Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA

YANG MENGALAMI DISTRESS SPIRITUAL AKIBAT KEHILANGAN,


BERDUKA ATAU BERKABUNG
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas AKTM

Disusun Oleh :
Alma Triana (032016038)
Nden Ayu Pratiwi (0302016040)
Denis Kurnia (0302016043)
Agia Permata (0302016058)

Program Studi Sarjana Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan‘Aisyiyah Bandung
Jalan KH Ahmad Dahlan (Banteng Dalam) No. 6 Bandung
Tahun Ajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. Y Diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas AKTM” dengan tepat waktu. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
nilai tugas mata kuliah Keperawatan menjelang ajal dan paliatif care, selain itu
makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan kami sebagai penulis dan
khususnya bagi kami yang merupakan mahasiswa keperawatan. Kami mengucapkan
banyak terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini. Tak ada gading yang tak retak. Tentunya dalam penyusunan makalah ini,
masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun, sangat kami
butuhkan demi kesempurnaan dalam karya kami kedepan. Dengan adanya makalah
ini kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
bagi tenaga dan mahasiswa keperawatan pada khususnya.

Bandung, 23 Oktober 2018

Kelompok 3
DAFTAR ISI
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Pengkajian kehilangan, berduka, berkabung


1. Pengertian dari kehilangan dan berduka
a. Pengertian Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial
yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi
perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami setiap
individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan
bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir kehilangan sangat
dipengeruhi oleh respons individu terhadap kehilangan
sebelumnya (Potter & Perry, 1997).
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah
dengan suatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada,
baik terjadi sebagain atau keseluruhan (Lambert,1985). Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
dalam rentang kehidupan. Sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cendrung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda.Terlepas dari penyebab kehilangan
yang dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi
kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat
dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.
Individu mengalami kehilangan ketika individu lain,
pengontrolan, bagian tubuh, lingkungan yang dikenal atau
perasaan diri sudah berubah atau tidak ada lagi. Perubahan
kehidupan bersifat alami dan biasanya bersifat positif. Selama
menjalani kehidupan bersifat alami dan biasanya bersifat postif.
Kehilangan dapat memiliki beragam bentuk, sesuai nilai dan
prioritas yang dipengaruhi oleh lingkungan seseorang yang
meliputi keluarga, teman, masyarakat, dan budaya.
Selama menjalani kehidupan, kita mempelajari bahwa
perubahan selalu melibatkan kehilangan yang penting(necessary
losses), yang merupakan bagian dari hidup. Kita belajar berharap
bahwa sebagian besar dari rasa kehilangan yang diperlukan pada
akhirnya digantikan oleh sesuatu yang berbeda atau yang lebih
baik. Namun, beberapa rasa kehilangan menyebabkan kita
mengalami perubahan permanen dalam hidup kita dan mengancam
perasaan kita tentang kepemilikan dan keamanan. Kematian
seseorang yang kita cintai, perceraian, atau kehilangan kebebasan
akan mengubah hidup kita selamanya dan secara signifikan
mengganggu kesehatan fisik, psikologis, dan spiritual.
Kehilangan maturasional(maturational losses) adalah suatu
bentuk dari kehilangan yang penting dan melibatkan semua
harapan hidup yang secara normal berubah disepanjang kehidupan.
Beberapa rasa kehilangan terlihat tidak diperlukan dan bukan
merupakan bagian dari pengalaman pendewasaan yang diharapkan.
Secara tiba-tiba, kejadian eksternal yang tidak dapat diperkirakan
menyebabkan rasa kehilangan situasional.
Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasa. Rasa kehilangan
aktual (actual loss) terjadi ketika seseorang tidak dapat lagi
merasakan, mendengar, atau mengenali seseorang atau objek. Ada
juga kehilangan objek yang berharga antara lain semua yang
dipakai atau salah tempat, dicuri, atau rusak oleh bencana. Rasa
kehilangan yang dirasa (perceived losses)didefinisikan secara
unik oleh seseorang yang mengalami rasa kehilangan dan bersifat
