Anda di halaman 1dari 24

cover

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT karena atas kehendakNyalah makalah
ini dapat terselesaikan. Makalah ini merupakan tugas makalah mata kuliah Keperawatan
Jiwa. Makalah yang penulis buat ini mudah mudahan dapat menambah wawasan penulis dan
pembaca, serta dapat memenuhi tugas makalah metode penelitian yang diberikan dosen.

Penulis menyadari makalah ini banyak kekurangan dan belum sempurna serta belum
memuaskan, namun demikian penulis berharap sekali kritik dan saran untuk kesempurnaan di
masa mendatang.

Bengkulu, 04 februari

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan
berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau
nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit
demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan
untuk mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi
dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan
persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang
salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari kehilangan?
b. Apa saja tipe dari kehilangan?
c. Apa jenis-jenis dari kehilangan?
d. Bagaimana rentang dari respon kehilangan?
e. Bagaimana dampak dari kehilangan?
f. Apa definisi dari berduka?
g. Bagaimana teori dari proses berduka?
h. Bagaimana karateristik dari berduka?
i. Apa saja jenis dari berduka?
j. Bagaimana tahapan proses berduka dan kehilangan?
k. Bagaimana Strategi pelaksanaan kehilangan dan berduka?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari kehilangan
b. Untuk mengetahui tipe dari kehilangan
c. Untuk mengetahui jenis-jenis dari kehilangan
d. Untuk mengetahui rentang dari respon kehilangan
e. Untuk mengetahui dampak dari kehilangan
f. Untuk mengetahui definisi dari berduka
g. Untuk mengetahui teori dari proses berduka
h. Untuk mengetahui karateristik dari berduka
i. Untuk mengetahui jenis dari berduka
j. Untuk mengetahui tahapan dari proses berduka dan kehilangan
k. Untuk mengetahui Strategi pelaksanaan kehilangan dan berduka

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Definisi kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan


adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang
berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan


atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:


1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu.

2. Tipe kehilangan

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:


1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang
yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang

3
yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya
menjadi menurun.

3. Jenis-jenis kehilangan

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:


a. Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai  Kehilangan seseorang yang dicintai
dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat
stress dan mengganggu dari tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh
seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai.
Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada,
kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang
luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)  Bentuk lain dari kehilangan
adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi
perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau
menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang
misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c. Kehilangan objek eksternal  Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik
sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan
benda tersebut.
d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal  Kehilangan diartikan dengan
terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar
belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
e. Kehilangan kehidupan/ meninggal  Seseorang dapat mengalami mati baik secara
perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada
kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.

4. Rentang respon kehilangan

Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance

4
a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan
mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “.
Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus
mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih,
lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau
beberapa tahun.
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-
perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
c. Fase Tawar-Menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan
maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini
sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya
akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering
keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain :
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau
orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih
kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya

5
lakukan agar cepat sembuh”. Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima
dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi
perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka
ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.
5. Dampak kehilangan
a. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan atau berkembang,
kadang-kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan
kesepian.
b. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi
dalam keluarga.
c. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup, dapat menjadi
pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang
ditinggalkan.
6. Definisi berduka

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang


dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain.Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

7. Teori dari proses berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep
dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat

6
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

1. Teori Engels
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual,
diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

b. Fase II (berkembangnya kesadaran)


Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
c. Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong,
karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari
seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
d. Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu
terhadap almarhum.
e. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada
fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru
telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b. Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang

7
akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan
koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
c. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang
lain.
d. Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan
dan mulai memecahkan masalah.
e. Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan
dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup
yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan
bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang
terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang
mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
b. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-
ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan
paling akut.
c. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar
untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

8
8. Karateristik berduka

Berduka merupakan respons terhadap kehilangan. Berduka dikarakteristikkan sebagai


berikut:
a. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan.
b. Berduka menunjukkan perasaan sedih dan hampa bila mengingat kembali kejadian
kehilangan.
c. Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman, sering disertai dengan menangis,
keluhan sesak pada dada, tercekik, dan nafas pendek.
d. Mengenang orang yang telah pergi secara terus-menerus.
e. Mengalami perasaan berduka.
f.Mudah tersinggung dan marah.
9. Jenis – jenis berduka

Penting untuk membedakan antara ekspresi berduka sebagai respons terhadap rasa
kehilangan yang normal dan sehat, yang membutuhkan dukungan dan pengakuan
masyarakat; dari berduka sebagai respons terhadap tekanan dan gangguan personal
yang besar, yang membutuhkan intervensi yang lebih itensif. Mengenali bahwa ada
perbedaan antara berbagai tipe berduka dapat membantu perawat dalam merencanakan
dan menerapkan perawatan yang sesuai. Jenis-jenis berduka terbagi atas:

a. Berduka yang Normal


Ketika individu sedang berduka, ini berarti bahwa mereka berada dalam proses
adaptasi dengan kematian orang yang dicintai. Berduka yang normal (non-komplikasi)
merupakan reaksi terhadap kematian yang paling umum terjadi. Meskipun penyebab
kematian (kekerasan, tidak diharapkan, traumatik) mengakibatkan risiko terbesar bagi
yang bertahan hidup, tetapi hal ini tidak selalu menentukan bagaimana individu akan
berduka. Gaya adaptasi (seperti daya tahan, ketabahan, dan pengontrolan diri), sama
halnya dengan kemampuan untuk merasakan kehilangan dan menemukan manfaat dari
rasa kehilangan, merupakan faktor-faktor yang telah dibuktikan dapat membantu dan
bermanfaat (Holland et al., 2006; Ong et al.,2006; Onrus et al.,2006; Matthew, 2007).
Berduka yang normal merupakan respons yang kompleks dengan emosi, kognitif,
sosial, fisik, perilaku, dan konsep spiritual.

9
b. Berduka Berkomplikasi
Pada sebagian kecil individu, adaptasi terhadap berduka yang normal tidak terjadi.
Pada berduka berkomplikasi (disfungsional), berduka yang dirasakan individu
berkepanjangan atau kesulitan saat ingin bergerak maju setelah mengalami rasa
kehilangan. Mengalami kehilangan orang yang dicintai, individu dengan berduka
berkomplikasi mengalami kerinduan yang kronis dan mengganggu terhadap orang yang
sudah meninggal cenderung memiliki kesulitan dalam menerima kematian,
kepercayaan orang lain, merasakan kepahitan, atau kekhawatiran akan masa depan.
Mereka juga dapat merasakan mati rasa secara emosional.
c. Berduka yang Diantisipasi
Seseorang akan mengalami berduka yang diantisipasi (anticipatory grief), suatu
proses pelepasan bawah sadar atau “membiarkan pergi” sebelum rasa kehilangan aktual
atau kematian terjadi, terutama terjadi dalam situasi rasa kehilangan yang diperpanjang
atau telah diperkirakan (Corless, 2006). Ketika berduka berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, maka individu akan lebih memahami rasa kehilangan secara bertahap
dan mulai untuk mempersiapkan hal yang tidak direlakkan darinya. Mereka mengalami
respons berduka yang lebih kuat (misalnya: goncangan, penyangkalan, dan kesedihan).
d. Berduka yang Tidak Lepas
Individu mengalami berduka yang tidak lepas (disenfranchised grief), yang juga
dikenal sebagai berduka marginal atau tidak didukung, ketika hubungan mereka dengan
orang yang sudah meninggal tidak disetujui secara sosial, tidak dapat diakui secara
terbuka didepan umum, atau terlihat kurang signifikan (Hooyman & Kremer, 2006).
Contohnya kematian individu yang sudah tua, mantan suami/istri, pasangan gay, atau
bahkan hewan peliharaan yang dicintai.
e. Berduka Tertutup
Berduka yang tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika
bersalin.

10
10. Tahapan proses berduka dan kehilangan

Berduka meliputi dua fase yaitu:


1. Fase akut
a. Syok dan tidak percaya
Respons awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak dapat menerima
pedihnya kehilangan. Akan tetapi, proses ini sesungguhnya memang dibutuhkan untuk
menoleransi ketidakmampuan menghadapi kepedihan dan secara perlahan untuk
menerima kenyataan kematian.
b. Perkembangan kesadaran
Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang lain, perasaan
bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui berbagai cara, dan menangis untuk
menurunkan tekanan dalam perasaan yang dalam.
c. Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan keluarga membantu
menurunkan sisa perasaan tidak menerima kenyataan kehilangan.
2. Fase jangka panjang
a. Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama
b. Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang tersembunyi
dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada beberapa individu berkembang
menjadi keinginan bunuh diri, sedangkan yang lainnya mengabaikan diri dengan
menolak makan dan menggunakan alkohol.
Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu fase awal,
pertengahan, dan pemulihan
a. Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak percaya,
perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan tersebut berlangsung selama
beberapa hari, kemudian individu kembali pada perasaan berduka berlebihan.
Selanjutnya, individu merasakan konflik dan mengekspresikannya dengan menangis
dan ketakutan. Fase ini akan berlangsung selama beberapa minggu.
b. Fase pertengahan

11
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya perilaku
obsesif. Sebuah perilaku yang yang terus mengulang-ulang peristiwa kehilangan
yang terjadi.
c. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu memutuskan untuk
tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk melanjutkan kehidupan. Pada fase ini
individu sudah mulai berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.

11. Strategi pelaksanaan kehilangan dan berduka


Berikut ini contoh percakapan yang berfokus pada pasien dengan masalah
kehilangan orang yang dicintai yaitu anak. Perawat telah mengetahui nama keluarga
yang mengalami kehilangan karena anaknnya meninggal. Staragi pelaksanaan berikut
ini dapat digunakan sesuai dengan kondisi keluarga.
1. SP 1 Keluarga: respon mengingkari terhadap kematian anak
a. Tahap orientasi
“selamat pagi/sore, bapak Tono, saya perawat Tuti. Bagaimana perasaan bapak
sekarang? Saya akan menemani bapak sampai ke makam. Apakah bapak mau
menyampaikan sesuatu?”
b. Tahap kerja
“bapak mau minum? Saya ambilkan. Bagaimana dengan makan? Coba sedikit,
ya pak agar tidak lemas.” (jika pasien mau ke makam, temani dan hadirkan fakta-
fakta)
c. Tahap terminasi
“setelah kembali dari makam, bagaimana perasaan bapak? Bapak tampak masih
sedih. Saya akan pulang dulu, usahakan bapak makan, minum, dan istirahat nanti.
Dua hari lagi saya akan datang. Sampai jumpa”
2. SP 2 Keluarga: respon marah terhadap kematian anak
a. Tahap orientasi
“selamat pagi/sore, bapak Tono, saya perawat Tuti. Tampaknya bapak sedang
kesal, bapak dapat ceritakan, saya akan menemani bapak selama 20 menit.”
b. Tahap kerja
“apa yang membuat bapak keal? Apa yang bapak rasakan saat kesal dan apa
telak bapak lakukan? Baik, ada beberapa cara untuk meredakan kekesalan bapak

12
yaitu tarik nafas dalam, istigfar, berwudu, salat, dan bercakap-cakap. Bapak punya
hobi olahraga? Nah itu juga dapat bapak lakukan.”

c. Tahap terminasi
“nah, kalau masih muncul rasa kesal, coba lakukan cara yang telah kita bahas
tadi. Mau coba cara yang mana? Mau dijadwalkan? Baiklah dua hari lagi kita
bertemu lagi. Sampai jumpa”

3. SP 3 Keluarga: respon tawar menawar terhadap kematian anak


a. Tahap orientasi
“selamat pagi/sore. Bagaimana perasaan bapak hari ini?apakah bapak sudah
melakukan cara yang saya ajarkan untuk mengerungi perasaan kesal bapak?
Dapatkah kita berbicara tentang perasaan bapak sekarang? Kita berbicara 15 menit
saja. Dimana kita berbicara? Di ruang ini saja?”
b. Tahap kerja
“saya dapat memahami perasaan bapak silakan bercerita tentang perasaan
bapak. Tidak ada yang dapat kita salahkan, pak. Saya mengerti, sulit bagi bapak
untuk menerima kehilangan ini. Bagus, bapak menyadari perasaan yang sudah
diungkapkan karena semua ini adalah kehendak allah. Apabila perasaan bersalah
dan takut itu muncul kembali, bapak dapat berzikir, salat, atau melakukan kegiatan
ibadah yang lain. Bagaimana pak? Apakah bapak akan coba lakukan?
c. Tahap terminasi
“bagaimana perasaan bapak setelah kita bicara? Iya, pak. Bapak terus berdoa ya.
Silkan bercerita dengan anggota keluarga. Bagus, bapak sudah dapat
mengungkapkannya. Nanti bapak berzikir dan istigfarsetiap saat dan saat rasa
bersalah itu muncul kembali. Bapak, dua hari lai saya akan datang. Kita akan
bicara tentang perasaan bapak. Saya pamit dulu ya pak, sampai jumpa”
4. SP 4 Keluarga: respon depresi terhadap kematian anak
a. Tahap orientasi
“selamat pagi/sore. Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah ada yang ingin
bapak ceritakan kepada saya? Hari ini kita berbicara tentang kegitan positif yang
yang dapat bapak tono lakukan. Berapa lama kita bicara pak?”
b. Tahap kerja

