Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Tidak Menular

2.1.1 Pengertian

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan sekelompok penyakit yang

bersifat kronis tidak menular di mana diagnosis dan terapinya pada umumnya

lama dan mahal TM merupakan hasil kombinasi dari faktor genetik, fisiologis,

lingkungan, dan perilaku. PTM dapat menyerang berbagai usia, terutama pada

usia dewasa baik laki – laki maupun perempuan memiliki potensi yang sama.

Jenis utama dari PTM adalah penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung

dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (seperti penyakit paru

obstruktif kronik dan asma), dan diabetes (Kemenkes RI, 2017).

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang tidak ditularkan

dari orang ke orang. Penyakit ini dapat merupakan akibat dari terganggunya

sistem metabolik maupun kesehatan lingkungan disekitar pengidapnya. Penyakit

tidak menular yaitu penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung, stroke,

hipertensi, dan diabetes Mellitus tipe 2 (DM 2) (Kementrian Kesehatan, 2013)

Penyakit Tidak menular (PTM) adalah penyakit yang tidak bisa ditularkan

dari orang ke orang, yang perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka

waktu yang panjang (kronis). Penyakit Tidak menular (PTM) Juga dikenal

sebagai penyait kronis, cenderung berlangsung lama dan merupakan hasil

kombinasi factor genetic, fisiologis, lingkunga, dan prilaku (WHO,2018).


Penyaki Tidak Menular (PTM) adalah penyakit yang dianggap tidak dapat

ditularkan atau disebarkan dari seseorang kepada orang lain, sehingga bukan

merupakan sebuah ancaman bagi orang lain. PTM merupakan beban kesehatan

utama di negaranegara berkembang dan negara industri. Berdasarkan laporan

WHO mengenai PTM di Asia Tenggara terdapat lima PTM dengan tingkat

kesakitan dan kematian yang sangat tinggi. yaitu penyakit Jantung

(Kardiovaskuler), DM, kanker, penyakit pernafasan obstruksi kronik dan

penyakit karena kecelakaan. Kebanyakan PTM merupakan bagian dari penyakit

degeneratif dan mempunyai prevalensi tinggi pada orang yang berusia lanjut

menurut (Dr. Irwan, 2016). Menurut Dr. Irwan istilah Penyakit Tidak Menular

mempunyai kesamaan arti dengan:

2.1.2 Jenis – Jenis Penyakit Tidak Menular

2.1.2.Hipertensi

2.1.2.1 Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan tekanan darah di

dalam arteri. Dimana Hiper yang artinya berebihan, dan Tensi yang artinya

tekanan/tegangan, jadi hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran

darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal (Musakkar

& Djafar, 2021)

Hipertensi adalah suatu kondisi atau keadaan dimana seseorang mengalami

kenaikan tekanan darah di atas batas normal yang akan menyebabkan kesakitan

bahkan kematian. Seseorang akan dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya

melebihi batas normal, yaitu lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah naik

apabila terjadinya peningkatan sistole, yang tingginya tergantung dari


masingmasing individu yang terkena, dimana tekanan darah berfluaksi dalam

batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang

dialami.(PBL 2021)

2.1.2.2Penyebab Hipertensi

Ada 2 macam hipertensi menurut (Musakkar & Djafar, 2021) yaitu :

a. Hipertensi esensial adalah hipertensi yang sebagian besar tidak diketahui

penyebabnya. Sekitar 10-16% orang dewasa yang mengidap penyakit

tekanan darah tinggi ini.

b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya. Sekitar

10 % orang yang menderita hipertensi jenis ini.

Beberapa penyebab hipertensi menurut (Musakkar & Djafar, 2021), antara lain :

1. Keturunan. Jika seseorang memiliki orang tua atau saudara yang mengidap

hipertensi maka besar kemungkinan orang tersebut menderita hipertensi.

2. Usia. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambah usia

seseorang maka tekanan darah pun akan meningkat

3. Garam. Garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada

beberapa orang

4. Kolesterol Kandungan lemak yang berlebih dalam darah dapat menyebabkan

timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga mengakibatkan

pembuluh darah menyempit dan tekanan darah pun akan meningkat.

5. Obesitas/kegemukan Orang yang memiliki 30% dari berat badan ideal

memiliki risiko lebih tinggi mengidap hipertensi


6. Stress. Stres merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi di mana

hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten

(tidak menentu)

7. Rokok. Merokok dapat memicu terjadinya tekanan darah tinggi, jika merokok

dalam keadaan menderita hipertensi maka akan dapat memicu penyakit yang

berkaitan dengan jantung dan darah.

8. Kafein. Kafein yang terdapat pada kopi, teh, ataupun minuman bersoda dapat

meningkatkan tekanan darah.

9. Alkohol. Mengonsumsi alkohol yang berlebih dapat meningkatkan tekanan

darah.

10. Kurang olahraga. Kurang berolahraga dan bergerak dapat meningkatkan

tekanan darah, jika menderita hipertensi agar tidak melakukan olahraga berat.

2.1.2.3 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan tingginya tekanan darah, hipertensi diklasifikasikan sebagai

berikut:Tabel 1

2.1.2.3 Klasifikasi Hipertensi menurut (Perhimpunan Dokter


Hipertensi Indonesia, 2019)

Kategori Sistolik Diasolik


Optimal < 120 < 80
Normal 120 – 129 mmHg 80 84 mmHg
Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Hipertensi Derajat 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi Derajat 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi Derajat 3 >180 mmHg > 110 mmHg
Hipertensi Sistolik >140 mmHg < 90 mmHg
Terisolasi
2.1.2.4Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala Hipertensi Menurut (Salma, 2020), yaitu : a. Sakit kepala

(biasanya pada pagi hari sewaktu bangun tidur) b. Bising (bunyi “nging”) di

telinga c. Jantung berdebar-debar d. Pengelihatan kabur e. Mimisan f. Tidak ada

perbedaan tekanan darah walaupun berubah posisi.

2.1.2.5 Dampak

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya

menurut (Septi Fandinata, 2020):

a. Payah jantung Kondisi jantung yang tidak lagi mampu memompa darah

untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan

pada otot jantung atau sistem listrik jantung.

b. Stroke Tekanan darah yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan pembuluh

darah yang sudah lemah pecah. Jika hal ini terjadi pada pembuluh darah

otak makan akan terjadi pendarahan pada otak dan mengakibatkan

kematian. Stroke bisa juga terjadi karena sumbatan dari gumpalan darah di

pembuluh darah yang menyempit

c. Kerusakan ginjal Menyempit dan menebalnya aliran darah menuju ginjal

akibat hipertensi dapat mengganggu fungsi ginjal untuk menyaring cairan

menjadi lebih sedikit sehingga membuang kotoran kembali ke darah.

d. Kerusakan pengelihatan Pecahnya pembuluh darah pada pembuluh darah di

mata karena hipertensi dapat mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur,

selain itu kerusakan yang terjadi pada organ lain dapat menyebabkan

kerusakan pada pandangan yang menjadi kabur. Hipertensi dapat

menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak


langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan

organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan 11

tekanan darah pada organ atau karena efek tidak langsung. Dampak

terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi rendah

dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian penderita akibat

komplikasi hipertensi yang dimilikinya

2.1.2.6 Pencegahan

Pencegahan hipertensi yang dapat dilakukan menurut (Ernawati, 2020)

yaitu:

a. Mengurangi asupan garam (kurang dari 5 gram setiap hari)

b. Makan lebih banyak buah dan sayuran

c. Aktifitas fisik secara teratur

d. Menghindari penggunaan rokok

e. Membatasi asupan makanan tinggi lemak jenuh

f. Menghilangkan/mengurangi lemak trans dalam makanan

2.1.3 Diabetes Melitus

2.1.3.1 Definisi

Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik yang

ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2020). Diabetes mellitus merupakan sekumpulan

gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau

keduanya (Brunner & Suddarth, 2018)


Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula dalam darah. Diabetes mellitus

terjadi karena adanya masalah dengan produksi hormon insulin oleh pankreas,

baik hormon itu tidak diproduksi dalam jumlah yang benar, maupun tubuh tidak

bisa menggunakan hormon insulin yang benar (Manurung, 2018).

Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik yang

ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal. Penyebab

kenaikan kadar gula darah tersebut menjadi landasan pengelompokan jenis

Diabetes melitus. Diabetes Melitus tipe 1 adalah diabetes yang disebabkan

kenaikan kadar gula darah karena kerusakan sel beta pankreas sehingga produksi

insulin tidak ada sama sekali. Diabetes Melitus tpe 2 adalah Diabetes yang

disebabkan kenaikan gula darah karena penurunan sekresi insulin yang rendah

oleh kelenjar pankreas. Diabetes Melitus tipe Gestasional, diabetes tipe ini

ditandai dengan kenaikan kadar gula darah selama masa kehamilan. Gangguan

ini biasanya terjadi pada minggu ke-24 kehamilan dan kadar gula darah akan

kembali normal setelah persalinan. 1

2.1.3.2 Penyebab

Beberapa penyebab seseorang terkena diabetes militus (Kemenkes, 2019a)

1. Nutrisi yang tidak seimbang. Pola makan seseorang yang tidak memiliki

nutrisi seimbang cenderung meningkatkan gula darah. Menu makanan yang

hanya didominasi oleh karbohidrat, lemak, dan makanan berkolesterol

membuat darah akan penuh dengan kolesterol. Lain halnya dengan serat dan

sayuran yang membuat nutrisi terserap sempurna.


2. Aktivitas fisik yang tidak seimbang. Ketika jam kerja selama 8 jam hanya

didominasi oleh kegiatan duduk saja, maka otot tubuh tidak akan terlatih

dengan baik. Terlebih lagi peredaran darah akan tersumbat karena darah

tidak mengalir ketika kolesterol dan lemak jahat dalam darah tidak

dikeluarkan melalui aktivitas fisik yang menghasilkan keringat.

3. Mengonsumsi minuman yang disertakan Pemanis Buatan. Kadar glukosa

berlebih dalam darah juga bisa disebabkan oleh pemanis buatan. Mengapa

begitu? Karena pemanis sederhana tidak memerlukan waktu lama untuk

diserap oleh tubuh, sedangkan pemanis buatan akan bertahan dalam darah

dan merusak sistem kerja insulin.

4. Cemilan tidak sehat. Apa yang kita konsumsi merupakan pilihan. Jika tidak

pintar dalam memilih cemilan, seperti coklat atau es krim, maka glukosa

dalam darah meningkat. Pilihlah dengan pintar cemilan yang menyehatkan

bagi aliran darah dan tentu saja diri anda, seperti buah, sayur ataupun biji-

bijian.

5. Tidak melakukan pemeriksaan gula darah secara teratur. Begitu terdapat

gejala seperti lemas ataupun seperti gejala yang disebutkan sebelumnya,

periksakan segera diri Anda ke dokter. Kadang kencing manis bisa

ditanggulangi dengan pendeteksian dini.

2.1.3.3 Manisfesasi Klinis

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala

yang harus diwaspadai sebagai syarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang

sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil),

polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/ mudah lapar). Selain itu
sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh

terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali

sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas

(Kemenkes, 2019).

1. Pada DM tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,

polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),

iritabilitas, dan pruritus (gatalgatal pada kulit).

2. Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM

Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai

beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan

komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah

terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan

umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga

komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.

2.1.3.4 Klasifikasi

Menurut American diabetes association Klasifikasi diabetes mencakup empat

kelas klinis:

1. Diabetes tipe 1 (akibat penghancuran sel , biasanya menyebabkan


defisiensi insulin absolut).

2. Diabetes tipe 2 (akibat defek sekresi insulin progresif dengan latar

belakang resistensi insulin).

3. Jenis diabetes spesifik lainnya karena penyebab lain, misalnya, cacat

genetik pada fungsi sel , cacat genetik pada kerja insulin, penyakit

pankreas eksokrin (seperti cystic fibrosis), dan yang diinduksi oleh obat
atau bahan kimia (seperti pada pengobatan HIV/AIDS atau setelah

transplantasi organ).

4. Diabetes mellitus gestasional (GDM) (diabetes yang didiagnosis selama

kehamilan yang tidak jelas diabetes).

Beberapa pasien tidak dapat secara jelas diklasifikasikan sebagai diabetes

tipe 1 atau tipe 2. Presentasi klinis dan perkembangan penyakit sangat

bervariasi pada kedua jenis diabetes. Kadangkadang, pasien yang memiliki

diabetes tipe 2 dapat datang dengan ketoasidosis. Demikian pula, pasien

dengan diabetes tipe 1 mungkin memiliki onset yang lambat dan

perkembangan penyakit yang lambat (tetapi tanpa henti) meskipun

memiliki ciri-ciri penyakit autoimun. Kesulitan dalam diagnosis tersebut

dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Diagnosis yang

sebenarnya dapat menjadi lebih jelas dari waktu ke waktu (ADA.2013).

2.1.3.5 Faktor Resiko DM

Faktor resiko diabetes militus menurut (Kemenkes RI, 2019)

1. Kegemukan

(Berat badan lebih /IMT > 23 kg/m2) dan Lingkar Perut (Pria > 90 cm dan

Perempuan > 80cm)

2. Kurang aktivitas fisik

3. Dislipidemia(Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl, trigliserida ≥250 mg/dl

4. Riwayat penyakit jantung

5. Hipertensi/ Tekanan darah Tinggi (> 140/90 mmHg)

Diet tidak seimbang (tinggi gula, garam, lemak dan rendah serat)

Sedangkan menurut (Rahmasari, 2019) faktor risiko DM antara lain:


1. Obesitas, tanda utama yang menunjukkan seseorang dalam keadaan

pradiabetes. Obesitas merusak pengaturan energi metabolisme dengan

dua cara, yaitu menimbulkan resistensi leptin dan meningkatkan

resistensi insulin. Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan

gen obesitas. Leptin berperan dalam hipotalamus untuk mengatur

tingkat lemak tubuh dan membakar lemak menjadi energi. Orang yang

mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin dalam tubuh akan

meningkat.

2. Faktor genetic, keturunan atau genetik merupakan penyebab utama

diabetes. Jika kedua orang tua memiliki DM, ada kemungkinan bahwa

hampir semua anak-anak mereka akan menderita diabetes. Pada

kembar identik, jika salah satu kembar mengembangkan DM, maka

hampir 100% untuk kembar yang lain berpotensi untuk terkena DM

tipe 2

3. Usia, salah satu faktor yang paling umum yang mempengaruhi

individu untuk mengalami diabetes. Faktor resiko meningkat secara

signifikan setelah usia 45 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia ini

individu kurang aktif, berat badan akan bertambah dan massa otot

akan berkurang sehingga menyebabkan disfungsi pankreas. Disfungsi

pankreas dapat menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah

karena tidak diproduksinya insulin

4. Pola makan, tubuh secara umum membutuhkan diet seimbang untuk

menghasilkan energi untuk melakukan fungsi-fungsi vital. Terlalu

banyak makanan, akan menghambat pankreas untuk menjalankan

fungsi sekresi insulin. Jika sekresi insulin terhambat maka kadar gula
dalam darah akan meningkat (Waspadji, 2014). Individu yang obesitas

harus melakukan diet untuk mengurangi pemasukan kalori sampai

berat badannya turun mencapai batas yang ideal. Penurunan kalori

yang moderat (500-1000 Kkal/hari) akan menghasilkan penurunan

berat badan yang perlahan tapi progresif (0,5-1 kg/minggu).

Penurunan berat badan 2,5-7 kg akan memperbaiki kadar glukosa

darah

5. Kurang aktivitas, kurangnya aktivitas dapat memicu timbulnya

obesitas pada seseorang dan kurang sensitifnya insulin dalam tubuh

sehingga dapat menimbulkan penyakit DM Mekanisme aktivitas fisik

dapat mencegah atau menghambat perkembangan DM yaitu

penurunan resistensi insulin, peningkatan toleransi glukosa, penurunan

lemak adipose, pengurangan lemak sentral; perubahan jaringan otot

6. Stress, dapat meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan

kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja

pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga

berdampak pada Penurunan Insulin.

2.1.3.6 Penatalaksanaan

Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien diabetes mellitus

adalah sebagai berikut:

1. Edukasi

Diabetes mellitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup

dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Tim kesehatan harus

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi yang dapat


diberikan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah memberikan

pemahaman tentang penyakit diabetes mellitus, makna dan perlunya

pengendalian dan pemantauan diabetes mellitus, penyulit diabetes mellitus,

intervensi farmakologis dan non-farmakologis, perawatan pada kaki

diabetes (Manurung, 2018).

2. Diet

Tujuan rencana diet pada pasien diabetes mellitus tipe 2 adalah

memperbaiki kadar glukosa darah, memperbaiki kesehatan secara

keseluruhan, mencegah atau menunda komplikasi dan mencapai atau

mempertahankan berat badan dalam rentang normal (LeMone, Burke and

Bauldoff, 2019).

Syarat diet diabetes mellitus hendaknya dapat:

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita.

2) Mengarahkan pada berat badan normal.

3) Menormalkan pertumbuhan diabetes mellitus anak dan diabetes mellitus

dewasa muda.

4) Mempertahankan kadar glukosa darah normal.

5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.

6) Memberi modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

Prinsip pemberian diet pada pasien dengan diabetes mellitus adalah jumlah

sesuai kebutuhan, jadwal diet ketat, jenis makanan yang boleh dan tidak

boleh dimakan. Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi:

1) Karbohidrat : 45 – 65%.

2) Protein : 10 – 20%.

3) Lemak : 20 – 25%.
Jumlah kandungan kolesterol yang disarankan < 300 mg/hari dan jumlah

kandungan serat ± 25 g/hari dan diutamakan serat larut. Jumlah kalori

disesuaikan dengan status gizi, umur, ada tidaknya stres akut, dan kegiatan

jasmani (Manurung, 2018).

c. Latihan jasmani

Program olahraga sangat penting untuk penyandang diabetes melitus

tipe 2. Manfaat olahraga teratur pada pasien diabetes mellitus tipe 2

meliputi menurunkan berat badan pada mereka yang kelebihan berat badan,

memperbaiki control glikemik, meningkatkan kesejahteraan, bersosialisasi

dengan orang lain, dan mengurangi risiko kardiovaskular. Kombinasi diet,

olahraga dan penurunan berat 16 badan sering kali menurunkan kebutuhan

akan agens hipoglikemik oral. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan

sensitivitas terhadap insulin, peningkatan pengeluaran kkal, dan

peningkatan harga diri. Olahraga yang teratur juga dapat mencegah

terjadinya diabetes mellitus tipe 2 pada individu yang berisiko tinggi

(LeMone, Burke and Bauldoff, 2019)

Karakerisik Penyaki Tidak Menular( Menurut Hamzah B dkk 2021)

2.1.2.1 Penularan penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu

Pada penyakit tidak menular, tidak mempunyai suau rantai penularan erentu

yang seperi pada penyakit menular seperti penyakit menular melalui udara, dan

penukit menular melalui air. Namun faktor keturunan mempunyai andil yang

cukup besar terhadap kejadian penyakit tidak menular, dimana anak yang

mempunyai riwayat keluarga penyakit tidak menular beresiko dua kali untuk
menderita penyakit tidak menular dibandingkan anak yang tidak mempunyai

riwayat penyakit tidak menular.

2.1.2.2 Masa inkubasi yang panjang

Dalam konteks penyakit tidak menular masa inkubasi adalah waktu yang

diperlukan dari saatt masuknya patogen (penyebeb penyakit) kedalam tubuh,

sampai mulai menimbulkan gejala perama kali memerlukan waktu yang cukup

panjang. Contoh orang yang mempunyaki kebiasaan merokok, konsumsi lemak

berlebihan, dan konsumsi narium tinggi maka 5 -10 ahun ke depan orang

tersebut beresiko menderita penyakit tidak menular.

2.1.2.3 Perlangsungan penyakit berlarut – larut (kronik)

Pada penyakit tidak menular memiliki keberlangsungan penyaki yang berlarut –

larut artinya sebuah jenis penyakit tidak menular akan berlangsung lama

sehingga disebut dengan penyaki kronik

2.1.2.5 Banyak menghadapi kesulitan diagnose

Diagnose penyakit tidak menular menjadi sulit dimana penentuan kondisi

kesehatan yang sedang dialami oleh seseorang sebagai dasar pengambilan

keputusan medis unuk prognosis.

2.1.2.6 Mempunyai variasi yang luas

Variasi pada penyakit tidak menular cukup luas melipui dengan geneik dan

heriabilitas.

2.1.2.7 Fakor penyebabnya multikausal

Untuk melihat konsep hubungan sebab – akibat pada penyakit tidak menular

tidak hanya bisa dilihat sau fakor domiman, melainkan harus dilihat dari factor –

factor yang saling berhubungan sehingga muncul akibat.


2.1.4 Manisfesasi Klinis PTM

Penyakit Tidak Menular adalah sekelompok penyakit yang bersifat

kronis, tidak menular, dimana diagnosis dan terapinya pada umumnya lama dan

mahal. PTM sendiri dapat terkena pada semua organ, sehingga penyakitnya juga

banyak sekali. Enam PTM yang menjadi penyebab kematian tertinggi di

Indonesia adalah stroke, hipertensi, diabetes, tumor ganas, penyakit hati, dan

penyakit jantung iskemik. Faktor risiko perilaku yang berkaitan dengan PTM di

18 Indonesia adalah merokok, kurang aktifitas fisik, kurang konsumsi sayur dan

buah, obesitas, obesitas sentral dan konsumsi alkohol berbahaya. PTM telah

mempunyai prakondisi sejak dalam kandungan dan masa pertumbuhan (seperti

BBLR, kurang gizi dan terjadinya infeksi berulang pada masa kanak-kanak)

yang diperberat oleh gaya hidup yang tidak sehat. Bila digambarkan maka alur

pikir faktor risiko PTM sebagai berikut:

Faktor Genetik Akifitas Fisik Tingkat Sosial

Pola Makan
Kepribadian Merokok
- Tinggi Lemak
- Tinggi Kolesterol Individu Merokok
- Tinggi Kalori
- Tinggi Garam
- Tinggi Glukosa Obesitas
- Rendah Serat

Stress Mental

Penyakit Tidak Menular

Gambar 2.1.4 Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular


2.1.5 Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular Yang Dapat Diubah

2.1.5.1 Merokok

A. Definisi

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk

dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek,

rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman

nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau

sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau

tanpa bahan tambahan (PP No. 109 tahun 2012). perilaku merokok

pun muncul karena adanya faktor internal (factor biologis dan factor

psikologis, seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi

stres) dan factor eksternal (factor lingkungan sosial, seperti

terpengaruh oleh teman sebaya). Sari dkk (2003) menyebutkan bahwa

perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap

rokok dengan menggunakan pipa atau rokok (Sodik M, 2018)

B. Jenis – Jenis Rokok

Menurut Jaya (2009), di Indonesia pada umumnya (Sodik M, 2018) ,

rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Perbedaan ini didasarkan

atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses

pembuatan rokok dan penggunaan filter pada rokok.

1) Rokok berdasarkan bahan pembungkus

a) Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun

jagung.
b) Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.

c) Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.

d) Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun

tembakau.

2) Rokok berdasarkan bahan baku

a) Rokok putih, yaitu rokok yang bahan baku atau isinya hanya

daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa

dan aroma tertentu.

b) Rokok kretek, yaitu rokok yang bahan bahan baku atau isinya

berupa daun tembakau dan cengkeh dan diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

c) Rokok klembak, yaitu rokok yang bahan baku atau isinya

berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi

saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu

3) Rokok berdasarkan proses pembuatannya

a) Sigaret Kretek Tangan (SKT), yaitu rokok yang proses

pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan

menggunakan tangan atau alat bantu sederhana.

b) Sigaret Kretek Mesin (SKM), yaitu rokok yang proses

pembuatannya menggunakan mesin.sederhananya, materi

rokok dimasukan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran

yang dihasilkan mesin pembuatan rokok berupa rokok

batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu

menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu

batang rokok per menit.


4) Rokok berdasarkan penggunaan filter

a) Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya

terdapat gabus

b) Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya

tidak terdapat gabus.

C. Bahan kimia yang terkandung dalam rokok

Setiap rokok atau cerutu mengandung lebih dari 4.000 jenis bahan

kimia dan 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni tubuh,

seangkan 40 dari bahann tersebut bsa menyebabkan kanker (Aula,

2010). (Sodik M, 2018)

Dalam Jaya (2009) di lansir oleh M Sodik 2018, bahan kimia yang

paling berbahaya dan merupakan racun utama pada rokok adalah:

1. Tar

Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam

komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat

rokok dihisap, tar masuk ke dala rongga mulut sebagai uap padat.

Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan

berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernapasan, dan

paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang

rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg.

2. Nikotin

Zat ini paling sering dibicara dan diteliti orang, meracuni syaraf

tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan

pembuluh darah, serta menyebabkan ketagihan dan

ketergantungan pada pemakainya


3. Gas Karbonmonoksida

Gas ini memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan

dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya

hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting

untuk pernapasan. Kadar gas CO daam darah seorang bukan

perokok kurang dari 1 persen. Sementara dalam darah perokok

mencapai 4-15 persen.

4. Amah hitam (Pb)

Sebatang rokok menhasilkan Pb sebanyak 0,5 ug. Sebungkus

rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam 1 hari

menghasilkan10 ug Pb. Sementara ambang batas timah hitam

yang masuk ke tubuh adalah 20 ug per hari.

Menurut M Sodik (2018) Selain itu dalam Maba (2008), disebutkan

racun-racun yang terdapat pada rokok yaitu:

1) Acatona, yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai penghapus

cat.

2) Hydrogen Cyanide yaitu bahan kimia ang digunakan sebagai

racun untuk hukuman mati.

3) Ammonia, yaitu bahan kimia yang digunaka sebagai perbersih

lantai. 4) Methanol, yaitu bahan kimia yang digunakan sebaga

bahan bakar roket.

4) Toluene, yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai bahan

pelarut industri.

5) Arsenic, yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai racun tikus

putih.
6) Butane, yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai bahan bakar

korek api.

D. Tipe perilaku merokok

Silvan Tomkins (dalam Aula, 2010), membagi perilaaku merokok

menjadi empat tipe perilaku merokok yaitu sebagai berikut(Sodik M,

2018):

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif

Dengan merokok seorang mengalami peningkatan rasa yang

positif. Green (dalam Psychologycal Factorin Smoking, 1978),

menambahkan tiga sub tipe ini yaitu:

a. Pleasure relaxation, yaitu perilaku merokok hanya untuk

menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah

diperoleh, misalnya merokok sambil minum kopi atau setelah

makan.

b. Stimulation to pick them up, yaitu perilaku merokok hanya

dilakukan sekadarnya untuk menyenangkan perasaan.

c. Pleasure of handling the cigarette, yakni kenikmatan yang

diperoleh dengan memegang rokok, terutama yang dialami

oleh perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu

untuk mengisi pipa dengan tembakau padahal untuk

menghisapnya hanya membutuhkan waktu beberapa menit.

Perokokpun lebih senang berlama-lama memainkan

rokoknya dengan jari-jarinya sebelum menyalakannya

menggunakan api

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.


Banyak orang yang merokok demi mengurangi perasaan negatif,

misalnya saat mereka marah, cemas dan gelisah rokok dianggap

sebagai penyelamat. Mereka merokok bila perasaan tidak enak

sedang dialami, sehingga mereka terhindar dari perasaan yang

lebih tidak mengenakan.

3. Perilaku merokok yang adiktif

Orang-orang yang menunjukan perilaku seperti itu akan

menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek

dari rokok yang dihisapnya berkurang. Pada umumnya mereka

akan pergi keluar rumah membeli rokok walaupun tengah malam.

Sebab, mereka khawatir bila rokok tidak tersedia padahal mereka

sangat menginginkannya

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan

Seseorang merokok bukan demi mengendalikan perasaannya,

tetapi karena bebar-benar sudah menjadi kebiasaan rutin

E. Tahapan merokok

Menurut Laventhal dan Clearly (dalam Aula, 2010), ada empat

tahapan dalam perilaku merokok. Keempat tahap tersebut (Sodik M

2018) adalah sebagai berikut:

1) Tahap Preparatory Seseorang mendapatkan gambaran yang

menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar,

melihat, ataupun hasil membaca sehingga menimbulkan niat untuk

merokok.
2) Tahap Initation (Tahap Perintisan Rokok) Tahap perintisan

merokok yaitu tahap keputusan seseorang untuk meneruskan atau

berhenti dari perilaku merokok.

3) Tahap Becoming a Smoker Pada tahap ini, seseorang yang telah

mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang perhari cenderung

menjadi perokok.

4) Tahap Maintaining of Smoking Pada tahap ini, merokok sudah

menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self

regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek yang

menyenangkan.

F. Fakor – faktor yang mempengaruhi kebiasaan merokok

Menurut Sarafino ( dalam Aula, 2010), faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku merokok yaitu (SOdik M, 2018):

1) Faktor Sosial

Faktor terbesar dari kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau

faktor lingkungan. Karakter seseorang banyak dibentuk oleh

lingkungan sekitar baik keluarga, tetangga, ataupun teman

pergaulan. Jika sesorang yang bukan perokok ternyata hidup atau

bekerja dengan seorang perokok, maka ia akan terpengaruh

secara otomatis. Boleh jadi, yang bukan perokok mulai mencoba

merokok, dan mungkin juga sebaliknya yakni perokok mulai

mengurangi konsumsi rokok. Disadari maupun tidak, hl itu

dilakukan sebagai upaya untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan.

2) Faktor psikologis
Ada beberapa alasan psikologis yang menyebabkan seorang

merokok yaitu, demi relaksasi atau ketenangan serta mengurangi

kecemasan atau ketegangan. Pada kebanyakan perokok, ikatan

psikologis dengan rokok dikarenakan adanya kebutuhan untuk

mengatasi diri sendiri secara mudah dan efektif. Rokok

dibutuhkan sebagai alat keseimbangan

3) Fakor genetic

Faktor genetik dapat menjadikan seorang tergantung pada rokok.

Faktor genetik atau biologis ini dipengaruhi juga oleh faktor-

faktor yang lain seperti faktor sosial dan psikologi. Selain itu

faktor faktor lain yang menyebabkan seorang merokok adalah

pengaruh iklan. Meliht iklan di media masa dan elektronik yang

menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang

kejantanan atau glamour.

G. Dampak perilaku merokok

Banyak anak-anak menganggap bahwa dengan merokok akan menjadi

lebih dewasa. Ada pula yang merasa dengan merokok akan

menimbulkan ketenangan, terlepas dari rasa takut dan gelisah (Aqib,

2011). Rokok memiliki 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan,

dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang

bersifat karsinogenik. Dampak lainnya bagi si perokok adalah karang

gigi akibat tar, kalau dibiarkan menjadi bau mulut. Dampak buruk

rokok ini bukan saja berbahaya bagi perokok aktif, melainkan juga

orang-orang yang ada di sekitarnya. Mereka kena imbas racun debu


sekecil apapun (0,5 mikro) bisa masuk ke saluran pernapasan

(Zulkifli, 2010).(Sodik M, 2018).

H. Pengukuran dalam perilaku merokok

Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (2007, dalam

Kore, 2012), (Sodik M, 2018) yaitu:

1. Fungsi merokok dalamkehidupan sehari-hari

Erickson (Komasari dan Helmi, 200) mengatakan bahwa

merokok berkaitan dengan masa mencari jati diri pada remaja.

Silvans dan Tomkins (Mu’tadin, 2002) funsi merokok

ditunjukkan dengan perasaan yang dialami perokok, seperti

perasaan yang positif maupun negatif

2. Intensitas Merokok

Smet (2003) mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya

rokok yang dihisap, yaitu:

a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok

dalam sehari.

b. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam

sehari.

c. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam

sehari

3. Tempat Merokok

a. Merokok di tempat-tempat umum/ruang publi

 Kelompok homogen (sama-sama perokok),secara

bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya


mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka

menempatkan diri di smoking area.

 Kelompok yang heterogen (merokok di tengah orang lain

yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit,

dan lain-lain)

b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi

 kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih

tempat -tempat seperti ini sebagai tempat merokok

digolongkan sebagai individu yang kurang menjaga

kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.

 Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang

yang suka berfantasi.

4. Waktu Merokok

Menurut Presty (Smet, 2001) remaja yang merokok dipengaruhi

oleh keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika

sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah

dimarahi orang tua.

Pengukuran dalam kebiasaan merokok menggunankan kuisioner

Forgersstrom est for Nicotine Dependen (FTND). FTND ini

merupakan instrument pengukuran ketergantungan pada rokok yang

banyak digukan secara klinik. Skala FTND ini disebutkan pada

bebagai keputusan telah mewakili aspek fisik dan psikologis dari

ketergantungan , khusunya ketergantungan nikotin. FTND memiliki 6

item pertanyaan, setiap item dalam skala ini memiliki pointersendiri.


2.1.5.2 Akifitas fisik

A. Definisi Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik adalah variabel perilaku yang kompleks yang

bervariasi dari hari ke hari, dalam hal intensitas, frekuensi, dan durasi.

Aktivitas tersebut terdiri berjalan ke tempat kerja dan aktivitas

sukarela (seperti olahraga dan rekreasi). Aktivitas fisik adalah

pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga

yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental,

serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar

sepanjang hari (Depkes RI, 2015).

B. Jenis Aktifias Fisik

Aktivitas fisik dibagi menjadi empat dimensi utama, seperti yang

dikaji oleh Hardinge & Shryock (2001: 53) (Baja , 2021) dijelaskan

bahwa dalam mengkaji aktivitas fisik terdapat empat dimensi utama

yang menjadi fokus, yaitu tipe, frekuensi, durasi dan intensitas.

1. Tipe

Tipe aktivitas mengacu pada berbagai aktivitas fisik yang

dilakukan. Ada tiga tipe aktivitas fisik yang dapat dilakukan

untuk mempertahankan kesehatan tubuh (Baja , 2021), yaitu

sebagai berikut:

a) Ketahanan (Endurance)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat

membantu jantung, paru-paru, otot dan sistem sirkulasi darah

tetap sehat dan membuat seseorang lebih bertenaga. Cara


untuk mendapatkan ketahanan dengan melakukan aktivitas

fisik selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh kegiatan

yang dipilih seperti berjalan kaki, lari ringan, berenang,

senam, bermain tenis, berkebun dan kerja

b) Kelenturan (Flexibility)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat

membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot

tubuh tetap lemas/lentur dan sendi berfungsi dengan baik.

Untuk mendapatkan kelenturan, aktivitas fisik yang

dilakukan seperti peregangan, senam, yoga, dan lain-lain

selama 30 menit (4-7 hari per minggu).

c) Kekuatan (Strength)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu

kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang

diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk

tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap

penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kekuatan,

aktivitas fisik yang dapat dilakukan seperti push-up, naik

turun tangga, angkat beban, fitness, dan lain-lain selama 30

menit (2-4 hari per minggu).

2. Frekuensi

Menurut Andriyani & Wibowo (2015: 63) (Baja , 2021) frekuensi

adalah jumlah latihan dalam periode waktu tertentu. Frekuensi

merujuk kepada seberapa banyak aktivitas itu dilakukan dalam

kurun waktu seminggu, sebulan, atau setahun. Misalkan


seseorang atlet melakukan latihan setiap hari Rabu, Jum’at dan

Minggu. Frekuensi aktivitas fisik latihan yang dilakukan atlet

tersebut adalah 3 kali dalam seminggu.

3. Durasi

Menurut Andriyani & Wibowo (2015: 63) (Baja , 2021) durasi

adalah lamanya waktu latihan dalam satu kali sesi latihan. Durasi

merujuk kepada lama waktu melakukan aktivitas dengan

menghitung jumlah waktu dalam menit atau jam selama satu sesi

aktivitas

4. Intensitas

Intensitas merujuk kepada tingkat kesulitan dalam melakukan

aktivitas. Intensitas pada umumnya dikelompokkan menggunakan

skala rendah, sedang, dan tinggi. Pengelompokan aktivitas yang

dilakukan secara umum dibedakan dalam tiga kelompok, (Baja ,

2021) yaitu sebagai berikut.

a) Kegiatan Ringan

Kegiatan yang dilakukan sehari-hari adalah 8 jam tidur, 4

jam bekerja sejenis pekerjaan kantor, 2 jam pekerjaan rumah

tangga, ½ jam olahraga, serta sisanya melakukan kegiatan

ringan dan sangat ringan

b) Kegiaan Sedang

Waktu yang digunakan untuk kegiatan sedang setara dengan

8 jam tidur, 8 jam bekerja di lapangan (seperti di industri,

perkebunan, atau sejenisnya), 2 jam pekerjaan rumah tangga,

serta 6 jam pekerjaan ringan, dan sangat ringan.


c) Kegiatan Berat

Waktu yang digunakan sehari untuk kegiatan berat adalah 8

jam tidur, 4 jam pekerjaan berat seperti mengangkat air atau

pekerjaan pertanian (seperti mencangkul), 2 jam pekerjaan

ringan, serta 10 jam pekerjaan ringan dan sangat ringan.

Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan

latihan fisik atau olahraga selama 30 menit setiap hari atau minimal

3-5 hari dalam seminggu. Aktivitas jasmani yang dilakukannya

dapat bersifat rekreatif, kompetitif, dan olahraga untuk kesehatan

atau kebugaran. Partisipasi secara teratur dalam olahraga atau

aktivitas jasmani lainnya

C. Manfaat Aktifitas Fisik

Seseorang akan membutuhkan aktivitas fisik jika mengetahui manfaat

dalam jangka panjang. Selain bermanfaat untuk kesehatan fisik, 32

aktivitas fisik juga dinilai baik untuk menjaga kesehatan mental orang

dewasa. Aktivitas fisik teratur memiliki efek positif dalam

mengurangi stres dan kecemasan. Pada gangguan depresi ringan

hingga sedang, aktivitas fisik juga dipercaya memiliki efek yang

bermanfaat dalam pencegahan dan penyembuhan (Abadini &

Wuryaningsih, 2019: 7).

Menurut National Heart Lung and Blood Institute (NIH. 2016: 32)

manfaat dari aktivitas fisik adalah sebagai berikut:

1) Membantu mempertahankan berat badan yang sehat dan

mempermudah melakukan tugas sehari-hari


2) Anak-anak dan remaja yang aktif secara fisik memiliki

lebih sedikit gejala depresi daripada teman sebayanya.

3) Menurunkan risiko terhadap banyak penyakit, seperti

penyakit jantung koroner (PJK), diabetes, dan kanker.

4) Memperkuat jantung dan meningkatkan fungsi paru-paru.

D. Faktor yang mempengaruhi akifitas fisik

Aktivitas fisik seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni

faktor lingkungan makro, lingkungan mikro maupun faktor individual.

Secara lingkungan makro, faktor sosial ekonomi akan berpengaruh

terhadap aktivitas fisik. Pada kelompok masyarakat dengan latar

belakang sosial ekonomi relatif rendah, memiliki waktu luang yang

relatif sedikit dibandingkan masyarakat dengan latar belakang sosial

ekonomi yang relatif lebih baik. Kesempatan kelompok sosial

ekonomi rendah untuk melakukan aktivitas fisik yang terprogram

serta terukur tentu akan lebih rendah apabila dibandingkan kelompok

sosial ekonomi tinggi. Menurut Baja 2021, Umur jenis kelamin, etnis,

gaya hidup, Pendidikan, lingkungan

E. Pengukuran Aktifitas Fisik

Global Physical Activity Quesioner (QPAG) merupakan instrument

untuk mengukur aktivitas fisik yang dikembangkan oleh WHO.

Kuesioner QPAG terdiri dari 16 pertanyaan sederhana terkait dengan

aktivitas sehari –hari yang dialkukan selama satu minggu terakhir

dengan menggunakan indeks aktivitas fisik yang meliputi empat

dominan, yaitu aktivitas fisik saat bekerja, aktivitas perjalanan dari

satu tempat ke tempat yang lain, aktivitas rekreasi dan aktivitas


menetap (sedentary activity). GPAQ mengukur aktifitas fisik dengan

mengukur menggunakan Metabolic Equivalent Turnover (MET).

Metabolic Equivalent Turnover (MET) yaitu pengukuran intensitas

aktivitas fisik secara fisiologis yang dilakukan oleh seseorang. MET

dijadikan rasio pengukuran pada jenis aktivitas fisik yang spesifik.

Setiap aktivitas fisik memiliki hasil yang berbeda - beda seperti

berjalan 2.7 km/jam memiliki jumlah MET sebanyak 2.9 MET,

menonton televisi 1 MET,lompat tali 10 MET, dan tidur sejumlah 0.9

MET (Ainsworth et al., 2011)

Berdasarkan penelitian Singh & Purothi (2013) tingkat aktivitas fisik

dinilai berdasarkan kriteria sebagai berikut (Basri NIR 2020) :

1. Tinggi, dalam 7 hari atau lebih dari aktivitas fisik berjalan kaki,

aktivitas dengan intensitas sedang maupun berat minimal

mencapai 3000 MET menit per minggu.

2. Sedang, dalam 5 hari atau lebih dari aktivitas fisik berjalan kaki,

aktivitas dengan intensitas sedang maupun tinggi minimal

mencapai 600 MET menit per minggu.

3. Rendah, seseorang yang tidak memenuhi kriteria tinggi, maupun

sedang. Untuk mengetahui total aktivitas fisik digunakan rumus

sebagai berikut:

Total Aktivitas Fisik MET menit / minggu = [(P2 x P3 x 8) + (P5

x P6 x 4) +(P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) + (P14 x P15 x 4)]

Setelah mendapatkan nilai total aktivitas fisik dalam satuan MET

menit/minggu, status aktivitas fisik responden dikategorikan ke


dalam 3 tingkat aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik tinggi, sedang,

dan rendah seperti tabel di bawah ini:

Tabel 2.1.5.2 1. Klasifikasi AKtifitas Fisik

MET KATEGORI

MET >3000 Tinggi

3000 > MET > 600 Sedang

600 < MET Rendah

Sumber WHO 2012

Abel 2.1.5.2 2. Contok aktofitas fisik

No Akivitas

Ringan Sedang Berat

1 Duduk Mencuci mobil Berat

2 Berdiri Menanam tanaman Membawa barang

berat

3 Mencuci Bersepeda pulang Berkebun

piring pergi

4 Memasak Berjalan sedang Bermain sepak bola

5 Menyitrika Tenis meja Berlari jogging

6 Menonton Berenang Mendaki gunung

7 Mengemudi Volly Panjat tebing

kendaraan

8 Berjalan Kaki Berkuda

2.1.5.3 Pola makan

A. Definisi Pola Makan


Pola makan adalah cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis

makanan dengan maksud tertentu seperti untuk mempertahankan

kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan

penyakit. Pola makan yang sehat selalu mengacu kepada gizi yang

seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan

dan Pola makan memiliki 3 (tiga) Komponen yaitu jenis, frekuensi,

dan jumlah makan. (Depkes RI, 2014). (Basri N I R, 2020)

B. Pola Makan Seimbang

Pola makan seimbang adalah cara pengaturan jumlah dan jenis makan

dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat

gizi, teridri dari dari enam zat yaitu karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, mineral, air dan keanekaragam makanan. Pola makan

seimbang adalah susunan jumlah makanan yang dikonsumsi

mengandung gizi seimbang dalam tubuh dan mengandung dua zat

yaitu zat pembangun dan zat pengatur.Makan seimbang ialah

makanan yang memiliki banyak kandungan gizi dan asupan gizi yang

terdapat pada makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan

buah (Depkes RI, 2014). (Basri N I R, 2020)

C. Faktor yang mempengaruhi pola makan

Menurut ( Basri NIR 2020) pola makan membentuk gambaran

kebiasaam makan seseorang, secara umum pola makan dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ekonomi, faktor sosial

budaya, faktor agama, fakor pendidikan, faktor lingkungan dan faktor

kebiasaan makan

D. Dampak pola makan tidak teratur


Anzarkusuma et al., (2014) mengatakan bahwa “pengaturan asupan

makanan atau pola makan berperan penting dalam pertembuhan dan

perkembangan fisik anak.” Pola makan terkait dengan pemilihan

jajanan dapat mempengaruhi kualitas gizi anak. Kebiasaan baik yang

dapat orang tua lakukan ialah membudayakan sarapan pagi. Dampak

positif sarapan dapat memenuhi asupan gizi yang dibutuhkan anak per

harinya. Anak yang tidak sarapan akan berisiko mengalami defisiensi

zat gizi (Noviani, Afifah, & Astiti, 2016).

E. Indikator pengukuran pola makan

Indikator pengukuran pola makan secara kualitatif menggunakan

Food Frequency Questionnaire (FFQ). Food Frequency Questionnaire

(FFQ) merupakan sebuah kuesioner yang memberikan gambaran

konsumsi energi dan zat gizi lainnya dalam bentuk frekuensi

konsumsi seseorang. Frekuensi tersebut antara lain harian, mingguan,

bulanan, dan tahunan yang kemudian dikonversikan menjadi

konsumsi per hari. FFQ memberikan gambaran pola atau kebiasaan

makan individu terhadap zat gizi.

Metode FFQ berbeda dengan metode lain, karena jenis makanan yang

ditanyakan adalah tertutup. Pernyataan tertutup artinya hanya

makanan yang ada dalam daftar yang akan diinvestigasi kepada

subjek. Daftar berbagai jenis makanan dan minuman yang ada dalam

FFQ juga dibuat sedemikian rupa melalui studi pendahuluan

kebiasaan makan subjek atau populasi (Sirajuddin, 2015)

Metode penelitian sebelumnya yang di lakukan olah susanti dan

bistara pada tahun 2018 di Puskesmas Tembok Dukuh Surabaya


krieria pada pasien penderita diabetes mellitus, dan pasien bersedia

untuk menjadi responden penelitian.Desain penelitian yang

dipergunakan adalah korelasional. Variabel yang digunakan meliputi

variabel bebas yaitu pola makan dan variabel terikat yaitu kadar gula

darah. Pengambilan sampel dilakukan di Puskesmas Tembok Dukuh

Surabaya dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel dengan kriteria tertentu (Notoatmodjo,

2010; Nursalam, 2013).

Berdasarkan uji statistik diketahui pola makan baik dengan

karakteristik kadar gula darah hipoglikemia yaitu 1 orang (3%), pola

makan yang baik dengan karakteristik kadar gula darah normal yaitu 4

orang (20%), pola makan baik dengan karakteristik kadar gula darah

hiperglikemia yaitu 1 (3%), pola makan cukup baik dengan

karakteristik kadar gula darah hipoglikemia yaitu 7 orang (18%), pola

makan cukup baik dengan karakteristik kadar gula darah normal yaitu

6 orang (15%), pola makan cukup baik dengan karakteristik kadar

gula darah hiperglikemia yaitu 9 orang (23%), pola makan kurang

baik dengan karakteristik hipoglikemia yaitu 1 orang (3%), pola

makan kurang baik dengan karakteristik kadar gula darah normal

yaitu 5 orang (13%), pola makan kurang baik dengan karakteristik

kadar gula darah hiperglikemia yaitu 6 orang (15%).

Hasil uji statistik menyimpulkan adanya hubungan antara pola makan

dengan kadar gula darah yang ada pada penderita DM. Pola makan

memegang peranan penting bagi penderita DM seseorang yang tidak

bisa mengatur pola makan dengan pengaturan 3J (jadwal, jenis dan


jumlah) maka hal ini akan menyebabkan penderita mengalami

peningkatan kadar gula darah (Suiraoka, 2012). Pola makan penderita

DM harus benar-benar diperhatikan

Penelitian yang di laksanakan oleh sunarto kadir 2019 ini bertujuan

untuk menganalisis pengaruh pola makan terhadap kejadian

Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Dungaliyo Kabupaten

Gorontalo. Jenis penelitian metode penelitian yang digunakan adalah

analitik kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh penderita Hipertensi yang tercatat pada

tahun 2018 di wilayah kerja Puskesmas Dungaliyo Kabupaten

Gorontalo yang berjumlah 192 orang. Sampel penelitian diperoleh

sebanyak 66 orang menggunakan teknik purposive sampling, yaitu

pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti itu sendiri

(Sugiyono, 2015) peneliti sebelumnya menyimpulkan adanya

hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan

kejadian Hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Jember.

Demikian pula penelitian oleh Windyasari (2016) yang mendapatkan

hasil bahwa tingkat konsumsi makanan yang berhubungan signifikan

dengan kejadian Hipertensi pda pra lansia di wilayah kerja UPTD

Puskesmas Kampung Bangka Kecamatan Pontianak yang mencakup

dua variabel yaitu lemak (p = 0,015) dan natrium (p = 0,049).

Pada metode ini adalah metode yang didasarkan pada skor konsumsi

bukan pada jumlah yang dikonsumsi. Penekanan pada jenis makanan

lebih penting karena ingin mengukur keragaman. Jika skor konsumsi

tinggi berarti makanan yang dikonsumsi beragam (BPPSDMK, 2018).


Food Frequency Questionnaire (FFQ) dalam penelitian telah

dimodifikasi oleh peneliti, yang disesuaikan dengan makanan yang

ada di Desa Cijujung. Selain perubahan beberapa jenis makanan

peneliti juga menambah kriteria jumlah makanan pada setiap jenis

makanan yang dikonsumsi responden.

2.1.5.4 Peranan Pelayanan Kesehatan

A. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang

tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah

penyakit dengan sasaran utamanya adalah masyarakat. Karena ruang

lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan

masyarakat banyak, maka peran pemerintah dalam pelayanan

kesehatan masyarakat cukup besar. (livia 2019) Definisi pelayanan

kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang

diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah

dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok da ataupun masyarakat,

B. Jenis pelayanan kesehaan

Pembagian jenis pelayanan kesehatan berdasarkan jenjang atau

tingkat unit pelayanan yang diberikan ditunjukan pada tabel 2.1.5.4

sebagai berikut:

N JENJANG KOMPONEN UNSUR


O PELAYANAN

1 Tingkat Rumah Tangga Pelayanan Kesehatan oleh


individu atau keluarganya sendiri
2 Tingkat Masyaraka Kegiatan swadaya masyarakat
dalam menolong mereka sendiri
oleh kelompok paguyuban, PKK,
Saka, Bhakti Husada, angora
RW, RT, dan masyarakat
3 Fasilitas Pelayanan Puskesmas, Puskesmas
Kesehatan Profesional Pembantu, Puskesmas keliling,
Tingkat Pertama Praktik Dokter Swasta, Poliklinik
Swasta, dan lain-lain
4 Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit Kabupaten/Kota,
Kesehatan Rujukan Pertama RS Swasra, Klinik Swasta,
Laboratorium, dan lain-lain
5 Fasilitas Pelayanan Rujukan RS Tipe B dan Tipe A, Lembaga
yang lebih tinggi Spesialistik Swasta,
Laboratorium Kesehatan Daerah,
Laboratorium Klinik Swasta, dan
lain-lain
Sumber : Sarianegara, 2014 ( Putri C A I, 2018)

C. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah pusat pengembangan pembinaan, dan pelayanan

sekaligus merupakan pos pelayanan terdepan dalam pelayanan

pembangunan kesehatan masyarakat yang menyelenggarakan

kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada

masyarakat yang bertempat tinggal dalam wilayag tertentu (Depkes

RI, 2001).

D. Kedudukan dan Fungsi Puskesmas

1. Kedudukan

a. Kedudukan dalam bidang administrasi, Puskesmas merupakan

perangkat Pemda/Kota dan tanggung jawab langsung baik


secara teknis medis maupun secara administratif kepada dinas

kesehatan kota.

b. Dalam hirarki pelayanan kesehatan, sesuai SKN maka

Puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas kesehatan

pertama.

2. Fungsi

a. Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat di

wilayah kerjanya.

b. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam

rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.

c. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada

masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk melakukan fungsi

tersebut Puskesmas melakukan kegiatan :

- Perencanaan program kesehatan di wilayahnya

- Pergerakan pelaksanaan kegiatan .

- Pengawasan, pengendalian dan penelitian kegiatan.

d. Upaya Pelayanan Kesehatan Puskesmas Dalam SKN

disebutkan bahwa upaya pelayanan kesehatan dilaksanakan

dan dikembangkan berdasarkan suatu bentuk atau pola upaya

pelayanan kesehatan Puskesmas, peran serta masyarakat dan

rujukan upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan melalui

Puskesmas di kecamatan merupakan upaya menyeluruh dan

terpadu, yang paling dekat dengan masyarakat, pengembangan


pemulihan. Pembinaan, pengembangan dengan pelayanan

Puskesmas diselenggarakan dalam kegiaan program - program

UKM dan UKP

e. Pengukuran Pelayanan

Mengetahui kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Cijujung

Kabupaten Bogor maka harus diketahui apakah pelayanan

dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan. Berjalanannya

standardiasasi pelayanan dapat dilihat dari proses kinerja petugas

kesehatan itu sendiri dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Adapun untuk mengetahui kualitas pelayanan maka penulis

menggunakan metode analisis.

House of Quality (HOQ) merupakan matrik komprehensif yang

mendokumentasikan informasi, persepsi, serta keputusan dan sering

dianggap sebagai keseluruhan proses dari QFD. HOQ digunakan

untuk menterjemahkan serangkaian kebutuhan konsumen (customer

requirements), tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kepuasan

konsumen terhadap produk / jasa yang diperoleh dari penelitian pasar

menjadi prioritas target teknikal yang dibutuhkan untuk menciptakan

kepuasan konsumen. Format umum dari HOQ terdiri dari enam

komponen utama, yaitu:

1. Kebutuhan konsumen (customer requirements) merupakan

serangkaian atribut dari produk yang dibutuhkan dan diinginkan

oleh konsumen (bagian 1).

2. Matrik perencanaan (planning matrix) menggambarkan persepsi

konsumen terhadap kondisi pasar yang diteliti. Matrik ini terdiri


dari tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut produk dan

tingkat kepuasan konsumen terhadap produk yang ditawarkan oleh

perusahaan (bagian 2).

3. Respon teknikal (technical response) merupakan identifikasi

terstruktur mengenai karakteristik teknikal produk yang dapat

digunakan untuk memenuhi keinginan konsumen (bagian 3).

4. Matrik hubungan / hubungan timbal balik (relationship

interrelationship matrix), mengilustrasikan persepsi dari tim QFD

terhadap korelasi antara kebutuhan konsumen dengan respon

teknikal (bagian 4).

5. Matrik korelasi teknikal (technical correlation matrix) digunakan

untuk mengidentifikasi korelasi antar respon teknikal (bagian 5).

6. Matrik teknikal / prioritas teknikal (technical matrix / technical

priority) merupakan studi banding dengan target-target yang berisi

informasi informasi deskriptif yang berhubungan dengan respon

teknikal yang digunakan untuk mendata prioritas dari respon

teknikal, mengukur kinerja teknikal yang dihasilkan dan tingkat

kesulitan dalam mengembangkan respon teknikal (bagian 6).

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian

Gagang Awuresi ,2012 berupa kuisioner. Kuisioner merupakan

pengumpulan data dengan cara menyebarkan kumpulan pertanyaan

yang berisi hal-hal yang ingin diteliti untuk mendapatkan informasi

yang diharapkan. Daftar pertanyaan tersebut berisi pertanyaan-

pertanyaan tentang pokok permasalahan yaitu mengenai tingkat

kepentingan dan kinerja perusahaan. Pada penelitian ini menggunakan


skala Likert, dengan 5 (lima) tingkat jawaban mengenai kepentingan

responden terhadap suatu pernyataan yang dikemukakan mendahului

opsi jawaban yang disediakan. Skala Likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok

orang terhadap suatu fenomena sosial. Dalam skala Likert yang akan

digunakan pada penelitian ini akan jelaskan sebagai berikut :

Untuk “Tingkat Kepentingan” Nilai 1 = Tidak Penting (TP) Nilai 2 =

Kurang Penting (KP) Nilai 3 = Cukup Penting (CP) Nilai 4 = Penting

(P) Nilai 5 = Sangat Penting (SP) Sedangkan untuk “Tingkat Kinerja”

Nilai 1 = Sangat Buruk (SB) Nilai 2 = Buruk (BU) Nilai 3 = Cukup

(C) Nilai 4 = Baik (BA) Nilai 5 = Sangat Baik (SBA)

Hasil penelitian Aweresi G 2012 Dalam QFD digambarkan sebagai

sebuah rumah yang komplek atau sering juga disebut sebagai House

Of Quality (HOQ). Dimulai dengan mendefinisikan keinginan

konsumen kemudian menterjemahkannya ke dalam kebutuhan teknis

agar lebih menspesifikasikan sebuah desain umum. Hal ini

dimaksudkan agar keinginan konsumen yang menjadi masukan

perbaikan supaya menjadi lebih terukur dan lebih mudah

dikembangkan. Agar kebutuhan teknis tersebut lebih terukur dan lebih

terarah untuk pengembangan selanjutnya, maka kebutuhan teknis

harus memiliki target yang harus dicapai. Target menyediakan tujuan

spesifik yang menjaga agar kepuasan konsumen yang menjadi tujuan

pengembangan dapat tercapai. Tabel di bawah ini menunjukan

transformasi keinginan konsumen menjadi kebutuhan teknis beserta

targetnya:
N Keinginan Kebutuhan Teknis Target
O Konsumen
1 Pelayanan Perbaikan mekanisme Lebih cepat
pemeriksaan, pelayanan Kompetensi Handal dan
perawatan, atau dan pengetahuan profesional
pengobatan yang dokter / karyawan
cepat dan tepat
2 Puskesmas selalu Sistem informasi / Lebih jelas dan
memberikan komunikasi dua arah mudah diakses
informasi /
komunikasi yang
jelas
3 Jumlah dokter dan Manajemen jumlah Jumlah
petugas lainnya yang SDM karyawan
memadai disesuaikan
beban kerja
4 Kelengkapan Ketersedian peralatan Lebih lengkap
peralatan kesehatan medis
yang digunakan
5 Keterampilan dokter Kemampuan personal Handal dan
atau karyawan dalam profesional
bekerja
6 Dokter dan Waktu respon Lebih cepat
karyawan cekatan karyawan / dokter
dalam melayani
pasien
7 Dokter dan Perbaikan mekanisme Keluhan lebih
karyawan cepat penangan keluhan cepat ditangani
tanggap dalam pasien
menyelesaikan
keluhan pasien
8 Kesabaran petugas Kesadaran dan Lebih sabar
dalam menghadapi motivasi kerja
keluhan
Sumber : Aweresi G 2012

2.1.6 Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular Yang Dapat Diubah

2.1.5.1 Usia
Dalam penjelasan penelitian sebelumnya menurut Lestari P 2021 bahwa

Insidensi hipertensi naik seiring peningkatan usia.penuaan memengaruhi

baroresptor yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah serta

kelenturana arteri.ketika arteri menjadi kurang lentur,tekanan dalam

pembuluh meningkat.ini sering kali tampak jelas sebagai peningkatan

bertahap tekanan sistolik seiring penuaan.

Berdasarkan penelitian Arania R at al 2020 menjelaskan Batasan usia

menggunakan teori penuaan (aging) yang terjadi secara perlahan-lahan

dibagi menjadi beberapa tahapan. Tahap transisi terjadi pada usia 35-45

tahun dan merupakan tahap mulai terjadinya gejala penuaan yang sudah

menunjukkan terjadinya tandatanda penurunan fungsi fisiologis dalam

tubuh yang dapat bermanifestasi pada berbagai penyakit. Gejala dan

tanda penuaan yang terjadi pada tahap transisi menjadi lebih nyata, tahap

ini disebut tahap klinik yang terjadi pada usia 45 tahun ke atas yang

meliputi penurunan semua fungsi sistem tubuh, antara lain sistem imun,

metabolism endokrin, seksual dan reproduksi, kardiovaskuler,

gastrointestinal, otot dan saraf. Penyakit degeneratif mulai terdiagnosis,

aktivitas dan kualitas hidup berkurang akibat ketidakmampuan baik fisik

maupun psikis yang sangat terganggu (Fedarko, 2012)hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur

dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 (p-value = 0.000).

2.1.5.2 Genetik

Genetik merupakan suatu komponen dalam gen hal ini terjadi oleh

mutasi baru pada DNA biasanya hal ini diturunkan pada gen yang
diwarisi dari orang tua. nah genetik ini adalah turun tidak bisa diubah

dan dicegah jadi tidak bisa berubah karena faktor nutrisi ya (dr riza 2020)

Menurut Lestari P 2021 dalam penelitiannya menjelasakan bahwa Peran

faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan

ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar

monozigot (satu sel telur) dari pada heterozigot (berbeda sel

telur).seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer

(esensial) apabila dibiarkansecara alamiah tanpa intervensi

terapi,bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertesinya

berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50tahun akan timbul tanda dan

gejala

2.1.5.3 Jenis Kelamin

Jenis kelamin (seks) menurut Hungu (2007) yang di bahas dalam

penelitian Lestari P 2021 adalah perbedaan antara perempuan dengan

laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan

tubuh dan fungsi orang pada laki-laki dan perempuan. Lakilaki

memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur

dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui.

Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak

dapat dipertemukan diantara keduanya.

2.1.5.4 Riwayat Keluarga

Berbagai studi menunjukkan hubunganan genetik hingga pada 40%orang

penderita hipertensi primer (Huether& McCancer,2008). Dalam

penelitian Lestari P 2021 menjelaskan Gen yang terlibat pada sistem


renin-angiotensin-aldosteron dan gen lain yang memengaruhi tegangan

vaskular, trasportasi garam dan air pada ginjal,kegemukan,dan ristensi

insulin cenderung terlibat dalam perkembangan hipertensi,meskipun

belum ada hubungan genetik konsisten yang dijumpai.

Anda mungkin juga menyukai