Anda di halaman 1dari 20

KONSEP KEHILANGAN DAN BERDUKA

Oleh :
1. Selvi Kusuma Dewi
2. Septi Dwi Wahyuni
3. Shania Descha Ramadhani I
4. Silvia Novalia
5. Syahwana Aprilia
6. Tedi Ganjar S
7. Uilin Nikmah
8. Wiwik Puji R
9. Cut Rossy A

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


TAHUN AJARAN 2021/2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi
setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.

Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak
atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan
emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai
maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang
lain.

Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi
yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi
yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu
klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan
mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah
mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan.
Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.
Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat
juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan,
pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter
& Perry, 2005).

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana konsep kehilangan dan
berduka serta asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:

1. Tujuan umum
 Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.

 Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional

2. Tujuan khusus
 Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
 Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
 Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian
tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau
tidak dapat kembali.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu
keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian
atau seluruhnya.

Faktor-fakto yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:


1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. Kepercayaan/Spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. Kondisi fisik dan psikologi individu.

B. Tipe Kehilangan

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:

1. Aktual atau nyata


Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang
sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang
berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi
menurun.
3. Anticipatory Loss
Tipe Kehilangan ini dirasakan oleh individu atau seseorang berupa perasaan kehilangan yang
mampu di kendalikan atau di antisipasi saat keadaan berduka atau kehilangan berlangsung.
Kondidi sini sering terjadi pada seseorang yang memiliki anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti di ICU atau Koma.
C. Sifat Kehilangan
Sifat kehilangan menurut beberapa ahli kesehatan jiwa atau psikologis didefinisikan
sebagai berikut :
a. Tiba – tiba
Sifat kehilangan ini bersifat secara tiba – tiba dan seseorang atau individu juga tidak
berharap terjadi sehingga menyebabkan seseorang mengalami dukacita. Peristiwa
kehilangan tersebut seperti kematian, bunuh diri, pembunuhan adatai kelalaian.
b. Berangsur – angsur
Kehilangan ini bersifat dapat di perediksi sebelumnya oleh seseorang ataupun
individu. Sifat kehilangan ini seperti penyakit kronis yang berkepanjangan, sehingga
mangalami seseorang menjadi keletihan atau masalah emosional
D. Kategori Kehilangan
Respon atau keadaan seseorang yang mengalami kehilangan dapat di kategorikan
menjadi 5. Kategori tersebut antara lain:
a. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal ini lebih umum mengarah kehilangan benda eksternal
yang dimiliki oleh seorang seperti berpindah, berubah kepemilikan, dicuri atau rusak.
Respon setiap orang terhadap benda atau objek yang hilang tergantung terhadap nilai
yang dimiliki seseorang tersebut
b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kategori kehilangan ini lebih mengarah kesebuah perpisahan seseorang dengan
keluarga, sahabat, teman atau orang yang disayangi. Bentuk kehilangan ini seperti
kehilangan seseorang yang pindah bekerja, ibu yang kehilangan anaknya yang
bekerja diluar kota/negeri atau seseorang keluarga yang memiliki anggota keluarga
yang sakit dan harus dirawat intensif di rumah sakit
c. Kehilangan Orang Dekat
Kehilangan ini lebih kearah orang yang di sayangi dan dicintai seperti orang tua,
pasangan, teman, anak – anak. Kehilangan ini bisa diakibatkan perpisahan atau
kematian.
d. Kehilangan aspek diri
Bentuk kategori kehilangan ini berupa aspek diri yang memiliki oelah seseorang baik
itu secara fungsi, organ , ataupun psikososial. Hal tersebut dapat mengaibatkan
seseorang menjadi gangguan konsep diri.
e. Kehilangan Diri
Kategori kehilangan ini lebih bersifat ke seorang yang mangalami perasaan dalam
menghadapi masalah kematian seperti detik detik kematian atau seseorang akan
meninggal.
E. Jenis-jenis Kehilangan

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

a. Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai


Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah
satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus
ditanggung oleh seseorang.

Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri
atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.

b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)


Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang.
Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan
mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit.
Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan,
uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal


Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian
baru.

e. Kehilangan kehidupan/ meninggal


Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan
orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon
berbeda tentang kematian.

F. Rentang Respon Kehilangan


Denial—–> Anger—–> Bergaining ——> Depresi——> Acceptance
a. Menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan :
1. Fase denial
Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
Mulai sadar akan kenyataan
Marah diproyeksikan pada orang lain
Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “
seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase acceptance
Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya
harus operasi “.

b. Menurut Lambert ( 1985 ) 3 fase :


1. Repudiation ( Penolakan )
2. Recognition ( Pengenalan )
3. Reconciliation (Pemulihan /reorganisasi )

c. Menurut Stuart and Sunden ( 1991 ) 3 fase :


1. Closed Awareness
Klien dan keluarga tidak menyadari akan kemunkinan dan tidak mengerti mengapa klien sakit
dan mereka merasa seolah-olah klien bias sembuh.
2. Mutual Pretence
Klien dan keluarga mengetahui bahwa prognosa penyakit klien adalah penyakit terminal,
namun berupaya untuk tidak menyinggung atau membicarakan hal tersebut secara terbuka.
3. Open Awarenes
Klien dan keluarga menyadari dan mengetahui akan adanya kematian dan merasa perlu untuk
mendiskusikannya

G. Dampak Kehilangan
Kehilangan bisa mengakibatkan dampak dalam hidup seseorang seperti berikut ini.
a. Pada masa anak-anak
Kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang akan timbul regresi
serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
b. Pada masa remaja atau dewasa muda
Kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga atau suatu kehancuran
keharmonisan keluarga.
c. Pada masa dewasa tua
Kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan
menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.
H. Definisi Berduka
Adalah respon fisik dan psikologis yang terpola spesifik pada individuyang mengalami kehilanga.
Respon/reaksi normal karena melalui proses berdukaindividu mampu memutus ikatan dengan
benda/orang yang terpisah dan berkaitan dengan benda/orang baru.
Berduka bisa mencakup aspek fisik/psikologis kognoitif dan perilaku. Berduka (grieving)
merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Berduka  proses memecahkan
masalah.Diwujudakan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan
pengalaman pribadi, ekspektasi budaya dan keyakinan spiritual yang dianutnya.
Berkabung adalah periode penerimaan terhadap kehilangan dan berduka.Menentukan kesehatan
jiwa individu, karena memberi kesempatan individu untuk melakukan koping terhadap
kehilangan secara bertahap sehingga dapat menerima kehilangan.

I. Fase Berduka
Menurut Rando :
1. Penghindaran
Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
2. Konfrontasi
Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan
kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan
mereka.

Proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplikasikan pada seseorang yang sedang
berduka maupun menjelang ajal

Fase 1 (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk maklas atau
pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung
cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan

Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata dan mungkin mengalami putus
asa,kemarahan, persaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi
Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan
masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang

Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap alamrhum, bisa merasa
bersalah dan menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum

Fase V

Kehilangan yang tidak dapat dihindari harus mulai disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan
seseorang sudah dapat menerima kondisinya, kesadaran baru telah berkembang

J. Jenis Dan Tingkatan Berduka


Jenis Berduka di bagi menjadi 4, yaitu :
1. Berduka normal
Perasaan, prilaku, dan reaksi yang normal
2. Berduka antisipatif
Proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangn sesungguhnya terjadi

3. Berduka yang rumit

Seseorang sulit maju ke tahap berikutnya, berkabung tidak kunjung berakhir

4. Berduka tertutup

Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka

Tingkatan berduka :

1. Syok
2. Tidak yakin
3. Mengembangkan kesadaran diri
4. Resusitasi
5. Mengatasi kehilangan
6. Idealisasi dan hasil
K. Proses Berduka
1. Fase awal
Dimulai dengan adanya kehiangan seperti kematian,
Berlangsung beberpa minggu
Reaksi : syok, tidak yakin atau tidak percaya, perasaan dingin, perasaan kebal(mati rasa) dan
bingung  berakhir setelah beberapa hari  kembali berduka berlebihan  menangis dan
ketakutan

2. Fase pertengahan
Dimulai kira-kira 3 minggu setelh kematian
Berakhir kurang lebih 1 tahun
Pola tingkah laku yang ditunjukan : Prilaku obsesi, meliputi : pengulangan pikiran tentang
peristiwa kematian dan suatu pencarian arti dari kematian
3. Fase pemulihan
Terjadi sesudah kurang lebih satu tahun. Individu memutuskan untuk tidak mengenang masa
lalu
L. Patologi Dari Kehilangan
Kehilangan bukan suatu penyakit mealiankan suatu respon yang diakibatkan dari proses
kehilangan. Namun efek dari berduka akan mengakibatkan suatu penyakit tertentu. Jika
berduka terjadi secara terus menerus dan masa berkembang tidak selesai maka dapat
menimbulkan masalah yang lebih luar dan kompleks terutama kepada kesehatan
seseorang.
Berikut adalah jenis patologi berduka menurut beberapa ahli :
1. Delayed grief
Respon berduka ini lebih kearah berduka dengan periode penundaan yang bervariasi
antara minggu, bulan hingga tahun. Berduka ini muncul lebih dari dua minggu setelah
kematian.
2. Absent grief
Respon ini tidak ditemukannya perasaan berduka secara umum, pengingkaran,
ekspresi, perasaan kehilangan, tanda fisik dan seakan –akan tidak terjadi apapun.
3. Chronic Grief
Respon ini bersifat berkepanjangan dan tidak ada akhirnya, respon penyerta biasanya
muncul rasa bersalah, depresi, menarik diri, dan lainnya sebagainnya. Hal ini
disebabkan seseorang yang sangat mencintai pasangannya atau keluarganya secara
berlebihan.
4. Inhibited Grief
Respon ini cenderung seseorang tidak mampu mengespresikan seperti berbicra,
menyadari, ekspresi kehilangan yang dialami. Respons ini kelanjutan dari absent grief
yang muncul seperti kemarahan, atau rasa salah. Jika permasalahan ini tidak dicegah
maka akan timbul conflicated grief atau clinging grief.
5. Unresolved grief
Berduka ini lebih kearah beberapa bentuk seperti keluhan psikologis dan fisik. Pada
respon ini seseorang juga tidak mampu atau kesulitan bertoleransi dengan hal – hal
yang menyakiti dan tidak ada kekuatan untuk melawan dan memulai periode tersebut
dalam menghadapi berduka yang dialami.

