Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.

Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti
sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena
kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan
untuk mencari bentuan kepada orang lain.

Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila


menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah,
sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah
mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi,
mental dan sosial yang serius.

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan
pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan,
pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).

1.2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:

1. Tujuan umum

 Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.


 Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional
2. Tujuan khusus

 Mengetahui jenis-jenis kehilangan.


 Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
 Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.

1.3. Rumusan masalah


 1)    Apa pengertian kehilangan dan berduka?
 2)    Apa tanda dan gejala kehilangan?
 3)    Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan?
 4)    Apa saja tipe kehilangan?
 5)    Apa saja jenis-jenis kehilangan?
 6)    Bagaimana konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus
kehilangan dan berduka?
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kehilangan

2.1.1. Definisi kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan


adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang
berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan


atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan tergantung:


1.Arti dari kehilangan
2.Sosial budaya
3.kepercayaan / spiritual
4.Peran seks
5.Status sosial ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu

2.1.2. Tipe Kehilangan

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:


1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang
yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang
yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya
menjadi menurun.
2.1.3. Jenis-jenis Kehilangan

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

 Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai

Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti
adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.

Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa
dan tidak dapat ditutupi.

 Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan
dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa
aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

 Kehilangan objek eksternal

Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama,


perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

 Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal


termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau
bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki
tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.

 Kehilangan kehidupan/ meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian
orang berespon berbeda tentang kematian.

2.1.4. Rentang Respon Kehilangan

Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance


1.Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak

jantung cepat, menangis, gelisah.

2. Fase anger / marah


a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.

3. Fase bergaining / tawar- menawar.


a.; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “
seandainya saya hati-hati “.Verbalisasi

4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah,
akhirnya saya harus operasi “

2.2. Berduka

2.2.1.  Definisi berduka

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang


dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu


yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.2.2. Teori dari Proses Berduka

Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep
dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

1. Teori Engels

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

 Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

 Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami


putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-
tiba terjadi.

 Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena


kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang
yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

 Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu
terhadap almarhum.

 Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada
fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru
telah berkembang.

1. Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a)    Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

b)   Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap


orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang
akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan
koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.

c)    Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.

d)   Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan
dan mulai memecahkan masalah.

e)    Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan


sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

1. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang


tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan
bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi
yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang
mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

1. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

1. Penghindaran

Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.


2. Konfrontasi

Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-
ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan
paling akut.

3. Akomodasi

Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk
menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA


ENGEL (1964) KUBLER-ROSS MARTOCCHIO RANDO (1991)
(1969) (1985)
Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and Penghindaran
disbelief
Berkembangnya  kesadaran Marah Yearning and
protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi
disorganization
and despair
Idealization Depresi Identification in
bereavement
Reorganization / the out Penerimaan Reorganization akomodasi
come and restitution
BAB III

ASKEP PADA KEHILANGAN DN BERDUKA

3.1. Pengkajian

Data yang dapat dikumpulkan adalah:


a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

k. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan


l. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
m.Perilaku koping yang adekuat selama proses

1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah:
a.  Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan
kehilangan.
     b.  Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
c.  Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis,
selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam
menghadapi situasi kehilangan.
d.  Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam
mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
e. Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
2.  Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan
sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;
1)      Kehilangan kesehatan
2)      Kehilangan fungsi seksualitas
3)      Kehilangan peran dalam keluarga
4)      Kehilangan posisi di masyarakat
5)      Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6)      Kehilangan kewarganegaraan

3.       Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan.
Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam
keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan
tidak tepat.

4.  Respon Spiritual
1)      Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2)      Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3)      Tidak memilki harapan; kehilangan makna

5.       Respon Fisiologis
1)      Sakit kepala, insomnia
2)      Gangguan nafsu makan
3)      Berat badan turun
4)      Tidak bertenaga
5)      Palpitasi, gangguan pencernaan
6)      Perubahan sistem imune dan endokrin

6.       Respon Emosional
1)      Merasa sedih, cemas
2)      Kebencian
3)      Merasa bersalah
4)      Perasaan mati rasa
5)      Emosi yang berubah-ubah
6)      Penderitaan dan kesepian yang berat
7)      Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan
individu atau benda yang hilang.
8)     Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan
keputusan.
9)      Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

7.      Respon Kognitif
1)      Gangguan asumsi dan keyakinan
2)      Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3)      Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4)      Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang
meninggal adalah pembimbing.

8.      Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1)      Menangis tidak terkontrol
2)      Sangat gelisah; perilaku mencari
3)      Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4)      Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan
bersama orang yang meninggal..
5)      Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal
ingin membuangnya.
6)      Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7)      Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau
pembunuh.
8)      Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

3.2. Diagnosa keperawatan


Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl
Pratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang
berdasarkan pada pada tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan yang
berhibungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah :
a)    Duka cita
b)    Duka cita terganggu
c)    Risiko duka cita terganggu
3.3. Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)

 Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk
individu
 Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan
multiple yang belum terselesaikan)
 Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
 Tidak adanya antisipasi proses berduka
 Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep
kehilangan.

3.4. Batasan Karakteristik (“dibuktikan dengan”)

 Idealisasi kehilangan (konsep)


 Mengingkari kehilangan

ü  Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak tepat

ü  Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau

ü  Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan dibesar-basarkan tidak


sesuai dengan ukuran situasi

 Regresi perkembangan
 Gangguan dalam konsentrasi
 Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
 Afek yang labil
 Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas,
libido.

3.5. Sasaran/Tujuan

Sasaran jangka pendek

Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep kehilangan dalam 1


minggu.

Sasaran jangka panjang

Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang berhubungan


dengan tahap-tahap berduka yang normal. Pasien akan mampu mengakui posisinya
sendiri dalam proses berduka sehingga ia mampu dengan langkahnya sendiri terhadap
pemecahan masalah.

3.6. Intervensi dengan Rasional Tertentu

1. Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilaku-


perilaku yang berhubungan dengan tahap ini.
Rasional

Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan keperawatan
yang efektif bagi pasien yang berduka.

1. Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan


perhatian. Jujur dan tepati semua janji

Rasional

Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan yang terapeutik.

1. Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien untuk mengekspresikan


perasaannya secara terbuka

Rasional

Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia merupakan
seseorang pribadi yang bermakna. Rasa percaya meningkat.

1. Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif


jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis.
Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat
mengungkapkan secara langsung kepada objek atau orang/pribadi yang
dimaksud.

Rasional

Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam
dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-persoalan yang
belum terpecahkan.

1. Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan


berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola
voli,dll)

Rasional

Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan
kemarahan yang terpendam.

1. Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang


berhubungan dengan setiap tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa
perasaan seperti rasa bersalah dan marah terhadap konsep kehilangan adalah
perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses berduka.
Rasional

Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang berhubungan dengan


berduka yang normal dapat menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah
menyebabkan timbulnya respon-respon ini.

1. Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan. Dengan


dukungan dan sensitivitas, menunjukkan realita situasi dalam area-area
dimana kesalahan presentasi diekspresikan

Rasional

Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek
positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai
seluruhnya.

1. Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat


diterima. Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat
untuk kebanyakan pasien.
2. Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk
menentukan metoda-metoda koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman
kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk identifikasi strategi dan
membuat keputusan.

Rasional

Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku
yang diharapkan.

10.  Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual selama waktu ini
dalam bentuk apapun yang diinginkan untuknya. Kaji kebutukan-kebutuhan spiritual
pasien dan bantu sesuai kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

3.7. Intervensi untuk klien yang berduka :


a)    Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang
adaptif.
b)    Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
c)    Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu
atau saat ini.
d)    Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e)    Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
f)     Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g)    Gunakan komunikasi yang efektif.
1)      Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
2)      Dorong penjelasan
3)      Ungkapkan hasil observasi
4)      Gunakan refleksi
5)      Cari validasi persepsi
6)      Berikan informasi
7)      Nyatakan keraguan
8)      Gunakan teknik menfokuskan
9)      Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan
hal yang tersirat.
h.      Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
1)      Kehadiran yang penuh perhatian
2)      Menghormati proses berduka klien yang unik
3)      Menghormati keyakinan personal klien
4)      Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
5)      Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang
berhubungan dengan kehlangan.
      i.      Prinsip Intervensi  Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan
1)      Bina dan jalin hubungan saling percaya
2)      Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang
menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil
hikmahnya.
3)      Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
4)      Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
5)      Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
6)      Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7)      Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
8)      Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a)    Fase Pengingkaran
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya.
b) Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima,
ikhlas dan memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan
pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.
b)    Fase marah
Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c)    Fase tawar menawar
Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan
takutnya.
d)    Fase depresi
Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
  Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e)    Fase penerimaan
Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa
dihindari

j.  Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon


kehilangan.
1)    Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan
serta menjaga anak selama masa berduka.
2)    Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang
salah.
3)    Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku
yang diperhatikan oleh orang lain.
4)    Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka

k. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon


kehilangan ( kematian anak )
1)    Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2)    Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3)    Menyiapkan perangkat kenangan.
4)   Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila
diperlukan.
5)    Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang patologis
serta tempat mereka minta bantuan bila diperlukan.
3.8. Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang dan evaluasi

1. Klien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka


yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
2. Klaien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan
mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep
kehilangan secara jujur.
3. Klien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku
yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu
melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
4. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
5. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
6. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
7.   Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat
kehilangan.
 8.   Klien mampu minum obat dengan cara yang benar
BAB IV

PENUTUP

4.1.    Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan


atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu


yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,


mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada
pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.Elizabeth Kubler-
rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah,
tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

4.2. Saran
Saran untukmemperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagaiberikut:
1.    Dalam perencanaan tindakan,
harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada saat itu.
2.     Dalam perumusan diagnose keperawatan,
harus diprioritaskan sesuai dengan kebutuhanmaslow ataupun kegawatan dari masalah.
3.    Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis maupun yang
tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,


Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri,


Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

stikes.fortdekock.ac.id

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

cre : 06 PSIK USK

Anda mungkin juga menyukai