan kebijakan 2021 dalam kondisi
pandemi COVID19, terdapat 5 strategi dalam mengantisipasi berjalannya pelayanan KB
dalam kondisi pandemi COVID-19, antara lain yaitu pemberian penggunaan alokasi jangka
pendek selama masa pandemik bagi akseptor aktif sehingga kondisi putus pakai dapat
diminimalisir, pendataan oleh PLKB terhadap semua akseptor baik PA maupun PB di
wilayah binaan, menggerakkan secara aktif pola KIE (media daring/media sosial) yang
gencar untuk dapat memberikan pemahaman terhadap pengendalian untuk menjaga kondisi
reproduksinya hingga tiba masa pelayanan, melakukan refocusing dana penggerakan
pelayanan KB MKJP untuk mendukung pemberian APD berupa handscoon dan masker,
insentif pelayanan suntik KB bagi praktik mandiri bidan yang melayani PUS miskin serta
pembelian tambahan pil dan kondom, serta mendorong perwakilan BKKBN Provinsi
melalui Surat Plt. Deputi Bidang KBKR nomor 457/I/KB.06.02/E1/2020 tanggal 9 April
2020 untuk menciptakan inovasi dan terobosan sesuai kearifan lokal, bersama OPD KB dan
mitra terkait lainnya dengan melaksanakan gerakan cegah putus pakai pemakaian
kontrasepsi pada masa pandemi COVID-19 (Jatengprov, 2020).
Kebijakan pelayanan kebidanan di Indonesia pada masa pandemi COVID-19 dalam era
new normal adalah akseptor IUD atau implan dapat menunda untuk kontrol ke bidan jika
tidak ada keluhan, akseptor suntik atau pil harus membuat perjanjian dengan bidan melalui
telepon atau whatshap untuk kunjungan ulang (jika tidak memungkinkan dapat
menggunakan kondom atau pantang berkala atau senggama terputus, bidan berkomunikasi
dan berkoordinasi dengan RT/ RW/ kepala desa/ pimpinan daerah setempat tentang status

18
ibu apakah termasuk dalam isolasi mandiri (ODP/PDP), pelayanan KB diberikan sesuai
standar dengan tetap menerapkan prinsip pencegahan penularan COVID-19, akseptor dan
pendampir serta semua tim kesehatan yang bertugas menggunakan masker dan menerapkan
prinsip pencegahan penularan COVID-19, serta melakukan KIE, konseling kesehatan
reproduksi dan KB secara online (Lawintono L, 2020)

C. Pembahasan Penelitian III


Dari 392 data akseptor KB baru ini, didapatkan data karakteristik seperti umur,
paritas, pekerjaan dan jenis KB yang digunakan oleh akseptor. diperoleh data mengenai
paritas yaitu 215 responden (54,8%) multiparitas (paritas 2-3), 166 responden (42,3%)
primiparitas (paritas 1), dan 11 responden (2,8%) grandeparitas (paritas ≥ 4). diperoleh yang
paling dominan menggunakan KB suntik sebanyak 334 responden (85,2%), kemudian IUD
sebanyak 38 orang (9,7%), pil sebanyak 13 orang (3,3%), dan yang paling sedikit
menggunakan implan 7 orang (1,8%). diketahui bahwa responden yang paling dominan
adalah pada kelompok umur tidak beresiko (20- 35 tahun) memilih alat kontrasepsi jenis
suntik sebanyak 239 responden (61%). dapat diketahui bahwa responden yang paling
dominan adalah pada kelompok multipara (paritas 2-3) memilih alat kontrasepsi jenis suntik
sebanyak 177 responden (45,2%) diketahui bahwa responden yang paling dominan adalah
pada kelompok ibu bekerja memilih alat kontrasepsi jenis suntik sebanyak 171 responden
(43,6%).

Dari penelitian ini diperoleh data bahwa untuk karakteristik umur didapatkan 276
responden (70,4%) memiliki umur yang tidak beresiko (20-35 tahun), sedangkan 116
responden (29,6%) yang memiliki umur resiko ( 35 tahun). Dari karakteristik umur tersebut
kemudian didapatkan paling dominan adalah pada kelompok umur tidak beresiko (20-35
tahun) memilih alat kontrasepsi jenis suntik sebanyak 239 responden (61%). Kontrasepsi
suntik merupakan alat kontrasepsi berupa cairan yang disuntikan ke dalam tubuh wanita
secara periode dan mengandung hormonal, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah
diserap sedikit demi sedikit oleh tubuh yang berguna untuk mencegah timbulnya kehamilan.
(Marmi, 2016).

Pemilihan kontrasepsi suntik oleh wanita usia subur (umur 20 – 34 tahun) karena
suntik merupakan alat kontrasepsi yang praktis, aman, sederhana, murah dan tidak perlu
takut lupa serta tidak mempengaruhi ASI. Selain itu kontrasepsi suntik memiliki efektifitas

19
yang tinggi bila penyuntikkan dilakukan secara terartur sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan (Darmawati, 2012).