M. Konsep Materi Asuhan Keperawtaan


1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang
dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang mereka
pikir dan rasakan adalah :
a) Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
b) Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
c) Perilaku koping yang adekuat selama proses

1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :
 Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
 Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik
 Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis,
selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam
menghadapi situasi kehilangan.
 Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang
yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991)
 Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri
akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress
yang dihadapi.

2) Faktor Presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih
sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial
antara lain meliputi :
 Kehilangan kesehatan
 Kehilangan fungsi seksualitas
 Kehilangan peran dalam keluarga
 Kehilangan posisi di masyarakat
 Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
 Kehilangan kewarganegaraan

3) Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi
sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme
koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

4) Respon Spiritual
 Kecewa dan marah terhadap Tuhan
 Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
 Tidak memilki harapan; kehilangan makna

5) Respon Fisiologis
 Sakit kepala, insomnia
 Gangguan nafsu makan
 Berat badan turun
 Tidak bertenaga
 Palpitasi, gangguan pencernaan
 Perubahan sistem imun dan endokrin

6) Respon Emosional
 Merasa sedih, cemas
 Kebencian
 Merasa bersalah
 Perasaan mati rasa
 Emosi yang berubah-ubah
 Penderitaan dan kesepian yang berat
 Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang
hilang
 Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
 Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

7) Respon Kognitif
 Gangguan asumsi dan keyakinan
 Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
 Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
 Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.

8) Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
 Menangis tidak terkontrol
 Sangat gelisah; perilaku mencari
 Iritabilitas dan sikap bermusuhan
 Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang
telah meninggal.
 Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya
 Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
 Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
 Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

a. Analisa Data
Data Subjektif
a) Merasa putus asa dan kesepian
b) Kesulitan mengekspresikan perasaan
c) Konsentrasi menurun
Data objektif
a) Menangis
b) Mengingkari kehilangan
c) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
d) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
e) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

2. Diagnosa Keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinics Pratice,
menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang berdasarkan pada pada tipe
kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan
kehilangan dan berduka adalah :
a. Duka cita
b. Duka cita terganggu
c. Risiko duka cita terganggu

3. Intervensi
Intervensi untuk klien :
a. Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang adaptif.
b. Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
c. Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat ini.
d. Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e. Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
f. Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g. Gunakan komunikasi yang efektif.
• Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
• Dorong penjelasan
• Ungkapkan hasil observasi
• Gunakan refleksi
• Cari validasi persepsi
• Berikan informasi
• Nyatakan keraguan
• Gunakan teknik menfokuskan
• Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang tersirat
h. Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
• Kehadiran yang penuh perhatian
• Menghormati proses berduka klien yang unik
• Menghormati keyakinan personal klien
• Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
• Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan dengan kehilangan

 Prinsip Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan


1. Bina dan jalin hubungan saling percaya
2. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan
pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
3. Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
4. Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
5. Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
6. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7. Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy

 Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :


a) Fase Pengingkaran
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan memberikan
jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.
b) Fase marah
Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa
melawan dengan kemarahan.
c) Fase tawar menawar
Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
d) Fase depresi
Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e) Fase penerimaan
Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.

4. Evaluasi
a. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
b. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
b. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
c. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan
d. Klien mampu minum obat dengan cara yang bena
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari
sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe
dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-
besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal,
kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal.

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah,
tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA

  Dalami, ermawati,dkk.2009. Asuhan keperawatan jiwa dengan masalah psikososial .jakarta.trans


info media.

Erita dan Hasian. 2019. Buku Materi Pembelajaran Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Nurhalimah. (2018). Modul Ajar Konsep Keperawatan Jiwa. Jakarta: AIPViKI

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka
dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk
Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai