OLEH :
KELOMPOK 2
TINGKAT 3.2
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI DIII JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018/2019
i
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nyalah penulisan
Makalah Keperawatan Jiwa ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini disusun bukan semata-mata karena petunjuk untuk mendapatkan nilai, namun
di latarbelakangi pula untuk memperluas wawasan khususnya tentang “Askep
Kehilangan & Berduka”. Untuk itu penyusun berusaha menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu diharapkan kritik dan saran yang objektif yang bersifat membangun
guna tercapainya kesempurnaan yang diinginkan.
Penata sepenuhnya menyadari, tanpa bantuan dan kerjasama dari pihak yang
terkait, makalah ini tidak akan sesuai dengan harapan. Untuk itu pada
kesempatan yang baik ini tidak lupa disampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada :
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka................................3
A. Masalah Utama......................................................................................3
B. Definisi..................................................................................................3
C. Teori dan Proses Berduka......................................................................6
D. Jenis-jenis Kehilangan...........................................................................8
E. Bentuk-Bentuk Kehilangan...................................................................9
F. Sifat Kehilangan..................................................................................10
G. Rentang Respons Emosi......................................................................10
H. Tahapan Proses Kehilangan dan Berduka............................................11
I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehilangan....................................16
J. Tanda dan Gejala.....................................................................................17
K. Pohon Masalah.....................................................................................18
L. Akibat..................................................................................................19
M. Mekanisme Koping..............................................................................19
N. Penatalaksanaan...................................................................................19
O. Teori Asuhan Keperawatan Klien dengan Kehilangan dan Berduka...20
2.2 Aplikasi Asuhan Keperawatan Kehilangan & Berduka..........................32
1. Pengkajian...............................................................................................32
2. Analisa data.........................................................................................40
iii
3. Rencana Keperawatan Jiwa.....................................................................41
4. Evaluasi Keperawatan.........................................................................47
BAB III..................................................................................................................48
PENUTUP..............................................................................................................48
3.1 Simpulan..................................................................................................48
3.2 Saran.............................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................49
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah konsep teori kehilangan dan berduka?
1.2.2 Bagaimanakah aplikasi asuhan keperawatan kehilangan dan berduka?
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu
berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah
suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-
kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Berduka merupakan respons terhadap kehilangan. Menurut Yusuf, Ah dkk
(2015) menyebutkan berduka dikarakteristikan sebagai berikut:
a) Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.
b) Berduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengingat kembali
kejadian kehilangan.
c) Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman, sering disertai dengan
menangis, keluhan sesak pada dada, tercekik, dan nafas pendek.
d) Mengenang orang yag telah pergi secara terus-menerus.
e) Mengalami perasaan berduka.
f) Mudah tersinggung dan marah.
Kehilangan dan berduka merupakan suatu hal yang saling berkaitan satu
sama lainnya. Pada kehidupan setiap orang pasti pernah mengalami proses
kehilangan dan berduka. Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial
ketika sesuatu (orang atau objek) yang dihargai telah berubah, tidak lagi ada,
atau menghilang. Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat,
perasaan sejahtera, pekerjaan, barang milik prbadi, keyakinan, sense of self-
baik sebagian maupun keseluruhan. Peristiwa kehilangan dapat terjadi secara
tiba-tiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman traumatik. Kehilangan
sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional ataupun krisis
perkembangan.
5
C. Teori dan Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan
untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga
rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan
dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
a) Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik
diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk
pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat,
insomnia dan kelelahan.
b) Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi,
dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
c) Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan
kehilangan seseorang.
d) Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap
almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
e) Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
6
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi
pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak
untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti
“Tidak, tidak mungkin seperti itu’ atau “Tidak akan terjadi pada saya!”
umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin ―bertindak lebih
pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali
tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya
menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus
atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali
mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau
berputus asa.
3. Teori Martocchio (1985)
Menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang
tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan
bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri.
Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan
dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4. Teori Rando (1993)
Mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a)Penghindaran. Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
7
b)Konfrontasi. Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika
klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan
mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
c)Akomodasi. Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan
akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia
sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan
mereka.
D. Jenis-jenis Kehilangan
Adapun jenis-jenis kehilangan meliputi:
1. Actual Loss.
Diakui orang lain dan sama-sama dirasakan bahwa hal tersebut merupakan
suatu bentuk kehilangan. Misal: kehilangan anggota badan, kehilngan suami/
istri, kehilangan pekerjaan.
2. Perceived Loss.
Dirasakan seseorang, tetapi tidak sama dirasakan orang lain. Misal:
kehilangan masa muda, keuangan, lingkungan yang berharga.
3. Phychical Loss.
Kehilangan secara fisik. Misal: seseorang mengalami kecelakaan dan akibat
luka yang parah tangan atau kaki harus diamputasi.
4. Psychologis Loss.
Kehilangan secara psikologis. Misal: orang yang cacat akibat kecelakaan
membuatnya merasa tidak percaya diri, gambaran dirinya terganggu.
5. Anticipatory Loss.
Kehilangan yang bisa dicegah. Misal: orang yang menderita penyakit
terminal. Respon emosi yang normal terhadap suatu yang hilang / akan hilang
setelah beberapa saat disebut berduka / grief.
8
kota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian
baru.
E. Bentuk-Bentuk Kehilangan
Menurut Yusuf, Ah dkk (2015) menjelaskan terdapat 3 bentuk kehilangan
meliputi:
1. Kehilangan orang yang berarti, misalnya seseorang yang dicintai meninggal
atau dipenjara.
2. Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita suatu penyakit,
amputasi bagian tubuh, kehilangan pendapatan, ehilangan peraaan tentang
diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan kedudukan, dan kehilangan
kemampuan seksual.
3. Kehilangan milik pribadi, misalnya benda yang berharga, uang, atau
perhiasan.
F. Sifat Kehilangan
Adapun sifat-sifat kehilangan adalah sebagai berikut:
1. Tiba-tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh
diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur-angsur (Dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
ditinggalkan mengalami keletihan emosional.
Adaptif Maladaptif
Menangis, menjerit, Diam/tidak menangis
Menyalahkan diri
menyangkal, menyalahkan diri
berkepanjangan
sendiri, menawar, bertanya-
Rendah diri
tanya. Mengasingkan diri
Membuat rencana untuk yang Tak berminat hidup
9
akan datang.
Berani terbuka tentang
kehilangan.
Situasi emosi sebagai respons kehilangan dan berduka seorang individu berada
dalam rentang yang fluktuatif, dari tingkatan yang adaptif sampai dengan
maladaptif (Yusuf, Ah dkk, 2015).
11
yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri
(Prabowo, 115:2014). Berontak, merasa Tuhan “tidak adil” atau tidak
berperasaan terhadap kenyataan harus dihadapi, marah kepada Sang
Pencipta, tahap ini merupakan tahap tersulit yang dilalui keluarga dan
timbul berbagai pertanyaan: “mengapa harus saya? apa dosa saya?” Tidak
jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan,
dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering
terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur,
tangan mengepal. Respons pasien dapat mengalami hal sebagai berikut
(Yusuf, Ah dkk, 2015).
1) Emosional tak terkontrol. “Mengapa aku?’, “Apa yang telah saya
perbuat sehingga Tuhan menghukum saya?”.
2) Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan terhadap
orang atau lingkungan.
3) Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik. “Peraturan RS
terlalu keras/kaku.”, “Perawat tidak becus!”.
4) Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit diatasi dari
sisi pandang keluarga dan staf rumah sakit.
5) Perlu diingat bahwa wajar bila pasien marah untuk mengutarakan
perasaan yang akan mengurangi tekanan emosi dan menurunkan
stres.
c. Tawar-menawar (Bergaining)
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka
ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan kepada
Tuhan (Prabowo, 115:2014). Tahap ini menuju tahap menerima, pasien
tawar-menawar untuk berbuat baik jika diperpanjang hidupnya, pasien
menangis dan menyesal (peran perawat: diam, mendengarkan dan
memberikan sentuhan terapeutik). Respon ini sering dinyatakan dengan
kata-kata “kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering
berdoa.” Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka
pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai “kalau yang sakit bukan anak
saya.” Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat
12
surat warisan, mengunjungi keluarga dan sebagainya. Respons pasien dapat
berupa hal sebagai berikut (Yusuf, Ah dkk, 2015).
1) Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa bersalah
pada masa hidupnya sehingga kemarahan dapat mereda.
2) Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total, perpanjangan
waktu hidup, terhindar dari rasa kesakitan secara fisik, atau bertobat.
3) Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua
tawar-menawar dibuat dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan atau
diungkapkan secara tersirat atau diungkapan di ruang kerja pribadi
pendeta. “Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia
ini dan tidak menanggapi permintaan yang diajukan dengan marah,
Ia mungkin akan lebih berkenan bila aku ajukan permintaan itu
dnegan cara yang lebih baik.”, “Bila saya sembuh, saya akan......”
