Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSEP KEHILANGAN, KEMATIAN dan BERDUKA


Disusun Oleh:

 YULIANTI
 SULEHA
 PITRIANI
 SATRIANA
 AYU REZA
 YETRI
 INDRI
 MARIATI
 RESKI YUNITA
 M. NUR RAMADANI
 NASRAN AZIZANG

Prodi S1 Keperawatan

STIKes BINA GENERASI POLEWALI MANDAR

2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami selaku penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah Belajar dan Pembelajaran dengan tema “Konsep
Kehilangan Kematian dan Berduka” ini dengan tepat waktu.
Kami mengulas beberapa hal dalam makalah ini yaitu tentang pengertian
kehilangan dan dampaknya, pengertian kematian dan dampaknya dan juga
pengertian berduka dan dampaknya.

Kami selaku penulis menyadari bahwa masih perlu adanya penyempurnaan


dalam makalah ini,untuk itu kami mengharapkan saran, kritik, dan masukan yang
bersifat konstruktif dan membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Polewali, 18, juni 2021

Penyusun

Kelompok II

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................

A. Kehilangan ……………...…………………………………………………….
B. Kematian ………………………………..........................................................
C. Berduka …….. .…..………………………………………………………….

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….

A. KESIMPULAN……………………………………………………………
B. SARAN …………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..……

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert, 1985, h, 35). Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam
rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia.
Namun, bencana gempa dibantul memaksa anak-anak untuk melihat dan
atau mengalami kematian secara tiba-tiba.
Duka cita dilihat sebagai suatu dinamis dan selalu berubah-ubah.
Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran atau
perilaku seseorang. Duka cita adalah suatu proses yang di tandai dengan
beberapa tahapan atau bagian dari aktivitas
tuk mencapai bebrapa tujuan, yaitu : menolak(denial) marah (anger) tawar-
menawar (bargaining), depresi (depression) dan menerima (acceptance).
Pekerjaan duka cita terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan
situasi ketika seseorang melewati dampak dan efek dari perasaan
kehilangan yang telah dialaminya.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian kehilangan dan dampaknya ?
2. Jelaskan pengertian kematian dan dampaknya ?
3. Jelaskan pengertian berduka dan dampaknya?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahuj pengertian kehilangan dan dampaknya!
2. Untuk mengetahuj pengertian kematian dan dampaknya !
3. Untuk mengetahui pengertian berduka dan dampaknya !
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilanga adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai
sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin
terjadi secara bertahap atau mendadak. Bias tanpa kekerasan atau traumatik,
diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilanga merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada baik sebagian atau
seluruhnya.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada baik terjadi sebagian atau
pun keseluruhan(lambert dan lambert,1985,h,35).kelihangan merupakan
penglaman yang pernah dialaami oleh setiap individu dalm rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilanga dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Factor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung :
1. Arti dari kehilangan
2. Social budaya
3. Kepercayaan atau spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. Kondisi fisik dan psikologi individu
Kemampuan untuk menyelesaikan proses berduka bergantung pada
makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima
bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi
kehilangan. Visi bilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang di terima.
Durasi perubahan (mis,apakah hal tersebut bersifat sementara atau
permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang di buruhkan dalam
menetapkan kembali equilibrium fisik, pesikologis dan social.
a. Bentuk-bentuk kehilangan
1) Kehilangan orang yang berarti
2) Kehilangan kesejahteraan
3) Kehilangan milik pribadi
b. Sifat kehilangan
a. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan) kehilangan secara tiba-tiba
dan tidak diharapkan dapar mengarah pada pemulihan dukacita
yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri,
pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
b. Berangsur-angsur (dapat diramalkan) penyakit yang sangat
menyulikan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah
pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (busnudzon)
dan kompensari yang positif (konstruktif).