13
“baiklah pak. Saya akan duduk di sebelah bapak dan menemani bapak . saya
siap mendengarkan apabila ada yang ingi disampaikan. Bapak boleh menangis,
jangan ditahan. Bapak punya hak untuk menangis. Dengan menangis, aka nada
perasaan lega. Bapak, saya dapat merasakan apa yang sedang bapak rasakan.
Bapak dapat menggunakan kesempatan yang ada dengan bercakap-cakap dengan
anggota keluarga seperti anak bapak yang dua lagi, istri bapak.” (mulai membawa
ke realitas aspek positif) “ Bapak dapat erbicara dengan tetangga yang mempunyai
pengalaman yang sama seperti bapak, sekarang, bagaimana kalau kita berdikusi
tentang kegiatan positif yang bapak lakukan? Mulai dari yang bapak biasa lakukan
di rumah maupun kegiata lain di luar rumah. Bagaimana kalau kita buat daftar
kegiatan yang dapat bapak lakukan? Wow, banyak sekali kegiatan yang dapat
bapak lakukan.”
c. Tahap terminasi
“bapak, bagaimana perasaan bapak setelah kita bicara? iya benar, masih banyak
dapat bapak lakukan. Bapak dapat melakukan kegiatan yang tadi sudah kita bahas.
Saya percaya bapak bisa. Saya pamit ya, pak. Dua hari lagi saya akan dating untuk
membicarakan tentang perasaan bapak. Kira-kira jam berapa saya boleh datang?
Baik pak sampai jumpa.”
5. SP 5 Keluarga: respon penerimaan terhadap kematian anak
a. Tahap orientasi
“selamat pagi/sore. Bagaimana perasaan bapak hari ini? Seperti janji saya dua
hari yang lalu, sekarang saya dating untuk berbicara tetang perasaan bapak.
Bagaimana kalau kita bicara di sini? 30 menit saja, setuju pak?”
b. Tahap kerja
“ bapak tampak senang dan sangat berbeda dengan dua hari yang lalu. Saya
dengar bapak sudah banyak melakukan aktivitas bagus, kegiatan apa lagi yang
sudah bapak rencanakan untuk mengisi waktu? Saya percaya bapak dapat kembali
semangat dalam mengisi kehidupan ini. Kapan bapak mau mengurus surat
asuransi, buku tabungan, atau surat penting lainnya? Kapan bapak akan berziarah
ke makam anak bapak? Bapak sudah melihat foto-foto proses pemakaman anak
bapak? Ya, bapak tampak sudah semangat lagi.”
c. Tahap terminasi

14
“bapak, tidak terasa kita sudah lama berbicara. Bagaimana perasaan bapak?
Syukurlah. Bapak jangan lupa dengan jadwal aktivitas dan waktu untuk mengurus
surat-surat penting anak bapak. Saya pamit ya pak, sampai jumpa.”

15
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajlan
1) Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan g. Tidak berminat dalam berinteraksi
dengan orang lain. h. Merenungkan perasaan bersalah secara
berlebihan.
g. Reaksi emosional yang lambat
h. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas.

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Duka Cita NOC NIC
 Ketahanan keluarga Peningkatan Koping
Tujuan: klien dapat  menuntaskan duka cita dengan individu
kriteria hasil : 1. Berikan penilaian mengenai dampak dari situasi
a. Klien mendapatkan dukungan dari anggota keluarga kehidupan klien terhadap peran dan hubungan
b. Klien dapat berkomunikasi dengan jelas antara yang ada
anggota keluarga 2. Gunakan pendekatan yang tenang
c. Klien dapat berbagi canda dengan keluarga 3. Berikan suasana penerimaan
d. Klien dapat menjalankan rutinitas seperti biasa 4. Bantu pasien dalam mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
Keluarga
5. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang
tepat
Bantuan Kontrol Marah
Individu
1. Bangun rasa percaya dan hubungan yang dekat
danharmonis dengan klien
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
3. Bantu pasien mengidentifikasi sumber
kemarahan
4. Sediakan umpan balik pada perilaku pasien untuk
membantu pasien mengidentifikasi
kemarahannya.

2. Dukacita NOC NIC


terganggu  Tingkat Depresi Konseling
Tujuan : Klien dapat memahami hubungan anatar Individu
kehilangan yang dialami dengan keadaan dirinya1. Bangun hubungan terapeutik yang didasarkan
dengan kriteria hasil : pada rasa saling percaya dan saling menghormati
a. Klien tidak mengalami depresi 2. Tunjukkan empati, kehangatan dan ketulusan
3. Sediakan informasi factual yang tepat sesuia
b. Klien mengatakan tidak lagi merasa bersalah yang
berlebihan dengan kebutuhan
c. Klien tidak tampak bersedih 4. Dukung ekspresi perasaan klien
d. Klien tampak tidak marah-marah 5. Bantu pasien untuk mengidentifikasi kekuatan
dan menguatkan hal tersebut

16
3. Resiko dukacita NOC NIC
terganggu  Resolusi Berduka Fasilitas Proses Berduka
Tujuan : Klien mampu mengungkapkan perasaan Individu
dukacita dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kehilangan
a. Klien mampu menyampaikan perasaan akan 2. Dengarkan ekspresi berduka
penyelesaian mengenai kehilangan dengan baik 3. Bantu klien mengidentifikasi kealamiahan
b. Klien mengatakan menerima kehilangan keterikatan klien dengan obyek atau orang yang
c. Klien mengatakan dapat membagi perasaan kehilangan hilang
dengan orang lain 4. Berikan intruksi dalam proses fase berduka
d. Klien menyampaikan dan mengekspresikan harapan dengan tepat
positif mengenai masa depan 5. Kuatkan kemajuan yang dibuat dalam proses
berduka
Dukungan Keluarga
Keluarga
1. Dengarkan kekhawatiran, perasaan dan
pernyataan dari keluarga
2. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan
keluarga
3. Berikan informasi bagi keluarga terkait
perkembangan pasien dengan sering, sesuai
kehendak pasien
 

Menurut Yusuf, Fitryasari dan Nihayati, 2015 tindakan keperawatan kepada


klien dengan masalah psikososial kehilangan dan berduka sebagai berikut.

Tindakan Keperawatan pada Pasien


1. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Klien dapat mengenali peristiwa kehilangan yang dialami klien
c. Klien dapat memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan
dirinya
d. Klien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialaminya
e. Klien dapat memanfaatkan faktor pendukung
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling peercaya dengan klien
b. Berdiskusi mengenai kondisi klien saat ini (kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial,
dan spiritual sebelum/sesudah mengalami peristiwa kehilangan serta hubungan
antara kondisi saat ini dengan peristiwa kehilangan yang terjadi
c. Berdiskusi cara mengatasi berduka yang dialami.
1) Cara verbal (mengungkapkan perasaan)
2) Cara fisik (memberi kesempatan aktivitas fisik)
3) Cara sosial (sharing melalui self help group)
4) Cara spiritual (berdoa, berserah diri)
d. Memberi informasi tentang sumber-sumber komunitas yang bersedia untuk saling
memberikan pengalaman dengan seksama
e. Membantu klien memasukkan kegiatandalam jadwal harian
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di layanan kesehatan terdekat
 
 
Tindakan Keperawatan pada keluarga

17
1. Tujuan
a. Keluarga mengenal masalah kehilangan dan berduka
b. Keluarga memahami cara merawat klien berduka berkepanjangan
c. Keluarga dapat mempraktikkan cara merawat klien berduka terganggu
d. Berdiskusi dengan keluraga sumber-sumber bantuan yang tersedia dimasyarakat
2. Tindakan
a. Berdiskusi dengan keluarga tentang masalah kehilangan dan berduka dan
dampaknya oleh klien
b. Berdiskusi dengan keluarga cara-cara mengatasi berduka yang dialami oleh klien
c. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan berduka terganggu
d. Berdiskusi dengan kelurga sumber-sumber bantuan yang dapt dimanfaatkan oleh
keluarga untuk mengatasi kehilangan yang dialami oleh klien
 
 
 

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan


atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan

18
lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada
diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu :


pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

3.2 Saran

untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, sebagai perawat harus dapat
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk
empati kepada pasien

19
DAFTAR PUSTAKA

  Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.


Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman
Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
Yusuf, AH.2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Helena, N., Kelliat, BA. Farida, P. Manajemen keperawatan psikosial & kader kesehatan
jiwa. Jakarta: EGC

20
21

Anda mungkin juga menyukai