Anda di halaman 1dari 34

Nama: Veniasti Gono Ate

Nim : 1490119050R

Kelas: Ners 19 B

Asuhan keperawatan kehilangan/ berduka

A. KEHILANGAN
1. Definisi Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.
Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga,
sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada
atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:


1.Arti dari kehilangan
2.Sosial budaya
3.kepercayaan / spiritual
4.Peran seks
5.Status social ekonomi
6.kondisi fisik dan psikologi individu
Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1.Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2.Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan
perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
2.1.3 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang
yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh
seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang
dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan
atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya
membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.

2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)


Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan
tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap
keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu
satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota
lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian
baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian
yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
2.1.4 Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a.Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c.Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a.Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c.Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal. d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit
bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a.Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
menurun.
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat
sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
2.2 Berduka
2.2.1 Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak
nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas
normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan
secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.

2.2.2 Teori dari Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat
digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah
untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.

a. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang
dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun
menjelang ajal.

 Fase I (shock dan tidak percaya)


Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik
diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk
pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat,
insomnia dan kelelahan.

 Fase II (berkembangnya kesadaran)


Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi,
dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

 Fase III (restitusi)


Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan
kehilangan seseorang.

 Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap
almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

 Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
b. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai
berikut:

a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan
seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada
saya!” umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih”
pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah
sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya
menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang
halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien
sering kali mencari pendapat orang lain. d) Depresi
(Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri
atau berputus asa.
c. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai
lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi
kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi
respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan
biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin
berlanjut sampai 3-5 tahun.
d.Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

 Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

 Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka
paling dalam dan dirasakan paling akut.

 Akomodasi pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan


kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan
sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES
BERDUKA
ENGEL (1964) KUBLER- MARTOCCH RANDO
ROSS (1969) IO (1991)
(1985)
Shock dan tidak Menyangkal Shock and Penghindaran
percaya disbelief

Berkembangnya Marah Yearning and


protest
kesadaran
Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi
disorganizatio
n and despair

Idealization Depresi Identification


in
bereavement
Reorganization / the Penerimaan Reorganizatio akomodasi
out come n and
restitution
BAB III
ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL
Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan
adalah: a. Perasaan sedih,
menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c.Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e.Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional
Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang
dirasakan dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses
berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau gejala
berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang
mengganggu fungsi kehidupan.
Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)

 Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai


untuk individu
 Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari
kehilangan multiple yang belum terselesaikan)
 Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan
 Tidak adanya antisipasi proses berduka
 Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen
dengan konsep kehilangan.
Batasan Karakteristik (“dibuktikan dengan”)

 Idealisasi kehilangan (konsep) Mengingkari


kehilangan Kemarahan yang berlebihan,
diekspresikan secara tidak tepat ü Obsesi-
obsesi pengalaman-pengalaman masa
lampau

 Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan dibesar-


basarkan tidak sesuai dengan ukuran situasi.
 Regresi perkembangan
 Gangguan dalam konsentrasi
 Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan
 Afek yang labil
 Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat
aktivitas, libido.
Sasaran/Tujuan

 Sasaran jangka pendek


Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep kehilangan
dalam 1 minggu.

 Sasaran jangka panjang


Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang
berhubungan dengan tahap-tahap berduka yang normal. Pasien akan
mampu mengakui posisinya sendiri dalam proses berduka sehingga ia
mampu dengan langkahnya sendiri terhadap pemecahan masalah.

Intervensi dengan Rasional Tertentu


Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi
perilaku-perilaku yang berhubungan dengan tahap ini.
Rasional
Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan
keperawatan yang efektif bagi pasien yang berduka.
Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan
empati dan perhatian.
Jujur dan tepati semua janji
Rasional
Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan yang terapeutik.
Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien untuk
mengekspresikan perasaannya secara terbuka
Rasional
Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa
ia merupakan seseorang pribadi yang bermakna. Rasa percaya
meningkat.
Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi
defensif jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat
atau terapis. Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah
sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung kepada objek
atau orang/pribadi yang dimaksud.
Rasional
Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak
mengancam dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan
persoalan-persoalan yang belum terpecahkan.
Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola
voli,dll)
Rasional
Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk
mengeluarkan kemarahan yang terpendam.
Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang
berhubungan dengan setiap tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa
perasaan seperti rasa bersalah dan marah terhadap konsep kehilangan
adalah perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses berduka.
Rasional
Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang berhubungan
dengan berduka yang normal dapat menolong mengurangi beberapa
perasaan bersalah menyebabkan timbulnya respon-respon ini.
Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan.
Dengan dukungan dan sensitivitas, menunjukkan realita situasi dalam
area-area dimana kesalahan presentasi diekspresikan.
Rasional
Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima
baik aspek positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum
proses berduka selesai seluruhnya.
Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang
dapat diterima.
Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat untuk
kebanyakan pasien.
Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk
menentukan metodametoda koping yang lebih adaptif terhadap
pengalaman kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk identifikasi
strategi dan membuat keputusan.
Rasional
Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong
pengulangan perilaku yang diharapkan.
10. Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual selama waktu
ini dalam bentuk apapun yang diinginkan untuknya. Kaji kebutukan-
kebutuhan spiritual pasien dan bantu sesuai kebutuhan dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu.

Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang


Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses
berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap
tahap.
Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka
dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga
konsep kehilangan secara jujur.
Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-
perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka
dan mampu melaksanakan aktifitasaktifitas hidup sehari-hari secara
mandiri.
Contoh kasus:
Kehilangan/Berduka

Ibu M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu


perusahaan sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu,
suami Ibu M meninggal karena kecelakaan. Sejak kejadian tersebut,
Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum
meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang
lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur.

A. Pengkajian
1. Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik
terjadi sebagian atau keseluruhan. Berduka adalah respon emosi
yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain.
2. Data yang didapat
Data subjektif: Data objektif:

• Merasa sedih • Menangis


• Merasa putus asa dan kesepian • Mengingkari kehilangan
• Kesulitan mengekspresikan perasaan • Tidak berminat dalam
• Konsentrasi menurun berinteraksi dengan orang lain

• Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan


• Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas

B. Diagnosa
Diagnosa yang dapat ditegakkan dalam kasus ini adalah:
• Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu tidak efektif
terhadap respon kehilangan pasangan
• Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa yang akan datang
setelah kehilangan pasangan
• Ketidakberdayaan dalam melakukan peran berhubungan dengan
kehilangan dan berduka
• Harga diri rendah berhubungan dengan kehilangan dan berduka
C. Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien. Perlihatkan sikap
empati dan perhatian kepada klien
Rasional: hubungan saling percaya antara perawat dan klien
merupakan dasar terbinanya hubungan terapeutik
2. Berikan motivasi pada klien untuk mendiskusikan pikiran dan
perasaannya Rasional: motivasi akan membuat klien lebih terbuka
mengenai pikiran dan perasaannya
3. Dengarkan klien dengan penuh empati. Berikan respon dan tidak
menghakimi
Rasional: hal ini menunjukkan rasa peduli terhadap perawatan
klien, tetapi tidak terlibat secara emosi. Klien akan merasa aman
dan nyaman saat bercerita kepada perawat
4. Libatkan klien dalam aktivitas kelompok sesuai dengan aktivitas
yang disenanginya Rasional: aktivitas fisik memberikan suatu
metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan emosi dan
kemarahan yang terpendam.
5. Ajarkan klien mengenai cara meminum obat yang benar.
Rasional: dengan meminum obat sesuai anjuran, klien akan merasa
lebih tenang dan nyaman untuk tidur.

D. Implementasi
1. Sapa klien dengan nama yang disenanginya. Memberikan sentuhan
akan menunjukkan rasa empati klien dan pertahankan kontak mata
2. Dorong klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaannya
3. Dengarkan segala keluhan klien. Berikan respon dan jangan
menghakimi
4. Ajak klien jika ada kegiatan kelompok, terutama kegiatan yang
disenanginya 5. Bimbing klien untuk meminum obat sesuai cara
yang dianjurkan
E. Evaluasi
1. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
2. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
3. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
4. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah
akibat kehilangan
5. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan
dan Berduka
(SP 1)
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Ibu M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di
suatu perusahaan sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu
yang lalu, suami Ibu M meninggal karena kecelakaan. Sejak
kejadian tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan
jika suaminya belum meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau
berinteraksi dengan orang lain dan merasa gelisah sehingga susah
tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif
terhadap respon kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
• Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
dan klien dapat merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
dengan perawat
• Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya
• Klien merasa lebih tenang
4. Tindakan keperawatan
• Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara
mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri perawat
sambil berjabat tangan dengan klien
• Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Dengarkan setiap perkataan klien. Beri respon, tetapi tidak
bersifat menghakimi • Ajarkan klien teknik relaksasi

B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi Ibu M. Saya
Rensita, Ibu bisa memanggil saya suster Rensi. Saya perawat yang
dinas pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang
akan merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil
apa?”
- Evaluasi validasi: “Baiklah, bagaimana keadaan Ibu M hari ini?”
- Kontrak: “Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang
sebentar? Saya rasa
30 menit cukup Bu. Ibu bersedia?”
“Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”

2. Tahap kerja
- “Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana
perasaan Ibu M saat ini?”
- “Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi
kondisi sebenarnya memang suami Ibu telah meninggal. Sabar ya,
Bu ”
- “Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi coba Ibu
pikir, jika Ibu pulang ke rumah nanti, Ibu tidak akan bertemu
dengan suami Ibu karena beliau memang sudah meninggal. Itu
sudah menjadi kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha menerima
kenyataan ini.”
- “Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh Tuhan.
Meninggalnya suami Ibu juga merupakan kehendak-Nya sebagai
Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang pun yang dapat
mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.”
- “Ibu sudah bisa memahaminya?”
- “Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu bisa mencoba
mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Ibu. Saya
percaya Ibu mempunyai keahlian yang bisa digunakan. Ibu juga
tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya saudarasaudara, anak-
anak dan orang lain yang sayang dan peduli sama Ibu.”
- “Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu ikuti teknik
relaksasi yang saya lakukan. Coba sekarang Ibu tarik napas yang
dalam, tahan sebentar, kemudian hembuskan perlahan-lahan.”
- “Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.”
3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu
sudah mulai memahami kondisi yang sebenarnya terjadi?”
(objektif): “Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu
dapatkan dari perbincangan kita tadi dan coba Ibu ulangi teknik
relaksasi yang telah kita lakukan.”
- RTL: “Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu
dapat melakukan teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu
tidak terima dengan kenyataan ini, Ibu dapat mengingat kembali
perbincangan kita hari ini.
- Kontrak yang akan datang: ”Sudah 30 menit ya, Bu. Saya rasa
perbincangan kita kali ini sudah cukup. Besok sekitar jam 09.00
saya akan datang kembali untuk membicarakan tentang hobi Ibu.
Mungkin besok kita bisa berbincang-bincang di taman depan ya
Bu.”“Apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak ada,
saya permisi dulu ya Bu. Assalamu’alaykum.”

Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan


dan Berduka
(SP 2)

A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan kedua, Ibu M sudah mulai menunjukkan rasa
penerimaan terhadap kehilangan. Namun, ia masih menarik diri
dari lingkungan dan orang-orang sekitarnya.
Ia juga masih melamun dan merasa gelisah sehingga tidurnya tidak
nyenyak.
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu tidak efektif
terhadap respon kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
Klien tidak menarik diri lagi daan dapat membina hubungan baik
kembali dengan lingkungannya maupun dengan orang-orang di
sekitarnya
4. Tindakan keperawatan
• Libatkan klien dalam setiap aktivitas kelompok, terutama
aktivitas yang ia sukai
• Berikan klien pujian setiap kali klien melakukan kegiatan dengan
benar

B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi Ibu M.
Masih ingat dengan saya
Bu? Ya, betul sekali. Saya suster rensi, Bu. Seperti kemarin, pagi
ini dari pukul
07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu.”
- Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa sudah
lebih baik dari kemarin? Bagus kalau begitu”
- Kontrak: “Sesuai janji yang kita sepakati kemarin ya, Bu. Hari
ini kita bertemu untuk membicarakan hobi Ibu di taman depan.
Saya rasa 30 menit seperti kemarin cukup ya, Bu.”

2. Tahap kerja
- “Nah, Bu. Apakah Ibu sudah memikirkan hobi yang Ibu
senangi?”
- “Ternyata Ibu hobi bermain voli ya? Tidak semua orang bisa
bermain voli lho, Bu.”
- “Selain bermain voli, apa Ibu mempunyai hobi yang lain lagi?”
- “Wah, ternyata Ibu juga hobi menyanyi, pasti suara Ibu bagus.
Bisa Ibu menunjukkan sedikit bakat menyanyi Ibu pada saya?”
- “Wah ternyata Ibu memang berbakat menyanyi, suara Ibu juga
cukup bagus.”
- “Ngomong-ngomong tentang hobi Ibu bermain voli, berapa
sering Ibu biasanya bermain voli dalam seminggu?”
- “Cukup sering juga ya Bu. Pasti kemampuan Ibu dalam bermain
voli sudah terlatih.”
- “Apa Ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah, ternyata Ibu hebat
juga ya dalam bermain voli. Buktinya, Ibu pernah memenangi
lomba voli antarwarga di daerah rumah Ibu.”
- “Nah, bagaimana kalau sekarang Ibu saya ajak bergabung
dengan yang lain untuk bermain voli? Tampaknya di sana
banyak orang yang juga ingin bermain voli. Ibu bisa melakukan
hobi Ibu ini bersama-sama dengan yang lain.”
- “Ibu-ibu, kenalkan, ini Ibu M. Ibu M juga akan bermain voli
bersama-sama. Ibu M ini jago bermain voli, lho.”
- “Nah, sekarang bisa Ibu tunjukkan teknik-teknik yang baik
dalam bermain bola voli?”
- “Wah, bagus sekali Bu. Ibu hebat.”
- “Ibu M, saat Ibu sedang merasa emosi tapi tidak mampu
meluapkannya, Ibu bisa melakukan kegiatan ini bersama-sama
yang lain. Selain itu, kegiatan ini juga dapat membuat Ibu
berhubungan lebih baik dengan yang lainnya dan Ibu tidak
merasa kesepian lagi.”
3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa
sudah lebih baik dibandingkan kemarin?”
(objektif): “Sekarang coba Ibu ulangi lagi apa saja manfaat yang
dapat Ibu dapatkan dengan melakukan kegiatan yang Ibu
senangi.”
- RTL: “Baiklah Bu, kalau begitu Ibu dapat bermain voli saat Ibu
sedang merasa emosi. Atau Ibu dapat melakukan kegiatan ini
paling tidak dua kali dalam seminggu.”
- Kontrak yang akan datang: “Nah, waktu kita sudah hampir habis
ya Bu. Besok jam 08.00 setelah makan pagi, saya akan kembali
lagi untuk mengajarkan Ibu cara meminum obat dengan benar.
Kita ketemu di ruangan Ibu saja, ya? Apa ada yang ingin Ibu
tanyakan? Baiklah, kalau tidak, saya permisi dulu ya, Bu.
Assalamu’alaykum.”
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan
dan Berduka
(SP 3)

A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan ketiga, Ibu M sudah mulai tidak banyak melamun
dan mulai membuka dirinya kepada orang-orang sekitarnya. Ibu M
juga mau membalas sapaan ataupun senyuman jika ada perawat
ataupun orang lain yang menyapanya ataupun tersenyum padanya.
Namun, Ibu M mengaku ia masih terbayang akan suaminya saat ia
akan tidur.
Hal tersebut membuat Ibu M merasa gelisah, tidur tidak nyenyak,
bahkan sulit tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa yang akan datang
setelah kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
• Klien dapat mengetahui aturan yang benar dalam meminum obat
• Ansietas klien berkurang sehingga klien dapat tidur dengan
nyenyak
4. Tindakan keperawatan
• Ajarkan klien cara meminum obat dengan benar
• Awasi klien saat minum obat

B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi Ibu M.”
- Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa
semalam Ibu bisa tidur dengan nyenyak?”
- Kontrak: “Ibu tidak bisa tidur dengan nyenyak ya? Baiklah,
sesuai dengan janji kita yang kemarin, saya akan memberitahu
Ibu obat yang harus Ibu minum untuk mengurangi kecemasan
Ibu dan agar Ibu dapat tidur dengan nyenyak. Saya rasa 15 menit
saja cukup ya Bu, di kamar ini saja.”
2. Tahap kerja
- “Nah, kita langsung mulai saja ya Bu. Ini ada beberapa macam
obat-obatan yang harus Ibu minum.”
- “Ini obatnya ada dua macam ya Bu. Yang warna putih ini
namanya BDZ. Fungsi dari obat ini agar pikiran Ibu bisa lebih
menjadi tenang. Kalau pikiran Ibu tenang, Ibu bisa tidur dengan
nyenyak.”
- “Kemudian, yang warna kuning ini adalah HLP. Ini juga harus
Ibu minum agar perasaan Ibu bisa rileks dan Ibu tidak lagi
merasakan cemas yang berlebihan.”
- “Nah Bu, semua obat ini diminum tiga kali sehari ya Bu, jam 7
pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Masing-masing obat satu
butir saja. Obat-obatan ini juga harus diminum setelah Ibu
makan.”
- “Apa Ibu mempunyai keluhan dalam meminum obat?”
- “Ooh, jadi Ibu tidak tahan dengan rasa pahitnya ya? Kalau
begitu, setelah Ibu minum obat Ibu bisa memakan permen agar
rasa pahitnya dapat berkurang.”
- “Jika setelah minum obat ini mulut Ibu menjadi terasa kering
sekali, Ibu bisa minum banyak air untuk mengatasinya agar
mulut Ibu tidak kering.”
- “Tapi jika ada efek samping yang berlebihan seperti gatal-gatal,
pusing, atau mual,
Ibu bisa panggil saya atau perawat lain yang sedang bertugas.”
- “Nah, sebelum ibu meminum obatnya, pastikan dulu ya Bu,
obatnya sesuai atau tidak. Ibu juga jangan lupa perhatikan
waktunya agar obat tersebut dapat diminum tepat waktu.”

3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Apa Ibu sudah mengerti apa saja obat
yang harus Ibu minum dan bagaimana prosedur sebelum
meminumnya?”
(objektif): “Bagus. Kalau Ibu sudah mengerti, coba ulangi lagi
apa saja obat yang harus Ibu minum dan apa saja prosedur
meminum obatnya.”
- RTL: “Seperti yang sudah saya katakan tadi ya Bu, jika setelah
minum obat mulut Ibu terasa kering, Ibu dapat meminum air
yang banyak. Dan kalau Ibu merasa gatal-gatal, ousing, atau
bahkan muntah, Ibu dapat menghubungi saya atau perawat lain
yang sedang bertugas.”
- Kontrak yang akan datang: “Baiklah Bu, nanti jam 14.00 setelah
makan siang, saya akan datanhg kembali untuk memantau
perkembangan Ibu. Kita bertemu di ruangan ini saja ya Bu.”
“Sebelum saya pergi apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah
Bu, kalau tidak ada, saya permisi dulu. Assalamu’alaykum.”
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian
atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas
normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan
secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi.
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang
yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan
objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan
kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima
fase, yaitu :
pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta:


EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia:
Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta:
Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn
Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3.
Jakarta: ECG.
cre : 06 PSIK USK

Anda mungkin juga menyukai