4) Pasien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali
perbuatannya, dan menangis mencari pendapat orang lain.
d. Fase depresi
Pada fase ini individu sering menunjukan sikap menarik diri, kadang sebagai
pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, perasaan
tidak berharga, dan sebagainya (Prabowo, 115:2014). Pasien sadar bahwa
kematian tidak dapat ditolak. Bila depresi meningkat, pasien menjadi
semakin lemah, kurus atau terjadi gangguan tanda-tanda vital. Pasien merasa
sepi, merasa bahwa semua orang meninggalkannya, merasa tidak berguna,
tidak menolak faktor yang harus dihadapi, fokus pikiran pada orang yang
dicintai “Apa yang aan terjadi dengan istri dan anak saya, bila saya sudah
tiada?”. Peran perawat adalah pasien jangan ditinggal sendiri, pintu kamar
dibiarkan terbuka. Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan
hal itu tidak bisa di tolak. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap
antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap
sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering
diperlihatkan adalah menolak makanan,,susah tidur, letih, dorongan libido
menurun.
13
e. Fase penerimaan (Acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang
sampai hilang (Prabowo, 115:2014). Masa depresi sudah berlalu, takut
ditinggal sendiri dan kadang ingin ditemani. Peran perawat adalah
menemani pasien, bila mungkin bicara dengan pasien, tanyakan apa yang
dibutuhkan, apakah butuh pertolongan perawat, pintu kamar jangan ditutup.
Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa
damaidan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian. Klien
tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang klien
ingin ditemani keluarga / perawat. Fase menerima ini biasanya dinyatakan
dengan kata-kata seperti “saya betul-betul menyayangi baju saya yang
hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “Sekarang saya telah siap untuk
pergi dengan tenang setelah saya tahu semuanya baik”. Seorang inididu
yang telah mencapai tahap penerimaan akan mengakhiri proses berdukanya
dengan baik. Jika individu tetap berada d satu tahap dalam waktu yang
sangat lama dan tidak mencapai tahap penerimaan, disitulah awal terjadinya
gangguan jiwa. Suatu saat apabila terjadi kehilangan kembali, maka akan
sulit bagi individu untuk mencapai tahap penerimaan dan kemungkinan akan
menjadi sebuah proses yang disfungsional (Yusuf, Ah dkk, 2015).
14
I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehilangan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan adalah:
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1. Faktor genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.
2. Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis,
selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka
dalam menghadapi situasi kehilangan.
4. Pengalaman kehilangan masa lalu
Kehilangan atau perpisahandengan orang yang berarti pada masa kana-
kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5. Struktur kepribadian.
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 116:2014).
b. Faktor presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi
individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial. Ada beberapa
stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan, diantaranya:
15
1. Kehilangan kesehatan
2. Kehilangan fungsi seksualitas
3. Kehilangan peran dalam keluarga
4. Kehilangan posisi di masyarakat
5. Kehilangan orang yang dicintainya
6. Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 116:2014).
Menurut Prabowo (2014) tanda dan gejala dari kehilangan dan berduka adalah:
1. Perasaan sedih, menangis
2. Perasaan putus asa
3. Mengakhiri kehilangan
4. Kesulitan mengekspresikan kehilangan
16
5. Konsentrasi menurun
6. Kemarahan berlebihan
7. Tidak berminat verinteraksi dengan orang lain
8. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
K. POHON MASALAH
DX : Duka
cita
Fase tawar menawar
DX : Duka cita maladaptif
adaptif
Fase depresi
Fase penerimaan
L. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan dan
berduka adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap
kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif (Prabowo, 117:2014).
17
M. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: denial,
intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan
disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan
patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak
tepat. (Prabowo, 117:2014).
N. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2009) kehilangan dan berduka termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaannya yang biasa
dilakukan adalah:
a. Electro convulsive therapy (ETC)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan di area temporal kepala
(pelipis kanan dan kiri).
Tujuan dilakukan ECT yatu terapi yang digunakan untuk mengobati:
1. Gangguan efek yang berat pasien dengan depresi berat tidak berespon
terhadap obat anti depresan dengan ECT diharapkan pasien menunjukkan
respon yang baik dengan ECT 80-90%.
2. Gangguan skizofrenia: skizofrenia kata tonik tipe stufor atau tipe exsided
memberi respon yang baik dengan ECT.
3. Pasien bunuh diri: ECT digunakan ketika pasien menimbulkan ancaman
bagi diri sendiri.
4. Pada pasien hipoaktifitas penggunaan ECT sangat danjurkan bagi pasien
tersebut (Townsend, 2001).
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik meliputi: memberikan rasa aman dan tenang,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersikap ramah, memotivasi pasien,
sopan kepada pasien (Prabowo, 118:2014).
c. Terapi okupasi
18
Adalah suatu ilmu untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki diri seseorang (Prabowo, 118:2014). Jenis terapi okupasi adalah
waktu luang yang merupakan aktivitas mengisi waktu luang adalah aktivitas
yang dilakukan pada waktu luang yang bermotivasi dan memberikan
kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien. Aktivitas tidak
wajib yang pada hakikatnya kebebasan beraktivitas. Adapun jenis-jenis
aktivitas waktu luang seperti menjelajah waktu luang (mengidentifikasi minat,
keterampilan, kesempatan, dan aktivitas waktu laung yang sesuai) dan
partisipasi waktu luang (merencanakan dan berpartisipasi dalam aktifitas
waktu luang yang sesuai, mengatur keseimbangan waktu luang dengan
kegiatan yang lainnya, dan memperoleh, memakai, dan mengatur peralatan
dan barang yang sesuai (Creek,2003).
19
a) Menangis atau tidak mampu menangis.
b) Marah.
c) Putus asa.
d) Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain.
Mekanisme koping
a) Denial
b) Regresi
c) Intelektualisasi/rasionalisasi
d) Supresi
e) Proyeksi
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui
apa yang mereka pikir dan rasakan adalah :
a) Persepsi yang adekuat tentang kehilangan.
b) Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
c) Perilaku koping yang adekuat selama proses
d) Riwayat keperawatan
e) Sumber koping personal
f) Pengkajian fisik
Sedangkan, pengkajian menurut SDKI (2016) dengan diagnosa berduka
adalah:
Berduka
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor
Merasa sedih Mimpi buruh atau pola mimpi
berubah
Merasa bersalah atau menyalahkan Merasa tidak berguna
orang lain
Tidak menerima kehilangan Fobia
Merasa tidak ada harapan Marah
Menangis Tampak panic
Pola tidur berubah Fungsi imunitas terganggu
Tidak mampu berkonsentrasi
20
2. Analisa Data
a) Data subjektif:
1) Merasa sedih
2) Merasa putus asa dan kesepian
3) Kesulitan mengekspresikan perasaan
4) Konsentrasi menurun
a) Data objektif:
1) Menangis
2) Mengingkari kehilangan
3) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
4) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
5) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas
21
7. Pusing dan mau 7. Tidak dapat rileks 7. Orientasi lebih tertuju pada
pingsan masa lalu dibandingkan masa
kini atau masa depan
13.Suara
tremor/perubahan
nada
14. Gemetar
15. Berdebar-debar
22
- Kehilangan fungsi atau kebergantungan
- Kehilangan dan pengaruh negatif yang ditimbulkan sekunder
(nyeri kronis, penyakit terminal, kematian)
- Kehilangan normalitas sekunder akibat (cacat, luka parut,
penyakat)
- Kehilangan harapan mimpi
Diagnosa keperawatan berdasarkan SDKI 2016:
a) Berduka berhubungan dengan:
- Kematian keluarga atau orang yang berarti
- Antisipasi kematian keluarga atau orang yang berarti
- Kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian tubuh,
hubungan sosial)
- Antisipasi kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi, status, bagian
tubuh, hubungan sosial)
Menurut Yusuf, Ah dkk (2015) menyebutkan masalah keperawatan yang
sering timbul pada pasien kehilangan adalah sebagai berikut.
a) Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual.
b) Berduka disfungsional.
c) Berduka fungsional.
4. Intervensi Keperawatan
23
dengan kriteria kekhawatirannya 2. Untuk
hasil : dengan mengetahui reaksi
pertanyaan kehilangan dari
1. Klien akan
terbuka klien
mengekspresika
n perasaan 4. Dukung klien 3. Dapat
dukanya dan keluarga mengeatahui
dalam ekspresi yang
menghadapi ditunjukkan klien
reaksi berduka
4. Untuk memberi
motivasi terhapad
klien atau
keluarga dalam
menghadapi
proses kehilangan
Duka cita Setelah diberikan 1. Kaji faktor 1. Untuk
maladaptif asuhan penyebab mengetahui hal
keperawatan yang
2. Bina hubungan
selama . . . x 24 menyebabkan
saling percaya
jam diharapkan duka
pasien dapat 3. Jelaskan reaksi
2. Tetap menjaga
menerima proses berduka
dan membina
kehilangan dengan 4. Lakukan hubungan agar
kriteria hasil : penyuluhan klien dan
1. Klien akan kesehatan keluarga tetap
menyatakan sesuai indikasi merasa nyaman
keinginan
3. Agar klien dan
untuk mencari
keluarga
bantuan
mengetahui reaksi
2. Klien berduka yang
menerima tidak akan
24
proses merugikan
kehilangan dirinya
26
2) Fase marah
- Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan. Perawat harus
menyadari bahwa perasaan marah adalah ekspresi frustasi dan
ketidakberdayaan.
- Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihan (marah,
menagis).
- Dengarkan dengan empati. Jangan mencela.
- Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.