B. Kematian
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Namun,
bencana gempa di bantul memaksa anak untuk melihat dan atau mengalami
kematian secara tiba-tiba. Pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan
tingakah laku seseorang terhadap kematian. Selain pengalaman, pemahaman
konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan
social budaya. Kebudayaan jawa yang menjadi latar tumbuh kembang anak
menjadi penting untuk diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pemahaman anak usia sekolah dan prsremaja tentang kematian dengan
mengacu pada tujuh subkonsep kematian, yakni imevesibility,cassation,
inevisability,imversability,causality, impredictability, dan personal morsality
dari slaughter(2003). Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan
metode wawancara yang dilakukan pada tiga anak usia (6-7 tahun) dan 4
praremaja (10-11).
Hasil penelitian menunjukkan pemahan konsep kematian yang berbeda-beda
pada ketiga subjek yang berusia 6-7 tahun. Dua subjek belum memahami
subkonsep impresdicsability dan causality, sedangkan subkonsep lainnya sudah
dipahami oleh anak. Satu subjek lainnya hanya memahami subkonsep
inevitability, wisversality, dan personal mortality, sedangkan empat subkonsep
lainnya belun dipahami sama sekali secara umum ketiga subjek belum
memahami kematian sebagai fenomena biologis. Partisipan yang berusia 10-11
tahun sudah memiliki ketujuh subkonsep kematian walaupun belum bisa
mendeskripsikan secara utuh. Hasil penelitian ini disoroti dari teori kematian,
teori perkembangan dan budaya jawa. Hasil penelitian ini berimplikasi pada
teori perkembangan konsep kematian pada anak, dan juga pada seberapa jauh
budaya jawa memberikan kesempatan pada anak untuk memiliki pemahaman
yang utuh tentang kematian.

Perkembangan cuthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep tentang


kematian. Usana manusia untuk memperpanjang kehidupan dan menghindari
kematian dengan mempergunakan kemajuan iptek kedokteran telah membawa
masalah baru dalam euthanasia terutama berkenalan dengan penentuan kapan
seseorang dinyatakan telah mati. Berikut ini beberapa konsep tentang mati yaitu:

a. Mati sebagai berhentinya darah mengalir


Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya jantung. Dalam PP
No.18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung
dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam
pengalaman kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jantung
dan paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali.
b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan
resusitasi ynag berbasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan
nyawa dapat ditarik kembali.
c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-sendiri
tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi,
konsep inimenguntungkan. Namun, secara moral tidak dapar diterima karena
kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.
d. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan
ainteraksi social
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu individu
yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan
mengingat, mengambil, keputusan, dan sebagainya, maka penggerak dari
otak, baik secara fisik maupun social, makin banyak dipergunakan. Pusat
pengendali ini terletak dalam batang otak. Oleh karena itu, jika barang otak
telah mati, dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah
mati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering menepuh pilihan
tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not resuscitation).
Bila fungsi jantung dan paru berenti, kamatian sistemik atau kematian
system tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan
organ besar pertama yangmenderita kehilangan fungsi yang ireversibel,
karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati kemudian.
C. Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dinamifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak, susah tidur,
dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehidupan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi
dan berduka di fungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara
actual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional.
Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
a. Teori dari proses berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka.
Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga
rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka
dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engel
Menurut engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase
yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka
maupun menjelang ajal.
Fase I (sbock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik
diri, duduk mals, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik
termasuk pingsan, diaporasi, mual, diare, detak jantung cepat, tidak
bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan
mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
Fase III
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan seseorang.
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yangnegatif dan bermusuhan terhadap
almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2. Teori kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap,yaitu sebagai
berikut:
Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak
akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
Kemarahan (Angel)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih”
pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitive sehingga mudah
sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu
untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasan menghadapi kehilangan.
Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang harus
atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering
kali mencari pendapat orang lain.
Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan
unuk berupaya melewati kehilanagn dan mulai memecahkan
masalah.
Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi social berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang maupun
menghadap kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran
diri atau berputus asa.
3. Teori martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan.
Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada factor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka
yang mendalam mungkin berlanjut sampain3-5 tahun
4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
Penghindaran
Pada tahan ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya
Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien
secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan
mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan social dunia sehari-
hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan
mereka.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai