Anda di halaman 1dari 5

A.

Definisi DNR
Do Not Resuscitation (DNR) merupakan suatu keputusan yang ditujukan pada
pasien dimana pasien akan mendapatkan suatu tindakan penghentian alat bantu
hidup, penghindaran Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR), serta hanya
mendapatkan kenyamanan (Chu, 2002).
DNR atau Do Not Resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan
tenaga medis untuk tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat
dan tenaga emergency medis tidak akan melakukan usaha CPR bila pernafasan
maupun jantung pasien berhenti.
DNR dilaksanakan atas permintaan pasien dan keluarga keluarga serta atas
pertimbangan dari tim medis. DNR dapat dilakukan atas pertimbangan status
kesehatan pasien maupun biaya perawatan (Weiss & Hite, 2000). Pasien dan
keluarganya yang meminta untuk dilakukannya DNR pada pasien memiliki hak
otonomi yang harus dihormati yang terkadang menjadi suatu dilemma bagi
timkesehatan. Namun disisi lain DNR dapat dilakukan apabila tim medis
menemukan suatu kenyataan bahwa pasien memiliki harapan hidup yang rendah,
dimana kemungkinan tertolongnya sangat kecil (Michael, 2002).

B. Tujuan DNR
a. Tujuan Umum
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien atau keluarga bias memilih
prosedur nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis dalam kasus
henti jantung atau henti nafas.
b. Tujuan khusus
1) Untuk menghormati hak pasien dan keluarga
2) Agar petugas kesehatan (perawat, dokter, tenaga medis emergency)
mengetahui bahwa pasien tersebut sudah memutuskan DNR sehingga tidak
melakukan usaha CPR bila henti nafas atau henti jantung. (Academia.edu)

C. Sasaran DNR
a. Instalasi IGD
b. Instalasi Rawat Jalan
c. Instalasi Rawat Inap
d. Instalasi Kamar Operasi
e. Pasien dan keluarga

D. Tata Laksana DNR


a. DNR dilakukan berdasarkan permintaan dari pasien dalam kondisi sadar
penuh
b. Apabila ada permintaan DNR dari pasien yang dirawat, petugas memberikan
formulir DNR untuk diisi oleh pasien dengan kesadaran penuh dan tanpa
paksaan.
c. Formulir DNR yang sudah diisi oleh pasien dimasukkan di dalam berkas
rekam medis dan petugas menandai secara khusus berkas rekam medis pasien
tersebut.
d. Seluruh petugas medis, apabila menemui pasien dalam kondisi henti jantung
dan henti nafas, dilarang melakukan tindakan resusitasi pada pasien yang di
berkas rekam medisnya ditandai dengan tanda DNR. (Academia.edu)

E. Prosedur Menolak Resusitasi (DNR)


Dalam panduan DNR dari Academia.edu dalam menentukan status DNR
ini diperlukan konsultasi dan kesepakatan para dokter yang merawat pasien
dan tentu saja persetujuan dari keluarga pasien. Karena apabila walaupun
menurut para dokter yang merawat si pasien bahwa keadaan pasien sudah tidak
memungkinkan untuk dapat survive dan status DNR diperlukan, tetapi
keluarga pasien tidak menghendaki status DNR tersebut, maka status DNR
tidak dapat diberikan. Karena hal itu dapat dianggap neglecting patient, dan
pihak keluarga dapat menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit
tempat pasien dirawat. Jadi sebelum menentukan DNR, maka keluarga
pasien perlu diberitahu tentang keadaan pasien.

Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR,


walaupun pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena mereka
tidak ingin pasien mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun juga keadaan
pasien sudah parah, atau karena pasien sudah lanjut usia. Karena apabila
kita ingat dan bayangkan proses resusitasi itu sebenarnya memang
menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah sakit parah atau renta
diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DC shock, pasti sakit sekali.
makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias dibiarkan
meninggal dengan tenang.

Menurut maria agustina ermi tri sulistiyowati dalam penelitiannya tentang


“pelaksanaan advokasi perawat dalam informed consent”. Didapatkan hasil,
sebagai berikut :

a. advokasi sebagai pemberi informasi


Sebelum pasien/keluarga mendapatkan penjelasan dari dokter, perawat
terlebih dahulu memberikan informasi tentang rencana tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien. Selain memberikan informasi tentang tindakan
perawat juga menjelaskan tentang hak pasien untuk bertanya pada saat
mendapatkan penjelasaan dari dokter.
b. advokasi sebagai pelindung
Advokasi sebagai pelindung dilakukan dengan memastikan
pasien/keluarga penerima informasi adalah yang kompeten /mampu menerima
informasi dan mengambil keputusan. Dan penerima informasi yang ditentukan
berdasarkan hubungan keluarga (suami, istri, anak, saudara dekat,
penanggungjawab pasien), berusia dewasa, sehat mental dan sadar penuh.
Selain memastikan kompetensi keliuarga, perawat juga melakukan klarifikasi
pemahaman pasien dengan cara menanyakan kembali apa yang sudah jelas
dengan informasi yang diberikan
c. advokasi sebagai mediator
Perawat mengetahui pasien/keluarga belum jelas dengan informasi
yang disampaikan kepada dokter akan menyampaikan kepada dokter tersebut
bahwa pasien belum jelas dengan informasi yang telah disampaikan dan ingin
dijelaskan atau konsultasi kembali. Perawat juga menandatangani lembar
imformed consent sebagai saksi
d. advokasi sebagai pelaku
Pelaksanaan perawat sebagai pelaku dilaksanakan dengan cara
meminta penjelasan pada pasien/keluarga yang belum mendapatkan informasi
atau belum jelas dengan informasi yang telah diberikan. Pelaksanaan advokasi
perawat sebagai pelaku tidak selalu berhasil disebabkan oleh kesibukan dokter
sehingga dokter mendelegasikan pemberi informasi kepada perawat
e. perawat sebagai pendukung
Pelaksanaan advokasi perawat sebagai pendukung dilaksanakan
dengan cara memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan,
menanyakan keputusan, menanyakan alasan penolakan dan menghargai
keputusan pasien.
f. hambatan pelakssanaan advokasi perawat dalam informed consent
Salah satu hambatannya kurangnya pemahaman perawat tentang penyakit
dan rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan hambatan
lainnya adalah belum terjalinnya hubungan kemitraan antara perawat dengan
dokter.
Prosedur yang direkomendasikan :

a. Meminta informed consent dari pasien atau walinya


b. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam
medis pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga
c. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di
tempat - tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand,
pintu kamar atau kulkas
d. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan
tangan atau kaki (jika memungkinkan)
e. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya,
revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam
medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan
gelang DNR dimusnahkan.
f. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
1) Diagnosis
2) Alasan DNR
3) Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
4) Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
g. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau
dokter yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan
DNR di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di
musnahkan.
F. Dokumentasi DNR
a. Pengisian formulir DNR dilakukan setelah informasi diberikan dan
keluarga atau wali.
b. Formulir DNR harus berada di Berkas Rekam Medis sehingga semua
tenaga medis mengetahui bahwa pasien tidak boleh dilakukan CPR henti
nafas atau henti jantung. (Academia.edu)

Anda mungkin juga menyukai