Fase menunda/mencegah kehamilan bagi PUS dengan usia isteri kurang dari 20
tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya. Periode usia isteri antara 20 - 30/35 tahun
merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan
jarak antara kelahiran adalah 2 – 4 tahun. Periode umur isteri di atas 30 tahun, terutama
diatas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak
(Hartanto H, 2010).

Dalam hasil penelitian Dewi (2015) menyatakan bahwa umur sangat menentukan
seseorang dalam memilih kontrasepsi. Seseorang dengan umur 20 – 35 tahun termasuk
dalam fase menjarangkan kehamilan dengan cara mengatur jarak kehamilan yang baik yaitu
antara 2 – 4 tahun dan cenderung akan memilih metode kontrasepsi suntik yang berjangka
pendek sehingga tidak perlu repot jika ingin mengganti atau menghentikan penggunaan
metode kontrasepsi suntik. Seseorang dengan umur ≥ 35 tahun kemungkinanan
menginginkan untuk mengakhiri kehamilan 45 sehingga lebih memilih metode lain yang
berjangka pangjang, misalnya IUD atau implant.

Usia sangat berpengaruh dalam mengatur jumlah anak yang dilahirkan. Periode usia
20-35 tahun adalah periode menjarangkan kehamilan untuk itu diperlukan metode
kontrasepsi yang efektivitasnya cukup tinggi, jangka waktunya lama (2-4 tahun) dan
reversibel. Prioritas kontrasepsi yang sesuai yaitu AKDR, Suntikan, Mini pil, Pil, cara
sederhana, Norplant (AKBK) dan Kontap (Prawirohardjo, 2013).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa usia mempunyai hubungan


yang positif dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi dimana seiring tingginya tingkat
kematangan sistem reproduksi atau usia ibu akan diikuti kenaikkan dalam pemilihan jenis
metode kontrasepsi. Umur hubungannya dengan pemakaian kontrasepsi berperan sebagai
faktor intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faaliah, komposisi
biokimiawi termasuk sistem hormonal seorang wanita. Perbedaan fungsi faaliah, komposisi
biokimiawi, dan sistem hormonal pada suatu periode umur menyebabkan perbedaan pada
kontrasepsi yang dibutuhkan (Kusumaningrum, 2009). Dari penelitian ini diperoleh data
bahwa untuk karakteristik paritas didapatkan 215 responden (54,8%) multiparitas (paritas
2- 3), 166 responden (42,3%) primiparitas (paritas 1), dan 11 responden (2,8%)

20
grandeparitas (paritas ≥ 4). Dari karakteristik paritas tersebut kemudian didapatkan
responden yang paling dominan adalah pada kelompok multiparitas (paritas 2-3) memilih
alat kontrasepsi jenis suntik sebanyak 177 responden (45,2%). Paritas adalah jumlah
kehamilan yang menghasilkan janin hidup bukan jumlah janin yang dilahirkan. Janin yang
lahir hidup atau mati setelah viabilitas dicapai, tidak mempengaruhi paritas (Bainuan, 2017).
Seseorang yang berparitas lebih dari satu sudah seharusnya menjadi akseptor KB untuk
mengatur atau menjarangkan kehamilannya, tetapi dewasa ini banyak akseptor KB yang
masih mengalami kesulitan dalam menentukan pilihannya (Bahu et al., 2019)

Perempuan yang memiliki jumlah anak lebih banyak lebih memperhatikan tentang
pemakaian kontrasepsi dibandingkan dengan yang memiliki jumlah anak sedikit (Okech.,
2011). Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang paling mendasar mempengaruhi
perilaku pasangan usia subur (keluarga) dalam menggunakan metode kontrasepsi. (Depkes
RI, 2001)

Pada penelitian Wungubelen (2020), beberapa responden baik primipara maupun


multipara menggunakan kontrasepsi suntik karena manfaat kontrasepsi suntik terutama
suntik 3 bulan yang tidak mempengaruhi produksi volume ASI, dan merasa nyaman karena
tidak harus operasi kecil seperti penggunaan AKBK atau AKDR. Paritas atau jumlah anak
harus di perhatikan setiap keluarga karena semakin banyak anak semakin banyak pula
tanggungan kepala keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidup, selain itu juga harus
menjaga kesehatan reproduksi karena semakin sering melahirkan semakin rentan terhadap
kesehatan ibu (Hartanto, 2013).

Dari penelitian ini diperoleh data bahwa untuk karakteristik pekerjaan didapatkan
199 responden (50,8%) bekerja sedangkan 193 responden (49,2%) tidak bekerja. Dari
karakteristik pekerjaan tersebut kemudian didapatkan responden yang paling Wanita yang
bekerja memiliki nilai waktu yang mahal sehingga kesempatan untuk mengurus anak lebih
sedikit dibanding wanita yang tidak bekerja, dan wanita yang bekerja akan cenderung
membatasi jumlah anak

Menurut (BKKBN, 2007) status ketenagakerjaan istri berpengaruh terhadap


pemakaian kontrasepsi. Istri yang bekerja memiliki waktu yang lebih sedikit untuk
mengurus anak dibandingkan dengan istri yang tidak bekerja, Oleh karena itu istri yang
bekerja lebih banyak menggunakan kontrasepsi dari pada istri yang tidak bekerja. Pekerjaan

21
dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, karena tiap hari harus bergelut dengan tugas-
tugas yang dihadapinya maka terjadilah the second nature padanya (Gunawan, 2000).
Misalnya dengan bekerja seorang wanita yang sudah menikah akan mempunyai dua
lingkungan yaitu dalam keluarga dan lingkungan di lapangan pekerjaan, sehingga
mempengaruhi dia dalam memilih alat kontrasepsi. Penelitian Yulidasari (2015) hasil uji
statistik diketahui bahwa terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemilihan
kontrasepsi suntik (p=0,031). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Panuntun (2009) bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan dengan pemilihan alat
kontrasepsi hormonal (suntik).

22
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penelitian Jurnal I
Penggunaan kontrasepsi pada masa pandemi COVID-19 masih fluktuatif, tapi
beberapa wilayah memiliki kecenderungan mengalami penurunan, baik dilihat dari data
peserta KB baru maupun peserta KB aktif. Terdapat kenaikan tingkat drop out pada
peserta KB selama masa pandemi. Alat kontrasepsi yang masih banyak dipakai oleh
peserta KB adalah pil dan suntik. Terjadi penurunan penggunaan metode kontrasepsi
jangka panjang seperti IUD dan implant, dimungkinkan karena pelayanan KB
membatasi jadwal kunjungan dan interaksi kepada akseptor KB. Beberapa upaya yang
dilakukan untuk mengatasi penurunan dan mempertahankan peserta KB tetap
menggunakan alat kontrasepsi dengan KIE dan konseling, memberikan pelayanan KB
setelah dilakukan konseling berdasarkan inform consent dari peserta KB, adanya
penyuluhan interaktif menggunakan media teknologi informasi dan adanya inovasi
dengan mengembangkan model prediksi lama penggunaan kontrasepsi sebagai upaya
dalam antisipasi drop out peserta KB pada masa pandemi COVID-19.

Penelitian Jurnal II
Kesimpulan dalam penelitian pertama dampak era pandemi COVID-19
terhadap pelayanan KB di Jawa Tengah adalah terjadinya penurunan pada pelayanan
KB. Kedua jumlah kepesertaan KB aktif mengalami penurunan dan kenaikan selama
era pandemi COVID-19.Penurunan jumlah kepesertaan KB aktif pada metode
kontrasepsi suntikan, pil, MOW, dan MOP dan kenaikan jumlah kepesertaan KB aktif
pada metode kontrasepsi IUD, implan, dan kondom. Rekomendasi bagi pemerintah
khususnya BKKBN terus berupaya mengadakan terobosanterobosan untuk kegiatan
pelayanan KB serentak dalam berbagai program.Selanjutnya bagi masyarakat dapat
mematuhi kebijakan dan mengikuti berbagai layanan KB yang ada sehingga dapat
mengantisipasi kasus baby boom pasca pandemi COVID-19.

23
Penelitian Jurnal III
Pada karakteristik umur responden didapatkan sebagian besar responden
memiliki umur yang tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak 276 responden (70,4%),
dimana kelompok umur tidak beresiko (20-35 tahun) memilih alat kontrasepsi jenis
suntik sebanyak 239 responden (61%). Pada karakteristik paritas responden didapatkan
sebagian besar responden ada mutipara (2-3 kelahiran) sebesar 215 responden (54,8%),
dimana pada kelompok multipara sebagian besar memilih alat kontrasepsi jenis suntik
sebanyak 177 responden (45,2%). Pada karakteristik pekerjaan responden didapatkan
sebagian besar responden merupakan ibu bekerja sebesar 199 responden (50,8%),
dimana pada kelompok ibu bekerja memilih alat kontrasepsi jenis suntik sebanyak 171
responden (43,6%). Jenis KB yang banyak dipilih adalah KB suntik sebesar sebanyak
334 responden

B. Saran
Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang
kami uraikan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ermi Nurmalia. 2021. Jurnal Ilmiah : Penggunaan Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur
Saat Pandemi Covid-19 Di Indonesia: Literature Revie. Diunduh pada 3 Mei 19.10.

Wijayanti Urip Tri, Nindiyastuti Nadia Ayu Irma, Najib Najib. 2021. Jurnal Ilmiah ; Dampak
Pandemi COVID-19 terhadap Pelayanan KB. Diunduh pada 3 Mei 19.15.

Mahmudah Nurul, Daryanti Menik Sri. 2021. Jurnal ilmiah : Karakteristik Akseptor Kb Dan
Pemilihan Metode Alat Kontrasepsi Pada Wanita Usia Subur Di Masa Pandemi.
Diunduh pada 3 Mei 19.30.

25

Anda mungkin juga menyukai