Disusun Oleh :
Jesica Rachel Meliala 1710711098
Arlia Fika Damayanti 1710711099
Rismayanti Saleha 1710711100
Salbila Safa Alivia 1710711118
Sarah Nurul Izzah M 1710711132
Febby Fereza 1710711135
Anggi Dwi Prasetyo 1710711136
Refany Salsabila 1710711146
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan,
atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.
Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan, yaitu respons emosional normal dan
merupakan suatu proses untuk memecahkan masalah. Seorang individu harus diberikan
kesempatan untuk menemukan koping yang efektif dalam melalui proses berduka, sehingga
mampu menerima kenyataan kehilangan yang menyebabkan berduka dan merupakan bagian
dari proses kehidupan.
Kehilangan dapat terjadi terhadap objek yang bersifat aktual, dipersepsikan, atau
sesuatu yang diantisipasi. Jika diperhatikan dari objek yang hilang, dapat merupakan objek
eksternal, orang yang berarti, lingkungan, aspek diri, atau aspek kehidupan. Berbagai hal yang
mungkin dirasakan hilang ketika seseorang mengalami sakit apalagi sakit kronis antara lain
sebagai berikut.
Bentuk Kehilangan
1. Kehilangan orang bermakna, misalnya seseorang yang dicintai meninggal atau
dipenjara.
2. Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita suatu penyakit, amputasi
bagian tubuh, kehilangan pendapatan, kehilangan perasaan tentang diri, kehilangan
pekerjaan, kehilangan kedudukan, dan kehilangan kemampuan seksual.
3. Kehilangan milik pribadi, misalnya benda yang berharga, uang, atau perhiasan.
Jenis-jenis Kehilangan
Menurut Aziz Alimul (2014), kehilangan digolongkan menjadi beberapa jenis yakni
sebagai berikut:
a. Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat bencana).
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-
sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau
bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki
tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
(misalnya berpindah rumah, dirawat di rumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan, kepergian anggota
keluarga atau teman dekat, perawat yang dipercaya, atau binatang peliharaan).
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa
dan tidak dapat
d. Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik).
e. Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau diri sendiri).
Rasa berduka yang muncul pada setiap individu dipengaruhi oleh bagaimana cara
individu merespon terhadap terjadinya peristiwa kehilangan. Menurut Miller (1999) (dalam
Carpenito, 2006), dalam menghadapi kehilangan, individu dipengaruhi oleh: 1) Dukungan
sosial (Support System); 2) Keyakinan religius yang kuat; 3) Kesehatan mental yang baik; 4)
Banyaknya sumber yang tersedia terkait disfungsi fisik atau psikososial yang dialami.
Adaptif Maldaptif
Situasi emosi sebagai respons kehilangan dan berduka seorang individu berada dalam rentang
yang fluktuatif, dari tingkatan yang adaptif sampai dengan maladaptif.
Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu fase awal,
pertengahan, dan pemulihan.
1. Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak percaya, perasaan
dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan tersebut berlangsung selama beberapa hari, kemudian
individu kembali pada perasaan berduka berlebihan. Selanjutnya, individu merasakan konflik
dan mengekspresikannya dengan menangis dan ketakutan. Fase ini akan berlangsung selama
beberapa minggu.
2. Fase pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya perilaku obsesif.
Sebuah perilaku yang yang terus mengulang-ulang peristiwa kehilangan yang terjadi.
3. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu memutuskan untuk
tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk melanjutkan kehidupan. Pada fase ini individu
sudah mulai berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.
Suatu contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan akibat kematian orang yang
dicintai. Pada tahap ini individu akan beranggapan bahwa orang yang dicintainya masih
hidup, sehingga sering berhalusinasi melihat atau mendengar suara seperti biasanya. Secara
fisik akan tampak letih, lemah, pucat, mual, diare, sesak napas, detak jantung cepat, menangis,
dan gelisah. Tahap ini membutuhkan waktu yang panjang, beberapa menit sampai beberapa
tahun setelah kehilangan.
4. Tahap Depresi
Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien sadar akan
penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi. Individu menarik diri, tidak mau
berbicara dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara fisik, individu menolak makan,
susah tidur, letih, dan penurunan libido.
Fokus pikiran ditujukan pada orang-orang yang dicintai, misalnya “Apa yang terjadi
pada anak-anak bila saya tidak ada?” atau “Dapatkah keluarga saya mengatasi
permasalahannya tanpa kehadiran saya?”
Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang merupakan tahap yang penting dan
bermanfaat agar pasien dapat meninggal dalam tahap penerimaan dan damai. Tahap
penerimaan terjadi hanya pada pasien yang dapat mengatasi kesedihan dan
kegelisahannya.
4. DEFINISI BERDUKA
1. Harapan
Perawatan yang terbaik sudah diberikan. Keyakinan bahwa mati adalah akhir
penderitaan dan kesakitan.
2. Partisipasi
6. JENIS-JENIS BERDUKA
1. Berduka Normal
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu
tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan
dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
4. Berduka Tertutup
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
Fase IV
Fase V
2. Teori Kubler-Ross
Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti
“ Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “ Tidak akan terjadi pada saya!”
umum dilontarkan klien.
Kemarahan (Anger)
Penawaran (Bargaining)
Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya
melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
Penerimaan (Acceptance)
3. Teori Martocchio
Penghindaran
Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien
secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka
paling dalam dan dirasakan paling akut.
Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana
klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi individu dan
kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti
- kehilangan orang yang berarti di hidupnya
c. Perilaku
1. Menangis atau tidak mampu menangis.
2. Menyalahkan diri sendiri atas meninggalnya anaknya
d. Mekanisme Koping
Intelektualisasi
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman
yang mengganggu perasaannya
Contoh : Pasien mengatakan “kenapa saya mengijinkan dia pergi, kalau saja dia
dirumah tentu masih hidup”
Regresi (Regression)
Keadaan dimana seseorang kembali ke tingkat yang lebih awal dan kurang
matang dalam adaptasi. Bentuknya yang ekstrim adalah tingkah laku infantile
(kekanak-kanakan). Keadaan seorang yang kembali ke tingkat perkembangan yang
sebelumya dan kurang matang dalam adaptasi.
Contoh : Pasien dengan keluhan menangis,tidak bisa tidur, tidak mau
makan
Denial
Menyatakan ketidak setujuan terhadap realitas dengan mengingkari dengan
realitas tersebut
Contoh : Pasien selalu teringat anaknya yang meninggal 1 bulan lalu akibat
kecelakaan dan Jantung berdebar-debar serta menyalahkan dirinya atas
meninggalnya anaknya
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan identitas pribadi berhubungan dengan gangguan manik
2. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan penurunan kontrol terhadap
lingkungan
3. Pengabaian diri berhubungan dengan stresor
A. Judul : Asuhan Keperawatan Berduka Situasional Pada Ibu A dengan Stroke Non-
Hemoragik Di Ruang Rawat Antasena Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi Bogor
C. Tahun : 2013
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan, lalu dilakukan analisa kasus dan
didapatkan beberapa masalah keperawatan yang muncul, baik masalah keperawatan
fisik maupun psikososial. Namun, disini penulis lebih menekankan kepada masalah
psikososial yang dialami klien. Masalah psikososial yang dialami klien berhubungan
dengan masalah fisik yang timbul sebelumnya.
Berduka situasional ini berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan
sekunder akibat penyakit yang dialami klien, yaitu kehilangan,fungsi tubuh yang
dialami klien. Hal ini nampak dari respon klien yang terkadang masih menyalahkan
diri sendiri dan cenderung menyesal pada aktivitas yang dilakukan sebelum
kehilangan. Saat berinteraksi, klien masih tampak bersedih dan lemas. Keluarga
mengatakan klien menjadi malas makan dan susah tidur karena kejadian ini.
Masalah psikososial lain yang muncul sebagai akibat adanya masalah fisik pada
klien adalah ansietas. Hal ini nampak pada respon klien yang menyatakan ketakutan
“Tidak bisa seperti dulu lagi dan tidak dapat beraktivitas seperti dulu lagi”. Selain
itu terlihat dari adanya respon penyesalan yang diucapkan klien saat berinteraksi.
Klien masih tampak tegang saat berinteraksi, konsentrasi kurang, dan mulut tampak
kering.
1. Rencana Tindakan
Rencana tindakan keperawatan yang dibuat penulis mengacu dan sejalan pada teori
yang sudah ada dan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Dimana, untuk
mengatasi masalah berduka situasional yang dialami klien, penulis menekankan
pada aktivitas memunculkan emosi positif melalui pengungkapan perasaan, baik
secara fisik, sosial, maupun spiritual klien yang didukung oleh support system klien,
yaitu keluarga dan lingkungan sosial klien.
2. Implementasi
Pertemuan pertama dilakukan pada hari Rabu, tanggal 8 Mei 2013 pukul 10.00-
10.30 WIB. Penulis melakukan beberapa tindakan keperawatan, meliputi
mempertahankan hubungan saling percaya dengan klien yang telah dibina pada
saat pengkajian klien sebelumnya, membantu klien mengungkapkan perasaan
yang dirasakan klien, dan membantu klien mengetahui tahapan berduka yang
sedang dialami klien.
Pada pertemuan kedua dalam melakukan implemementasi berduka situasional
(Jumat, 10 Mei 2013 pukul 09.00-09.30), penulis membantu klien untuk
menggambarkan arti kehilangan yang dirasakan klien agar dapat diambil
hikmah dari semua kejadian yang sudah terjadi. Selain itu penulis memberikan
gambaran terhadap klien maupun keluarga mengenai koping yang adaptif yang
dapat digunakan dalam menghadapi proses berduka yang dialami klien. Pada
pertemuan kedua ini penulis menjelaskan cara-cara yang dapat dilakukan klien
untuk mengatasi berduka yang dialaminya, dengan cara mengungkapkan
perasaan secara verbal, secara fisik dengan memberikan kesempatan aktivitas
fisik pada klien dan membuatkan jadwal aktivitas fisik, secara sosial, maupun
secara spiritual. Aktivitas fisik yang dipilih klien adalah dengan berolahraga di
tempat tidur, membaca majalah, dan mengajarkan ‘ngaji’ cucu-cucunya.
F. Evaluasi
Pada evaluasi, penulis mendapatkan respon klien terhadap tindakan yang sudah
dilaksanakan selama tiga hari untuk mengatasi diagnosa berduka situasional, yaitu
tanggal 8, 10, dan 11 Mei 2013. Dari tujuan khusus 1 hingga 7 yang dilaksanakan, dapat
dievaluasi bahwa semua tujuan yang direncanakan tercapai. Klien dan penulis dapat
saling membina hubungan saling percaya dengan menggunakan komunikasi yang
terapeutik. Hal ini terlihat dari terlaksananya semua kontrak pertemuan yang telah
disepakati dengan klien sebelumnya.
Evaluasi Hari Pertama, yaitu klien sudah mampu mengungkapkan kehilangan yang
dirasakannya dan mengetahui tahapan berduka yang sedang dirasakan klien. Klien
mengatakan bahwa dirinya merasa sedih karena kehilangan fungsi tubuh akibat
stroke yang dialaminya, namun rasa kehilangan ini tidak separah ketika dirinya
kehilangan suaminya dahulu yang membuat dirinya tidak keluar rumah selama tiga
bulan lebih. Klien juga mengungkapkan bahwa sesaat setelah dirinya mengetahui
terkena stroke, dirinya merasa sangat syok dan takut serta selalu menyalahkan diri
sendiri. Klien mengatakan sampai saat ini masih ada rasa penyesalan dalam dirinya
sehingga membuat dirinya malas berbuat apa-apa.
Evaluasi Hari Kedua, yaitu klien sudah mampu menggambarkan arti kehilangan
dan belum dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif untuk mengatasi
kesedihan yang dirasakan klien sehingga dapat memunculkan emosi positif pada
diri klien. Bersama penulis, klien mengidentifikasi cara-cara yang dapat dilakukan
klien untuk mengatasi berduka yang dialami klien. Klien sudah dapat
mengungkapkan perasaaanya secara verbal. Disini penulis juga mengidentifikasi
aktivitas fisik bersama klien agar dapat dilakukan untuk mengurangi rasa berduka
yang dialaminya. Aktivitas fisik yang dipilih klien adalah dengan berolahraga di
tempat tidur, membaca majalah, dan mengajarkan ‘ngaji’ cucu-cucunya. Kemudian
bersama penulis, klien membuat jadwal latihan fisik dirumah sakit dan untuk di
rumah nantinya.
Evaluasi Hari Ketiga, yaitu klien sudah mampu menyebutkan cara kehilangan
dengan ikhlas dan menggunakan sistem pendukung yang ada. Klien sudah mampu
mengambil hikmah dari kehilangan yang dialaminya dan mau kembali
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kembali menjalankan
ibadah sholat dan mengaji ketika dirawat di ruangan.
DAFTAR PUSTAKA:
Bulechek, Gloria M., Howard, Joanne, Cheryl. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Singapore; Indonesia : Elsevier; Mocomedia.
Moorhead, Sue., Marion, Meridean, Elizabeth. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC) Edisi-5. Singapore; Indonesia : Elsevier; Mocomedia.
Potter, A. Patricia dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 2.
Singapore: Elsevier
Alimul, Aziz.2014.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1 Edisi 2.Jakarta: Salemba
Medika
Yusuf, Ah dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Putri, Rosiana. 2013. Asuhan Keperawatan Berduka Situasional Pada Ibu A dengan Stroke
Non-Hemoragik Di Ruang Rawat Antasena Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi Bogor.
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351452-PR-Rosiana%20Putri.pdf) di akses pada 1
Mei 2019