tidak begitu jelas bagi individu lain, misalnya kehilangan
kepercayaan diri atau harga diri.
b. Pengertian berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional
terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara
yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan pada
pengalaman pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan spiritual
yang dianutnya. Sementara itu, istilah kehilangan
(bereavement) mencakup berduka dan berkabung (mourning),
yaitu perasaan di dalam dan reaksi keluar orang yang
ditinggalkan. Berkabung adalah periode penerimaan terhadap
kehilangan dan berduka. Hal ini terjadi dalam masa kehilangan
dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan (Aziz
Alimul, 2014).
Berduka merupakan respons emosional terhadap rasa
kehilangan, yang dimanifestasikan oleh individu dalam cara
yang khusus, berdasarkan pengalaman personal, harapan
budaya, dan kepercayaan spiritual (Hooyman dan Kremer,
2006). Koping pada proses berduka melibatkan suatu periode
berkabung, penampilan, ekspresi sosial terhadap berduka, dan
perilaku berhubungan dengan rasa kehilangan. Upacara
berkabung dipengaruhi secara budaya dan seperti perilaku yang
dipelajari.
2. Etiologi dari konsep kehilangan dan berduka
a. Faktor predisposisi
1) Faktor genetik. Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam
keluarga dengan riwayat depresi akan sulit mengembangkan
sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk
dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2) Kesehatan fisik. Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup
yang teratur cenderung mempunyai kemampuan dalam
mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan jasmani.
3) Kesehatan mental. Individu yang mengalami gangguan jiwa,
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai
dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis, selau dibayangi
masa depan peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4) Pengalaman kehilangan di masa lalu. Kehilangan atau
perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-kanak
akan memengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa.
5) Struktur kepribadian. Individu dengan konsep diri yang
negative dan perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah dan tidak objektif terhadap stress
yang dihadapi.
6) Adanya stressor perasaan kehilangan. Stressor ini dapat berupa
stressor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri,
seperti kehilangan biopsikososial yang meliputi kehilangan
harga diri, pekerjaan, seksualitas, posisi dalam masyarakat,
milik pribadi (kehilangan harta benda atau yang dicintai,
kehilangan kewarganegaraan, dan lain-lain). Mekanisme
koping yang sering dipakai oleh individu dengan respons
kehilangan, antara lain pengingkaran, regresi, intelektualisasi,
disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan. Dalam keadaan patologi, mekanisme koping
sering dipakai secara berlebihan atau tidak memadai.
Pengkajian tanda klinis berupa adanya distress somatis seperti
gangguan lambung, rasa sesak, napas pendek, sering mengeluh,
dan merasakan lemah. Pengkajian terhadap masalah psikologis
adalah tidak ada atau kurangnya pengetahuan dan pemahaman
kondisi yang terjadi, penghindaran pembicaraan tentang
kondisi penyakit, serta kemampuan pemahaman sepenuhnya
terhadap prognosis dan usaha menghadapinya.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan
kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata
ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-
sosial antara lain meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
3. Manifestasi klinis dari kehilangan dan berduka :
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian.
c. Mengingkari kehilangan.
d. Kesulitan dalam mengekspresikan perasaan.
e. Konsenterasi menurun.
f. Kemarahan yang berlebihan.
g. Tidak  berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat.
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas.
4. Jenis-jenis Kehilangan dan berduka
a. Jenis jenis kehilangan:
Menurut Aziz Alimul (2014), kehilangan digolongkan menjadi
beberapa jenis yakni sebagai berikut:
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau
kehancuran akibat bencana).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah
rumah, dirawat di rumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya
pekerjaan, kepergian anggota keluarga atau teman dekat,
perawat yang dipercaya, atau binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan
fungsi psikologis atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga,
teman dekat, atau diri sendiri).
b. Jenis-jenis Berduka
Penting untuk membedakan antara ekspresi berduka
sebagai respons terhadap rasa kehilangan yang normal dan
sehat, yang membutuhkan dukungan dan pengakuan
masyarakat; dari berduka sebagai respons terhadap tekanan dan
gangguan personal yang besar, yang membutuhkan intervensi
yang lebih itensif. Mengenali bahwa ada perbedaan antara
berbagai tipe berduka dapat membantu perawat dalam
merencanakan dan menerapkan perawatan yang sesuai. Jenis-
jenis berduka terbagi atas:
1) Berduka yang Normal
Ketika individu sedang berduka, ini berarti bahwa mereka
berada dalam proses adaptasi dengan kematian orang yang
dicintai. Berduka yang normal (non-komplikasi)
merupakan reaksi terhadap kematian yang paling umum
terjadi. Meskipun penyebab kematian (kekerasan, tidak
diharapkan, traumatik) mengakibatkan risiko terbesar bagi
yang bertahan hidup, tetapi hal ini tidak selalu menentukan
bagaimana individu akan berduka. Gaya adaptasi (seperti
daya tahan, ketabahan, dan pengontrolan diri), sama halnya
dengan kemampuan untuk merasakan kehilangan dan
menemukan manfaat dari rasa kehilangan, merupakan
faktor-faktor yang telah dibuktikan dapat membantu dan
bermanfaat (Holland et al., 2006; Ong et al.,2006; Onrus et
al.,2006; Matthew, 2007). Berduka yang normal
merupakan respons yang kompleks dengan emosi, kognitif,
sosial, fisik, perilaku, dan konsep spiritual.
2) Berduka Berkomplikasi
Pada sebagian kecil individu, adaptasi terhadap berduka
yang normal tidak terjadi. Pada berduka berkomplikasi
(disfungsional), berduka yang dirasakan individu
berkepanjangan atau kesulitan saat ingin bergerak maju
setelah mengalami rasa kehilangan. Mengalami kehilangan
orang yang dicintai, individu dengan berduka
berkomplikasi mengalami kerinduan yang kronis dan
mengganggu terhadap orang yang sudah meninggal
cenderung memiliki kesulitan dalam menerima kematian,
kepercayaan orang lain, merasakan kepahitan, atau
kekhawatiran akan masa depan. Mereka juga dapat
merasakan mati rasa secara emosional.
3) Berduka yang Diantisipasi
Seseorang akan mengalami berduka yang diantisipasi
(anticipatory grief), suatu proses pelepasan bawah sadar
atau “membiarkan pergi” sebelum rasa kehilangan aktual
atau kematian terjadi, terutama terjadi dalam situasi rasa
kehilangan yang diperpanjang atau telah diperkirakan
(Corless, 2006). Ketika berduka berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, maka individu akan lebih memahami
rasa kehilangan secara bertahap dan mulai untuk
mempersiapkan hal yang tidak direlakkan darinya. Mereka
mengalami respons berduka yang lebih kuat (misalnya:
goncangan, penyangkalan, dan kesedihan).
4) Berduka yang Tidak Lepas
Individu mengalami berduka yang tidak lepas
(disenfranchised grief), yang juga dikenal sebagai berduka
marginal atau tidak didukung, ketika hubungan mereka
dengan orang yang sudah meninggal tidak disetujui secara
sosial, tidak dapat diakui secara terbuka didepan umum,
atau terlihat kurang signifikan (Hooyman & Kremer,
2006). Contohnya kematian individu yang sudah tua,
mantan suami/istri, pasangan gay, atau bahkan hewan
peliharaan yang dicintai.
5) Berduka Tertutup
Berduka yang tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan
yang tidak dapat diakui secara terbuka. Contohnya,
kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya
di kandungan atau ketika bersalin.
5. Rentang respon kehilangan dan berduka
Denial Anger Bergaining Depresi Acceptance
a. Menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses
kehilangan:
1) Fase denial (penolakan)
a) Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai
kenyataan
b) Perbalisasi : “ itu tidak mungkin” , “Saya tidak
percaya itu terjadi”.
c) Perubahan fisik : letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernapasan, detang jantung cepat,
menangis, gelisah.
2) Fase anger (marah)
a) Mulai sadara akan kenyataan
b) Marah diproyeksikan pada orang lain
c) Reaksi fisik : muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal
d) Perilaku agresif
3) Fase bargaining (tawar menawar)
a) Verbalisasi : “Kenapa harus terjadi pada saya?
“kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya
hati-hati”
4) Fase depression (bersedih yang mendalam)
a) Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara
atau putus asa.
b) Gejala : menolak makan, susah tidue, letih,
dorongan libido menurun
5) Fase accepotance (menerima)
a) Pikiran pada objek yang hilang berkurang
b) Verbalisasi : “Apa yang dapat saya lakukan agar
saya dapat sembuh”.
b. Respons Berduka dan Rangkain Proses Berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui
tahap-tahap berikut (Kubler-Ross, dalam Potter & Perry,
1997).
1) Tahap Pengingkaran.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan
adalah syok, tidak dipercaya, mengerti, atau mengingkari
kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi. Sebagai
contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi
tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah
letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali
individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat
berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun.
2) Tahap Marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan
yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau
dirinya sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga
tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan
menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respons
fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, denyut
nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan
seterusnya.
3) Tahap Tawar-Menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan
terjadi kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat
kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah-olah
kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin
berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan
memohon kemurahan Tuhan.
4) Tahap Depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik
diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau
bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga,
bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang
ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih,
turunnya dorongan libido, dan lain-lain.
5) Tahap Penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan
kehilangan. Pikiran yang berpusat pada objek yang hilang
akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima
kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai
memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang
yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap.
Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila
individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima
dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses
berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara
tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap penerimaan akan
memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Rasa Kehilangan dan Berduka
Berbagai variable memengaruhi cara seseorang merasakan dan
merespons rasa kehilangan. Variable tersebut meliputi faktor-faktor
perkembangan, hubungan personal, sifat rasa kehilangan, strategi
koping, status sosial ekonomi, serta kepercayaan dan pengaruh.
a. Perkembangan Manusia
Usia klien dan tahap perkembangan memengaruhi respons
terhadap berduka. Misalnya, anak-anak tidak dapat memahami rasa
kehilangan atau kematian, tetapi sering merasakan kecemasan
akibat kehilangan objek dan terpisah dari orang tua.
b. Hubungan Personal
Ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain, kualitas dan arti
hubungan yang hilang akan memengaruhi respons terhadap
berduka. Ketika suatu hubungan antara dua individu telah menjadi
sangat dekat dan terjalin dengan baik, maka dapat dimengerti
bahwa individu yang hidup sulit untuk melanjutkan hidupnya
spiritual dan budaya (Potter & Perry, 2010).
c. Sifat dari Rasa Kehilangan
Menggali arti suatu rasa kehilangan yang dimiliki klien dapat
membantu perawat memahami secara lebih baik dampak dari rasa
kehilangan pada perilaku, kesehatan, dan kesejahteraan klien
(Corles, 2006). Rasa kehilangan yang paling jelas biasanya
menstimulasi respons pertolongan dari individu lain.
d. Strategi Koping
Pengalaman hidup membentuk strategi koping yang digunakan
seseorang untuk mengatasi tekanan karena rasa kehilangan. Klien
pertama-tama bergantung pada strategi koping yang mereka kenal
ketika mengalami tekanan akibat rasa kehilangan. Ketika strategi
koping yang biasanya tidak berhasil, individu memerlukan strategi
koping yang baru. Pengungkapan emosi (pelepasan, atau
membicarakan tentang perasaan seseorang) telah dipandang
sebagai cara yang penting untuk beradaptasi dengan rasa
kehilangan. Di masa lalu, fokusnya adalah menolong individu
mengungkapkan kemarahan atau perasaan negative lainnya
berhubungan dengan rasa kehilangan. Namun, penelitian terbaru
menunjukkan bahwa fokus pada emosi yang positif dan perasaan
optimis mungkin lebih menjadi indikasi penting dari adaptasi yang
berhasil terhadap kehilangan (Ong et al., 2004).
e. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi memengaruhi kemampuan seseorang untuk
memasukkan dukungan dan sumber daya untuk beradaptasi
dengan rasa kehilangan dan respons fisik terhadap tekanan
(Cohen, Doyle, dan Baum, 2006). Ketika individu kekurangan
sumber daya finansial, pendidikan, atau pekerjaaan, beban
kehilangan menjadi berlipat.
f. Budaya dan Etnik
Budaya seseorang dan struktur sosial lainnya (misalnya keluarga
atau keanggotaan keagamaan) memengaruhi interpretasi terhadap
rasa kehilangan, membangun pengungkapan berduka yang
diterima, serta menyelenggarakan stabilitas dan struktur di tengah
kekacauan dan rasa kehilangan.
g. Kepercayaan Spiritual dan Keagamaan
Penanganan penyakit secara serius pada klien biasanya
melibatkan intervensi medis untuk memulihkan atau menjaga
kesehatan. Sebagai rangkaian praktik kedua, strategi yang
transformatif, mengakui keterbatasan hidup, dan membantu
individu yang sekarat menemukan arti dalam penderitaan
sehingga mereka dapat melampaui atau melangkah lebih ke
depan, keberadaan diri mereka. Praktik yang transformatif
dihubungkan dengan penyembuhan, komunitas, dan kepercayaan
spiritual atau keagamaan (Myers, 2003).
h. Harapan
Harapan, suatu komponen spiritualitas multidimensi, mendorong
dan memberikan rasa nyaman bagi individu yang mengalami
tantangan personal. Pengharapan memberikan individu
kemampuan untuk melihat kehidupan sebagai keabadian atau
memiliki arti serta tujuan. Sebagai suatu bentuk masa depan dan
dorongan motivasi, harapan membantu klien mempertahankan
suatu harapan yang baik, suatu perbaikan dalam lingkungan
mereka, atau pengurangan terhadap sesuatu yang tidak
menyenangkan. Dengan harapan, sesorang klien berpindah dari
perasaan lemah dan rentang, menuju ke kehidupan yang penuh
kemungkinan (Arnaert, Filteau dan Sourial, 2006).
7. Respon Spiritual dari konsep kehilangan dan berduka
a. Kecewa dan marah terhadap Tuhan
b. Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
c. Tidak memilki harapan; kehilangan makna
8. Respon Emosional dari konsep kehilangan dan berduka
a. Merasa sedih, cemas
b. Kebencian
c. Merasa bersalah
d. Perasaan mati rasa
e. Emosi yang berubah-ubah
f. Penderitaan dan kesepian yang berat
g. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan
individu atau benda yang hilang
h. Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan
keputusasaan
i. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya dirI
9. Respon Fisiologis dari konsep kehilangan dan berduka
a. Sakit kepala, insomnia
b. Gangguan nafsu makan
c. Berat badan turun
d. Tidak bertenaga
e. Palpitasi, gangguan pencernaan
f. Perubahan sistem imune dan endokrin
10. Respon Fisiologis dari konsep kehilangan dan berduka
a. Sakit kepala, insomnia
b. Gangguan nafsu makan
c. Berat badan turun
d. Tidak bertenaga
e. Palpitasi, gangguan pencernaan
f. Perubahan sistem imune dan endokrin
11. Respon Kognitif dari kehilangan dan berduka
a. Gangguan asumsi dan keyakinan
b. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
c. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
d. Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang
meninggal adalah pembimbing.
12. Perilaku dari konsep kehilangan dan berduka
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
a. Menangis tidak terkontrol
b. Sangat gelisah; perilaku mencari
c. Iritabilitas dan sikap bermusuhan
d. Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan
bersama orang yang telah meninggal.
e. Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal
ingin membuangnya
f. Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
g. Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau
pembunuhan
h. Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
7. Analisa Data
a. Merasa putus asa dan kesepian
b. Kesulitan mengekspresikan perasaan
c. Konsentrasi menurun
Data objektif:
a. Menangis
b. Mengingkari kehilangan
c. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
d. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
e. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas
B. Diagnosa keperawatan yang muncul

Diagnosis Keperawatan Faktor Berhubungan Batasan Karakteristik (Data


(Problem/P) (Etiologi/E) Subjektif/Objektif/Symtom/S)
Duka cita (00136) Kematian/kehilangan orang Marah, sering menyalahkan,
yang terdekat. menarik diri, merasakan putus asa,
pikiran kacau/disorganisasi,
adanya gangguan tidur, kepedihan,
perilaku panic, adanya distress
psikologis, adanya perubahan
tingkat aktivitas, adanya perubah
an fungsi imun, dan lain-lain.
Duka cita terganggu (00135) Ketidakstablian emosional, Depresi, letih, penurunan fungsi
kurangnya dukungan social, dalam peran hidup, menghindari
dan adanya kematian orang berduka, merindukan almarhum,
terdekat. terus memikirkan almarhum,
adanya kecemasan, bingung,
adanya ungkapan perasaan hampa,
perasaan syok, marah, tidak
percaya, curiga pada orang lain,
melamun, menyalahkan diri,
adanya distress, dan lain-lain.
Risiko duka cita terganggu Adanya faktor risiko, seperti Adanya faktor risiko.
(00172) kematian orang terdekat,
emosi yang tidak stabil, dan
dukungan social yang
kurang.
C. Intervensi keperawatan
Intervensi untuk klien yang berduka :
a. Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan
penyangkalan yang adaptif.
b. Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima
dukungan.
c. Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan
masa lalu saat ini.
d. Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e. Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
f. Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g. Gunakan komunikasi yang efektif.
1) Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
2) Dorong penjelasan
3) Ungkapkan hasil observasi
4) Gunakan refleksi
5) Cari validasi persepsi
6) Berikan informasi
7) Nyatakan keraguan
8) Gunakan teknik menfokuskan
9) Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau
menyatakan hal yang tersirat
h. Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal
seperti:
1) Kehadiran yang penuh perhatian
2) Menghormati proses berduka klien yang unik
3) Menghormati keyakinan personal klien
4) Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan,
konsisten
5) Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang
berhubungan dengan kehilangan
i. Prinsip Intervensi  Keperawatan pada Pasien dengan Respon
Kehilangan:
1) Bina dan hubungan saling percaya
2) Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian
yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan
mengambil hikmahnya
3) Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses
berduka
4) Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
5) Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
6) Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7) Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
j.Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
1) Fase Pengingkaran
a) Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya.
b) Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima,
ikhlas dan memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan
pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.
2) Fase marah
a) Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
3) Fase tawar menawar
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan
takutnya.
4) Fase depresi
a) Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
b) Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
5) Fase penerimaan
a) Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa
dihindari.
BAB II

PEMBAHASAN KASUS

Seorang pasien laki-laki tuan Y 49 tahun. Telah ditinggalkan istrinya meninggal


karena kangker paru-paru stadium 4 sejak tahun yang lalu. Selama istrinya sakit, tuan
Y selalu menemani dan membantu kebutuhan istrinya dari mulai menyiapkan makan,
memandikan, membingbing shalat. Pasien selalu menemani istrinya sebelum pergi
dan sepulang kantor.

Tuan Y hidup seorang diri tidak mempunyai anak, tidak mempunyai teman dekat.

Pasien tuan Y datang ke poli klinik dengan keluhan sakit kepala sehingga sulit
konsentrasi saat bekerja. Tuan Y seorang akutan public. Tuan Y mengatakan bahwa
jarang makan karena malas dan tidak ada selera. Tuan Y mengungkapkan sedah 2
bulan ini mengalami sulit tidur bahkan bisa tidak tidur dalam satu hari. Pasien
mengatakan bahwa minggu ini adalah hari pernikahan dan besok adalah ulang tahun
istrinya, pasien berkaca-kaca mengungkapkan pada perawat. Tuan Y mengatakan
“bahwa sulit menerima kehilangan istrinya terkadang saya ingin mati menemani istri
saya”

“Suter, kenapa saya tidak menemani saat istri saya menghembuskan nafas terakhir,
kenapa harus kekantor waktu itu”. Pasien terus mengatakan “Sampai kapan Allah
tidak adil pada saya padahal dulu sering membingbing istrinya shalat tapi Allah tidak
kasih kesembuhan”.

Kajian :

1. Pengkajian apa lagi yang harus dilakukan pada pasien diatas ?


2. Masalah keperawatan apa yang dialami pada pasien diatas ?
3. Tindakan keperawatan apa yang harus diberikan pada pasien diatas, berikan
rasional atas tindakan yang diberikan.
4. Intervensi keperawatan spiritual yang paling tepat diberikan pada pasien
diatas.

Askep pada klien dengan kehilangan dan berduka

1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
1) Faktor genetik :
Tidak terkaji
Yang harus dikaji yaitu apakah dari keluarga klien terdapat riwayat
keturunan depresi yang akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2) Kesehatan jasmani:
Klien cenderung tidak mempunyai kemampuan mengatasi stress.
3) Kesehatan Mental:
Tidak terkaji
Yang harus dikaji adalah klien yang mengalami gangguan jiwa
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya, pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang curam, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
4) Pengalaman kehilangan di masa lalu:
Tidak terkaji
Yang harus dikaji yaitu kehilangan atua perpisahan dengan orang yang
berarti pada masa kanak- kanak yang akan mempengaruhi klien dalam
mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa. (Stuart-
Sundeen,1991)
5) Struktur Kepribadian:
Tidak terkaji
Yang harus dijaki yaitu dengan konsep yang negatif perasaan rendah
diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak
objektif terhadap stress yang dihadapi
b. Faktor presipitasi
1) Kehilangan orang yang dicintai yaitu istrinya.
c. Mekanisme koping
Klien dalam tahap angry: menyalahkan tuhan dan dalam tahap tawar
menawar: “suster, kenapa saya tidak menemani saat istri saya
menghembuskan nafas terakhir, kenapa harus ke kantor waktu itu”
d. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena merasa ditinggalkan
e. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala
2) Gangguan nafsu makan
3) Insomnia
f. Respon Emosional
1) Klien merasa sedih
2) Klien merasa bersalah
g. Respon Kognitif
Klien menyalahkan tuhan padahal klien dulu sering membimbing istrinya
untuk sholat tapi allah tidak memberinya kesembuhan.
h. Perilaku
Tidak terkaji
Yang harus dikaji yaitu:
1) Respon menangis yang tidak terkontrol
2) Apakah klien mengalami kegelisahan atau tidak
3) Apakah klien mencari atau menghindari aktivitas yang dilakukan
bersama orang yang meninggal, dll
2. Analisa data

Data focus Masalah


DS: Duka Cita Terganggu
1. Klien mengatakan bahwa
saya sulit menerima
kehilangan istri saya
2. “Suster, kenapa saya tidak
menemani saat istri saya
menghembuskan nafas
terakhir, kenapa harus ke
kantor waktu itu?”
3. Klien mengatakan bahwa
jarang makan karena malas
dan tidak ada selera
4. Klien mengungkapkan
sudah 2 bulan ini
mengalami sulit tidur
bahkan tidak bisa tidur
dalam satu hari.
5. Klien mengatakan bahwa
minggu ini adalah hari
pernikahannya dan
besoknya adalah hari ulang
tahun istrinya
DO:
1. Klien terlihat berkaca-
kaca saat
mengungkapan
perasaan nya
2. Terkadang klien juga
berfikir ingin mati saja
menemani istrinya
3. Klien datang ke
poliklinik dengan
keluhan sering sakit
kepala sehingga sulit
konsentrasi saat bekerja
DS: Distress Spiritual
1. Klien mengatakan sampai
kapan allah tidak adil pada
saya, padahal dulu sering
membing-bing istri shalat,
tetapi allah tidak kasih
kesembuhanya
DO: -
Diagnosa Keperawatan:

1. Duka cita terganggu berhubungan dengan kematian orang terdekat, kurangnya


dukungan sosial
2. Distress spiritual berhubungan dengan kematian orang terdekat secara tiba-
tiba
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1. Duka cita terganggu Setelah dilakukan asuhan 1. Bina hubungan saling 1. Untuk mendapatkan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 percaya dengan klien kepercayaan dari pasien
kematian orang terdekat X24 jam diharapkan a. Mengingkari a. Mengingkari
secara tiba- tiba klien dapat melakuakan 1) Jelaskan proses 1) Agar pasien
penyesuaian dengan berduka mengetahui proses
kehilangan yang terjadi 2) Beri kesempatan berduka itu seperti
dengan kriteria hasil : pada pasien untuk apa
1. Klien mampu mengungkapkan 2) Agar pasien dapat
mengekspresikan perasaanya mengungkapkan
kehilangan 3) Perhatikan perasaanya dengan
2. Identifikasi kebutuhan dasar nyaman
kehilangan yang pasien 3) Agar kebutuhan
dialami klien b. Marah dasar pasien masih
3. Klien dapat 1) Dorong dan beri dapat terpenuhi
mengungkapkan waktu kepada
kemarahannya secara pasien untuk b. Marah
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

verbal mengungkapkan 1) Agar pasien bisa


4. Klien dapat mengatasi kemarahan secara merasa tenang
kemarahannya verbal tanpa setelah
dengan koping yang melawan dengan mengungkapkan
adaptif kemarahan perasaanya
5. Klien dapat 2) Bantu pasien 2) Agar pasien
mengidentifikasi untuk mengerti mengerti bahwa
perasaan bersalah bahwa marah marah adalah
6. Klien dapat adalah respon respon yang
mengidentifikasi yang normal normal karena
tingkat depresi karena merasakan
7. Klien dapat merasakan kehilangan dan
mengurangi rasa kehilangan dan ketidak berdayaan
bersalahnya ketidak c. Tawar menawar
8. Klien dapat menerima berdayaan 1) Agar pasien mengetahui
kehilangan c. Tawar menawar rasa bersalah dan rasa
1) Bantu pasien takutnya masih berada di
untuk rentang respon normal atau
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

mengidentifikasi tidak
rasa bersalah dan 2) Supaya pasien merasa
rasa takutnya diperhatikan dan dihargai
2) Dengarkan 3) Agar pasien merasa
dengan penuh mendapat dukungan dari
perhatian lingkungan sehingga perasaan
3) Ajak pasien bersalah pasien dapat
bicara untuk berkurang
mengurangi rasa 4) Supaya kebutuhan spiritual
bersalah dan pasien tepenuhi dan lebih
ketakutan yang dekat dengan Tuhan
tidak rasional
4) Berikan
dukungan
spiritual
ii.
2. Distress spiritual Setelah dilakukan asuhan 1. Bina hubungan saling 1. Untuk mendapatkan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 percaya dengan pasien kepercayaan dari pasien
kematian orang terdekat X24 jam diharapkan 2. Kaji faktor penyebab 2. Mengetahui faktor
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

secara tiba- tiba kondisi spiritual klien distress spiritual penyebab dari distress
tidak terganggu dan 3. Bantu pasien spiritual yang pasien alami
kembali menyalahkan mengungkapkan 3. Dapat membantu pasien
Tuhan dengan kriteria perasaan dan pikiran bagaimana cara
hasil : terhadap agama yang mengungkapkan perasaan
1. Klien dapat diyakini dan pikiran terhadap
melakukan spiritual 4. Bantu pasien agama yang diyakininya
yang tidak mengembangkan 4. Dapat membantu pasien
mengganggu kemampuan mengatasi dalam mengembangkan
kesehatan perubahan spiritual kemampuan mengatasi
2. Klien dapat dalam kehidupan perubahan spiritual dalam
mengekspresikan 5. Fasilitasi pasien dengan kehidupan
perasaan bersalah dan alat-alat ibadah sesuai 5. Supaya pasien dapat
ansietas keyakinan beribadah sesuai
3. Klien dapat keyakinannya
mengekpresikan
kepuasaan dengan
kondisi spiritual
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Intervensi keperawatan spiritual

1) Membina hubungan saling percaya dengan klien


2) Meciptakan lingkungan yang mendukung praktik keagamaan dan keyakinan
yang biasanya di lakukan
3) Membatu klien untuk mengembangkan praktek spiritual yang memupuk
komunikasi dengan diri sendiri dan tuhan
4) Bantu klien untuk meyakini bahwa berduka karena kehilangan seseorang
terdekat merupakan hal yang wajar
5) Bantu klien untuk menerima kondisinya saat ini dengan selalu mendekatkan
diri pada tuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Nanda International. (2015). Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2015-


2017 (10 th ed.). Jakarta: EGC.

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai