Disusun Oleh :
Hery Dinata
PO.62.20.1.18.055
1. Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan
bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau
tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan
suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada,
baik sebagian atau seluruhnya.
Tipe Kehilangan
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah
salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana
harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan
suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang.
Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan
mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari
seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan,
uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara
permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan
dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya
harus operasi “
2. Berduka
Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan
ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam
batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori
berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan
pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau
pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus
asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
1. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku
dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai
bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau
“Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.
Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap
penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah
pada pengunduran diri atau berputus asa.
1. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang
tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor
yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan
biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5
tahun.
1. Teori Rando
1. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang
melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
3. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.
A. Analisa Pengkajian
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
a. Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan
termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
b. Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti
pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada
masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
e. Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri
yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
2. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih
sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain
meliputi;
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
3. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari
intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada
pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai
secara berlebihan dan tidak tepat.
4. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
5. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imune dan endokrin
6. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan
individu atau benda yang hilang.
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan
keputusan.
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
7. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang
meninggal adalah pembimbing.
8. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan
bersama orang yang meninggal..
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal
ingin membuangnya.
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau
pembunuh.
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
D. Diagnosa keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl
Pratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang
berdasarkan pada pada tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan yang
berhibungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah :
a) Duka cita
b) Duka cita terganggu
c) Risiko duka cita terganggu
Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu
Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple
yang belum terselesaikan)
Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
Tidak adanya antisipasi proses berduka
Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep
kehilangan.
Regresi perkembangan
Gangguan dalam konsentrasi
Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
Afek yang labil
Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas, libido.
3.5. Sasaran/Tujuan
Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang berhubungan dengan
tahap-tahap berduka yang normal. Pasien akan mampu mengakui posisinya sendiri dalam
proses berduka sehingga ia mampu dengan langkahnya sendiri terhadap pemecahan
masalah.
E. Rencana Tindakan
1. Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilaku-perilaku yang
berhubungan dengan tahap ini.
Rasional
Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan keperawatan yang
efektif bagi pasien yang berduka.
2. Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan perhatian.
Jujur dan tepati semua janji
Rasional
Rasional
Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia merupakan
seseorang pribadi yang bermakna. Rasa percaya meningkat.
4. Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif jika permulaan
ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis. Bantu pasien untuk
mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung
kepada objek atau orang/pribadi yang dimaksud.
Rasional
Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam dapat
membantu pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-persoalan yang belum
terpecahkan.
5. Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan berpartisipasi dalam
aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola voli,dll)
Rasional
Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan
kemarahan yang terpendam.
6. Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan dengan
setiap tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa perasaan seperti rasa bersalah dan marah
terhadap konsep kehilangan adalah perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses
berduka.
Rasional
7. Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan
dan sensitivitas, menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi
diekspresikan
Rasional
Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek positif
maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai seluruhnya.
8. Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat diterima.
Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat untuk kebanyakan pasien.
9. Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk menentukan metoda-
metoda koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan. Berikan umpan balik
positif untuk identifikasi strategi dan membuat keputusan.
Rasional
Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang
diharapkan.
10. Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual selama waktu ini dalam bentuk
apapun yang diinginkan untuknya. Kaji kebutukan-kebutuhan spiritual pasien dan bantu sesuai
kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
1. Klien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang
normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
2. Klaien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan
mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep
kehilangan secara jujur.
3. Klien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang
berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan
aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
4. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
5. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
6. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
7. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat
kehilangan.
8. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar
DAFTAR PUSTAKA
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan
Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk
Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.