Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KONSEP KEHILANGAN, KEMATIAN, DAN BERDUKA

KELOMPOK 5

1. REGINA RESTI AMELIA (2114201038)


2. CINDI PERMATA SARI (2114201011)
3. NADYA FITRA SARI (2114201028)
4. INTAN MAHA DEWI(2114201023)
5. MONA ANGGIA FISKA(2114201026)
6. MUHAMMAD RAYHAN (2114201027)
7. SUCI RAHAYU (2114201047
8. AZHARIA LATHIFAH (2114201009)
9. VINA ARDIAN SAPUTRI (2114201050)
10. WILMA FITRI YUSMELI(2114201051)

Kelas: Keperawatan III A

Nama Dosen:Ns. Weni Mailita, M.Kep

Mata Kuliah:Psikososial Dan Budaya Dalam Keperawatan

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert, 1985, h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami setiap
individu dalam rentan kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap
individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan
sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya.

Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Kematian (death)
merupakan kondisi dimana secara klinis terjadi hentinya pernafasan, nadi dan tekanan darah
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal serta ditandai adanya aktivitas listrik otak
terhenti, atau juga dapat dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap.

Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon emosional yang
normal. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada setiap individu berdasarkan
pengalaman pribadi, ekspektasi budaya dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Intensitas
dan durasi respon berduka bergantung kepada persepsi kehilangan, usia, keyakinan agama,
perubahan kehilangan yang dibawa ke dalam kehidupannya, kemampuan personal untuk
mengatasi kehilangan dan sistem pendukung yang ada (Sanders, 1998 dalam Bobak, 2005).

Duka cita atau Berduka dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah.
Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku seseorang.
Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau bagian dari
aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu: menolak(denial), marah (anger), tawar
menawar (bargaining), depresi (depression), dan menerima (acceptance). Pekerjaan duka cita
terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi ketika seseorang melewati
dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk
berlangsung tanpa batas waktu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kehilangan dan dampaknya?

2. Apa pengertian berduka dan dampaknya?

3. Apa pengertian kematian dan dampaknya?


C. Tujuan

1. Agar dapat memahami arti kehilangan dan dampaknya

2. Agar dapat memahami arti berduka dan dampaknya

3. Agar dapat memahami arti kematian dan dampaknya


BAB II

PEMBAHASAN

A. Kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
yang terpupus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian
tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasaa
atau traumik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bis kembali
atau tidak dapat kembali.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau
tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.Kehilangan merupakan
suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumya ada menjadi tidak ada, Baik
sebagian atau seluruhnya.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (lambert dan
lambert. 1985,h.35). kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupanya. Sejak lahir lahir individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berada.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung :

1. Arti dari kehilangan

2. Sosial budaya

3. Kepercayaan/spiritual

4. Peran seks

5. Status social ekonomi

6. Kondisi fisik dan psikologi individu

Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan
situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruhi
apakah yang berduka alan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan
mempengaruh dukungan yang fiterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat
sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan
kembali ekuilibrium fisik,pshikologis dan sosial.

a. Bentuk bentuk kehilangan

1. Kehilangan orang yang berarti


2. Kehilangan kesejahteraan

3. Kehilangan milik pribadi

b. Sifat kehilangan

1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan) kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan
dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tidak kekerasaan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulut diterima.

2. Berangsur-angsur(dapat diramalkan) penyakit yang sangat menyulitkan,


berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan
emosional(rando:1984).

c. Tipe kehilangan

1. Actual Loss

Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang
mengalami kehilanhan.

2. Perceived Loss (psikologis)

Perasaan individual, tetapi menyangkut hal-hal yang tidak dapat dira atau dinyatakan secara
jelas.

3. Anticipatory Loss

Perasaan kehilangan terjadi sebe;um terjadi. Individu memperhatikan perilaku kehilangan


dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga
dengan klien (angota) menderita sakit terminal.

d. Lima kategori kehilangan

1. Kehilangan objek eksternal.

Kehilangan benda eksternal mencakup segala pemilikan yang telah menjadi usang berpindah
tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.

2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal

Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
mencangkup lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau perpindahan secara
permanen.

3. Kehilangan orang terdekat

Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandun, guru, teman,
tentangga, dan rekan kerja.

4. Kehilangan aspek diri


Kehilangan aspek dalam diri dapat mencangkup bagian tubuh, fungsi fisiologi, atau
psikologis.

5. Kehilangan hidup

Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan
meninggal.

e. Tahapan proses kehilangan

1. Stressor internal atau eksternal- gangguan dan klien- individu berfikir positif-
kompensasi positif terhadap kegiataan yang dilakukan-perbaikan-mampu beradaptasi dan
merasa nyaman.

2. Stessor internal atau eksternal-gangguan dan kehilangan-indidu berfikir negatif- tidak


berdaya-marah dan berlaku agresif- diekspresikan ke dalam diri(tidak diungkapkan)-muncul
gejala sakit fisik.

3. Stressor internal atau eksternal-gangguan dan kehilangan-individu berfikir negatif-


tidak destriktif- perasaan bersalah- ketidakerdayaan.

B. Kematian

Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Pemahaman akan
kematian mempengaruhisikap dan tingkah laku seseorang terhadap kematian. Selain
pengalaman, pemahaman konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan
lingkungan sosial budaya.

Kematian adalah kematian otak yang terjadi jika pusat otak tertinggi yaitu koerteks serebral
mengalami kerusakan permanen. Dalam kasus ini, ada aktivitas jantung, kehilangan fungsi
otak permanen, dimanifestasikan secara klinis dengan tidak ada respon terarah terhadap
stimulus eksternal, tidak ada refleks sefalik, apnea, dan elektrogram isoelektrik minimal 30
menit tanpa hipotermia dan keracunan oleh depresan sistem saraf pusat (Stedman, 2000)

Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan
manusia. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun unik bagi setiap
individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup yang
diperlukan (Kozier, 2010)

Kebudayaan Jawa yang menjadi latar tumbuh kembang anak menjadi penting untuk
diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman anak usia sekolah dan
pra remaja tentang kematian dengan mengacu pada tujuh subkonsep kematian, yakni
irreversibility, cessation, inevitability, universability, causality, unpredictability, dan personal
mortality (Slaughter, 2003).
C. Berduka

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah,cemas sesak nafas, susah tidur, dan dll.

Berduka disfungsional adalah suatu yang merupakan pengalaman individu yang responya
dibesar besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial.

Berduka diantisipasi adalah suatu yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang.

1. Teori engels

Menurut engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan
pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

Easel (ahock dan tidak percaya)

 Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan menarik diri, duduk malas atau pergi
tanpa tujuan.

 Fase II (berkembang kesadaran)

Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frutasi, depresi, dan kosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

 Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat dengan perasaan yang hampa karena kehilangan masih
tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang.

 Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya dimasa lalu terhadap almrm.

 Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus diketahui sehingga pada fase ini diharapkan
seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

2. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi tiga kategori:

a. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya

b. Konfrontasi

Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang
melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.

c. Akomodasi

Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau
tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada dan pernah dimiliki. Kehilangan merupakan
suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada,
baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. Berduka diantisipasi
adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang
aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatustatus yang merupakan pengalaman individu yang


responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu, aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 kategori
kehilangan, yaitu kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat
dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri atau aspek diri,
kehilangan kehidupan atau meninggal.
DAFTAR PUSTAKA

Budi, Anna keliiat. 2009. Model praktikum keperawatan profesional jiwa. Jakarta: EGC

Iyus ,Yosep. 2007. Keperawatan jiwa. Bandung. Refika Aditan

Anda mungkin juga menyukai