TINJAUAN TEORI
2. Komponen Komunikasi
3.Pesan (Message)
Adalah informasi yang diterima.Pesan yang efektif adalah pesan yang disampaikan
dengan jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim pesan. Variable Pesan,
meliputi:
a. Komunikasi verbal
Meliputi kata kata yang diucapkan maupun ditulis.Kata-kata adalah media atau
simbol yang digunakan untuk mengekspresikan ide atau perasaan, menimbulkan
respon emosional, menggambarkan objek ,observasi dan ingatan.
b. Komunikasi Nonverbal
c.Bunyi
d. Keterampilan komunikasi
e. Setting
f.Media
h. Lingkungan
2. Persepsi Komunikasi
3. Bentuk-bentuk komunikasi
Dalam buku ilmu komunikasi teori dan praktik membagi bentuk komunikasi
menjadi tempat bagian, yaitu: (Effendy, 2009)
b). Komunikasi intrapersonal, adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri
seseorang, Teori-teori komunikasi intrapersonal umumnya membahas mengenai
proses pemahaman, ingatan, dan interprestasi terhadap symbol-simbol melalui
panca indra.
Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa seperti pers, televise,
radio dan film yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang besar.
7. Tingkatan komunikasi
Jenis dan cara komunikasi dapat diidentifikasi berdasarkan cara pesan yang
disampaikan. Apakah disampaikan secara langsung atau melalui media tertentu.
Pesan dapat disampaikan melalui dua cara paling mendasar yaitu verbal dan
nonverbal (Potter & perry, 2005)
9. Model Komunikasi
Jika teori merupakan suatu penjelasan dari fenomena, maka model adalah
representasinya. Model sendiri berfungsi untuk menggambarkan proses
komunikasi, menujukkan hubungan visual, serta membantu menemukan dan
memperbaiki kemacetan komunikasi (Wiryanto, 2004). Bertolak dari pengertian
model tersebut, maka banyak bermunculan model komunikasi dari para pakar yang
berasal dari latar belakang yang berbeda.
a). Model S-R (Stimulus Response), yaitu model komunikasi yang paling dasar dan
dipengaruhi oleh psikologi yang beraliran behavioristik. Komunikasi menggambarkan
hubungan antara respon dan stimulus.
b). Model Aristoteles, ialah model komunikasi publik dimana pesan yang disampaikan
oleh pembicara ditujukan kepada khalayak dan bertujuan untuk mengubah sikap
mereka.
c). Model Lasswel, merupakan model yang sering diterapkan dalam komunikasi massa
yang lebih terfokus pada aspek-aspek penting komunikasi, seperti siapa yang
menyampaikan, apa yang dikatakan, dalam perkara apa, kepada siapa dan efek apa
yang akan ditimbulkan.
d). Model Shannon dan Weaver, yang terdiri dari lima elemen, yaitu : information source,
transmitter, channel, receiver, dan destination.
e). Model Sirkular Osgood dan Schramm, yaitu model yang menggambarkan proses yang
dinamis dimana pesan ditransmisikan melalui proses encoding dan decoding. Di
dalamnya terdapat encoder, decoder dan interpreter.
f). Model Newcomb, yaitu model yang juga dikenal sebagai teori keseimbangan yang di
dalamnya terdapat situasi yang terdiri dari dua orang yang sedang membicarakan suatu
hal tertentu.
g). Model Wesley dan Mac Lean, yaitu model yang di dalamnya terdapat lima unsur :
objek orientasi, pesan, sumber, penerima, dan umpan balik.
h). Model Gerbner, yaitu perluasan dari model Lasswell yang terdiri dari model verbal
dan model diagramatik.
i). Model Berlo, memperlihatkan komunikasi satu arah yang terdiri dari sumber, saluran,
dan penerima.
j). Model Melvin DeFleur, yaitu proses komunikasi massa yang dikembangkan dari
proses komunikasi antarpribadi.
k). Model John W. Rilley dan Mathilda Rilley, menggunakan pendekatan sosiologi untuk
mengkaji perilaku komunikasi antar manusia.
l). Model Maleztke, model yang didasarkan pada kebutuhan rasa ingin tahu dan gaya
intuisi seseorang.
m). Model Interaksional, dimana peserta komunikasi lebih aktif, kreatif, dan reflektif,
menafsirkan dan menampilkan perolaku kompleks yang sulit diprediksi.
a) Struktur Lingkaran, yakni struktur dimana semua posisi anggota sama, memiliki
power yang sama untuk mempengaruhi kelompok, tidak ada pemimpin, setiap
anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sampingnya.
b) Struktur Roda, terdapat pemimpin yang berada di bagian pusat dan antar anggota
tidak dapat saling berkomunikasi, mereka harus menyampaikan informasi satu
sama lain melalui pemimpin.
c) Struktur Y, dalam struktur ini ada seorang pemimpin yang memiliki 3 arus
komunikasi dan pemimpin kedua yang memiliki 2 arus komunikasi, anggota yang
lain hanya bisa berkomunikasi dengan pemimpin pertama atau kedua.
d) Struktur Rantai, hampir sama dengan struktur lingkaran, namun anggota paling
ujung hanya dapat berkomuikasi dengan satu orang saja.
e) Struktur Semua Saluran, dalam struktur ini semua anggota memiliki power yang
sama untuk mempengaruhi kelompok karena setiap anggota dapat saling
berkomunikasi.
11 .Fungsi dan Tujuan KomunikasI
Secara umum komunikasi merupakan bagian kehidupan manusia yang befungsi untuk
membantu, mempermudah dan memperlancar upaya seseorang untuk memenuhi
kebutuhan dan bagaimana dia dapat berinteraksi sosial. Fungsi komunikasi itu sendiri
antara lain: (Pieter, 2017)
Dasar filosofis komunikasi ini yang diperkuat oleh Harold D. Laswell yang
mengemukakan bahwa fungsi yang medorong manusia berkomunikasi
yaitu:Sebagai wujud naluri (hasrat) manusia untuk mengetahui, memanfaatkan,
mengontrol, mempertahankan, memelihara atau menghidari diri dari hal-hal
yang mengancam yang mungkin terjadi di lingkungannya. Dari berkomunikasi
manusia mengetahui berbagai fenomena (kejadian) yang terjadi di
lingkungannya. Sebagai upaya manusia untuk beradaptasi. Upaya adaptasi ini tidak
hanya berlangsung pada kemampuan manusia memberikan tanggapan terhadap gejala-
gejala alam (missal, adaptasi terhadap cuaca, gempa atau proses alam lainnya, tetapi
jugaberkaitan dengan lingkungan sosial yakni kemampuan beradaptasi dalam
kehidupan sosial masyarakat. Sebagai upaya manusia untuk melakukan tranformasi
sosialisasi, yakni upaya manusia untuk mempertahankan keberadaanya baik yang
berkeaan dengan pertukaran perilaku, sikap, peran dan nilai-nilai.
Suatu komunikasi yang baik adalah komunikasi yang memiliki tujuan umum,
yakni untuk melahirkan suatu transparansi sehingga para pelaku komunikasinya dapat
bersikap terbuka, cepat, peduli, dan belajar atas kesalahan yang pernah terjadi. Tujuan
lain dari komunikasi antara lain (Pieter, 2017).
a. Mengubah opini dan cara berpikir (opinion change).
1). Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas
bagi dirinya atau pengirim pesan.
2). Hambatan dalam penyandian/simbol. Hal ini dapat terjadi karena Bahasa yang
dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang
digunakan antara si pengirim dengan si penerima tidak sama.
3). Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media
komunikasi, misalnya gangguan suara radio sehingga tidak dapat mendengarkan pesan
dengan jelas.
4). Hambatan dari penerima pesan. Misalnya kurang perhatian pada saat
menerima/mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak
mencari informasi lebih lanjut.
b. Konteks Relasi/ Hubungan, apakah hubungan yang bersifat sosial, saling membantu
atau hanya sebatas hubungan kerja; tingkat kepercayaan dan kedekatan antar individu;
latar belakang yang dibaagikan dari para anggota; serta keseimbangan antara kontrol dan
kekuatan.
e. Konteks Budaya, yaitu elemen sosiokultural yang mempengaruhi interaksi, antara lain:
tingkat pendidikan; pola bahasa dan ekspresi diri; serta adat istiadat dan harapan
masyarakat terhadap komunikasi.
Seorang perawat yang terjun langsung ke pasien jika tidak dibekali dengan
kemampuan komunikasi terapeutik bisa menjadi salah satu hambatan tercapai nya
asuhan keperawatan, oleh karena itu bagi perawat yang terjun ke lapangan langsung
berinteraksi depan pasien harus mengetahui karakteristik dari komunikasi
teurapeutik dan mengaplikasikan nya di lapangan. Beberapa hal yang mendasar dari
karakteristik komunikasi terapeutik menurut Arwani (2003) adalah :
a) Keikhlasan
Perawat yang menunjukan rasa ikhlasnya saat memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien merupakan komunikasi non verbal yang secara tidak disadari dapat
mengoptimalkan proses peraatan pasien
b) Empati
Empati merupakan perasaan pemahaman perawat terhadap perasaan yang dialami pasien.
Empati merupakan sesuatu yang jujur sensitip dan tidak dibuat buat.
c) Kehangatan
Dengan kehangatan perawat akan mendorong pasien untuk mengekpresikan ide-ide dan
akan menuangkan nya dalm bentuk perbuatan tanpa rasa takut. Suasana yang hangat akan
membuat klien mengekspresikan perasaan klien secara lebih mendalam
Menurut Suryani (2015), ada beberapa karakteristik seorang perawat yang dapat
memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran Kejujuran. Sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa
terbina hubungan saling percaya. Dan apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien
akan merasa dibohongi dan bahkan membenci perawat .
