Anda di halaman 1dari 15

KEDUKAAN DAN KEHILANGAN

AKIBAT COVID-19

DOSEN

Evi Syafrida Nasution, M.Psi

DISUSUN OLEH

Suhaebatul Aslamiah ( 12201002 )

UNIVERSITAS BOROBUDUR JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

2020 / 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu
kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini
lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya. Dalam
perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit
mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari
bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang
perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi
perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam
konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat,
ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat
besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan
kematian (Potter & Perry, 2005).
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1. Tujuan umum
- Mengetahui konsep kehilangan dan berduka
- Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional

2. Tujuan khusus
- Mengetahui jenis-jenis kehilangan
- Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka
- Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kehilangan
2.1.1 Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan
adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang
berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran sekitar
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu.
2.1.2 Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian
orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.
2.1.3 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-
tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga
membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang
mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri
sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.
Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau
komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka
akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon
pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya.
Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
2.1.4 Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan
saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah,
akhirnya saya harus operasi “
2.2 Berduka
2.2.1 Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan
berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.2.2 Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka.
Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana
intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri,
duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia
dan kelelahan.
b. Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
c. Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan
kehilangan seseorang.
d. Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap
almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
e. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak
untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti
“Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!”
umum dilontarkan klien.
b. Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada
setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada
fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan
marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan
merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau
jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari
pendapat orang lain.
d. Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya
melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e. Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus
asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai
lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan
bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu
sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12
bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
1. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling
dalam dan dirasakan paling akut.
3. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana
klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
BAB III

ISI

3.1 Kedukaan Korban Keluarga Covid-19


Setiap orang yang berduka cita memiliki fase yaitu pertama, fase numbness yaitu tahap
terdapat pengalaman shock atas berita kematian tersebut lalu diikuti dengan periode (masa)
di mana realita kehilangan itu belum sampai menyentuh dan menggerakkan emosi. Kedua,
fase yearing (menginginkan) yaitu fase yang menunjukan bahwa orang yang berduka
mencoba mengatasi realita kehilangan tersebut. Hal ini bisa diekspresikan dalam bentuk
penyangkalan (denial), tawar menawar (bargaining), isolation (suatu pembentukan reaksi
menjauhkan diri darirealita). Ketiga, fase disorganisation dan dispair, yaitu fase tidak mampu
mengatur diri oleh karena rasa susah. Fase ini terjadi pada saat di mana realita yang tidak
dapat diubah itumulai diterima dan tidak ada lagi tuntutan yang bisa membatalkannya.
Keempat atau terakhir, yaitu fase reorganization atau tahap penyesuaian diri dengan kondisi
yang baru. Pelayanan Pastoral sangat penting untuk mengetahui tahapan tersebut sehingga
dapat menolong setiap orang yangberduka dengan tepat. Daya tahan seseorang dalam
menanggapi kedukaan sangat bervariasi.
Kehilangan karena kematian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba merupakan
salah satu faktor kedukaan yang membuat orang sulit untuk sembuh dari perasaan dukanya.
Keluarga yang berduka juga menghadapi berbagai tekanan yangmenyerang banyak aspek
dalam kehidupannya. Dari aspek sosial, misalnya,banyak warga masyarakat yang menjauhi
keluarga korban dengan bersikapmenjaga jarak. Dari aspek psikologis, ada perkataan yang
mencibir, stigmamasyarakat, dan juga prasangka bahwa keluarga korban juga tertular virus
tersebutsangat melukai hati keluarga korban Covid-19. Hal-hal tersebut merupakantekanan
yang menyerang aspek mental dan psikologis keluarga korban. Stigma danprasangka negatif
itu membuat warga menjaga jarak dan enggan untukmemberikan dukungan baik secara sosial
maupun psikologis, sehinggamenimbulkan perasaan terasing bagi keluarga para korban.
Tindakan verbal maupun non-verbal yang diterima oleh keluarga-keluarga itu, tentu saja
membuattekanan yang dirasakan semakin berat. Kehilangan anggota keluarga sudahmenjadi
pengalaman atau tekanan yang berat bagi keluarga yang ditinggal,ditambah kurangnya
dukungan sosial dari masyarakat sekitar. Dalam kondisi demikian, maka keluarga yang
berduka memerlukan perhatian secara khusussehingga mendukung keberlangsungan
kehidupannya
3.2 Berita Beduka Akibat Covid-19
1. JAKARTA, KOMPAS.com
Kedukaan kembali menghampiri Eva Rahmi Salma, dua hari setelah sang ibunda
dinyatakan meninggal karena Covid-19 pada Kamis (19/3/2020). Kabar duka itu datang
ketika ayahnya juga meninggal dunia akibat terpapar virus corona. Eva mengatakan,
sebenarnya sebelum ibunya dirawat hingga diisolasi karena Covid-19, ayahnya sudah
lebih dahulu keluar masuk rumah sakit sejak awal Februari 2020. Diagnosis dokter kala
itu ialah penyakit paru-paru dan penyakit jantung. "Adik saya kan sering jenguk juga
papa, jadinya dari awal adik saya minta untuk papa di-swab tes karena pas masuk itu
diagnosanya paru dan jantung. Kayaknya habis itu perlakuan dari rumah sakit, itu dia
ngomongnya gini, 'Corona kan belum ada di Indonesia'," kata Eva saat dihubungi
Kompas.com, Kamis (26/3/2020). Oleh karena itu, ayah Eva hanya menjalani rawat jalan.
Namun, setelah ibunya dinyatakan positif Covid-19, dokter kemudian melakukan tes
swab pada Minggu (15/3/3020). Saat dilakukan tes swab, saat itu pula ayahnya Eva
menjalani isolasi, tetapi bukan di rumah sakit rujukan. Hasil pemeriksaan laboratorium
ayahnya sendiri terbilang cukup lama. Hasilnya baru keluar satu minggu setelah tes,
yakni pada Sabtu (21/3/2020).
Perihnya, saat ayah Eva dinyatakan positif Covid-19, pada hari itu pula beliau
meninggal dunia. "Malamnya saya tanya mereka (keluarga ayah Eva), masih enggak tahu
harus dikubur di mana. Padahal, saya tanya ke mobil jenazah yang mengantarkan peti dan
saya tanya di mana, jam berapa, mereka enggak tahu. 'Saya cuma hanya mengantar peti
aja'," ucap Eva sambil menirukan perkataan pengantar jenazah yang ia hubungi itu. "Saya
benar jadi bingung, dokter juga enggak tahu karena itu wewenang Dinkes yang
memutuskan itu akan dikuburkan di mana. Jadi kayak sempat dilempar-lempar begitu,"
sambung dia. Baca juga: Suspect Covid-19 Lanjut Usia Meninggal di Ambulans gara-
gara 3 Rumah Sakit Penuh Keputusan lokasi pemakaman itu baru didapatkan pada
Minggu (22/3/2020) pagi. Eva sempat berniat menghadiri pemakaman ayahnya. Namun,
keluarga ayahnya melarang Eva hadir karena adanya potensi penularan dari jenazah.
Alhasil, Eva tak bisa mengantar kepergian sang ayah ke peristirahatan terakhirnya.
2. Jakarta -
Cuitan seorang karyawan rumah sakit di Jakarta, Annisa Alifaradila, viral di
media sosial. Dalam cuitannya, ia membagikan ragam kisah pasien yang sedang berjuang
melawan infeksi virus Corona COVID-19. Menurut Annisa, dari lima kisah yang ia
ceritakan ada satu yang paling membuat hatinya miris selama menangani pasien Corona,
yakni kisah seorang ibu (G) berhati tegar yang harus tabah mengetahui suami dan
mertuanya meninggal dunia, yang diduga karena COVID-19. Terlebih anak (S) dari ibu
itu pun sedang berjuang melawan penyakit yang sama menimpa keluarganya. "Mungkin
yang paling membekas bagi saya cerita nomor satu tentang bagaimana seorang ibu harus
menguatkan diri sendiri di tengah kedukaan yang bertubi-tubi demi menemani anaknya
yang masih kuat berjuang juga," kata Annisa kepada detikcom, Minggu (13/9/2020)
Annisa menceritakan, berbagai macam musibah yang diterima ibu itu mungkin
bisa menghancurkan mentalnya. Namun, ia tetap tegar menghadapi kenyataan dan terus
mendampingi anaknya agar bisa sembuh dari COVID-19 "Setiap cerita ke kita rasanya
nggak pernah terlontar keluhan sedikit pun. Belum lagi beliau selalu mengambil hikmah
dan bersyukur di balik setiap musibah," ucapnya. "Beliau benar-benar tidak memberi jeda
bagi dirinya untuk berduka dan mengeluh karena tahu anaknya sangat membutuhkan
dukungannya," ujar Annisa. Sudah terlalu banyak orang yang menderita akibat pandemi
COVID-19. Maka dari itu, yuk mulai biasakan untuk mematuhi protokol kesehatan.
3.3
Setiap orang yang berduka cita memiliki fase yaitu pertama, fase numbness yaitu tahap
terdapat pengalaman shock atas berita kematian tersebut lalu diikuti dengan periode (masa)
di mana realita kehilangan itu belum sampai menyentuh dan menggerakkan emosi. Kedua,
fase yearing (menginginkan) yaitu fase yang menunjukan bahwa orang yang berduka
mencoba mengatasi realita kehilangan tersebut. Hal ini bisa diekspresikan dalam bentuk
penyangkalan (denial), tawar menawar (bargaining), isolation (suatu pembentukan reaksi
menjauhkan diri darirealita). Ketiga, fase disorganisation dan dispair, yaitu fase tidak mampu
mengatur diri oleh karena rasa susah. Fase ini terjadi pada saat di mana realita yang tidak
dapat diubah itumulai diterima dan tidak ada lagi tuntutan yang
bisamembatalkannya.Keempatatau terakhir, yaitu fase reorganization atau tahap penyesuaian
diri dengan kondisi yang baru. Pelayanan Pastoral sangat penting untuk mengetahui tahapan
tersebut sehingga dapat menolong setiap orang yangberduka dengan tepat. Daya tahan
seseorang dalam menanggapi kedukaan sangat bervariasi. Kehilangan karena kematian yang
tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba merupakan salah satu faktor kedukaan yang
membuat orang sulit untuk sembuh dari perasaan dukanya.
Keluarga yang berduka juga menghadapi berbagai tekanan yangmenyerang banyak aspek
dalam kehidupannya. Dari aspek sosial, misalnya,banyak warga masyarakat yang menjauhi
keluarga korban dengan bersikapmenjaga jarak. Dari aspek psikologis, ada perkataan yang
mencibir, stigmamasyarakat, dan juga prasangka bahwa keluarga korban juga tertular virus
tersebutsangat melukai hati keluarga korban Covid-19. Hal-hal tersebut merupakantekanan
yang menyerang aspek mental dan psikologis keluarga korban. Stigma danprasangka negatif
itu membuat warga menjaga jarak dan enggan untukmemberikan dukungan baik secara sosial
maupun psikologis, sehinggamenimbulkan perasaan terasing bagi keluarga para korban.
Tindakan verbal maupun non-verbal yang diterima oleh keluarga-keluarga itu, tentu saja
membuattekanan yang dirasakan semakin berat. Kehilangan anggota keluarga sudahmenjadi
pengalaman atau tekanan yang berat bagi keluarga yang ditinggal,ditambah kurangnya
dukungan sosial dari masyarakat sekitar. Dalam kondisi demikian, maka keluarga yang
berduka memerlukan perhatian secara khusussehingga mendukung keberlangsungan
kehidupannya
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan
atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi
tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori
kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan
yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek
diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.


Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
danBerduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman
UntukPembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai