Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP KEHILANGAN, KEMATIAN DAN BERDUKA DALAM


ASUHAN KEPERAWATAN

Disusun dalam Rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikososial Budaya


dengan Dosen Pengampu :
Ns. Agus Sarwo Prayogi, S.Kep., M.H.Kes
Ns. Tri Widyastuti Handayani, M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :

KELOMPOK 10

1. M. Wijihan Adi Saputra (P07120522003)


2. Nathalia Ramadhanti (P07120522022)
3. Alfira Hi B. Haji (P07120522028)
4. Muhammad Aidil Syarifudin (P07120522030)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN V


POLITEHNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt., Tuhan seluruh alam, atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Konsep Kehilangan,
Kematian, dan Berduka Dalam Asuhan Keperawatan. Kami berterima kasih
kepada seluruh individu yang terlibat dalam pembuatan makalah ini dalam
memenuhi tugas mata kuliah Psikososial Budaya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangkan


menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai konsep kehilangan,
kematian dan berduka. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa depan.

Yogyakarta, 08 Juni 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
A. Konsep Kehilangan .................................................................................. 3
1. Definisi Kehilangan .................................................................................. 3
2. Jenis kehilangan ....................................................................................... 3
3. Dampak kehilangan .................................................................................. 4
B. Konsep Berduka ....................................................................................... 4
1. Definisi Berduka....................................................................................... 4
2. Jenis berduka ............................................................................................ 5
3. Respons Berduka ...................................................................................... 5
C. Konsep Sekarat dan Kematian.................................................................. 7
1. Definisi Sekarat Dan Kematian ................................................................ 7
2. Perubahan Tubuh Setelah Kematian ........................................................ 7
D. Asuhan Keperawatan ................................................................................ 7
1. Pengkajian Keperawatan .......................................................................... 7
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 8
3. Perencanaan dan Tindakan Keperawatan ................................................. 8
4. Tindakan dalam Menghadapi Kematian ................................................... 9
E. Penerapan Budaya dalam Kehilangan, Kematian dan Berduka ................. 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................................. 12
B. Saran ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan
kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman
hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam
pandangan umum berarti sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk
dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi/ego dari diri yang bersangkutan atau disekitarnya.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat
apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan
yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus
pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap.
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien
untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka
sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika
klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan
yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan
sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering
terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan.
Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami
kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga
mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat
berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa

1
jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan
dan kematian.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah kami antara lain:
1. Apakah arti dari kehilangan dan berduka?
2. Apa saja jenis-jenis berduka dan kehilangan?
3. Apa saja dampak dan respon dari berduka dan kehilangan?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan berduka dan kehilangan?
5. Bagaimana penerapan budaya dalam berduka, kehilangan dan
kematian?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
berduka dan kehilangan itu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui arti dari berduka dan kehilangan.
b. Untuk mengetahui jenis-jenis berduka dan kehilangan .
c. Untuk mengetahui dampak dan respon berduka dan kehilangan
d. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
berduka dan kehilangan
e. Untuk mengetahui penerapan budaya dalam berduka, kehilangan
dan kematian

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kehilangan
1. Definisi Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial
yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi
perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi
terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat
dipengaruhi oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya
(Potter & Perry, 2005).

Kehilangan dapat memiliki beragam bentuk, sesui nilai dan


prioritas yang dipengaruhi oleh lingkungan seseorang yang, meliputi
keluarga, teman, masyarakat dan budaya. Kehilangan dapat berupa
kehilangan yang nyata atau kehilangan yang dirasakan. Kehilangan
yang nyata (actual loss) adalah kehilangan orang atau objek yang
tidak lagi dirasakan, dilihat, diraba, atau dialami seseorang, misalnya
anggota tubuh, anak, hubungan, dan peran ditempat kerja. Kehilangan
yang dirasakan (perceived loss) merupakan kehilangan yang sifatnya
unik menurut orang yang mengalami kedukaan, misalnya kehilangan
hrga diri atau percaya diri.

2. Jenis kehilangan
a. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran
akibat bencana alam)

3
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah,
dirawat dirumah sakit atau berpindah pekerjaan)
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya
pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman dekat, perawat
yang dipercaya, atau binatang peliharaan)
d. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik)
e. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman
dekat atau diri sendiri)

3. Dampak kehilangan
a. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan
untuk berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta rasa
takut untuk ditingggalkan atau dibiarkan kesepian.
b. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat
menyebabkan disintegrasi dalam keluarga.
c. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan
hidup, dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan
menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.

B. Konsep Berduka
1. Definisi Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap
kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada
masing-masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi,
ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.
Sedangkan istilah kehilangan (bereavement) mencakup berduka dan
berkabung (morning), yaitu perasaan didalam dan reaksi keluar orang
yang ditinggalkan. Berkabung adalah periode penerimaan terhadap
kehilangan dan berduka. Hal ini terjadi dalam masa kehilangan dan
sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan.

4
2. Jenis berduka
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang
normal terhadap kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan,
menangis, kesepian dan menarik diri dari aktifitas utuk sementara.
b. Berduka antisipatif, yaitu proses ‘melepaskan diri’ yang muncul
sebelum kehilangan ataau kematian yang sesungguhnya terjadi.
Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akann
memulai proses perpisahan dan meyelesaikan berbagai urusan
didunia sebelum ajalnya tiba.
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju
ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa
berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat
mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang
lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak
dapat diakuti secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan
karena AIDS, mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang
kehilangan anak kandungnya atau ketika bersalin.

3. Respons Berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui
tahap-tahap berikut :
a. Tahap Pengingkaran (Denial). Reaksi pertama individu yang
mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya,mengerti,atau
mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar benar terjadi.
Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus mencari informasi tambahan. Reaksi
fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual,
diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis,
gelisah, dan seringkali individu tidak tahu harus berbuat apa.

5
Reaksi ini berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa
tahun.
b. Tahap Marah (Anger). Pada tahap ini individu menolak
kehilangan. Kemarah yang timbul seringkali di proyeksi kepada
orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami kehilangan
juga tidak jarang menunjukan prilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh
dokter atau perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering
terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal, dan seterusnya
c. Tahap Tawar-menawar (Bargaining). Pada tahap ini terjadi
penundaan kesadaran kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat
mencoba untuk memiliki kesepakatan secara halus atau terang-
terangan seolah-olah kehilangan tersebut dapat di cegah. Individu
mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan
memohon kemurahan Tuhan.
d. Tahap Depresi (Depression). Pada tahap ini pasien sering
menunjukan sikap menarik diri, kadangkadang bersikap sangat
penurut, tidak mau berbicara, menyatakan keputusan, rasa tidak
berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik
yang di tunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih,
turunya dorongan libido, dan lain-lain.
e. Tahap Penerimaan (Acceptance). Tahap ini berkaitan dengan
reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat
pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang di alaminya
dan mulai memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau
orang yang hilang akan mulai di lepaskan bertahap. Perhatiannya
akan beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat
memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai,

6
maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas.
C. Konsep Sekarat dan Kematian
1. Definisi Sekarat Dan Kematian
Sekarat (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang
menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan
tertentu untuk meninggal, kematian (death) merupakan kondisi
terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya
respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya
aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi
jantung dan paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara
menetap. Dying dan death memiliki proses atau tahapan yang sama
seperti pada kehilangan dan berduka sesuai dengan tahapan Kubler
Ross, yaitu diawali dengan penolakan, kemarahan, bergaining,
deprisi, dan penerimaan.

2. Perubahan Tubuh Setelah Kematian


Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian,
diantaranya: rigor mortis (kaku), dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah
kematian, algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan – lahan turun,
dan post mortemdecomposition, yaitu terjadi livor mortis pada daerah
yang tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan
banyak bakteri.

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian masalah ini antara lain adanya tanda klinis saat
menghadapi kematian (sekarat), seperti perlu kajian adanya hilangnya
tonus otot, relaksai otot wajah, kesulitan untuk berbicara, kesulitan
menelan, penurunan aktivitas gastrointestinal, melemahnya tanda
sirkulasi, melemahnya sensasi, terjadi sianosis pada ekstremitas, kulit
teraba dingin, terdapat perubahan tanda vital seperti nadi melambat

7
dan melemah, penuruna tekanan darah, pernapasan tidak teratur
melalui mulut, adanya kegagalan sensori seperti pandangan kaburdan
menurunnya tingkat kesadaran. Pasien yang mendekati kematian
ditandai dengan dilatasi pupil, tidak mampu bergerak, reflek hilang,
nadi naik kemudian turun, respirasi cheyne stroke (napas terdengar
kasar), dan tekanan darah menurun. Kematian ditandai dengan
terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, hilangnya terpos
terhadap stimulus eksternal, hilangnya pergerakan otot, dan
terhentinya aktivitas otak.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian (proses
sekarat)
b. Keputusasaan berhubungan dengan penyakit terminal

3. Perencanaan dan Tindakan Keperawatan


Hal yang dapat dilakukan dalam perencanaan tujuan
keperawatan adalah membantu mengurangi deperesi dan ketakutan
pasien, mempertahankan harapan, membantu pasien menerima
kenyataan, serta memberikan rasa nyaman. Rencana yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut,antara lain :
a. Memberi dukungan dan mengembalikan kontrol diri pasien
dengan cara mengatur tempat perawatan, mengatur kunjungan,
jadwal aktivitas, dan penggunaan sumber pelayanan kesehatan.
b. Membantu pasien mengatasi kesepian, depresi, dan rasa takut.
c. Membantu pasien mempertahankan rasa aman, percaya diri, dan
harga diri.
d. Membantu pasien mempertahankan harapan yang dimiliki.
e. Membantu pasien menerima kenyataan.
f. Memenuhi kebutuhan fisiologis.
g. Memberi dukungan spiritual dengan memfasilitasi kegiatan
spiritual pasien

8
4. Tindakan dalam Menghadapi Kematian
a. Perawatan Jenazah
1) Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis
2) Singkirkan pakaian atau alat tenun
3) Lepaskan semua alat kesehatan
4) Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda
5) Tempatkan kedua tangan jenazah di atas abdomen dan ikat
pergelangannya
(tergantung kepercayaan atau agama)
6) Tempatkan satu bantal dibah kepala
7) Tutup kelopak mata,jika tidak ada tutup bisa menggunakan
kapas basah.
8) Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan
gulangan hanuk di bawah dagu
9) Letakkan alas dibawah glutea.
10) Tutup sampai sebatas bahu,kepala ditutup dengan kain tipis.
11) Catat semua milk pasien dan berikan kepada keluarga.
12) Beri kartu atau tanda pengenal.
13) Bungkus jenazah dengan kain panjang
b. Perawatan Jenazah yang Akan Diotopsi
1) Ikuti prosedur rumah sakit dan jangan lepas alat kesehatan
2) Beri label pada pembungkus jenazah
3) Beri label pada alat protesa yang digunakan
4) Tempatkan jenazah pada lemari pendingin
c. Perawatan terhadap Keluarga yang Berduka
1) Dengarkan ekspresi keluarga
2) Beri kesempatan bagi keluarga untuk bersama dengan jenazah
selama beberapa saat
3) Siapkan ruangan khusus untuk memulai rasa berduka
4) Bantu keluarga untuk membuat keputusan serta perencanaan
pada jenazah

9
5) Beri dukungan jika terjadi difungsi berduka
d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah sekarat dan kematian secara
umum dapat di nilai dari kemampuan untuk menghadapi atau
menerima makna kematian, reaksi terhadap kematian, dan
perubahan perilaku, yaitu menerima arti kematian.

E. Penerapan Budaya dalam Kehilangan, Kematian dan Berduka


Dalam penelitian Aufa & Phill, (2017) dengan judul Memaknai
Kematian dalam Upacara Kematian di Jawa. Dalam penelitian ini
diidentifikasi bahwa terdapat nilai budaya masyarakat di jawa dalam
memaknai kematian sangat berpengaruh terhadap sikap dan keyakinan
individu. Dalam budaya ini, kematian tidaklah dipandang sebagai sekedar
peristiwa individual melainkan kematian dianggap sebagai sebuah
peristiwa penting yang mempengaruhi semua yang hidup. Dalam tradisi
Jawa, kematian dianggap sebagai pintu masuk ke dalam kehidupan akhirat
di mana seseorang akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan
selama hidupnya di dunia. Kematian dalam kebudayaan Jawa hampir
selalu disikapi bukan sesuatu yang selesai. Peristiwa kematian juga dilihat
dari sudut pandang dan pengertian yang berbeda-beda oleh setiap orang,
seperti ketakutan, kecemasan, pasrah, atau keikhlasan.

Pasien yang memaknai kematian sebagai pintu menuju kehidupan


baru di dunia dan orang yang meninggal langsung terlahir kembali menjadi
pribadi yang baru akan lebih mampu menghadapi proses menuju kematian
dengan damai. Sedangkan bagi pasien yang memaknai kematian sebagai
pintu masuk ke dalam kehidupan akhirat di mana amal perbuatan
seseorang selama hidup di dunia ini dipertanggungjawabkan dihadapan
Tuhannya maka kematian akan menimbulkan ketakutan dan kecemasan.
Oleh karena itu, persepsi pasien dalam menghadapi proses kematian dapat
menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan

10
dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi budaya menjurus pada informasi yang
salah, sehingga intervensi perawatan tidak sesuai dengan kondisi pasien.

Menurut penelitian Priastana et al., (2018) dengan judul Peran


Dukungan Sosial Keluarga terhadap Berduka Kronis pada Lansia yang
Mengalami Kehilangan Pasangan dalam Budaya Pakurenan dapat
diindentifikasi bahwa budaya pakurenan dapat mempengaruhi individu
menghadapi proses berduka akibat kehilangan. Pakurenan merupakan
budaya khas Bali terkait tempat tinggal. Kehilangan pasangan adalah salah
satu pemicu gangguan psikologis dalam bentuk kesedihan yang berulang.
Lansia yang mengalami kehilangan pasangan cenderung menunjukkan
peningkatan gejala depresi, yang dapat mencapai tingkat keparahan
tertentu.

Sedangkan pada pasien lansia dengan budaya pakurenan


menunjukkan pengaruh positif pada pengembangan ketahanan lansia
terhadap kondisi berduka kronis yang dialami. Pakurenan membentuk
ikatan yang kuat antar anggota keluarga sehingga anggota keluarga
memiliki sumber dalam mengatasi dan memecahkan masalah termasuk
berduka kronis. Selain itu, dukungan budaya Pakurenan sebagai dukungan
sosial keluarga menjadi elemen penting dalam menciptakan ketahanan
bagi lansia dalam keadaan berduka kronis akibat kehilangan pasangan.
Oleh karena itu, perawat memiliki peran penting dalam memberikan
intervensi sehingga budaya yang baik untuk kesehatan tetap terjaga.
Perawat yang memahami budaya dapat memanfaatkan pakurenan sebagai
salah satu langkah untuk mengatasi proses berduka pada pasien lansia
dengan mengikutsertakan keluarga pasien dalam pemberian asuhan
keperwatan sehingga pemeliharaan perawatan budaya dipandang sebagai
tindakan dan keputusan profesional dalam mempertahankan nilai-nilai
perawatan dalam budaya itu.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami


suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian
atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian


kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan
yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek
atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini
masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan


pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan


persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu: Kehilangan seseorang
seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal,
kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek
diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal. Elizabeth Kubler-
rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu :
pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

12
B. Saran
Perawat diharapkan mampu untuk memahami perbedaan budaya
dan tradisi dari setiap pasien yang menjadi tanggung jawab dan diberikan
asuhan keperawatan. Dengan memahami budaya pasien maka perawat
akan mampu untuk mengerti dan memahami situasi serta perasaan pasien
terkait kondisi penyakitnya dan perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dengan tetap
mempertimbangkan aspek bio psiko dan sosial pasien.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aufa, A. A., & Phill, M. (2017). Memaknai Kematian dalam Upacara Kematian di
Jawa. Jurnal Humaniora, 1(2).

Doengoes, Mary, Marlyn. (1995). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa


Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC.

Keliat, Budi Anna. (2009). Model Praktikum Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta : EGC

Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan edisi 4 vol.1. Jakarta
: EGC

Potter, P. ., & Perry, A. . (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, dan Praktik (Edisi 4). EGC.

Priastana, I. K. A., Haryanto, J., & Suprajitno. (2018). Peran Dukungan Sosial
Keluarga terhadap Berduka Kronis pada Lansia yang Mengalami Kehilangan
Pasangan dalam Budaya Pakurenan. Indonesian Journal of Health Research,
1(1). https://doi.org/https://doi.org/10.32805/ijhr.2018.1.1.8

14

Anda mungkin juga menyukai