OLEH:
KELOMPOK 5
ARDIANTO
ASTI WINDA WATI
SUCI DESRIANTI
REZA FAHLEFI
TIARA INDRIAN DESLANI
Kelompok 5
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman
manusia yang bersifat universal dan unik secara individual. Hidup adalah
serangkaian kehilangan pencapaian. Seorang anak yang mulai belajar berjalan
mencapai kemandiriannya dengan mobilitas. Seorang lansia dengan
perubahan fisual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalan –
dirinya. Penyakit dan perawatan di rumah sakit sering melibatkan berbagai
kehilangan.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan
umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini
dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya.Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini,
proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana
individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan
kepada orang lain. Duka cita dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan
selalu berubah-ubah. Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi,
pikiran maupun perilaku seseorang. Duka cita adalah suatu proses yang
ditandai dengan beberapa tahapan atau bagian dari aktivitas untuk mencapai
beberapa tujuan, yaitu : menolak (denial), marah (anger), tawar-menawar
(bargaining), depresi (depression), dan menerima (acceptance). Pekerjaan
duka cita terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi ketika
seseorang melewati dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah
dialaminya. Duka cita berpotensi untuk berlangsung tanpa batas waktu.
B. Rumusan masalah
Apa itu maksut dari kehilangan, kematian dan berduka dalam psikososial
dan budaya?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
1
a. Untuk mengetahui tentang kehilangan, kematian,dan berduka
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kehilangan
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kematian
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang jkonsep beerduka
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang rentan respon kehilangan
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang devinisi berduka
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP KEHILANGAN
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert 1985). Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam
rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Kehilangan adalah penarikan sesuatu dan atau seseorang stau situasi
yang berharga / bernilai , baik sebagai pemisahan yang nyata maupun yang
diantisipasi.
Jenis-jenis Kehilangan :
1. ACTUAL LOSS
Diakui orang lain dan sama-sama dirasakan bahwa hal tsb
merupakan suatu bentuk kehilangan.misal : kehilangan anggota badan ,
kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
2. PERCEIVED LOSS
Dirasakan seseorang, tetapi tidak sama dirasakan orang lain. Misal:
kehilangan masa muda, keuangan, lingkungan yang berharga.
3. PHICHICAL LOSS
Kehilangan secara fisik. misal : seseorang mengalami kecelakaan
dan akibat luka yang parah tangan atau kaki harus diamputasi.
4. PSYKHOLOGIS LOSS
Kehilangan secara psykologis. Misal : orang yang cacat akibat
kecelakaan membuatnya merasa tidak percaya diri.gambaran dirinya
terganggu.
5. ANTICIPATORY LOSS
3
Kehilangan yang bisa dicegah. Misal : orang yang menderita
penyakit ‘ terminal’. Respon emosi yang normal terhadap suatu yang
hilang / akan hilang setelah beberapa saat disebut berduka / grief.
1. Tipe kehilangan
a. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau di identifikasi oleh orang lain, misalnya
amputasi, kematian orang yang sangat berarti atau di cintai.
b. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja atau PHK,
menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi
menurun.
B. KONSEP KEMATIAN
Secara etimologi death berasal dari kata death atau deth yang berarti
keadaan mati atau kematian. Sedangkan secara definitive, kematian adalah
terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara menetap, atau terhentinya
kerja otak secara permanen. Kastenbaum (2009) setiap budaya memiliki
sistem kematian yang melibatkan komponen orang, tempat, waktu, objek dan
simbol. Sebagian besar budaya memandang kematian bukan akhir dari
keberadaan seseorang, kehidupan spiritual terus berlangsung
1. Isu-isu dalam menentukan kematian
Secara umum, jelang ajal berlangsung dalam tiga fase:
a. Fase agonal (agonal phase), fase rusaknya denyut jantung teratur
b. Kematian klinis (clinical death), jeda singkat bagi masih mungkinnya
dilakukan penyelamatan
c. Kematian (mortality), atau kematian permanen
4
pengobatan harus dihentikan untuk pasien tidak terobati yang tetap dalam
keadaan vegetatif tetap (presistent vegetative state)
5
3. Penyebab kematian
Kematian dapat terjadi kapan saja di sepanjang kehidupan manusia
a. Kanak-kanak : kecelakaan,penyakit
b. Remaja : kecelakaan, bunuh diri, dibunuh
c. Orang-orang muda : kecelakaan
d. Orang dewasa : kanker, disusul penyakit jantung
e. Usia 75-85 tahun keatas : penyakit jantung
4. konsep tentang kematian
Beberapa konsep kematian yaitu :
a. Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya jantung.
Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah
berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah
ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran, teknologi
resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang semula
terhenti dapat dipulihkan kembali.
b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada
tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan
kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali.
c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi
sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk
kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara
moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih
berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.
d. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan
melakukan interaksi social.
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu
individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya,
6
kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan sebagainya, maka
penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak
dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Olah
karena itu, jika batang otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia
itu secara fisik dan social telah mati. Dalam keadaan seperti ini,
kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi,
DNR (do not resuscitation).
Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau
kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak
merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi
yang ireversibel, karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain
akan mati kemudian.
5. Macam-macam kematian
a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
7
aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan
pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
C. Konsep berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu
berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah
suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
8
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka merupakan respons terhadap kehilangan. Berduka
dikarakteristikkan sebagai berikut.
1. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.
2. Berduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengingat kembali
kejadian kehilangan.
3. Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman, sering disertai dengan
menangis, keluhan sesak pada dada, tercekik, dan nafas pendek.
4. Mengenang orang yang telah pergi secara terus-menerus.
5. Mengalami perasaan berduka.
6. Mudah tersinggung dan marah.
Tanda dan gejala berduka
9
Reaksi respon: menolak mempercayai bahwa kehilangan terjadi secara
nyata dan mengisolasi diri. Reaksi fisik: letih, lemah, diare, gelisah, sesak
nafas dan nadi cepat. Contoh: "tidak mungkin, berita kematian itu tidak
benar. Saya tidak percaya suami saya pasti nanti kembali".
2. Tahap : Anger (Marah)
Reaksi respon: timbul kesadaran akan kenyataan kehilangan.
kemarahan meningkat kadang diproyeksi ke orang lain, tim kesehatan atau
lingkungan. Reaksi fisik: nadi cepat, tangan mengepal, susah tidur, muka
merah, bicara kasar, dan agresif. Contoh: "Saya benci dengan dia
karena......, "Ini terjadi karena dokter tidak sungguh-sungguh dalam
pengobatannnya".
3. Tahap : Bergaining (Tawar menawar, Penundaan realita kehilangan).
Reaksi respon: klien berunding dengan cara halus untuk mencegah
kehilangan dan perasaan bersalah. Memohon pada Tuhan. Klien juga
mempunyai keinginan untuk melakukan apa saja untuk mengubah apa
yang sudah terjadi. Contoh: "Kalau saja saya sakit, bukan anak saya....",
"Kenapa saya ijinkan pergi. Kalau saja dia dirumah ia tidak akan kena
musibah ini"., "Seandainya saya hati-hati, pasti hal ini tidak akan terjadi".
4. Tahap : Depresi
Reaksi respon: sikap menarik diri, perasaan kesepian, tidak mau
bicara dan putus asa. Individu bisa melakukan percobaan bunuh diri atau
penggunaan obat berlebihan. Reaksi fisik: susah tidur, letih, menolak
makan, dorongan libido menurun. Contoh: "Biarkan saya sendiri"., "Tidak
usah bawa ke rumah sakit, sudah nasib saya".
5. Tahap : Acceptance (Menerima)
Reaksi respon: reorganisasi perasaan kehilangan, mulai menerima
kehilangan. Pikiran tentang kehilangan mulai menurun. Mulai tidak
tergantung dengan orang lain. Mulai membuat perencanaan. Contoh: "Ya
sudah, saya iklaskan dia pergi.", "Apa yang harus saya lakukan supaya
saya cepat sembuh". "Ya pasti dibalik bencana ini ada hikmah yang
tersembunyi"
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehilangan adalah penarikan sesuatu dan atau seseorang stau
situasi yang berharga / bernilai , baik sebagai pemisahan yang nyata
maupun yang diantisipasi. Secara etimologi death berasal dari kata death
atau deth yang berarti keadaan mati atau kematian.
B. SARAN
Dengan mempelajari materi tentang konsep kematian, kehilangan
dan berduka diharapkan mahasiswa mampu memahami dan mempelajari
dengan baik dan benar, dan bisa diterapkan didunia keperawatan.
11
DAFTAR PUSTAKA
12