27
Prinsip intervensi keperawatan pada anak dengan respon kehilangan adalah:
a) Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta
menjagaanak selama masa berduka.
b) Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya
yangsalah
c) Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilakuyang
diperhatikan oleh orang lain.
d) Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka
Prinsip intervensi keperawatan pada orangtua dengan respon kehilangan
(Kematian Anak)
a) Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
b) Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
c) Menyiapkan perangkat kenangan.
d) Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
e) Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang patologis
sertatempat mereka minta bantuan bila diperlukan.
5. Tindakan Keperawatan
Menurut Yusuf, Ah dkk (2015) menjelaskan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien dengan kehilangan dan berduka adalah sebagai berikut.
a) Tindakan keperawatan pada pasien
1) Tujuan
- Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
- Pasien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami
pasien.
- Pasien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang
dialami dengan keadaan dirinya.
- Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka
yang dialaminya.
- Pasien dapat memanfaatkan faktor pendukung
2) Tindakan
28
- Membina hubungan saling percaya dengan pasien.
- Berdiskusi mengenai kondisi pasien saat ini (kondisi pikiran,
perasaan, fisik, sosial, dan spiritual sebelum/sesudah
mengalami peristiwa kehilangan serta hubungan antara kondisi
saat ini dnegan peristiwa kehilangan yang terjadi).
- Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami.
Cara verbal (mengungkapkan perasaan)
Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik)
Cara sosial (sharing melalui self help group)
Cara spirtual (berdoa, berserah diri)
- Mmeberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang
tersedia untuk saling memberikan pengalaman dengan
saksama.
- Membantu pasien memasukkan kegiatan dalam jadwal harian.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di puskesmas.
b) Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Tujuan
- Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
- Keluarga memahami cara merawat pasien berduka
berkepanjangan.
- Kleuarga dapat mempraktikan cara merawat pasien berduka
disfungsional.
- Keluarga dapat memanfaatkan sumber yang tersedia di
masyarakat.
2) Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka
dan dampaknya pada pasien.
3) Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami
oleh pasien.
4) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan berduka
disfungsional.
29
5) Berdiskusi dengan keluarga sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan oleh keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami
oleh pasien.
6. Evaluasi
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan (Yusuf, Ah dkk, 2015):
a) Pasien mampu mengenali peristiwa kehilangan yang dialami.
b) Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya.
c) Mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya.
d) Memanfaatkan faktor pendukung..
e) Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan.
f) Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan.
g) Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain.
h) Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat
kehilangan.
i) Klien mampu minum obat dengan cara yang benar.
j) Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka.
k) Keluarga memahami cara merawat pasien berduka berkepanjangan.
l) Keluarga mempraktikkan cara merawat pasien berduka disfungsional.
m) Keluarga memanfaatkan sumber yang tersedia di masyarakat.
30
Tanggal Pengkajian : 20 – 11 – 2011
Umur : 33 Tahun
RM No. : 09.02.01.0570
II. Alasan Masuk
Keluarga pasien mengatakan bahwa Ny. M mengalami stress
setelah seminggu yang lalu suami Ny. M meninggal.
31
RR : 24 x/mnt
Ukuran : BB : 46 Kg
TB : 168 Cm
Keluhan fisik : Ada. Pasien mengeluhkan nyeri kepala, sakit pada perut.
Masalah keperawawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
VI. Psikososial
Genogram :
Ny. M
Konsep diri :
a. Citra tubuh : bagian tubuh yang disukai adalah perut karena bagian
perutnya perna ada bayi buah hatinya.
b. Identitas diri : pasien adalah seorang ibu rumah tangga
c. Peran : pasien merupakan ibu rumah tangga yang hanya mengharapkan
penghasilan suaminya.
d. Ideal diri : Pasien ingin tetap bersama dengan anak dan suaminya dan
klien mengingkari tasa kehilangan suaminya.
e. Harga diri : pasien merasa dirinya tidak berharga karena tidak ada lagi
anak dan suaminya.
Masalah keperawatan : Penginkaran kehilangan
Hubungan social :
a. Orang yang berarti : orang yang terdekat dengan pasien adalah Ibunya
tetapi ibunya kini sakit sakitan karena sudah tua.
32
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat : Klien sering
mengikuti kegiatan masyarakat, meskipun klien seorang ibu rumah
tangga.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Setelah suami Ny. M
meninggal, Ny. M tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
Masalah keperawatan : Kerusakan komunikasi sosial
Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : pasien menganut agama Islam
b. Kegiatan ibadah : pasien menjalankan ibadahnya dengan tekun
Masalah keperawatan : tidak ada
33
Halusinasi : tidak ada
Ilusi : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
a. Proses pikir (arus dan bentuk pikir) : normal
b. Isi pikir : normal
7. Tingkat kesadaran
Bingung, klien menginkari kehilangan suaminya. Terdapat gangguan
orientasi orang
Masalah keperawatan : perubahan proses pikir
8. Memori
Masih ingat dengan semua kejadian termasuk saat pemakaman
suaminya namun tidak menerima kenyataan tersebut.
Masalah keperawatan : tidak ada
9. Tingkat konsentrasi dan berhitung : Tidak mampu berkonsentrasi
Masalah keperawatan : perubahan proses pikir
10. Kemampuan penilaian : Klien takut atau cemas, bagaimana dia hidup
tanpa suaminya
Masalah keperawatan : Ansietas berhubungan dengan keadaan di
masa yang akan datang setelah kehilangan suaminya
11. Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang di deritanya, menanggap dirinya
tidak mengalami sakit dan hanya sedih saja
Masalah keperawatan : perubahan proses pikir
34
2. Kegiatan hidup sehari – hari
a. Perawatan diri
Kegiatan hidup sehari – hari Bantuan total Bantua minimal
Mandi — —
Kebersihan — √
Makan — √
BAK — —
Masalah keperawatan : tidak ada
b. Nutrisi
Apakah anda puas dengan pola makan anda ? puas
c. Apakah anda makan memisahkan diri ? Tidak
d. Frekuensi makan sehari : 3 Kali
e. Nafsu makan : Menurun
f. Berat badan : menurun
g. BB saat ini : 46 Kg BB terendah : 46 Kg BB tertinggi : 55 Kg
Masalah keperawatan : perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
h. Tidur
Apakah ada masalah tidur, Ya, susah untuk memulai tidur
Apakah merasa segar setelah bangun tidur, Tidak
Apakah ada kebiasaan tidur siang, Tidak ada
Apakah ada yang menolong anda mempermudah untuk tidur ? tidak
ada
Tidur malam jam : 11.00 WIB bangun jam : 04.00
Rata – rata tidur malam : 5 jam
Apakah ada gangguan tidur : sulit untuk tidur
Masalah keperawatan : gangguan pola tidur
35
3. Kemampuan klien dalam hal – hal berikut ini :
a. Mengantisipasti kebutuhan sendiri : Ya
b. Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri : Tidak
c. Mengatur penggunaan obat : Tidak
d. Melakukan pemeriksaan kesehatan : Tidak
Masalah keperawatan : konflik pengambilan keputusan
4. Klien memiliki system pendukung
a. Keluarga : Ada
b. Terapis : Ada
c. Teman sejawat : Tidak ada
d. Kelompok social : Tidak ada
Penjelasan: keluarga dan perawat mendukung kesembuhan pasien
dengan memotivasi bahwa dia bisa sehat kembali dan bisa gembira
lagi.
5. Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan produktif atau hobi ?
Tidak Menikmati, pasien lebih senang berdiam diri
Masalah keperawatan : Defisit aktifitas
MALADAPTIF
Minum alcohol
√ Reaksi lambat / berlebihan
Bekerja berlebihan
Menghindar
Menciderai diri
Lain – lain
36
Pasien belum mampu melakukan koping yang efektif terhadap
dirinya
Masalah keperawatan : koping individu tak efektif
X. Masalah Psikososial Dan Lingkungan
1. Masalah dengan dukungan kelompok : Tidak ada
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan
Spesifiknya : lebih suka menyendiri
3. Masalah dengan pendidikan : Tidak ada
4. Masalah dengan pekerjaan : Tidak ada
5. Masalah dengan perumahan : Tidak ada
6. Masalah dengan ekonomi : ada
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada
XI. Pengetahuan
1. Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan
pengetahuan yang kurang tentang suatu hal ? Pasien kurang
pengetahuan
2. Koping : pasien belum mampu melaksanakan koping terhadap dirinya
Masalah keperawatan : Kurang pengetahuan
37
7. Resiko menganiaya diri
8. Gangguan komunikasi
9. Perubahan proses pikir
10. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
11. Gangguan pola tidur
12. Konflik pengambilan keputusan
13. Defisit aktifitas
14. Koping individu tak efektif
15. Kurang pengetahuan
2. Analisa data
TGL DATA MASALAH TTD
20-10- DS : Pasien mengatakan kenapa orang yang Kehilangan
16 disayanginya selalu pergi meninggalkannya Disfungsional
DO : Pasien tanpak menangis
20-10- DS : Pasien mengatakan nafsu makannya Perubahan
16 menurun, makannya juga sedikit nutrisi kurang
DO : BB Pasien 46 Kg (Kurus), sisa makanan dari kebutuhan
pasien masih banyak, kondisi lemas tubuh
20- 10- DS : Pasien mengatakan tidak semangat Pengingkaran
16 bahwa suaminya sekarang sedang bekerja kehilangan
DO : Pasien tanpak menunggu suaminya
pulang
20-10- DS : Pasien mengatakan susah untuk memulai Gangguan pola
16 tidur tidur
DO : Pasien gelisah dan tidur larut malam
38
3. Rencana Keperawatan Jiwa
No. Perencanaan
No. Tgl Dx Tujuan KH Tindakan keperawatan Rasional
1. 1 Setelah dialakukan 1. Ny. M dapat 1. Membina hubungan saling 1. Hubungan saling percaya, dapat
tindakan mengerti arti sakit percaya antara Ny. M, memudahkan dalam tindakan
keperawatan dan kematian keluarga, dengan sikap jujur, seterusnya.
selama 1 x 24 jam, 2. Ny. M dapat menerima, ikhlas, dan empati 2. Sebagai wujud perhatian kita
Ny. M dapat mengungkapkan 2. Menunjukan perhatian pada 3. Untuk mengetahui pengalaman
menyelaesaikan perasaaanya Ny. M baik melalui kata-kata kehilangan dan berduka klien
masa berkabung 3. Ny. M dapat maupun dengan sikap. sebelumnya
dengan tuntas. mengurangi rasa 3. Menanyakan kepada Ny. 4. Untuk meyakinkan Ny.M bahwa
bersalah melalui M pengalamannya tentang suaminya telah meninggal
proses berkabung. kematian. 5. Agar Ny.M tidak merasa
4. Menjelaskan pada Ny. M sendirian setelah kepergian
bahwa suaminya meninggal suaminya
bukan tidur.
5. Meminta kepada keluarga/
orang yang berarti agar
menemani Ny.M selama masa
berduka bila perlu mengijinkan
untuk tinggal bersama mereka. 6. Untuk mengetahui ungkapan
6. Mendorong Ny.M untuk perasaan dari klien
mengungkapkan perasaannya 7. Agar Ny. M tidak merasa
dengan menanyakan apa yang bersalah atas kematian
dipikirkan selama suaminya suaminya
masih hidup sampai sekarang. 8. Agar Ny. M tidak terus
7. Menjelaskan pada Ny.M menangis dan bersedih
bahwa suaminya meninggal
bukan karena akibat dia.
8. Menejlaskan kepada Ny. M
bahwa orang yang sudah
meninggal tidak perlu ditangisi
2. 1 Setelah dialakukan 1. Pasien dapat 1. Mendorong pasien untuk 1. Membantu klien untuk
tindakan mengungkapkan mengungkapkan mengungkapkan perasaan
keperawatan penginkaran pengingkarannya tanpa pengikaran terhadap kehilangan
selama 1 x 24 jam 2. Pasien dapat memaksa untuk menerima
Pasien dapat menerima kenyataan.
melalui fase kenyataan
pengingkarannya 2. Mendengarkan dengan penuh 2. Sebagai bentuk / sikap untuk
dengan wajar tanpa minat dan perhatian apa yang meyakinkan klien
kesulitan dikatakan oleh pasien. 3. Untuk meyakinkan klien akan
3. Menjelaskan kepada pasien, kematian itu pasti
bahwa perasaan tersebut wajar 4. Untuk menghindari tindakan
terjadi pada orang yang yang beresiko lainnya.
mengalami kehilangan. 5. Untuk meyakinkan klien
4. Membantu pasien untuk mengenai hal yang sebenarnya
memakai mekanisme koping terjadi
yang lain seperti menangis / 6. Meningkatkan kesadaran klien
berbicara. akan kehilangan
5. Mengikutsertakan orang yang
berarti bagi pasien untuk
menjelaskan apa yang telah
terjadi.
6. Meningkatkan kesadaran
pasien secara bertahap tentang
kenyataan kehilangan yang
harus dihadapi.
7. Memberi dukungan atas usaha 7. Sebagai motivasi dan dukungan
pasien untuk menerima klien untuk menerima kenyataan
kenyataan. 8. Sebagai bentuk ungkapan
8. Membantu klien untuk perasaan klien
mencoba mengungkapkan rasa 9. Sebagai bentuk umpan balik
marahnya. yang positif bagi klien
9. Menjawab semua pertanyaan 10.Sikap yang dapat
pasien dengan singkat dan membangkitkan semangat
jelas.
10. Memberi dukungan secara
nonverbal.
2 Setelah dilakukan 1. Pasien merasa 1. Bantu klien untuk dapat 1. Dapat memudahkan klien
tindakan lebih percaya diri beradptasi dengan lingkungan beraktivitas dengan
keperawatan 2. Pasien dapat barunya. lingkungan dan keadaan
selama 3 x 24 jam, berkomunikasi 2. Mengidenfikasi kemampuan barunya
pasien lebih dengan dan aspek positif yang dimiliki 2. Mengetahui kemampuan dan
merasa dihargai lingkungannya pasien aspek positif yang dimiliki
dan mampu pasien
berinteraksi dengan
Lingkungannya 3. Membantu pasien menilai 3. Agar pasien merasa lebih
kemampuan pasien yang masih berguna
dapat digunakan 4. Mengidentifikasi
4. Membantu pasien memilih kemampuan yang dimiliki
kegiatan yang akan dilati pasien
sesuai dengan kemampuan 5. Agar pasien bisa
pasien meningkatkan kemampuannya
5. Melatih pasien sesuai 6. Dengan diberi pujian
kemampuan yang dipilih pasien merasa dihargai
6. Memberikan pujian yang wajar 7. Mengisi waktu luang pasien
terhadap keberhasilan pasien
7. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwa
kegiatan harian
3 Setelah dilakukan 1. Klien dapat rileks 1. Tunjukkan respon menerima 1. Untuk menyakinkan klien
tindakan 2. Kecemasan klien 2. Sebagai umpan yang positif bagi
keperawatan berkurang 2. Berikan respon empati dengan klien
selama 3 x 24 jam, berfokus pada perasaan bukan
pasien dapat pada kenyataan yang terjadi.
Mengurangi 3. Bantu klien untuk 3. Agar klien bisa merasa lega
ansietas akan mengekspresikan perasaannya. 4. Membantu klien menurunkan
kehilangan di masa 4. Bantu klien untuk menurunkan rasa cemasnya
depan tingkat kecemasannya :
a. Sediakan waktu untuk
berdiskusi dan bina hubungan
yang sifatnya supportif.
b. Beri waktu untuk klien
berespon.
c. Beri perawatan individu
sebagai manusia layaknya.
d. Diskusikan tentang masalah
yang dihadapi klien tanpa
memintanya untuk
menyimpulkannya.
e. Identifikasi pemikiran yang
negatif dan Bantu untuk
menurunkannya melalui
interupsi atau substitusi.
4. Evaluasi Keperawatan
No.
NO. Tgl DX Evaluasi TTD
1. 20-10- 1 S : Pasien mengatakan bahwa kematian sudah
16 kehendak tuhan
O:
- Pasien tampak lebih tenang
- Pasien tanpak tidak menangis
A : Masalah teratasi, tujuan tercapai
P : Pertahankan intervensi
2. 20-10- 2 S : Pasien mengatakan sudah bisa berkomunikasi
16 dengan keluarga dan masyarakat
O:
- Pasien terlihat berbicara dengan
anggota keluarga
A : Masalah teratasi, tujuan tercapai
P : Pertahankan intervensi
3. 20-10- 3 S : Pasien sudah tidak cemas lagi
16 O:
- Pasien nampak terlihat berbicara dengan
pasien atau perawat lain
A : Masalah teratasi, tujuan tercapai
P : Pertahankan intervensi
47
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kehilangan adalah suatu situasi potensial yang dapat dialami individu ketika
terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
baik sebagian maupun keseluruhan. Berduka merupakan respon total terhadap
pengalaman emosional akibat kehilangan.
Terjadi efek-efek yang mempengaruhi terjadinya kehilangan dan berduka.
Pertama, efek fisik yaitu seseorang akan merasakan lelah, kehilangan selera untuk
makan, bahkan sulit untuk tidur. Kedua yaitu efek emosi, seseorang akan merasa
bersalah, marah, membenci, depresi, bersedih, memiliki perasaan gagal akan
menerima kenyataan. Ketiga, efek sosial yaitu seseorang akan merasa dirinya
dikucilkan dan menarik diri dari lingkungan.
Kehilangan dan berduka adalah suatu peristiwa yang akan dialami oleh seseorang
dalam hidupnya, namun seseorang tersebut harus mampu mengontrol diri dan
menerima kenyataan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari hidup, sehingga tidak
terjadi hambatan dalam hidupnya. Seseorang harus mampu menerima realita
kehilangan, menerima sakitnya rasa duka dan harus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Status ekonomi yang rendah, kesehatan yang buruk, kematian yang tiba-
tiba atau sakit yang mendadak, merasa tidak adanya dukungan sosial yang memadai
dan kurangnya dukungan dari kepercayaan keagamaan merupakan faktor-faktor yang
menjadi penyebab proses kehilangan dan berduka.
3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa khususnya perawat, mampu memahami mengenai konsep
teori dan aplikasi asuhan keperawatan kehilangan dan berduka, sehingga nantinya
dapat menerapkan pada pasien dengan optimal.
48
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, Wahit Iqbal dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.
Mubarak, Wahit Iqbal. Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC.
Rando, T.A. 1993. Grief, Dying, and Death: Clinical Interventions for
Caregivers . USA: Research Press Company.
Stuart, G. W. & Sundeen. 1991. Buku saku keperawatan jiwa alih bahasa , Achir
Yani, editor Yasmin Asih. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Yusuf, Ah dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
49