i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT karena atas kehendakNyalah makalah
ini dapat terselesaikan. Makalah ini merupakan tugas makalah mata kuliah Keperawatan
Jiwa. Makalah yang penulis buat ini mudah mudahan dapat menambah wawasan penulis dan
pembaca, serta dapat memenuhi tugas makalah metode penelitian yang diberikan dosen.
Penulis menyadari makalah ini banyak kekurangan dan belum sempurna serta belum
memuaskan, namun demikian penulis berharap sekali kritik dan saran untuk kesempurnaan di
masa mendatang.
Bengkulu, 04 februari
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan
berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan
untuk mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi
dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan
persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang
salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
1
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari kehilangan?
b. Apa saja tipe dari kehilangan?
c. Apa jenis-jenis dari kehilangan?
d. Bagaimana rentang dari respon kehilangan?
e. Bagaimana dampak dari kehilangan?
f. Apa definisi dari berduka?
g. Bagaimana teori dari proses berduka?
h. Bagaimana karateristik dari berduka?
i. Apa saja jenis dari berduka?
j. Bagaimana tahapan proses berduka dan kehilangan?
k. Bagaimana Strategi pelaksanaan kehilangan dan berduka?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari kehilangan
b. Untuk mengetahui tipe dari kehilangan
c. Untuk mengetahui jenis-jenis dari kehilangan
d. Untuk mengetahui rentang dari respon kehilangan
e. Untuk mengetahui dampak dari kehilangan
f. Untuk mengetahui definisi dari berduka
g. Untuk mengetahui teori dari proses berduka
h. Untuk mengetahui karateristik dari berduka
i. Untuk mengetahui jenis dari berduka
j. Untuk mengetahui tahapan dari proses berduka dan kehilangan
k. Untuk mengetahui Strategi pelaksanaan kehilangan dan berduka
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
2. Tipe kehilangan
3
yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya
menjadi menurun.
3. Jenis-jenis kehilangan
4
a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan
mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “.
Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus
mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih,
lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau
beberapa tahun.
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-
perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
c. Fase Tawar-Menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan
maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini
sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya
akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering
keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain :
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau
orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih
kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya
5
lakukan agar cepat sembuh”. Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima
dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi
perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka
ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.
5. Dampak kehilangan
a. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan atau berkembang,
kadang-kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan
kesepian.
b. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi
dalam keluarga.
c. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup, dapat menjadi
pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang
ditinggalkan.
6. Definisi berduka
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
6
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual,
diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
7
akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan
koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
c. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang
lain.
d. Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan
dan mulai memecahkan masalah.
e. Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan
dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup
yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan
bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang
terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang
mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-
ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan
paling akut.
c. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar
untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
8
8. Karateristik berduka
Penting untuk membedakan antara ekspresi berduka sebagai respons terhadap rasa
kehilangan yang normal dan sehat, yang membutuhkan dukungan dan pengakuan
masyarakat; dari berduka sebagai respons terhadap tekanan dan gangguan personal
yang besar, yang membutuhkan intervensi yang lebih itensif. Mengenali bahwa ada
perbedaan antara berbagai tipe berduka dapat membantu perawat dalam merencanakan
dan menerapkan perawatan yang sesuai. Jenis-jenis berduka terbagi atas:
9
b. Berduka Berkomplikasi
Pada sebagian kecil individu, adaptasi terhadap berduka yang normal tidak terjadi.
Pada berduka berkomplikasi (disfungsional), berduka yang dirasakan individu
berkepanjangan atau kesulitan saat ingin bergerak maju setelah mengalami rasa
kehilangan. Mengalami kehilangan orang yang dicintai, individu dengan berduka
berkomplikasi mengalami kerinduan yang kronis dan mengganggu terhadap orang yang
sudah meninggal cenderung memiliki kesulitan dalam menerima kematian,
kepercayaan orang lain, merasakan kepahitan, atau kekhawatiran akan masa depan.
Mereka juga dapat merasakan mati rasa secara emosional.
c. Berduka yang Diantisipasi
Seseorang akan mengalami berduka yang diantisipasi (anticipatory grief), suatu
proses pelepasan bawah sadar atau “membiarkan pergi” sebelum rasa kehilangan aktual
atau kematian terjadi, terutama terjadi dalam situasi rasa kehilangan yang diperpanjang
atau telah diperkirakan (Corless, 2006). Ketika berduka berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, maka individu akan lebih memahami rasa kehilangan secara bertahap
dan mulai untuk mempersiapkan hal yang tidak direlakkan darinya. Mereka mengalami
respons berduka yang lebih kuat (misalnya: goncangan, penyangkalan, dan kesedihan).
d. Berduka yang Tidak Lepas
Individu mengalami berduka yang tidak lepas (disenfranchised grief), yang juga
dikenal sebagai berduka marginal atau tidak didukung, ketika hubungan mereka dengan
orang yang sudah meninggal tidak disetujui secara sosial, tidak dapat diakui secara
terbuka didepan umum, atau terlihat kurang signifikan (Hooyman & Kremer, 2006).
Contohnya kematian individu yang sudah tua, mantan suami/istri, pasangan gay, atau
bahkan hewan peliharaan yang dicintai.
e. Berduka Tertutup
Berduka yang tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika
bersalin.
10
10. Tahapan proses berduka dan kehilangan
11
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya perilaku
obsesif. Sebuah perilaku yang yang terus mengulang-ulang peristiwa kehilangan
yang terjadi.
c. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu memutuskan untuk
tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk melanjutkan kehidupan. Pada fase ini
individu sudah mulai berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.
12
yaitu tarik nafas dalam, istigfar, berwudu, salat, dan bercakap-cakap. Bapak punya
hobi olahraga? Nah itu juga dapat bapak lakukan.”
c. Tahap terminasi
“nah, kalau masih muncul rasa kesal, coba lakukan cara yang telah kita bahas
tadi. Mau coba cara yang mana? Mau dijadwalkan? Baiklah dua hari lagi kita
bertemu lagi. Sampai jumpa”
13
“baiklah pak. Saya akan duduk di sebelah bapak dan menemani bapak . saya
siap mendengarkan apabila ada yang ingi disampaikan. Bapak boleh menangis,
jangan ditahan. Bapak punya hak untuk menangis. Dengan menangis, aka nada
perasaan lega. Bapak, saya dapat merasakan apa yang sedang bapak rasakan.
Bapak dapat menggunakan kesempatan yang ada dengan bercakap-cakap dengan
anggota keluarga seperti anak bapak yang dua lagi, istri bapak.” (mulai membawa
ke realitas aspek positif) “ Bapak dapat erbicara dengan tetangga yang mempunyai
pengalaman yang sama seperti bapak, sekarang, bagaimana kalau kita berdikusi
tentang kegiatan positif yang bapak lakukan? Mulai dari yang bapak biasa lakukan
di rumah maupun kegiata lain di luar rumah. Bagaimana kalau kita buat daftar
kegiatan yang dapat bapak lakukan? Wow, banyak sekali kegiatan yang dapat
bapak lakukan.”
c. Tahap terminasi
“bapak, bagaimana perasaan bapak setelah kita bicara? iya benar, masih banyak
dapat bapak lakukan. Bapak dapat melakukan kegiatan yang tadi sudah kita bahas.
Saya percaya bapak bisa. Saya pamit ya, pak. Dua hari lagi saya akan dating untuk
membicarakan tentang perasaan bapak. Kira-kira jam berapa saya boleh datang?
Baik pak sampai jumpa.”
5. SP 5 Keluarga: respon penerimaan terhadap kematian anak
a. Tahap orientasi
“selamat pagi/sore. Bagaimana perasaan bapak hari ini? Seperti janji saya dua
hari yang lalu, sekarang saya dating untuk berbicara tetang perasaan bapak.
Bagaimana kalau kita bicara di sini? 30 menit saja, setuju pak?”
b. Tahap kerja
“ bapak tampak senang dan sangat berbeda dengan dua hari yang lalu. Saya
dengar bapak sudah banyak melakukan aktivitas bagus, kegiatan apa lagi yang
sudah bapak rencanakan untuk mengisi waktu? Saya percaya bapak dapat kembali
semangat dalam mengisi kehidupan ini. Kapan bapak mau mengurus surat
asuransi, buku tabungan, atau surat penting lainnya? Kapan bapak akan berziarah
ke makam anak bapak? Bapak sudah melihat foto-foto proses pemakaman anak
bapak? Ya, bapak tampak sudah semangat lagi.”
c. Tahap terminasi
14
“bapak, tidak terasa kita sudah lama berbicara. Bagaimana perasaan bapak?
Syukurlah. Bapak jangan lupa dengan jadwal aktivitas dan waktu untuk mengurus
surat-surat penting anak bapak. Saya pamit ya pak, sampai jumpa.”
15
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajlan
1) Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan g. Tidak berminat dalam berinteraksi
dengan orang lain. h. Merenungkan perasaan bersalah secara
berlebihan.
g. Reaksi emosional yang lambat
h. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas.
16
3. Resiko dukacita NOC NIC
terganggu Resolusi Berduka Fasilitas Proses Berduka
Tujuan : Klien mampu mengungkapkan perasaan Individu
dukacita dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kehilangan
a. Klien mampu menyampaikan perasaan akan 2. Dengarkan ekspresi berduka
penyelesaian mengenai kehilangan dengan baik 3. Bantu klien mengidentifikasi kealamiahan
b. Klien mengatakan menerima kehilangan keterikatan klien dengan obyek atau orang yang
c. Klien mengatakan dapat membagi perasaan kehilangan hilang
dengan orang lain 4. Berikan intruksi dalam proses fase berduka
d. Klien menyampaikan dan mengekspresikan harapan dengan tepat
positif mengenai masa depan 5. Kuatkan kemajuan yang dibuat dalam proses
berduka
Dukungan Keluarga
Keluarga
1. Dengarkan kekhawatiran, perasaan dan
pernyataan dari keluarga
2. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan
keluarga
3. Berikan informasi bagi keluarga terkait
perkembangan pasien dengan sering, sesuai
kehendak pasien
17
1. Tujuan
a. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka
b. Keluarga memahami cara merawat klien berduka berkepanjangan
c. Keluarga dapat mempraktikkan cara merawat klien berduka terganggu
d. Berdiskusi dengan keluraga sumber-sumber bantuan yang tersedia dimasyarakat
2. Tindakan
a. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka dan
dampaknya oleh klien
b. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami oleh klien
c. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan berduka terganggu
d. Berdiskusi dengan kelurga sumber-sumber bantuan yang dapt dimanfaatkan oleh
keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami oleh klien
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan
18
lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada
diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
3.2 Saran
untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, sebagai perawat harus dapat
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk
empati kepada pasien
19
DAFTAR PUSTAKA
20
21