Nim : 1490119050R
Kelas: Ners 19 B
A. KEHILANGAN
1. Definisi Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut.
Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga,
sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada
atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.
a. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang
dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun
menjelang ajal.
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap
almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
b. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai
berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan
seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada
saya!” umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih”
pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah
sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya
menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang
halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien
sering kali mencari pendapat orang lain. d) Depresi
(Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri
atau berputus asa.
c. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai
lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi
kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi
respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan
biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin
berlanjut sampai 3-5 tahun.
d.Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka
paling dalam dan dirasakan paling akut.
A. Pengkajian
1. Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik
terjadi sebagian atau keseluruhan. Berduka adalah respon emosi
yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain.
2. Data yang didapat
Data subjektif: Data objektif:
B. Diagnosa
Diagnosa yang dapat ditegakkan dalam kasus ini adalah:
• Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu tidak efektif
terhadap respon kehilangan pasangan
• Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa yang akan datang
setelah kehilangan pasangan
• Ketidakberdayaan dalam melakukan peran berhubungan dengan
kehilangan dan berduka
• Harga diri rendah berhubungan dengan kehilangan dan berduka
C. Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien. Perlihatkan sikap
empati dan perhatian kepada klien
Rasional: hubungan saling percaya antara perawat dan klien
merupakan dasar terbinanya hubungan terapeutik
2. Berikan motivasi pada klien untuk mendiskusikan pikiran dan
perasaannya Rasional: motivasi akan membuat klien lebih terbuka
mengenai pikiran dan perasaannya
3. Dengarkan klien dengan penuh empati. Berikan respon dan tidak
menghakimi
Rasional: hal ini menunjukkan rasa peduli terhadap perawatan
klien, tetapi tidak terlibat secara emosi. Klien akan merasa aman
dan nyaman saat bercerita kepada perawat
4. Libatkan klien dalam aktivitas kelompok sesuai dengan aktivitas
yang disenanginya Rasional: aktivitas fisik memberikan suatu
metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan emosi dan
kemarahan yang terpendam.
5. Ajarkan klien mengenai cara meminum obat yang benar.
Rasional: dengan meminum obat sesuai anjuran, klien akan merasa
lebih tenang dan nyaman untuk tidur.
D. Implementasi
1. Sapa klien dengan nama yang disenanginya. Memberikan sentuhan
akan menunjukkan rasa empati klien dan pertahankan kontak mata
2. Dorong klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaannya
3. Dengarkan segala keluhan klien. Berikan respon dan jangan
menghakimi
4. Ajak klien jika ada kegiatan kelompok, terutama kegiatan yang
disenanginya 5. Bimbing klien untuk meminum obat sesuai cara
yang dianjurkan
E. Evaluasi
1. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
2. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
3. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
4. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah
akibat kehilangan
5. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan
dan Berduka
(SP 1)
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Ibu M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di
suatu perusahaan sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu
yang lalu, suami Ibu M meninggal karena kecelakaan. Sejak
kejadian tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan
jika suaminya belum meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau
berinteraksi dengan orang lain dan merasa gelisah sehingga susah
tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif
terhadap respon kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
• Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
dan klien dapat merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
dengan perawat
• Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya
• Klien merasa lebih tenang
4. Tindakan keperawatan
• Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara
mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri perawat
sambil berjabat tangan dengan klien
• Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Dengarkan setiap perkataan klien. Beri respon, tetapi tidak
bersifat menghakimi • Ajarkan klien teknik relaksasi
B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi Ibu M. Saya
Rensita, Ibu bisa memanggil saya suster Rensi. Saya perawat yang
dinas pagi ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang
akan merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil
apa?”
- Evaluasi validasi: “Baiklah, bagaimana keadaan Ibu M hari ini?”
- Kontrak: “Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang
sebentar? Saya rasa
30 menit cukup Bu. Ibu bersedia?”
“Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”
2. Tahap kerja
- “Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana
perasaan Ibu M saat ini?”
- “Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi
kondisi sebenarnya memang suami Ibu telah meninggal. Sabar ya,
Bu ”
- “Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi coba Ibu
pikir, jika Ibu pulang ke rumah nanti, Ibu tidak akan bertemu
dengan suami Ibu karena beliau memang sudah meninggal. Itu
sudah menjadi kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha menerima
kenyataan ini.”
- “Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh Tuhan.
Meninggalnya suami Ibu juga merupakan kehendak-Nya sebagai
Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang pun yang dapat
mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.”
- “Ibu sudah bisa memahaminya?”
- “Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu bisa mencoba
mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Ibu. Saya
percaya Ibu mempunyai keahlian yang bisa digunakan. Ibu juga
tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya saudarasaudara, anak-
anak dan orang lain yang sayang dan peduli sama Ibu.”
- “Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu ikuti teknik
relaksasi yang saya lakukan. Coba sekarang Ibu tarik napas yang
dalam, tahan sebentar, kemudian hembuskan perlahan-lahan.”
- “Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.”
3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu
sudah mulai memahami kondisi yang sebenarnya terjadi?”
(objektif): “Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu
dapatkan dari perbincangan kita tadi dan coba Ibu ulangi teknik
relaksasi yang telah kita lakukan.”
- RTL: “Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu
dapat melakukan teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu
tidak terima dengan kenyataan ini, Ibu dapat mengingat kembali
perbincangan kita hari ini.
- Kontrak yang akan datang: ”Sudah 30 menit ya, Bu. Saya rasa
perbincangan kita kali ini sudah cukup. Besok sekitar jam 09.00
saya akan datang kembali untuk membicarakan tentang hobi Ibu.
Mungkin besok kita bisa berbincang-bincang di taman depan ya
Bu.”“Apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak ada,
saya permisi dulu ya Bu. Assalamu’alaykum.”
A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan kedua, Ibu M sudah mulai menunjukkan rasa
penerimaan terhadap kehilangan. Namun, ia masih menarik diri
dari lingkungan dan orang-orang sekitarnya.
Ia juga masih melamun dan merasa gelisah sehingga tidurnya tidak
nyenyak.
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu tidak efektif
terhadap respon kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
Klien tidak menarik diri lagi daan dapat membina hubungan baik
kembali dengan lingkungannya maupun dengan orang-orang di
sekitarnya
4. Tindakan keperawatan
• Libatkan klien dalam setiap aktivitas kelompok, terutama
aktivitas yang ia sukai
• Berikan klien pujian setiap kali klien melakukan kegiatan dengan
benar
B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi Ibu M.
Masih ingat dengan saya
Bu? Ya, betul sekali. Saya suster rensi, Bu. Seperti kemarin, pagi
ini dari pukul
07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu.”
- Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa sudah
lebih baik dari kemarin? Bagus kalau begitu”
- Kontrak: “Sesuai janji yang kita sepakati kemarin ya, Bu. Hari
ini kita bertemu untuk membicarakan hobi Ibu di taman depan.
Saya rasa 30 menit seperti kemarin cukup ya, Bu.”
2. Tahap kerja
- “Nah, Bu. Apakah Ibu sudah memikirkan hobi yang Ibu
senangi?”
- “Ternyata Ibu hobi bermain voli ya? Tidak semua orang bisa
bermain voli lho, Bu.”
- “Selain bermain voli, apa Ibu mempunyai hobi yang lain lagi?”
- “Wah, ternyata Ibu juga hobi menyanyi, pasti suara Ibu bagus.
Bisa Ibu menunjukkan sedikit bakat menyanyi Ibu pada saya?”
- “Wah ternyata Ibu memang berbakat menyanyi, suara Ibu juga
cukup bagus.”
- “Ngomong-ngomong tentang hobi Ibu bermain voli, berapa
sering Ibu biasanya bermain voli dalam seminggu?”
- “Cukup sering juga ya Bu. Pasti kemampuan Ibu dalam bermain
voli sudah terlatih.”
- “Apa Ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah, ternyata Ibu hebat
juga ya dalam bermain voli. Buktinya, Ibu pernah memenangi
lomba voli antarwarga di daerah rumah Ibu.”
- “Nah, bagaimana kalau sekarang Ibu saya ajak bergabung
dengan yang lain untuk bermain voli? Tampaknya di sana
banyak orang yang juga ingin bermain voli. Ibu bisa melakukan
hobi Ibu ini bersama-sama dengan yang lain.”
- “Ibu-ibu, kenalkan, ini Ibu M. Ibu M juga akan bermain voli
bersama-sama. Ibu M ini jago bermain voli, lho.”
- “Nah, sekarang bisa Ibu tunjukkan teknik-teknik yang baik
dalam bermain bola voli?”
- “Wah, bagus sekali Bu. Ibu hebat.”
- “Ibu M, saat Ibu sedang merasa emosi tapi tidak mampu
meluapkannya, Ibu bisa melakukan kegiatan ini bersama-sama
yang lain. Selain itu, kegiatan ini juga dapat membuat Ibu
berhubungan lebih baik dengan yang lainnya dan Ibu tidak
merasa kesepian lagi.”
3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa
sudah lebih baik dibandingkan kemarin?”
(objektif): “Sekarang coba Ibu ulangi lagi apa saja manfaat yang
dapat Ibu dapatkan dengan melakukan kegiatan yang Ibu
senangi.”
- RTL: “Baiklah Bu, kalau begitu Ibu dapat bermain voli saat Ibu
sedang merasa emosi. Atau Ibu dapat melakukan kegiatan ini
paling tidak dua kali dalam seminggu.”
- Kontrak yang akan datang: “Nah, waktu kita sudah hampir habis
ya Bu. Besok jam 08.00 setelah makan pagi, saya akan kembali
lagi untuk mengajarkan Ibu cara meminum obat dengan benar.
Kita ketemu di ruangan Ibu saja, ya? Apa ada yang ingin Ibu
tanyakan? Baiklah, kalau tidak, saya permisi dulu ya, Bu.
Assalamu’alaykum.”
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan
dan Berduka
(SP 3)
A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan ketiga, Ibu M sudah mulai tidak banyak melamun
dan mulai membuka dirinya kepada orang-orang sekitarnya. Ibu M
juga mau membalas sapaan ataupun senyuman jika ada perawat
ataupun orang lain yang menyapanya ataupun tersenyum padanya.
Namun, Ibu M mengaku ia masih terbayang akan suaminya saat ia
akan tidur.
Hal tersebut membuat Ibu M merasa gelisah, tidur tidak nyenyak,
bahkan sulit tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa yang akan datang
setelah kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
• Klien dapat mengetahui aturan yang benar dalam meminum obat
• Ansietas klien berkurang sehingga klien dapat tidur dengan
nyenyak
4. Tindakan keperawatan
• Ajarkan klien cara meminum obat dengan benar
• Awasi klien saat minum obat
B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi Ibu M.”
- Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa
semalam Ibu bisa tidur dengan nyenyak?”
- Kontrak: “Ibu tidak bisa tidur dengan nyenyak ya? Baiklah,
sesuai dengan janji kita yang kemarin, saya akan memberitahu
Ibu obat yang harus Ibu minum untuk mengurangi kecemasan
Ibu dan agar Ibu dapat tidur dengan nyenyak. Saya rasa 15 menit
saja cukup ya Bu, di kamar ini saja.”
2. Tahap kerja
- “Nah, kita langsung mulai saja ya Bu. Ini ada beberapa macam
obat-obatan yang harus Ibu minum.”
- “Ini obatnya ada dua macam ya Bu. Yang warna putih ini
namanya BDZ. Fungsi dari obat ini agar pikiran Ibu bisa lebih
menjadi tenang. Kalau pikiran Ibu tenang, Ibu bisa tidur dengan
nyenyak.”
- “Kemudian, yang warna kuning ini adalah HLP. Ini juga harus
Ibu minum agar perasaan Ibu bisa rileks dan Ibu tidak lagi
merasakan cemas yang berlebihan.”
- “Nah Bu, semua obat ini diminum tiga kali sehari ya Bu, jam 7
pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Masing-masing obat satu
butir saja. Obat-obatan ini juga harus diminum setelah Ibu
makan.”
- “Apa Ibu mempunyai keluhan dalam meminum obat?”
- “Ooh, jadi Ibu tidak tahan dengan rasa pahitnya ya? Kalau
begitu, setelah Ibu minum obat Ibu bisa memakan permen agar
rasa pahitnya dapat berkurang.”
- “Jika setelah minum obat ini mulut Ibu menjadi terasa kering
sekali, Ibu bisa minum banyak air untuk mengatasinya agar
mulut Ibu tidak kering.”
- “Tapi jika ada efek samping yang berlebihan seperti gatal-gatal,
pusing, atau mual,
Ibu bisa panggil saya atau perawat lain yang sedang bertugas.”
- “Nah, sebelum ibu meminum obatnya, pastikan dulu ya Bu,
obatnya sesuai atau tidak. Ibu juga jangan lupa perhatikan
waktunya agar obat tersebut dapat diminum tepat waktu.”
3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Apa Ibu sudah mengerti apa saja obat
yang harus Ibu minum dan bagaimana prosedur sebelum
meminumnya?”
(objektif): “Bagus. Kalau Ibu sudah mengerti, coba ulangi lagi
apa saja obat yang harus Ibu minum dan apa saja prosedur
meminum obatnya.”
- RTL: “Seperti yang sudah saya katakan tadi ya Bu, jika setelah
minum obat mulut Ibu terasa kering, Ibu dapat meminum air
yang banyak. Dan kalau Ibu merasa gatal-gatal, ousing, atau
bahkan muntah, Ibu dapat menghubungi saya atau perawat lain
yang sedang bertugas.”
- Kontrak yang akan datang: “Baiklah Bu, nanti jam 14.00 setelah
makan siang, saya akan datanhg kembali untuk memantau
perkembangan Ibu. Kita bertemu di ruangan ini saja ya Bu.”
“Sebelum saya pergi apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah
Bu, kalau tidak ada, saya permisi dulu. Assalamu’alaykum.”
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian
atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas
normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan
secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi.
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang
yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan
objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan
kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima
fase, yaitu :
pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA