Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian
yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti
sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena
kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan
untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat
apabila menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah,
sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).Perawat berkerja sama
dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan.
Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks
kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika
klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat
besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga
yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami
kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami
kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena
perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan
pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien
dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).

1
B. Rumusan Masalah
1)    Apa pengertian kehilangan dan berduka?
2)    Apa tanda dan gejala kehilangan?
3)    Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan?
4)    Apa saja tipe kehilangan?
5)    Apa saja jenis-jenis kehilangan?
6)    Bagaimana konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus kehilangan
dan berduka?
C. Tujuan Penulisan
Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang :
1)    Apa pengertian kehilangan dan berduka
2)    Apa tanda dan gejala kehilangan
3)    Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan
4)    Apa saja tipe kehilangan
5)    Apa saja jenis-jenis kehilangan
6)    Bagaimana konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus kehilangan
dan berduka

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai
sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin
terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik,
diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan,1985,h.35). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan
berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan

3
ketidakmampuan fungsional. Tipeini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

B. Tanda Dan Gejala Kehilangan


Seseorang yang sedang merasa kehilangan akan mengeluarkan beberapa
tanda dan gejala diantaranya :
a) Ungkapan kehilangan
b) Menangis
c) Gangguan tidur
d) Kehilangan nafsu makan
e) Sulit berkonsentrasi
f) Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
a. Mengingkari kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang lama
b. Sedih berkepanjangan
c. Adanya gejala fisik yang berat
d. Keinginan untuk bunuh diri

C. Faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan


Adapun beberapa factor yang akan mempengaruhi reaksi dari proses
kehilangan yaitu :
a) Arti dari kehilangan
b) Sosial dan budaya
c) Kepercayaan spiritual
d) Peran seks
e) Status sosial ekonomi
f) Kondisi fisik dan psikologi individu

D. Tipe kehilangan
Tipe kehilangan disini dibagi menajadi 2 tipe yaitu :
a) Aktual atau nyata

4
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,misalnya
amputasi kematian orang yang sangat berarti/di cintai.
b) Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan
perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
E. Jenis-Jenis kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau
orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress
dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus
ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang
dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari
ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau
anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan
tidak dapat ditutupi.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau
anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi
perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan
mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari
aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit.
Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri
atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman
berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal

5
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga
dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang
baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran
dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada
kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda
tentang kematian.

F. Fase-fase kehilangan dan berduka


a) Fase berduka menurut kubler  rose :
a. Fase penyangkalan(Denial)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap
kehilangan atau individu tidak percaya.menolak atau tidak
menerima kehilangan yang terjadi.pernyataan yang sering
diucapkan adalah “ itu tidak mungkin” atau “ saya tidak
percaya” .seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian
orang yang berarti baginya,tetap merasa bahwa orang tersebut
masih hidup.dia mungkin mengalami halusinasi,melihat orang yang
meninggal tersebut berada di tempat yang biasa digunakan atau
mendengar suaranya. Perubahan fisik: letih, pucat,
mual ,diare ,gangguan pernafasan , lemah ,detak jantung cepat,
menangis, gelisah .
b. Fase marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan
kenyataan terjadinya kehilangan individu menunjukkan perasaan
marah pada diri sendiri atau kepada orang yang berada
dilingkungan nya. Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini antara
lain,muka merah,nadi cepat,susah tidur,tangan mengepal,mau
memukul,agresif.
6
c. Fase tawar menawar (bergaining) Individu yang telah mampu
mengekspresikan rasa marah akan kehilangan nya ,maka orang
tersebut akan maju ketahap tawar menawar dengan memohon
kemuraha TUHAN,individu ingin menunda kehilangan dengan
berkata”seandainya saya hati-hati” atau “kalau saja kejadian ini
bisa ditunda. Maka saya akan sering berdoa”. 

d. Fase depresi
Individu berada dalam suasana berkabung,karena
kehilangan merupakan keadaan yang nyata, individu sering
menunjukkan sikap menarik diri,tidak mau berbicara atau putus asa
dan mungkin sering menangis.

e. Fase penerimaan (acceptance)


Pada fase ini individu menerima kenyataan
kehilangan,misalnya : ya,akhirnya saya harus di operasi, apa yang
harus saya lakukan agar saya cepat sembuh,tanggung jawab mulai
timbul dan usaha untuk pemulihan dapat lebih optimal.secara
bertahap perhatiannya beralih pada objek yang baru,dan pikiran
yang selalu terpusat pada objek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang atau hilang.jadi, individu yang masuk pada fase
penerimaan atau damai, maka ia dapat mengakhiri proses berduka
dan mengatasi perasaan kehilangan nya secara tuntas.
b) Fase kehilangan menurut Engel:
a. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin
menarik diri, duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan.
Reaksi fisik dapat berupa pingsan, diare, keringat berlebih.
b. Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-
tiba dan mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak
terjadi marah, bersalah, frustasi dan depresi.
c. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup,
marah dan depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah
mulai bergerak ke berkembangnya keasadaran
7
c) Fase berduka menurut Rando
a. Penghindaran
Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
b. Konfrontasi
Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika
klien secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan
mereka paling dalam.
c. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang
akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social
sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan mereka.
d. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat
diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada
faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi
yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan
dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

Rentang Respon Kehilangan


Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969).

Fase Marah Fase Depresi


 
Fase

Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase Menerima

Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi,
dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin
terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan
terus mencari informasi tambahan
8
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh
dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon
ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka
saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang
sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain :
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau
hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang
obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan
beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-
betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat
saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai,
maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya
9
dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi
kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

A. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien:
apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa
yang mereka pikir dan rasakan adalah :
o Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
o Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
o Perilaku koping yang adekuat selama proses

a) .   Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1. Faktor Genetic
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan.
2.  Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik
3. Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
10
4. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada
masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5. Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi.

b)  Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan
kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi
individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;
1. Kehilangan kesehatan
2.  Kehilangan fungsi seksualitas
3. Kehilangan peran dalam keluarga
4.  Kehilangan posisi di masyarakat
5. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6. Kehilangan kewarganegaraan
c) Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon
antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi,
Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress
yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering
ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis
mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak
tepat.
d) Respon Spiritual
1. Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3. Tidak memilki harapan; kehilangan makna
e) Respon Fisiologis
1. Sakit kepala, insomnia
11
2. Gangguan nafsu makan
3. Berat badan turun
4. Tidak bertenaga
5. Palpitasi, gangguan pencernaan
6. Perubahan sistem imune dan endokrin
f) Respon Emosional
1. Merasa sedih, cemas
2. Kebencian
3. Merasa bersalah
4. Perasaan mati rasa
5. Emosi yang berubah-ubah
6. Penderitaan dan kesepian yang berat
7. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu
atau benda yang hilang
8. Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

g) Respon Kognitif
1. Gangguan asumsi dan keyakinan
2. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.

h) Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1. Menangis tidak terkontrol
2. Sangat gelisah; perilaku mencari
3. Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4. Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang yang telah meninggal.
5. Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
12
6. Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7. Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8. Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

B. Analisa data
Data Subjektif :
1)      Merasa putus asa dan kesepian
2)      Kesulitan mengekspresikan perasaan
3)      Konsentrasi menurun
       Data objektif:
1)      Menangis
2)      Mengingkari kehilangan
3)      Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
4)      Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
5)      Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

C. Diagnosa keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl
Pratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang
Berdasarkan pada pada tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan
yang berhibungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah :
a. Duka cita
b. Duka cita terganggu
c. Risiko duka cita terganggu

D. Intervensi dan implementasi


a. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara :
1. Mendengarkan pasien berbicara
2. Memberi dorongan agar pasien mau mengungkapkan perasaannya
b. Mengenali factor factor yang mungkin menghambat
c. Mengurangi dan menghilangkan factor penghambat
13
1. Bersama pasien mengingat kembali cara mengatasi perasaan berduka di
masa lalu.
d. Memberi dukungan terhadap respon kehilangan pasien
1. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa tahap denial sampai
acceptance adalah wajar
e. Meningkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga menguatkan
dukungan keluarga.
1. Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain
2. Menguatkan dukungan keluarga atau orang berarti.

E. Evaluasi
a. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
b. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
c. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
d. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat
kehilangan
e. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar

14
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu


kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.Berduka disfungsional adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal,
atau kesalahan/kekacauan.Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan
seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal,
kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan
kehilangan kehidupan/meninggal.Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon
berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan
penerimaan.

B. SARAN
15
Saran untukmemperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagaiberikut:

1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada


saat itu.

2. Dalam perumusan diagnose keperawatan, harus diprioritaskan sesuai dengan


kebutuhanmaslow ataupun kegawatan dari masalah.

3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis maupun


yang tidak.

16
DAFTAR ISI

https://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/asuhan-keperawatan-kehilangan-dan-
berduka/

http://anatasiachacha.blogspot.co.id/2014/05/askep-kehilangan-dan-berduka.html

https://www.academia.edu/19697945/Askep_kehilangan_dan_berduka

17

Anda mungkin juga menyukai