Anda di halaman 1dari 12

PSIKOSOSIAL DAN KEBUDAYAAN DALAM KEPERAWATAN

“ GANGGUAN HASRAT SEKSUAL “

DOSEN
Evi Syafrida Nasution, M.Psi

DISUSUN OLEH :
Siti Nur Habibbah ( 12201003 )
Husnul Yusraini ( 12201001 )
Suhaebatul Aslamiah ( 12201002 )

UNIVERSITAS BOROBUDUR JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2020 / 2021
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………..1
BAB II
KAJIAN TEORI……………………………………………………………………………….2
BAB III
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………........5
BAB IV
KESIMPULAN………………………………………………………………………………..9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Disfungsi seksual pada wanita didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi pada salah
satu atau lebih dari keseluruhan siklus respons seksual normal yang berpengaruh terhadap
aktivitas seksualnya. Disfungsi seksual yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan
permasalahan yang lebih serius yaitu gangguan interpersonal dengan pasangannya. Pada
wanita, disfungsi seksual biasanya berkaitan dengan periode kehamilan dan persalinan. Wang
et al. (2003) dalam penelitiannya pada 460 subjek di Cina melaporkan bahwa sebanyak
70,59% wanita mengalami disfungsi seksual pada 3 bulan awal periode pasca salin. Jumlah ini
mengalami penurunan setelah lebih dari 3 bulan periode pascasalin yaitu menjadi 55,63% pada
bulan ke 3-6 dan menjadi 34,17% setelah melewati bulan ke 6.
Berdasarkan klasifikasi dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
4th Edition, Text Revision (DSM IV TR) oleh American Psyichiatric Association (APA),
gangguan hasrat seksual merupakan salah satu kriteria diagnostik untuk disfungsi seksual.
Penurunan hasrat seksual juga merupakan satu dari tiga permasalahan utama yang sering
terjadi pada 3 bulan awal periode pascasalin dibandingkan pada saat kehamilan. Penelitian
yang dilakukan oleh Kettle et al. melaporkan bahwa beberapa subjek mengalami penurunan
hasrat seksual pada awal periode pascasalin. t Barrett et a, juga menemukan bahwa terdapat
penurunan hasrat seksual pada 53% dan 37% subjek di 3 bulan dan 6 bulan awal postpartum.u
Penelitian yang dilakukan oleh Safarinejad et al. mengemukakan adanya perbedaan prevalensi
gangguan hasrat seksual pada kelompok persalinan vaginal spontan (46,7%) yang mencapai
dua kali lipat dibandingkan dengan kelompok seksio cesarea (20,2%)(1). Gangguan hasrat
seksual dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis ibu dan hubungan pernikahan, namun belum
terdapat konsensus yang menyatakan dengan pasti pengaruh metode persalinan terhadap
gangguan hasrat seksual postpartum.
Aktifitas seksual melibatkan elemen fisik, psikologis, sosial, dan estetik. Hal serumit ini
tentu saja rentan mengalami masalah, gangguan gangguan ini bisa saja dirasakan oleh salah
satu pihak atau kedua pihak. Faktor ketidakpuasan merupakan penyebab yang paling sering
muncul. Takut hamil, takut dilecehkan secara seksual, dan rasa bersalah akibat informasi yang
keliru atau kepercayaan yang salah merupakan penyebab utama dari masalah seksual.
Disfungsi seksual bisa primer, sekunder, situasional atau global, organik (termasuk fisiologi
atau iatrogenik), atau nonorganik (psikososial).

1
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Gangguan Hasrat Seksual
Hasrat seksual menunjukkan pada keinginan seksual yang menimbulkan reflex impuls
rangsangan pada keinginan seksual yang kuat. Keinginan seksual akan menjadi saling
terikat ( reinforced ) sebagai tujuan akhir. Menurunnya hasrat respons seksual menunjukkan
terjadinya disfungsi seksual.
2.1.1 Gangguan hasrat seksual hipoaktif pada wanita
Gangguan Hasrat Seksual Hipoaktif ( Hypoactive Sexual Desire Disorder) pada
wanita sangatlah kompleks dengan kondisi yang kurang dipahami, dimana
mempengaruhi seluruh rentang usia. Fungsi seksual dinyatakan sebagai sebuah
siklus yang menekankan aspek sosial, psikologis, hormonal, lingkungan, dan
faktor-faktor biologis. Gangguan hasrat seksual pada wanita disebabkan oleh multi
faktor meliputi :
a. Faktor biologis
Naluri dasar bersumber pada rhinencephalic dan sistem limbic yang dipengaruhi
hormon dan dimodulasikan oleh mental, terutama mood dan arahan dari zat
neurokimiawi. Hormon saling mempengaruhi secara kompleks untuk mengontrol
intensitas libido dan perilaku seksual. Kontribusi estrogen tampak dalam karakter
seks sekunder di sentral dan perifer pada wanita terhadap keinginan seksual.
Estrogen mempengaruhi hasrat dan rangsangan seksual pada sentral. Hormon
androgen juga mempengaruhi hasrat seksual wanita. Estrogen dan androgen
mengatur organ-organ sensoris yang merupakan target seksual dan menentukan
libido.
b. Faktor motivasi
Motivasi melakukan hubungan seksual antara lain untuk tujuan biologis, dan
reproduksi. Tujuan biologis berarti untuk memenuhi kebutuhan dasar seksual.
Tujuan reproduksi yaitu untuk mendapatkan keturunan. Ketiadaan motivasi
menimbulkan keengganan dalam melakukan hubungan seksual.

2
c. Faktor perasaan
Sejumlah faktor yang memberikan kontribusi terhadap disfungsi seksual pada
wanita mencerminkan hubungan saling memengaruhi yang kompleks. Faktor-
faktor tersebut antara lain fisiologis, psikologis, emosional, dan relasional.
Penurunan rangsangan seksual sering berhubungan dengan proses penuaan,
menopause alami, atau pembedahan. Keinginan seksual mungkin menjadi
keinginan primer dari fantasi seksual atau mungkin sekunder terhadap motivasi
kognitif pada beberapa wanita. Keinginan seksual sekunder khususnya dalam
hubungan jangka panjang, motivasi nonseksual, misalnya kedekatan emosional
dan perasaan cinta.
2.1.2 Penatalaksanaan gangguan hasrat seksual hipoaktif pada wanita
Manajemen penanganan HSDD pada wanita dapat dilakukan dengan
pendekatan psikologis, farmakologis, dan endokrinologi. Gangguan rangsangan
seksual pada wanita didefinisikan sebagai ketidakmampuan mencapai atau
mempertahankan lubrikasi genital yang adekuat atau swelling. Rangsangan seksual
ini juga memerlukan respons tubuh lain yang bersifat menetap atau berulang.
Respon tubuh yang dimaksud contohnya, berkurangnya atau tidak adanya lubrikasi
vagina, respon tubuh yang lain adalah berkurangnya relaksasi otot polos vagina
serta sensitivitas puting payudara. Walaupun gangguan rangsangan seksual
disebabkan faktor berulang yang dapat menyebabkan depresi, tetapi dapat juga
disebabkan faktor medis, seperti berkurangnya aliran darah menuju vagina atau
klitoris. Problem seksual dari fakor fisik dapat berkembang menjadi problem yang
bersifat psikologis. Selanjutnya gangguan yang berasal dari fisik dan psikologis
bisa menyebabkan gangguan rangsangan seksual.
Penyebab umum gangguan rangsangan seksual bisa lebih dari satu faktor.
Seperti stress yang disebabkan oleh kondisi ekonomi, lelah karena pekerjaan, dan
sibuk merawat anak. Wanita bisa mengalami lebih sedikit rangsangan seksual
selama hamil, melahirkan, atau sewaktu menyusui.Kunci utama kehidupan seksual
ada pada jantung.Respon seksual ereksi pada laki-laki dan lubrikasi pada wanita
sangat bergantung pada sirkulasi darah ke organ genitalia. sementara kolesterol
yang mengendap dalam darah bisa menghambat proses sirkulasi sehingga besar
kemungkinan akan menyebabkan disfungsi seksual.

3
Penyakit diabetes dapat menimbulkan disfungsi seksual, baik pada pria maupun
wanita.pada wanita diabetes dapat menurunkan rangsangan seksual, mengakibatkan
rasa sakit ketika melakukan hubungan seksual dan hambatan orgasme.
2.2 Gangguan keengganan seksual
Keengganan seksual, keengganan yang ekstrem tidak disebabkan gangguan aksis l.
Gangguan Rangsangan Seksual pada Perempuan: Keengganan yang ekstrem berupa
penghindaran yang menetap dan berulang terhadap semua kontak seksual genital dengan
pasangan seksual tidak lebih mungkin disebabkan gangguan aksis I lain kecuali gangguan
seksual lain.
Penolakan Seksual ( sexual aversion ), Adanya perasaan negatif terhadap interaksi
seksual, sehingga aktivitas seksual dihindarkan. Kurangnya Kenikmatan Seksual ( lack of
sex enjoyment ), Respons seksual berlangsung normal dan mengalami orgasme, tetapi
kurang ada kenikmatan yang memadai.

4
BAB III
PEMBAHASAN
Disfungsi seksual wanita dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang terdiri dari faktor
fisiologis, organik atau iatrogenic, dan psikososial.
3.1 Faktor fisiologis meliputi :
a. Siklus menstruasi
Keadaan yang mungkin adalah amenore (tidak terjadi menstruasi), dismenore (sakit
waktu menstruasi), dan menstruasi yang tidak teratur. Menstruasi yang tidak timbul
dapat disebabkan karena anorexia, latihan jasmani yang terlalu berat, dan perdarahan
yang timbul diantara dua siklus menstruasi.
b. Kehamilan
Keinginan untuk melakukan hubungan seks pada wanita hamil berbeda-beda.
Sebagian tidak ingin melakukannya pada tiga bulan pertama kehamilan, kemudian
keinginan timbul dan meningkat pada trimester kedua (bulan ke 4,5,6) serta kembali
turun pada trimester tiga.
c. Menopause
Pada saat memasuki menopause wanita akan mengalami keadaan vagina kering. Ini
merupakan keadaan umum yang ditemui sesudah menopause dan dapat menyebabkan
timbulnya kesulitan serius saat berhubungan seksual. Vagina kering disebabkan oleh
menurunnya hormon estrogen. Kehilangan hormon ini menyebabkan terjadinya atrofi
lapisan vagina dan mengurangi kemampuannya untuk menghantarkan cairan dari
jaringan sekitarnya.
3.2 Faktor organik atau iatrogenic :
a. Mempengaruhi respons seksual, contohnya neuropathi deabetika.
b. Mempengaruhi otonom genital, contohnya vulvektomi.
c. Mempengaruhi mobilitas, contohnya cerebrovascular accident
d. Terhambat oleh nyeri, contohnya arthritis, angina. 5)Terhambat oleh nyeri genital,
contohnya endometriosis.
e. Terhambat oleh kelelahan atau penyakit kronis, contohnya gagal ginjal.
f. Efek samping pengobatan
3.3 Faktor psikososial, kemungkinan disebabkan oleh :
a. Kurangnya atau kesalahan informasi mengenai seks

5
b. Mitos seksual, kepercayaan seksual, perilaku dan nilai-nilai yang berkembang dalam
keluarga, sosial, kultural, dan agama memberikan pengalaman mengenai kebiasaan
seksual yang dapat diterima seseorang. Contoh mitos seksual seperti : performa adalah
segalanya, wanita yang tidak pernah memulai seks atau meminta apa yang mereka
inginkan, seks yang baik adalah selalu spontan dan lain sebagainya.
c. Masalah komunikasi
Masalah hubungan sehari-hari yang tidak terselesaikan mungkin menyebabkan
kemarahan atau rasa bersalah yang berujung terjadinya hambatan pada hubungan
seksual.
3.4 Faktor predisposisi dan penyerta
a. Pengalaman hidup dimasa lalu dapat menyebabkan masalah seksual.
Harapan yang tidak realistis dan bertentangan, masalah dapat muncul ketika salah satu
pasangan menginginkan seks lebih dari yang lainnya atau harapan berlebihan memberi
tekanan dan ketakutan jika gagal. Contohnya keinginan seksual yang tidak berubah saat
lelah, sakit, kehilangan, hamil ataupun menginjak usia tua.
b. Pemeriksaan disfungsi seksual
Pemeriksaan pasien dengan masalah seksual perlu diselesaikan secara sensitif,
khususnya pasien dengan riwayat kekerasan seksual di masa lalu. Privasi harus
terjamin dan pendamping harus selalu ditawarkan dan dihadirkan ketika seorang pria
memeriksa wanita, pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan umum,
pemeriksaan genital, dan pemeriksaan tambahan.
- pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum dapat dilakukan dengan memeriksa karakteristik seksual
sekunder dan melihat tanda-tanda anemia, penyakit tyroid, penyakit kardiovaskuler,
gangguan sistem saraf pusat, keadaan dermatologis, penyakit kronis.
- Pemeriksaan genital
Bagaimana tanggapan seorang wanita terhadap pemeriksaan genital akan
memberikan petunjuk nonverbal atau verbal mengenai kenyamanan dengan seksual
dirinya.

6
Pemeriksaan tambahan diperlukan untuk mengetahui gangguan seksual yang
spesifik, yaitu pemeriksaan untuk mengetahui berkurang atau hilangnya hasrat,
ketidakinginan seksual dan kurangnya kepuasan seksual, gangguan rangsangan
seksual, gangguan orgasme, vaginismus, hubungan seksual yang terasa sakit, dan
masalah spesifik.
3.5 Berkurang atau hilangnya hasrat seksual
Penyakit fisik kronis sering kali mengawali rendahnya hasrat dikarenakan keletihan,
hilangnya rasa percaya diri, perubahan bentuk tubuh, atau sebagai efek samping
pengobatan. Penurunan hasrat bisa saja memang murni terjadi, tapi mungkin juga
merupakan sekunder dari gangguan seksual lain yang disebabkan rasa takut akan suatu
kegagalan. Penatalaksanaan Psikoseksual yang dapat dilakukan adalah :
a. Cari faktor fisik, jika didapatkan, lakukan pengobatan dan periksa hubungannya dengan
gangguan seksual.
b. Lakukan pemeriksaan yang sesuai dengan penyebab
c. Kontrasepsi oral kombinasi dominan estrogen bagi wanita yang hipoestrogenik. Wanita
dengan BMI rendah akibat gangguan makan atau kegiatan yang berlebihan.
d. Terapi sulih hormon (Hormone Replacement Theraphy/HRT) jika menopause.
e. Implant testosteron atau gel bagi wanita postmenopause, khususnya jika menopause
terjadi prematur melalui hilangnya fungsi ovarium.
f. Atasi depresi.
g. Atasi hipoprolaktinemia.
Serotonin re-uptake inhibitors (SSRIs) dapat mengurangi respons pobia.
Adapun Penatalaksanaan Fisik meliputi :
a. Terapi individu (atau pasangan yang sesuai)
b. Atasi semua masalah seksual di masa lalu
c. Kegiatan “pekerjaan rumah” untuk meningkatkan pemahaman dan komunikasi
mengenai kebutuhan seksual.
d. Ketidakinginan seksual dan kurangnya kepuasan seksual.
Penghindaran terhadap aktifitas seksual, keengganan, dan fobia sering kali berawal dari
pengalaman traumatis, seperti kekerasan seksual masa kecil atau pemerkosaan.
Ketidakinginan terhadap seksual dan fobia dapat terjadi secara total, semua aktivitas
seksual ditolak, atau situasional yaitu ketika aktivitas seksual tertentu dapat memicu
respons fobia. Seorang wanita dapat menjadi panik ketika ia terangsang dan teringat
masa kecilnya yang mengatakan bahwa perilaku seksual tersebut adalah salah.

7
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Terapi individu untuk membantu menemukan faktor predisposisi atau pencetus.
b. Cari adanya kesalahan sebelum terjadinya masalah seksual.
c. Desensitisasi bertahap terhadap suatu aktivitas seksual yang mengalami respon
penolakan.
d. Gangguan rangsangan seksual (Female Sexual Aerosol Disorder / FSAD).
Respons rangsang fisiologis wanita tidak dapat dilihat, tidak seperti pada pria,
melalui ereksi. Tidak umum bagi wanita untuk berkonsultasi hanya dengan masalah
rangsangan. Biasanya wanita datang dengan keluhan yang berhubungan dengan
hasrat yang rendah, penolakan seksual, atau disfungsi orgasme.

8
BAB IV
KESIMPULAN
Disfungsi seksual meliputi berbagai gangguan dimana ini tidak mampu berperan serta
dalam hubungan seksual yang diharapkannya. Gangguan tersebut dapat berupa kekurangan
minat (interest), kenikmatan (enjoyment), gagal dalam fisiologis yang dibutuhkan untuk
interaksi seksual yang (misalnya, ereksi), atau tidak mampu mengendalikan mengalami
orgasme.
Saran : Agar mahasiswa mengetahui aspek-aspek seksualitas dan mahasiswa mampu membuat
asuhan keperawatan disfungsi seksual.

9
DAFTAR PUSTAKA
Sadock BJ and Virginia Alcott Sadock. 2004. Kaplan&Sadock, Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Edisi 2. Alih Bahasa Profitasari dan Tiara Mahatmi Nisa. Jakarta ; Penerbit Buku
Kedokteran Indonesia EGC.

Maslim Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta.

Maslim Rusdi. 2006. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi

Katona C, Cooper C, Robertson M. At a Glance Psikiatri. 2008. Edisi keempat. EMS:

Windu, Siti Candra. 2009. Tinjauan Fisiologi dan Patologis terhadap


Seksualitas.Yogyakarta : Penerbit ANDI.

10

Anda mungkin juga menyukai