Anda di halaman 1dari 28

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam

arteri. Dimana Hiper yang artinya berebihan, dan Tensi yang artinya tekanan/tegangan, jadi

hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan

tekanan darah diatas nilai normal (Musakkar & Djafar, 2021).

Hipertensi disebut juga sebagai penyakit tekanan darah tinggi dimana pada kondisi ini

pembuluh darah mengalami gangguan yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi juga

terganggu. Hipertensi diketahui sebagai penyakit penyebab kematian nomor 1 di dunia dan

diperkirakan penderita hipertensi akan terus mengalami peningkatan seiring jumlah penduduk

yang meningkat (Meriyani, 2020).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau

tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal

tekanan darah pada pembuluh darah arteri secara terus 10 menerus lebih dari satu

periode.Hipertensi secara umum merupakan penyakit tanpa gejala dimana orang-orang

menganggap bahwa gejala yang terjadi merupakan sakit biasa, karena gejala klinis yanng

timbul pada hipertensi antara lain tengkuk terasa pegal, pusing, mual muntah, tekanan darah

tinggi, sakit kepala (Kowalak, 2017).


2.1.2 Penyebab

Ada 2 macam hipertensi menurut (Musakkar & Djafar, 2021) yaitu :

a. Hipertensi esensial adalah hipertensi yang sebagian besar tidak diketahui

penyebabnya. Sekitar 10-16% orang dewasa yang mengidap penyakit tekanan

darah tinggi ini.

b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya. Sekitar 10

% orang yang menderita hipertensi jenis ini. Beberapa penyebab hipertensi

menurut (Musakkar & Djafar, 2021), diantaranya :

a) Keturunan

Jika seseorang memiliki orang tua atau saudara yang mengidap hipertensi

maka besar kemungkinan orang tersebut menderita hipertensi.

b) Usia

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambah usia seseorang

maka tekanan darah pun akan meningkat.

c) Garam

Garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa

orang.

d) Kolesterol

Kandungan lemak yang berlebih dalam darah dapat menyebabkan

timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan tekanan darah pun akan

meningkat.

e) Obesitas/kegemukan

Orang yang memiliki 30% dari berat badan ideal memiliki risiko lebih

tinggi mengidap hipertensi.


f) Stress

Stres merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi di mana

hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara

intermiten (tidak menentu)(Anggriani et al., 2014).

g) Rokok

Merokok dapat memicu terjadinya tekanan darah tinggi, jika merokok

dalam keadaan menderita hipertensi maka akan dapat memicu penyakit

yang berkaitan dengan jantung dan darah.

h) Kafein

Kafein yang terdapat pada kopi, teh, ataupun minuman bersoda dapat

meningkatkan tekanan darah.

i) Alkohol

Mengonsumsi alkohol yang berlebih dapat meningkatkan tekanan darah.

j) Kurang olahraga

Kurang berolahraga dan bergerak dapat meningkatkan tekanan darah, jika

menderita hipertensi agar tidak melakukan olahraga berat.


2.1.3 Klasifikasi

Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi menurut (Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia,

2019)

Kategori Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik

Optimal <120 < 120 < 80

Normal 120 – 129 80 – 84

Normal - Tinggi 130 – 139 85 – 89

Hipertensi Derajat 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi Derajat 2 160 – 179 100 – 109

Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi Sistolik Terisolasi ≥140 ≥110

Sumber : 2018 ESC/ESH Hypertension Guidelines

2.1.4 Patofisiologi Hipertensi

Hipertensi secara umum didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang dapat

berakibat pada timbulnya penyakit sertaan lainnya. Hipertensi ditandai dengan tekanan darah

yang melebihi 140/90mmHg. Hipertensi terjadi karena adanya proses penebalan dinding

pembuluh darah dan hilangnya elastisitas dinding arteri. Keadaan ini dapat mempercepat

jantung dalam memompa darah guna mengatasi resitensi perifer yang lebih tinggi dan

semakin tinggi. Dari seluruh penderita hipertensi, 95% penderitanya memiliki kemungkinan

mewariskan atau keturunannya memiliki risiko menderita hipertensi dikemudian waktu,

sedangkan 5% lainnya menjadi penyebab penyakit seperti stroke, kardiovaskular, atau

gangguan ginjal (Iceu Amira DA, 2018).


2.1.5 Tanda dan gejala hipertensi

Tanda dan gejala Hipertensi Menurut (Salma, 2020), yaitu :

 Sakit kepala (biasanya pada pagi hari sewaktu bangun tidur)

 Bising (bunyi “nging”) di telinga

 Jantung berdebar-debar

 Pengelihatan kabur

 Mimisan

 Tidak ada perbedaan tekanan darah walaupun berubah posisi.

2.1.6 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya

menurut (Septi Fandinata, 2020):

a. Payah jantung Kondisi jantung yang tidak lagi mampu memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan pada otot

jantung atau sistem listrik jantung.

b. Stroke Tekanan darah yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan pembuluh darah

yang sudah lemah pecah. Jika hal ini terjadi pada pembuluh darah otak makan

akan terjadi pendarahan pada otak dan 12 mengakibatkan kematian. Stroke bisa

juga terjadi karena sumbatan dari gumpalan darah di pembuluh darah yang

menyempit.

c. Kerusakan ginjal Menyempit dan menebalnya aliran darah menuju ginjal akibat

hipertensi dapat mengganggu fungsi ginjal untuk menyaring cairan menjadi lebih

sedikit sehingga membuang kotoran kembali ke darah.

d. Kerusakan pengelihatan Pecahnya pembuluh darah pada pembuluh darah di mata

karena hipertensi dapat mengakibatkan pengelihatan menjadi kabur, selain itu


kerusakan yang terjadi pada organ lain dapat menyebabkan kerusakan pada

pandangan yang menjadi kabur. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ

tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian

menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat

langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ atau karena efek tidak langsung.

Dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi rendah

dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian penderita akibat

komplikasi hipertensi yang dimilikinya.

2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu secara

farmakologi dan nonfarmakologi. penatalaksanaan secara farmakologi seperti diketahui

menggunakan obat-obatan yang diperoleh melalui resep dokter dengan salah satunya dengan

pemberian Angiotensin Converting Enzim Inhibitor golongan ini mampu menghambat zat

angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan meningkatkan tekanan darah). Sedangkan

penatalaksanaan secara nonfarmakologi dapat dilakukan melalui berbagai metode diantaranya

modifikasi gaya hidup sehat. Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi

konsumsi garam menjadi 6gr / hari, menurunkan berat badan, menghindari minuman

berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga secara rutin dan tidur yang berkualitas

dengan 6-8 jam tidur per hari dapat membantu mengurangi stress.

1. Pengurangan konsumsi garam Konsumsi garam pada kondisi normal berkisar

pada 2-3 sdt per hari dimana jumlah ini masih rentan terhadap peningkatan

hipertensi. Oleh karena itu pengurangan konsumsi garam pada pasien hipertensi

menjadi ¼ - ½ sdt per hari merupakan salah satu langkah yang dianjurkan. Baik

garam dapur atau garam lainnya, mengandung kadar natrium yang cukup tinggi.
Sehingga bagi penderita hipertensi, pembatasan natrium menjadi 2-3 sdt per hari

berhasil menurunkan tekanan darah sistolik 3,7 mmHg dan tekanan darah diastolic

2 mmHg.

2. Menurunkan berat badan Kondisi berat badan berlebih dapat memicu hipertensi

semakin meningkat. Diet atau menurunkan berat badan menjadi berat badan yang

ideal dianjurkan untuk mengontrol tekanan darah semakin meningkat.

3. Menghindari minuman berkafein Mengkonsumsi kopi dalam jumlah banyak dan

jangka waktu yang lama diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit hipertensi.

Bagi para penggemar kopi relative memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari

penderita hipertensi yang tidak suka mengonsumsi kopi. Maka untuk mengurangi

risiko penyakit hipertensi, frekuensi konsumsi kopi sebaiknya dikurangi.

4. Menghindari rokok Kebiasaan merokok pada masyarakat laki-laki terutama

penderita hipertensi memiliki risiko diabetes, serangan jantung, dan stroke. Jika

kebiasaan ini dilanjutkan dalam jangka waktu yang lama, hal ini akan menjadi

kombinasi penyakit yang sangat berbahaya.

5. Olahraga secara rutin Risiko penyakit hipertensi semakin meningkat jika

penderitanya kurang dalam melakukan aktivitas fisik. Jalan kaki di lingkungan

sekitar dapat membantu program gaya hidup sehat.

6. Tidur berkualitas Istirahat dengan waktu yang cukup sangat penting bagi penderita

hipertensi sebagaimana yang dianjurkan 6-8 jam sehari. Kualitas tidur yang baik

akan merilekskan anggota tubuh maupun organ tubuh sehingga mampu bekerja

secara maksimal (Adam, 2019).


2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi

Pemerikaan penunjang menurut (Adam, 2019).

1. Pemerikaan Laboratorium

a. Hb/Ht : Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan

(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagubilita,

anemia.

b. kreatinin : Memberikaan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

c. Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan

oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

d. Urinalisa : Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal

2. CT scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

3. EKG : Dapat menunjukkan pola rengangan, dimana luas, peninggian gelombang P

adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

4. IUP : Mengidentifikasi penyebab hipertensi

5. Photo Thorax : Menujukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran

jantung

2.2 Progressive Muscle Relaxation (PMR)

2.2.1 Definisi Progressive Muscle Relaxation (PMR)

Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah salah satu teknik relaksasi sederhana

yang melalui dua proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh pada satu bagian

tubuh pada satu waktu sehingga dapat memberikan perasaan rileks secara fisik. Dimana

teknik Progressive Muscle Relaxation (PMR) terdiri dari gerakan mengencangkan dan

melemaskan otot secara progresif yang dilakukan secara berturut-turut. Latihan Progressive
Muscle Relaxation (PMR) meliputi kombinasi latihan pernapasan yang terkontrol dan

rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Latihan Progressive Muscle Relaxation

(PMR) pada seluruh tubuh memerlukan waktu 20 menit. Latihan Progressive Muscle

Relaxation (PMR) ini bisa dilakukan secara mandiri, sehingga seseorang akan lebih mudah

untuk melakukan latihan tanpa perlu bantuan dari orang lain. Disamping itu teknik latihan

dari Progressive Muscle 26 Relaxation (PMR) juga dapat dilakukan dalam posisi tidur

maupun dalam posisi duduk sehingga dapat diaplikasikan dimana saja. Progressive Muscle

Relaxation (PMR) merupakan teknik relaksasi yang sederhana dan efektif untuk mengurangi

ketegangan otot, menurunkan stes, menurunkan tekanan darah, dan dapat pula meningkatkan

kualitas tidur (Kumutha, 2014).

Relaksasi otot atau relaksasi otot progresif adalah suatu metode atau cara yang terdiri

atas peregangan serta relaksasi sekelompok otot adalah memfokuskan pada perasaan yang

rileks (Sholehati 2015). Relaksasi otot progresif merupakan jenis latihan yang berfokus untuk

pengencangan serta relaksasi kelompok otot berurutan. Terapi PMR pertama kali

diperkenalkan oleh Jacobson pada tahun 1938 dan masih banyak digunakan pada saat ini.

Jacobson mengatakan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat memfasilitasi konsumsi

oksigen tubuh, meningkatkan metabolisme, mempercepat pernapasan, mengendurkan

ketegangan otot, menyeimbangkan tekanan darah sistolik dan diastolik, serta meningkatkan

gelombang otak alfa (Lindquist et al., 2018).

2.2.2 Manfaat Progresive Muscle Relaxation (PMR)

Manfaat dari relaksasi otot progresif adalah mengurangi ketegangan pada otot

terutama pada otot-otot ekstermitas, melancarkan sirkulasi, menurunkan tekanan darah,

mengurangi kecemasan serta mengurangi masalah-masalah yang berhubungan dengan stress,


mengatasi insomnia atau sulit tidur, dan mengurangi nyeri atau kram otot (Fitriani dan

Achmad, 2017).

Menurut Dewi (2016) manfaat Progresive Muscle Relaxation atau relaksasi otot

progresif, antara lain sebagai berikut:

a. Membuat individu lebih mampu menghindari reaksi berlebihan akibat stres

psikologi.

b. Menurunkan tekanan darak sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi.

c. Mengurangi tingkat kecemasan.

d. Meningkatkan hubungan sosial dan ketegangan.

e. Meningkatkan hubungan interpersonal.

f. Mengurangi perilaku yang sering terjadi selama periode stress psikologinya,

misalnya naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi alkohol, pemakaian obat-

obatan, dan makan yang berlebihan.

2.2.3 Indikasi Progresive Muscle Relaxation (PMR)

Tehnik relaksasi otot dilaporkan efektif dalam mengurangi ketegangan otot di tubuh.

Perubahan aktivitas system syaraf simpatik, termasuk penurunan denyut nadi, tekanan darah,

dan fungsi neuroendokrin yang berubah. Telah diamati pada subjek yang rileks. Relaksasi

otot dapat secara langsung menghambat kecemassan dan mengurangi stress akibat otot yang

tegng. Beberapa penelita telah menyarankan bahwa terapi PMR dapat berfungsi sebagai

metode relaksasi bagi pasien yang mengalami hipertensi (Helen 2015).


2.2.4 Kontraindikasi Progresive Muscle Relaxation (PMR)

Kontraindikasi terapi ini adalah pada pasien marahyangdisebabkan terapi ini yaitu

membutuhkan peregangan dan relaksasi sekelompokotot serta perasaan yang rileks (Sholehati

2015).

2.2.5 Kelebihan Progresive Muscle Relaxation (PMR)

Kelebihan terapi relaksasi otot progresif dapat mengatasi tekanan darah tinggi dan

ketidakteraturan denyut jantung, mengurangi nyeri kepala, nyeri punggung, dan nyeri lainnya

serta mengatasi gangguan tidur. Terapi relaksasi tidak memerlukan perawatan yang mahal,

mudah dilakukan, tidak menimbulkan efek samping dan dapat dilakukan secara mandiri oleh

semua kalangan mulai dari remaja, dewasa, maupun lansia (Mahardhini, 2018).

2.2.6 Kontraindikasi Progresive Muscle Relaxation (PMR)

Kontraindikasi terapi ini adalah pada pasien marahyangdisebabkan terapi ini yaitu

membutuhkan peregangan dan relaksasi sekelompokotot serta perasaan yang rileks (Sholehati

2015).

2.2.7 Prosedur Tehnik Progressive Muscle Relaxation (PMR)

2.2.7.1 Tahap Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang tenang

dan sunyi, persiapan klien:

1. Jelaskan tujuan, manfaat dan prosedur, dan pengisian lembar persetujuan

terapi pada klien.


2. Posisikan tubuh klien secara nyaman, yaitu berbaring dengan mata

tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut atau duduk di

kursi dengan kepala di topang. hindari posisi berdiri.

3. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam dan sepatu

4. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya

mengikat ketat.

2.2.7.2 Prosedur

Prosedur pelaksanaan terapi Progressive Muscle Relaxation (PMR) bisa

dilakukan seperti prosedur di bawah ini (Akhriansyah, 2018).

No. Gambar Pelaksanaan Progressive Muscle Relaxation


Melatih Otot-Otot Dahi Peserta duduk rileks kemudian mengerutkan
1. dahi dan alis hingga dapat dirasakan
ketegangan, tahan selama 5 detik kemudian
lepaskan perlahan-lahan disertai menarik napas
dalam dan merasakan rileks selama 10 detik.
Lakukan gerakan yang sama 2 kali.
2. Melatih Otot-Otot Mata Peserta duduk rileks kemudian menutup mata
hingga dirasakan ketegangan, tutup mata
sampai dirasakan ketegangan di sekitar mata
dan otot- otot yang mengendalikan gerakan
mata. Tahan selama 5 detik kemudian lepaskan
perlahan- lahan disertai menarik napas dalam
dan merasakan rileks selama 10 detik.
Lakukan gerakan yang sama 2 kali.
3. Melatih Otot-Otot Bibir Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot
disekitar mulut. Peserta duduk rileks kemudian
bibir dimoncongkan hingga dirasakan
ketegangan disekitar mulut, tahan selama 5
detik kemudian lepaskan perlahan-lahan
disertai menarik napas dalam dan merasakan
rileks selama 10 detik. Lakukan gerakan yang
sama 2 kali.

4. Melatih Otot-Otot Rahang Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan


yang dialami oleh otot rahang. Peserta duduk
rileks kemudian mengatupkan rahang dengan
menggigit gigi hingga dirasakan ketegangan
disekitar rahang, tahan selama 5 detik kemudian
lepaskan perlahan-lahan disertai menarik napas
dalam dan merasakan rileks selama 10 detik.
Lakukan gerakan yang sama 2 kali.
5. Melatih Otot-Otot Leher Peserta duduk rileks kemudian menekankan
kepala pada permukaan bantalan kursi hingga
dirasakan ketegangan pada bagian belakang
leher dan punggung atas, tahan selama 5 detik
kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai
menarik napas dalam dan merasakan rileks
selama 10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2
kali.
6. Melatih Otot-Otot Leher Peserta duduk rileks kemudian mendekatkan
Bagian Belakang
dagu ke dada (fleksi leher) hingga dirasakan
ketegangan pada leher bagian depan, tahan
selama 5 detik kemudian lepaskan perlahan-
lahan disertai menarik napas dalam dan
merasakan rileks selama 10 detik. Lakukan
gerakan yang sama 2 kali.
7. Melatih Otot-Otot Bahu Peserta duduk rileks kemudian mengangkat
kedua bahu (elevasi shoulder) setinggi-
tingginya hingga hampir menyentuh telinga
dan dapat dirasakan ketegangan, tahan selama 5
detik kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai
menarik napas dalam dan merasakan rileks
selama 10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2
kali. Fokuskan gerakan pada ketegangan yang
terjadi di bahu punggung atas , dan leher.

8. Melatih Otot-Otot Lengan Peserta duduk rileks kemudian mengepalkan


Atas
kedua tangan dan menekuk siku (fleksi elbow)
kemudian membawa kedua kepalan ke pundak
sehingga otot bisep akan menjadi tegang. Tahan
ketegangan otot tersebut selama 5 detik
kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai
menarik napas dalam dan merasakan rileks
selama 10 detik. Lakukan gerakan yang sama
sebanyak 2 kali.
9. Melatih Otot Tangan Peserta duduk dengan posisi rileks dan
senyaman mungkin, kemudian mengepalkan
tangan. Peserta diminta membuat kepalan
semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi, tahan kepalan
tangan selama 5 detik kemudian lepaskan
kepalan perlahan-lahan disertai menarik napas
dalam dan merasakan rileks selama 10 detik.
Lakukan gerakan yang sama sebanyak 2 kali.
Agar dapat membedakan kondisi otot saat
mengalami ketegangan dan pada saat
mengalami relaksasi yang dialami.
10. Melatih Otot Lengan Peserta duduk dalam keadaan rileks dan
Bawah nyaman dengan menekuk pergelangan tangan
(dorso fleksi wrist) hingga dapat merasakan
ketegangan, tahan selama 5 detik kemudian
lepaskan perlahan-lahan disertai menarik napas
dalam dan merasakan rileks selama 10 detik.
Lakukan gerakan yang sama sebanyak 2 kali.

11. Melatih Otot-Oot Peserta duduk tanpa bersandar kemudian


Punggung busungkan dada (seperti postur lordosis) hingga
dirasakan ketegangan pada punggung, tahan
posisi ketegangan selama 5 detik kemudian
lepaskan perlahan-lahan disertai menarik napas
dalam dan merasakan rileks selama 10 detik.
Lakukan gerakan yang sama 2 kali. Saat rileks
letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lurus.
12. Melatih Otot-Oot Dada Peserta duduk rileks kemudian tarik napas dalam
hingga dada terlihat mengembang tahan selama
sesaat sambil merasakan ketegangan di bagian
dada sampai turun ke perut, kemudian lepaskan
ketegangan secara perlahan dan peserta dapat
bernapas seperti semula (dengan normal).
Lakukan gerakan yang sama sebanyak 2 kali.
13. Melatih Otot-Oot Perut Peserta duduk rileks kemudian tarik perut
kedalam hingga dirasakan ketegangan pada
sekitar perut, tahan selama 5 detik kemudian
lepaskan perlahan-lahan disertai menarik napas
dalam dan merasakan rileks selama 10 detik.
Lakukan gerakan yang sama 2 kali.
14. Melatih Otot-Oot Tungkai Peserta duduk rileks dengan kedua kaki
diluruskan kemudian tekuk pergelangan kaki
(dorso fleksi ankle) hingga dirasakan
ketegangan, tahan selama 5 detik kemudian
lepaskan perlahan-lahan disertai menarik napas
dalam dan merasakan rileks selama 10 detik.
Lakukan gerakan yang sama 2 kali.

15. Melatih Otot-Oot Betis Peserta duduk rileks dengan kedua kaki
diluruskan kemudian tekuk pergelangan kaki
(plantar fleksi ankle) hingga dirasakan
ketegangan, tahan selama 5 detik kemudian
lepaskan perlahan-lahan disertai menarik napas
dalam dan merasakan rileks selama 10 detik.
Lakukan gerakan yang sama 2 kali.

2.2.8 Mekanisme Progresive Muscle Relaxation (PMR)

Hipertensi terjadi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh

angiotensin 1-converting enzyme (ACE) dan memiliki peranan penting selain

mengatur tekanan darah. Angiotensin terdapat dalam darah dan diproduksi di hati,

selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi di ginjal) akan diubah menjadi angiotensi

I. ACE yang terdapat diparu-paru mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II.

Hipertensi dapat menyebabkan kostisol dan hormon epinefrin meningkat, yang

keduanya dapat meningkatkan tekanan darah. Teknik relaksasi otot progresif adalah

untuk memusatkan perhatian pada aktivitas otot, mengidentifikasi otot-otot tegang

dan kemudian mengurangi ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi 35 untuk

mendapatkan perasaan relaks. Sebuah relaksasi dapat merangsang munculnya zat

kimia mirip dengan beta-blocker pada saraf perifer yang dapat menutup node saraf
simpatis yang berguna untuk mengurangi ketegangan dan menurunkan tekanan darah.

Dengan memberikan terapi relaksasi otot progresif selama 15-30 menit dapat

meningkatkan relaksasi sehingga dapat meningkatkan aktifitas saraf parasimpatik

akan menstimulasi medula adrenal untuk menurunkan pengeluaran epineprin,

norepineprin, cortisol, meningkatkan nitricoxide dan menurunkan aktivitas saraf

simpatis.

Menurunnya aktifitas saraf simpatis akan menyebabkan produksi enzim renin

juga mengalami penurunan. Enzim renin merupakan pemecah angiotensinogen

menjadi angiotensin I. dengan menurunnya produksi enzim renin maka proses

perubahan angiotensinogen untuk menjadi angiotensin I menjadi terhambat, sehingga

dapat mencegah pembentukan angiotensin II yang merupakan hormon aktif penyebab

meningkatnya tekanan darah. (Saputra, 2018).

Menurut Siti Nurmaya (2018) pemberian terapi relaksasi otot progresif selama

3 kali dalam seminggu selama 1 minggu sesuai dengan Standar Prosedur Operasional

(SPO dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 16-30 mmHg. Setelah dilakukan

terapi selama 30 menit, responden beristirahat selama 5 menit kemudian dilakukan

pengukuran tekanan darah kembali.

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi

2.3.1 Pengkajian

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pengkajian merupakan tahap yang penting

sebelum melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan

data-data tentang pasien sebelum menentukan rencana asuhan keperawatan yang akan

diberikan. Pengkajian dilakukan dengan beberapa teknik yakni: Wawancara:

pengkajian yang dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan pada pasien atau
keluarga pasien. Pengukuran: meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan

pernapasan. Pemeriksaan fisik: pemeriksaan yang dilakukan dari kepala sampai kaki

dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi untuk melihat adanya kelainan atau

tidak.

Pengkajian Pada riwayat penyakit dahulu, klien dengan hipertensi memiliki

riwayat peningkatan tekanan darah. Dengan riwayat keluarga dengan hipertensi yang

sama juga ditemukan. Secara otomatis ditemukan riwayat meminum obat

antihipertensi. Pengkajian untuk klien yang sedang menjalankan terapi obat

antihipertensi adalah sebagai berikut :

a. Pengumpulan Data

a) Identitas pasien : Meliputi nama , umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,

tempat tinggal

b) Riwayat penyakit sekarang : Pada pasien Hipertensi keluhan keluhan yang ada

adalah pusing, punggung terasa berat dan susah tidur.

c) Riwayat penyakit dahulu : Kaji apakah memilki riwayat hipertensi terdahulu.

d) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami

penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang

mengalami penyakit kronis lainnya.

e) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien dengan

anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit,

apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang

dideritanya, dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapinya.


b. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual

a) Pola Nutrisi

Bagaimana kebiasaan makan , minum sehari- hari, jenis makanan apa saja

yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi

makanannya.

b) Pola Eliminasi

Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,

menetes, jumlah pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih.

c) Pola personal hygiene

Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau tidak,

menyikat gigi.

d) Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ?

Kebiasaan - kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?

e) Pola aktivitas dan latihan

Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar kegiatan

olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan sekitarnya.

f) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras, ketergantungan

dengan obat-obatan ( narkoba ).

g) Hubungan peran

Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman- teman sekitar

lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?

h) Pola persepsi dan konsep diri

Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga,


kebersamaan dengan keluarga.

i) Pola nilai kepercayaan

Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap agama yang

dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap perintah

dan larangan-Nya.

j) Pola reproduksi dan seksual

Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga

besarnya dan lingkungan sekitar.

1. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu 36,5

C, nadi 70

b. 100X/ menit, RR 16-20x / menit tensi 180/ 90 mmHg.

c. Pemeriksaan head to toe

Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi :

Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan

Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bauh ?

Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya

benda asing, skelera putih ?

Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat

trauma?

Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering?

Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering?

Rahang : Perlukaan, stabilitas ?

Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid


2. Pemeriksaan dada

a) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan,

irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan bentu dada?

b) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan

kiri dinding dada.

c) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas

paru dan hipar.

d) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara

ronchi dan wheezing

3. Kardiovaskuler

a) Inspeksi: Bentuk dada simetris

b) Palpasi: Frekuensi nadi,

c) Parkusi: Suara pekak

d) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur.

4. System pencernaan / abdomen

a) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau

datar , tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah

ada benjolan-benjolan / massa.

b) Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses) turgor

kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah tupar teraba,

apakah lien teraba?

c) Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan

menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria, tumor,)

d) Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali permenit.


5. Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:

a) Warna dan suhu kulit

b) Perabaan nadi distal

c) Depornitas extremitas alus

d) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif

e) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi

f) Derajat nyeri bagian yang cidera

g) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh

h) Reflek patella

6. Pemeriksaan pelvis/genitalia

a) Kebersihan, pertumbuhan rambut.

b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau

tidak.
2.3.2 Pathway
2.3.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau

respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko

masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosa keperawatan merupakan

bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu

pasien mencapai kesehatan yang optimal (PPNI, 2016):

Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan Hipertensi

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)
Penurunan NOC: NIC:
1. curah jantung - Cardiac pump - Evaluasi adanya nyeri dada
berhubungan effectiveness - Catat adanya disritmia
dengan - Circulation status jantung
gangguan - Vital sign status - Catat adanya tanda dan gejala
irama jantung, - Tissue perfusion: perifer penurunan cardiac output
stroke Setelah dilakukan asuhan - Monitor status pernafasan
volume, pre keperawatan 3x24 jam, yang menandakan gagal
load dan penurunan kardiak output jantung
afterload, klien teratasi dengan - Monitor balance cairan
kontraktilitas kriteria: - Monitor respon pasien
jantung - TTV dalam rentang terhadap efek pengobatan
normal arithmia
- Dapat mentoleransi
aktivitas, tidak ada
kelelahan
- Tidak ada edema paru,
perifer dan asites tidak
ada
- Tidak ada penurunan
kesadaran
2. Intoleransi NOC: NIC:
aktivitas - Self care: ADL - Observasi adanya
berhubungan - Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
dengan tirah - Konservasi energy melakukan aktivitas
baring, Setelah dilakukan tindakan - Kaji adanya factor yang
kelemahan keperawatan selama 3x24 menyebabkan kelelahan
menyeluruh, jam, pasien bertoleransi - Monitor nutrisi dan sumber
ketidak terhadap aktivitas dengan energy yang adekuat
seimbangan criteria hasil: - Monitor pasien akan adanya
antara suplai - Berpartisipasi dalam kelelahan fisik dan emosi
oksigen aktivitas fisik tanpa secara berlebihan
dengan disertai peningkatan - Bantu klien untuk
kebutuhan tekanan darah mengidentifikasi aktivitas
gaya hidup - Mampu melakukan yang mampu dilakukan
yang aktivitas sehari-hari
dipertahankan secara mandiri
- Keseimbangan aktivitas
dan istirahat
3. Perfusi NOC: NIC:
jaringan - Cardiac pump - Monitor nyeri dada (durasi,
kardiopulmon effectiveness intensitas, dan factor-faktor
al tidak efektif - Circulation status presipitasi)
berhubungan - Vital sign status - Observasi perubahan ECG
dengan - Tissue perfusion: perifer - Auskultasi suara
gangguan Setelah dilakukan asuhan - jantung dan paru
keperawatan 3x24 jam, perfusi
transport O2, - Monitor irama dan jumlah
jaringan kardiopulmonal
gangguan teratasi dengan criteria: denyut jantung
aliran arteri - Tekanan sistol dan - Monitor status cairan
dan vena diastole dalam rentang - Evaluasi oedema perifer dan
yang diharapkan denyut nadi
- CVP dalam batas normal - Monitor peningkatan
- Nadi perifer kuat dan kelelahan dan kecemasan
simetris - Jelaskan pembatasan intake
- Tidak ada oedema perifer kafein, sodium, kolestrol
dan asites dan lemak
Nyeri akut NOC: NIC:
.4. berhubungan - Pain level - Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen - Pain control secara komprehensif
injuri (biologi, - Comfort level Setelah
termasuk lokasi,
kimia, fisik, dilakukan asuhan
psikologi), karakteristik, durasi,
keperawatan 3x24 jam, frekuensi, kualitas dan factor
kerusakan
jaringan klien tidak mengalami presipitasi
nyeri dengan criteria hasil: - Observasi reaksi nonverbal
- Mampu mengontrol nyeri dari ketidaknyamanan
- Melaporkan bahwa nyeri - Bantu klien dan keluarga
berkurang dengan untuk mencari dan
menggunakan menemukan dukungan
manajemen nyeri - Kontrol lingkungan yang
- Mampu mengenali nyeri dapat mempengaruhi
(skala, intensitas, nyeri seperti suhu ruangan,
frekuensi dan tanda pencahayaan dan kebisingan
nyeri) - Kurangi faktor presipitasi
- Menyatakan rasa nyaman nyeri
setelah nyeri berkurang - Kaji tipe dan sumber nyeri
- TTV dalam rentang untuk menentukan intervensi
normal
5. Ketidak NOC: - NIC:
seimbangan - Nutritional status: - Kaji adanya alergi makanan
nutrisi adequacy of nutrient Kolaborasi dengan ahli gizi
kurang dari - Nutritionalstatus: food untuk menentukan jumlah
kebutuhan and fluid intake kalori dan nutrisi yang
- Weight control dibutuhkan pasien
tubuh
- Yakinkan diet yang
berhubungan Setelah dilakukan asuhan dinamakan mengandung
dengan keperawatan 3x24 jam
tinggi serat untuk mencegah
nutrisi kurang teratasi
ketidak konstipasi
dengan indikator:
mampuan - Ajarkan klien bagaimana
- Albumin serum
untuk membuat catatan makanan
- Pre albumin serum
harian
memasukkan - Hematokrit
- Monitor adanya penurunan
atau - Hemoglobin
BB dan gula darah
mencerna - Total iron binding
- Monitor lingkungan selama
capacity
nutrisi oleh makan
Jumlah limfosit
karena faktor - Monitor mual dan muntah
biologis,psikol - Monitor intake nutrisi
ogis dan - Informasikan pada klien dan
ekonomi keluarga tentang manfaat
nutrisinutrisi
2.3.4 Implementasi Keperawatan

Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan

melaksankan berbagai strategi keperawatan ( tindakan keperawatan ) yang telah

direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus

mengetahui berbagai diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien,

teknik komunikasi kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak hak

dari pasien serta dala memahami tingkat perkembangan pasien. (Kartika Sari

Wijayaningsih, 2016)

Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan yaitu, tindakan

jenis mandiri dan tindakan kalaborasi. Sebagai profesi, perawat mempunyai

kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan kepewatan. (Kartika Sari

Wijayaningsih, 2016)

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuab dari rencana keperawatan tercapai atau

tidak.(Kartika Sari Wijayaningsih, 2016)

Menurut (kartika sari wijayaningsih, 2016) jenis-jenis tahapan eveluasi

keperawatan dibagi menjadi dua yaitu :

1. Evaluasi Formatif

Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memeberikan intervensi dengan

respon segera.

2. Evaluasi Sumatif

Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analis status pasien pada waktu

tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan.


Disamping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai

kriteria tertentu mebuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai

sebagian, dengan contoh penulisan sebagai berikut :

a. Tujuan tercapai

Tujuan ini dikatakan tercapai apabila klien telah menunjukan perubahan dan

kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan

b. Tujuan tercapai sebagian

Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuantidak tercapai secara

keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya

c. Tujuan tidak tercapai

Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukan adanya perubahan

sebagaimana keriteria yang diharapkan

Anda mungkin juga menyukai