2. Bersikap positif. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian
dan penghargaan terhadap klien, dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
3. Empati bukan simpati. Dengan empati, perawat dapat memberikan alternatif pemecahan
masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak
berlarut-larut dalam perasaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah
secara objektif.
5. Menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman
dalam menjalin hubungan interpersonal.
Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang terdiri atas
teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk hubungan antara terapis
dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan (Mubarak,2012). Dengan memiliki
keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan
saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan
keperawatan yang telah diterapkan,memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan
keperawatan dan akan meningkatkan profesi (Damaiyanti, 2012).
Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia
miliki untuk melakukan komunikasi terapeutik, pada akhirnya akan menyadari bahwa
komunikasi terapeutik yang perawat lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik
bagi pasiennya tetapi juga bagi perawat.
2. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada.
1. Realisasi diri, pengalaman diri, dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya
sendiri serta nilai yang di anut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
c. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
f. Perawa t harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
h. Memahami betul arti empati srbagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati
bukan tindakan yang terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang
lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan
sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
n. Bertanggung jawab terhadap dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri
atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
a.Perkembangan
Pada anak-anak masih dalam proses perkembangan bahasa dan proses berpikir.
Contohnya: dalam komunikasi dengan anak harus menggunakan bahasa yang mudah
dipahami dan dengan peragaan.
b. Persepsi
Pandangan seseorang terhadap apa yang terjadi. Persepsi terbentuk dari pengalaman dan
apa yang diharapkan. Contohnya:Seorang klien yang menceritakan hal buruk yang
dialaminya padahal menurut perawat hal tersebut belum tentu buruk.
c.). Nilai
Standar yang mempengaruhi tingkah laku. Contohnya : Ketika seorang perawat member
sentuhan pada pasien ada yang menerima dan menilai dengan baik, namun ada yang
tidak menerima dan menilai dengan buruk.
d). Emosi
Budaya yang dimiliki seorang klien maupun perawat tentunya berbeda- beda.
Contohnya: tidak semua klien bisa menerima semua tindakan perawat, misalnya ada
beberapa klien yang menolak tranfusi darah karena menurut budayanya tidak
diperbolehkan.
f).Gender
g). Lingkungan.
Contohnya: Lingkungan yang nyama, tidak bising dan tidak panas akan menciptakan
komunikasi yang baik.
Contohnya : Pasien yang sedang merasakan nyeri yang hebat jika ditanya akan sedikit
berbicara dan bahkan akan sedikit emosi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan komunikasi terapeutik lebih spesifik pada hubungan perawat dan klien,
antara lain:
Berikut ini adalah keterampilan dan sikap perawat dalam membina hubungan
yang terapeutik dengan klien menurut Dewit (2005):
d. Jujur
f. Tulus
h. Menjaga kerahasiaan terutama dari orang yang tidak terlibat dalam perawatan
klien
Dalam hal ini latar budaya dipetakan menjadi 2 yakni : Law Context Culture yaitu
kecenderungan lebih terbuka sehingga lebih mudah dipahami. High Context Culture :
Kecenderungan lebih tertutup sehingga sulit untuk memahami.
Seorang pendengar yang baik mampu membuat lawan bicaranya antusias, serta merasa
nyaman dan terbuka dalam berkomunikasi.
Hal ini penting dipahami oleh perawat dalam berkomunikasi antar personal, lebih baik
menggunakan media sensori atau pesan non verbal dari pada penggunaan tutur kata.
a. Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari individu terhadap suatu
stimulus dan objek (Notoatmodjo, 2004). Jadi, sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, melainkan sikap masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan raksi terbuka atau
tingkah laku yang terbuka (Dossey et al, 2005).
Sikap terdiri dari beberapa komponen yang menyusun dan membentuk sikap seseorang itu sendiri.
Menurut Notoatmodjo (2002) komponen penyusun sikap yaitu: Komponen kepercayaan
(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. Dalam komponen ini, seseorang memandang
suatu objek melalui keyakinan, ide dan konsep yang ada dalam individu itu sendiri.Komponen
yang meliputi kehidupan emosional atau evaluasi individu terhadap suatu objek. Perasaan
emosional atau evaluasi individu digunakan dalam menyusun sikap sebagai suatu bentuk penilaian
terhadap objek tertentu. Komponen predisposisi atau kesiapan atau kecenderungan individu untuk
bertindak.
Komponen ini merupakan komponen terakhir dalam membentuk sikap, karena seseorang sudah
dihadapkan dalam pengambilan keputusan atas dua komponen sebelum komponen ini.
Sikap komunikasi terapeutik menurut Kozier (2005) yaitu perawat secara utuh (fisik dan
psikososial) pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup mengetahui teknik
komunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah sikap dan penampilan selama
menjalin komunikasi dengan klien.
Perawat dalam melaksanakan tugasnya dituntut mampu bersikap yang baik dalam berbagai
situasi sehingga dapat membantu memaksimalkan efek terapeutik selama proses perawatan (Siti
et al, 2016). Proses perubahan sikap berkomunikasi yang baik akan memberikan stimulus yang
mendukukung proses komunikasi. Proses berkomunikasi bagi seorang perawat sudah dapat
menekankan aspek How bukan lagi What dan Why (Christoper, 2013
Klien akan merasa lebih dekat dengan perawat jika perawat dapat menggunakan komunikasi yang
baik (Siti et al, 2016). Komunikasi yang baik dapat diwujudkan melalui sikap berkomunikasi yang
dilaksanakan secara utuh oleh seorang perawat. Aspek sikap dalam komunikasi terapeutik menurut
Kozier (2005) yaitu:
1. Sikap Fisik
Sikap fisik yang dapat dibentuk selama menjalin komunikasi antara perawat dan klien
dapat diidentifikasi melalui lima sikap dan cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
a. Posisi antara klien dan perawat adalah berhadapan satu dengan lainnya. Makna dari
posisi saling berhadapan yaitu saya siap untuk anda.
d. Tetap rileks yang bermakna bahwa perawat dapat mengontrol keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam merespon klien.
e. Mempertahankan sikap terbuka dengan cara tidak melipat kaki atau tangan,
menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dengan klien.
2. Sikap Psikososial
Sikap psikososial mengedepankan aspek mental dalam pelaksanaan berkomunikasi.
Dimensi dari sikap psikososial yaitu:
a. Dimensi respon
Dalam dimensi respon, perawat mampu memberikan respon yang ikhlas, menghargai,
empati dan konkrit. Pada dimensi ini, sangat penting pada awal berhubungan dengan
klien untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi yang terbuka.
b. Dimensi tindakan
1. Konfrontasi yaitu perasaan perawat tentang perilaku klien yang tidak disukai.
2. Keterbukaan yaitu perawat harus terbuka dan memberikan informasi tentang dirinya,
ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya.
3. Kesegeraan yaitu sikap perawat yang berfokus pada interaksi dan hubungan perawat
dan klien pada saat ini
4. Emotional chartasis terjadi jika klien diminta berbicara tentang hal yang mengganggu
dirinya.
Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara dalam melakukan komunikasi terapeutik kepada
klien. Teknik komunikasi terapeutik menurut Stuart (2013) yaitu:
Dalam hal ini perawat mencoba untuk memahami pasien dengan cara menjadi pendengar
yang baik untuk pasien. Perawat mendengarkan dengan sepenuh hati apa yang dirasakan
oleh pasien, memberikan kesempatan untuk pasien berbicara lebih tentang kondisinya.
2. Menunjukan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, menerima disini berarti bahwa perawat bersedia
mendengarkan apapun yang disampaikan oleh pasien tanpa menunjukkan sikap ragu
ataupun tidak setuju.
Dalam hal ini perawat bertanya mengenai hal yang disampaikan oleh pasien agar
informasi yang diterima oleh perawat lebih spesifik.
4. Mengulangi ucapan pasien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang apa yang disampaikan pasien, perawat memberikan umpan balik
bahwa perawat memahami dan mengerti tentang hal yang disampaikan oleh pasien
dengan harapan komunikasi tetap berlanjut.
5. Mengklasifikasi
Perawat berusaha menjelaskan dengan kata-kata mengenai hal ataupun pikiran yang tidak
jelas disampaikan oleh pasien.
6. Memfokuskan
Tujuan dari memfokuskan adalah untuk membatasi bahan pembicaraan agar lebih
spesifik dan lebih mudah untuk dimengerti.
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat nonverbal
pasien.
8. Menawarkan informasi
9. Diam
Diam memungkinkan pasien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri untuk bisa
mengorganisir dan memproses informasi.
10. Meringkas
Penghargaan yang diberikan kepada pasien jangan sampai membuat pasien merasa bahwa
dirinya melakukan sesuatu atau menyampaikan sesuatu hanya untuk mendapatkan
penghargaan tersebut.
Untuk memberi kesempatan kepada pasien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan.
Kejadian yang ada didalam cerita dijadikan berurutan agar perawat dan pasien
melihatnya dalam suatu perspektif.
Jika perawat ingin mengerti pasien maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari
perspektif pasien.
16. Refleksi
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
Komunikasi terapeutik juga memandang objek komunikasi sepanjang rentang kehidupan dari bayi
sampai dengan lanjut usia. Adapun sikap dan teknik komunikasi terapeutik sepanjang rentang
kehidupan menurut Nasir et al (2011) adalah sebagai berikut:
Perkembangan komunikasi dengan bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk
melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespon untuk
mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada
usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian
pada minggu ke dua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Terdapat cara komunikasi yang
efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan teknik sentuhan
seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain. Mengungkapkan kebutuhan dengan
tingkah laku dan bersuara yang dapat diinterpretasikan oleh orang sekitarnya, misal: menangis.
Beberapa hal yang penting diperhatikan selama berkomunikasi dengan bayi menurut Mundakir
(2006) adalah sebagai berikut:
b. Berbicaralah dengan suara yang lembut, sentuhan dan belaian, ciuman, mendekap,
menggendong, atau dengan gerakan (seperti mengayun memberi kenyamanan).
c. Rangsang taktil (sentuhan) sangat kuat maknanya bagi bayi unt meningkatkan rasa
aman, melindungi bayi dan kedekatan berbicara dengan ibu.
Anak berkomunikasi secara verbal maupun non verbal, anak bersifat egosentris dan hanya
memahami hal-hal yang hanya berhubungan dengan dirinya. Perkembangan komunikasi pada usia
ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahas anak dengan kemapuan anak sudah mampu
memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih
terdengar kata-kata ulangan. Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu
menguasai sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunkan seperti mengapa, apa, kapan,
dan sebagainya. Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi
tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat
pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab
harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk
dijawab seperti kata-kata jawab dong, mengalihkan aktifitas saat komunikasi, memberi mainan
saat komunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus
menghindarkan konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal
kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak
tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan
cemas, menggambar, menulis atau berceriita dalam menggali perasaan dan fikiran anak di saat
melakukan komunikasi.
Beberapa hal yang penting diperhatikan selama berkomunikasi dengan todler menurut
Mundakir (2006) adalah sebagai berikut:
c. Pelajari dan gunakan kata-kata yang dipakai anak untuk ke kamar mandi, mandi,
makan.
d. Perilaku protes yang dilakukan anak (seperti tantrum atau mengamuk) dapat digunakan
untuk mengatasi tekanan/stres pada anak.
3. Sikap dan teknik komunikasi terapeutik pada anak pra sekolah (3-5 tahun)
Anak tidak dapat memahami atau membedakan fantasi dan kenyataan, anak juga hanya memahami
kalimat yang pendek, sederhana, kata-kata yang dipahami penjelasan yang konkrit. Pada masa ini
anak mulai mandiri dan mengembangkan keterampilan dirinya untuk berinteraksi dengan orang
lain, anak yang lebih kecil belum fasih berbicara (ucapan dan perbendaharaan kata belum memadai
sepenuhnya). Anak masih egosentris percakapan tentang dirinya, berpikir kongkrit seperti bicara
apa adanya (jujur), bila perlu ijinkan untuk menyentuh, memegang, memeriksa barang yg akan
berhubungan dengan mereka. Bahasa sederhana belum lancar mengungkapkan perasaan /
keinginan komunikasi non verbal. Takut kesakitan karena ketidaktahuannya jelaskan apa yang
akan dilakukan dan jelaskan bagaimana rasanya dengan penjelasan yang sederhana. Sebagian anak
mengalami stranger anxiety yang menjadi barier atau penghambat dalam komunikasi.
Beberapa hal yang penting diperhatikan selama berkomunikasi dengan anak pra sekolah menurut
Mundakir (2006) adalah sebagai berikut:
a. Posisi yang baik pada saat berbicara pada anak adalah: jongkok, duduk di kursi kecil,
atau berlutut pandangan mata sejajar dengan anak
c. Orang tua atau perawat harus konsisten dalam berkomunikasi (verbal atau nonverbal)
sesuai situasi saat itu (misal tidak tertawa saat anak mengalami kesakitan karena tindakan
tertentu).
4. Sikap dan teknik komunikasi terapeutik pada anak sekolah (5-12 tahun)
Anak mencari alasan dan penjelasan atas segala sesuatu, namun tidak membutuhkan
pengesahan. Anak juga memahami penjelasan sederhana dan mendemonstrasikan. Berfikir
fungsional arah pertanyaan: mengapa, bagaimana, untuk apa sesuatu dilakukan. Beberapa hal yang
penting diperhatikan selama berkomunikasi dengan anak pra sekolah menurut Mundakir (2006)
adalah sebagai berikut:
f. Hargai privasi anak. Mungkin ada topik pembicaraan yang tidak ingin didiskusikan.
g. Sangat memperhatikan keutuhan tubuh takut terluka perlu pendekatan sehingga anak
dapat mengungkapkan perasaannya kecemasannya turun.
Remaja berfikir lebih abstrak frustasi antara tingkah laku berfikir kanak-kanak dan dewasa
karena pada masa ini adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa anak-anak menuju
dewasa. Pola pikir dan tingkah laku merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang dewasa,
bahasa dan kultur tersendiri bahasa gaul (istilah tertentu seperti nyokap dan bokap). Peer group
atau kelompok sebaya yang utama lebih terbuka pada orang lain dapat orang tua atau keluarga.
Beberapa hal yang penting diperhatikan selama berkomunikasi dengan anak pra sekolah menurut
Mundakir (2006) adalah sebagai berikut:
a. Memberi perhatian.
h. Hormati privasinya.
i. Beri dukungan pada apa yang telah dicapainya secara positif dengan memberikan
penguatan positif (pujian).
6. Sikap dan teknik komunikasi terapeutik pada dewasa (19-59) dan lanjut usia (lansia) (lebih
dari 60 tahun)
Berdasarkan perkembangan komunikasi pada orang dewasa dan lansia serta permasalahan
yang terjadi, maka agar tercapai komunikasi yang efektif terutama dalam melaksanakan pelayanan
keperawatan, perlu menunjukan sikap-sikap terapeutik. Dalam berkomunikasi dengan orang
dewasa sampai lansia diperlukan pengetahuan tentang sikap-sikap psikologis yang spesifik pada
orang dewasa dan lansia, seperti orang dewasa atau lansia melakukan komunikasi berdasarkan
pengetahuan atau pengalamannya sendiri. Berkomunikasi pada lansia melibatkan perasaan dan
pikiran. Berkomunikasi sebagai bentuk kerjasama saling memberi pengalaman, saling
mengungkapkan reaksi dan tanggapannya dalam menghadapi suatu masalah. Teknik komunikasi
yang dilakukan pada orang dewasa dan lansia antara lain teknik asertif, responsif, fokus, supportif,
klarifikasi, sabar dan ikhlas. Hambatan yang sering dijumpai dalam berkomunikasi dengan lansia
antara lain fungsi pendengaran yang menurun, penglihatan yang mulai kabur, suara yang mulai
melemah serta gigi yang mulai berkurang sehingga menyebabkan pembicaraan kurang jelas
(Kozier et al, 2004).
Perawat menjawab pertanyaan semacam itu melalui perilaku konsisten dan handal
yang mendorong pengembangan kepercayaan. Tindakan keperawatan yang paling
penting selama tahap orientasi adalah penilaian dan menciptakan iklim yang kondusif
bagi hubungan baik. Perawat harus menentukan kebutuhan klien, basis pengetahuan,
kekuatan dan keterbatasan, mekanisme penanganan, dan sistem pendukung. Seringkali
klien tidak mengekspresikan kebutuhan mereka secara langsung. Perilaku adalah satu-
satunya petunjuk untuk kebutuhan mereka.
Tujuan perawat adalah untuk menentukan arti sebenarnya dari perilaku dan untuk
menilai persepsi klien tentang kebutuhan dan masalah yang paling penting. Untuk
mengurangi kecemasan klien dan meningkatkan kepercayaan, perawat memberikan
beberapa informasi spesifik. Informasi yang harus diterima klien selama fase orientasi
meliputi: Nama perawat, peran perawat, alasan perawat harus mengajukan pertanyaan,
kerahasiaan dan parameternya, serta kontrak waktu. Pasien dan perawat mungkin akan
menemukan kesenjangan difase ini maka dalam fase ini trust harus terbentuk. Dalam
fase ini juga kesempatan yang baik untuk mengklarifikasi persepsi perawat dan pasien
tentu saja dengan menjaga kerahasiaan sepenuhnya.
Menurut Perry & Potter (2009) pada fase orientasi beberapa hal yang harus
dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut:
1. Bentuk suasna hubungan dengan perilaku yang hangat, empati, dan penuh
perhatian
2. Pahami bahwa hubungan awal bersifat superfisial, tidak pasti, dan tentative
3. Ketahui bahwa klien akan menguji kemampuan dan komitmen perawat
4. Amati klien dengan cermat, dan sebaliknya
5. Mulailah membangun kesimpulan dan membentuk penilaian tentang pesan dan
perilaku klien
6. Kaji status kesehatan klien
7. Prioritaskan masalah klien dan identifikasi tujuan mereka
8. Klarifikasi peran klien dan perawat
9. Buat kontrak dengan klien mengenai tugas dan pembagian peran
10. Beritahu klien tentang saat dimana hubungan akan diakhiri.
11. Kedua tahapan yang telah dijelaskan diatas, yaitu tahapan komunikasi
terapeutik fase prainteraksi dan orientasi merupakan bagian dari tahapan-
tahapan komunikasi terapeutik perawat dan pasien. Dengan pembahasan ini
diharapkan perawat dan pasien mampu berkomunikasi dua arah yang bersifat
terapeutik.
c. Tahap / Fase Kerja
Fase kerja atau fase eksplorasi pada teori peplau memungkinkan suatu situasi
dimana pasien dapat merasakan nilai hubungan sesuai pandangan/persepsinya terhadap
situasi. Fase ini merupakan inti hubungan dalam proses interpersonal. Dalam fase ini
perawat membantu pasien dalam memberikan gambaran kondisi pasien dan seluruh
aspek
Fase kerja memiliki dua komponen penting yaitu identifikasi dan eksplorasi. Fase
Kerja adalah tahap berikutnya dari hubungan terapeutik, di mana masalah
diidentifikasi, tujuan ditetapkan, dan metode pemecahan masalah dipilih. Tujuan yang
dapat dicapai memainkan peran penting dalam persepsi kontrol klien (Reb, 2007).
Tindakan dipilih setelah mempertimbangkan dengan seksama konsekuensi tindakan
dan nilai klien. Hal ini diperlukan untuk mempertimbangkan sistem nilai klien saat
menentukan metode pemecahan masalah. Partisipasi klien meningkat ketika
pertimbangan nilai dimasukkan ke dalam perencanaan perawatan. Penting agar perawat
mempertimbangkan perasaan klien terhadap kontrol pribadi dan melakukan intervensi
untuk meningkatkan persepsi kontrol, terutama untuk klien yang dirawat di fasilitas
rawat inap (Williams, Dawson, & Kristjanson, 2008).
Pada tahap ini klien terlibat dengan perawat dalam pemecahan masalah aktif untuk
mencapai kemajuan yang sama-sama berkembang. Perilaku yang menunjukkan klien
berada dalam fase kerja adalah:
1. Mengajukan pertanyaan tentang masalahnya sendiri
2. Mencari klarifikasi dari perawat
3. Memperhatikan intstruksi
4. Minta informasi lebih lanjut tentang perannya sendiri dalam pemulihan
Perawat berusaha memaksimalkan kesuksesan klien dalam memecahkan
masalah.Tujuan perawatan yang harus dicapai selama fase kerja adalah untuk:
1. Mengevaluasi kembali tujuan dan aktivitas terkait seiring munculnya
informasi baru
2. Mendukung kegiatan pemecahan masalah yang realistis dari klien
Selama fase ini perawat mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus
meningkatkan perkembangan insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran,
perasaan, dan tindakan). Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan
ke dalam pengalaman hidup klien. Perawat membantu klien menghilangkan
kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan tanggung jawab terhadap diri sendiri,
mengembangkan mekanisme koping yang positif. Fokus fase ini adalah perubahan
perilaku secara nyata. Perawat melakukan active listening, mendorong pasien
mengungkapkan perasaan dan pikiran, mampu menganalisis perubahan respon pasien
secara verbal maupun nonverbal.
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi
terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien
untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons
ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam
tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga
mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh
klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan
percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu
perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997
dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka
klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah
disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
d. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan tahap akhir dalam komunikasi terapeutik. Terminasi
terbagi dua yaitu, terminasi sementara dan terminasi akhir (Suryani, 2005).
1. Terminasi sementara
adalah akhir dari tiap pertemuan antara perawat dan klien, dan sifatnya sementara,
karena perawat akan menemui pasien lagi, apakah satu atau dua jam atau mungkin
besok akan kembali melakukan interaksi. Komponen nya terdiri dari evaluasi hasil,
rencana tindak lanjut, kontrak waktu dan topic yang akan dibahas untuk pertemuan
selanjutnya.
Contoh ; setelah kita ngobrol tadi, coba bapak sebutkan teknik-teknik
manajemen nyeri?
Nanti kalo nyeri, bapak mau coba pake teknik apa?
Kapan bapak bersedia ngobrol lagi?
Bagaimana kalau besok kita praktek ulang teknik nafas dalam?
2. Terminasi akhir,
Merupakan terminasi yang terjadi jika klien akan pulang dari rumah sakit
atau menyelesaikan proses perawatan. Komponen nya terdiri dari evaluasi akhir
dan rencana tindak lanjut di rumah
Contoh ; Saya lihat bapak sudah bisa teknik nafas dalam dan teknik
distraksi?
Nanti kalo sudah dirumah, rencana bapak mau melakukan
kegiatan apa?
Fase terminasi ini penting untuk di persiapkan dari awal, karena terkadang ada
klien yang menjadi terlalu bergantung kepada perawatnya sehingga enggan untuk
berpisah atau mengakhiri proses komunikasi. Merencanakan terminasi sebaiknya
sudah dilakukan sejak proses awal dari komunikasi untuk mencegah terminasi yang
dirasa tiba-tiba bagi klien, karena jika hal itu terjadi bisa menyebabkan kecemasan,
frustasi, kecurigaan dan keengganan klien mengikuti proses komunikasi dengan
petugas kesehatan lain dimasa depan. Selama proses terminasi ini perawat
menyimpulkan hal-hal yang dibahas selama berkomunikasi dan meminta validasi dari
klien. Jika perawat ataupun klien merasa membutuhkan waktu tambahan untuk
mengeksplorasi lebih jauh lagi hal-hal tertentu yang dibahas selama berkomunikasi
tadi, bisa dilakukan dengan membuat rencana lanjutan di lain waktu yang disetujui oleh
perawat dan klien.
Evaluasi adalah tujuan utama untuk perawat dan pasien dari fase ketiga
komunikasi terapeutik ini. Selain itu, diharapkan tujuan-tujuan dari komunikasi
terapeutik ini tercapai karena targetnya yang realistis dan berguna bagi klien, serta klien
mau beperan serta secara aktif dalam proses tindak lanjut dari intervensi yang
dilakukan pada fase kerja. Karena tanpa itu semua, komunikasi terapeutik yang
dilakukan akan menjadi tidak efektif.
BAB 111
PENUTUP
1. Kesimpulan
Komuniksi terapeutik merupakan bagian dari proses perawatan yang tidak dapat dipisahkan.
Dengan komunikasi terapeutik ini diharapkan proses perawatan bisa terlaksana dengan baik dan
tidak hanya berfokus pada pengobatan atau perawatan secara fisik, tetapi juga psikososial klien.
Sebagai perawat yang professional, dalam memberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat
menggunakan teknik komunikasi terapeutik dengan baik dan benar, sehingga tercipta proses
asuhan keperawatan yang berkualitas bagi klien dan secara tidak langsung juga bermanfaat bagi
perawat itu sendiri. Manfaat di dunia dan manfaat untuk bekal di akherat kelak
2. Saran
Bina trust, sesuaikan teknik dan metode komunikasi dengan kondisi dilapangan
Empati, bukan simpati
Bersikap profesional
DAFTAR PUSTAKA
Arnold, E.C & Boggs, K.U. (2016). Interpersonal Relationship : Professional Communication
Skills for Nurses.7th Edition. Elsevier : Missouri.
Body, C & Dare, J. (2014). Communication Skill for Nurses. Wiley Blackwell: West Sussex.
DeLaune, Sue C & Ladner, Patricia K. (2002). Fundamentals of Nursing: Standards & Practice.
2nd Edition. New York: Delmar.
DeLaune, Sue C & Ladner, Patricia K. (2011). Fundamental of Nursing: Standards & Practice.
4th Edition New York: Delmar.
Dewit. (2005). Faktor- faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik. Diakses dari :
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=990.Pada tanggal 02 Agustus 2017.
Effendy, Onong Uchjana. (2009). Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktek. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A.j., & Snyder. (2012). Fundamentals of nursing: Concepts,
process, and practice. 9th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Mubarak, W.I. (2012). Promosi kesehatan untuk kebidanan. Jakarta: salemba Medik
Mulyana, Deddy.( 2007). Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nurdianti, Siti Rahma (2014). Analisis Faktor-faktor Hambatan Komunikasi dalam Sosialisasi
Program Keluarga Berencana Pada Masyarakat Kebon Agung Samarinda. Samarinda: Jurnal
Komunikasi.
Pieter, Herri Zan. (2017). Dasar-dasar Komunikasi bagi Perawat. Jakarta: Kencana.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2013). Fundamentals of nursing: concepts, process, and practice.
10th Edition.Mosby: Year Book Inc.
Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice.7th
Edition. St. Louis, MI: Elsevier Mosby.
Sheldon, L.K (2009). Komunikasi untuk Keperawatan: Berbicara dengan Pasien. Erlangga:
Surabaya
Stuart, G.W & Sudeen.( 2010). Principles And Practice Of Psychiatric Nursing, 10th Edition.
Missouri: Elsevier Mosby
White, Lois & Duncan, Gena. (2011). Foundation of Basic Nursing. 3th Ed. New York: Delmar
Chengage Learning
TUGAS MATA KULIAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN
Oleh:
Universitas Indonesia
PENDAHULUAN
Komunikasi sangat penting digunakan oleh perawat, baik dalam berkomunikasi dengan
teman sejawat ataupun dengan pasien. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien,
komunikasi yang digunakan perawat menggunakan teknik komunikasi terapeutik. Teknik
komunikasi terapeutik merupakan keterampilan perawat yang harus dipelajari dan dilatih setiap
saat.
Proses komunikasi terapeutik terdiri dari tahap persiapan atau prainteraksi, tahap
perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi. Salah satu tujuan komunikasi
terapeutik adalah membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan dengan kapasitas memberi
dan menerima.
Komunikasi terapeutik merupakan kemampuan yang harus dimiliki perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan, maka dari itu makalah ini dibuat untuk mengetahui, bagaimana tahapan
komunikasi terapeutik yang baik yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan.
Untuk mengetahui teknik komunikasi terapeutik sesuai dengan literatur yang didapatkan.
BAB I PENDAULUHAN, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan umum, dan
sistematka penulisan
BAB II LANDASAN TEORI, berisi teori yang berupa pengertian dan definisi komunikasi serta
komuniasi terapeutik, sikap dan teknik komunikasi, serta tahapan komunikasi terapeutik.
BAB III Penutup, berisi kesimpulan dan saran berdasarkan teroi yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA