Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PASIEN DENGAN MASALAH KEHILANGAN DAN BERDUKA

A. MASALAH UTAMA
Kehilangan dan berduka
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
a. Kehilangan
Kehilangan merupakan keadaan dimana individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan suatu pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda. Kehilangan dari attachment (kedekatan seseorang terhadap orang
lain yang dianggap penting), merupakan kehilangan yang mencakup kejadian nyata
atau hanya khayalan (yang diakibatkan persepsi sesorang terhadap kejadian),
seperti kasih sayang, kehilangan orang yang berarti, fungsi fisik, harga diri.
Banyak situasi kehilangan dianggap sangat berpengaruh karena memiliki makna
yang tinggi (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
Kehilangan (loss) merupakan suatu keadaan individu yang mengalami
kehilangan sesuatu yang sebelumnya dimilikinya. Stuart (2005), mengungkapkan
bahwa kehilangan merupakan sesuatu yang sulit dihindari, seperti kehilngan harta,
kesehatan, orang yang dicintai, dan kesempatan (Sutejo, 2017).
b. Berduka
Berduka adalah respon emosi terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
dengan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-
lain. Berduka merupakan respon normal yang terjadi pada semua kejadian
kehilangan (Nurhalimah, 2016).
Berduka (Greeving) merupakan kondisi diamana individu dan keluarga
mengalami respon alamiah yang melibatkan reaksi psikososial dan psikologis
terhadap kehilangan aktual atau kehilangan yang dirasakan (Sutejo, 2017).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1) Genetic
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam mengahadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk
dalam menghadapi perasaan kehilangan (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
2) Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandngkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik (Iyus Yosep, Titin Sutini).
3) Kesehatan Mental
Individu yang memiliki gangguan jiwa terutama pada individu yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi
oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak
akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
5) Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep diri yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress
yang dihadapi (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
b. Faktor Presipitasi
Faktor yang memunculkan rasa kehilangan adalah perasaan stress nyata atau
imajinasi individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi
sakit, kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan,
kehilangan peran, kehilangan posisi di masyarakat (Sutejo, 2017).
3. Jenis
A. Kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
a. Kehilangan aktual atau nyata
Kehilangan ini sangat mudah dikenali atau diidentifikasi oleh orang lain,
seperti hilangnya sebagian anggota tubuh, amputasi, atau kematian orang yang
sangat berarti atau dicintai (Sutejo, 2017).
b. Kehilangan persepsi
Kehilangan jenis ini hanya dialami oleh individu dan sulit untuk dapat
dibuktikan. Misalnya saja, seorang perempuan yang diceraikan oleh suami
yang dicintainya menyebabkan perasaan rendah diri hingga mengasingkan diri
(Sutejo, 2017).
B. Bentuk Kehilangan
Menurut (Nurhalimah, 2016) terdapat 5 jenis kehilangan, yaitu :
1. Kehilangan seseorang yang dicintai, dan sangat bermakna atau orang yang
berarti merupakan salah satu jenis kehilangan yang paling mengganggu dari
tipe-tipe kehilangan. Kematian akan berdampak menimbulkan kehilangan bagi
orang yang dicintai. Karena hilangnya keintiman, intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan
suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa
dan tidak dapat ditutupi.
2. Kehilangan yang terdapat pada diri sendiri (loss of self) bentuk lain dari
kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang.
Kehilangan ini meliputi kehilangan perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kehilangan kemampuan fisik dan mental, serta kehilangan akan peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara
atau menetap, sebagian atau seluruhnya. Beberapa aspek lain yang dapat hilang
dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi
tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan benda milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang
dirasakan oleh setiap individu terhadap benda yang hilang tergantung pada arti
dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal kehilangan diartikan dengan
terpisahnya individu dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian
secara menetap. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga
yang baru dan proses penyesuian baru.
5. Kehilangan kehidupan dapat membuat seseorang mengalami kematian baik
secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya,
sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagai orang berespon berbeda
dengan kematian.
6. Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya, menderita suatu penyakit,
amputasi bagian tubuh, kehilangan pendapatan, kehilangan perasaan tentang
diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan kedudukan, dan kehilangan kemampuan
sesksual.
C. Berduka
Berduka dibagi menjadi dua tipe yaitu ;
1. Berduka Diantisipasi
Merupakan suatu status pengalaman individu dalam merespons kehilangan
aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe berduka
diantisipasi ini masih dalam batas normal (Sutejo, 2017).
2. Berduka Disfungsional
Merupakan kondisi individu dalam merespon suatu kehilangan dimana respons
kehilangan secara aktual maupun kehilangan secara potensial, hubungan,
objek, dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal abnormal atau kesalahan/ kekacauan (Sutejo, 2017).
4. Rentang Respon
1. Tahapan respon kehilangan :
a. Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama yang muncul pada tiap individu yang mengalami kehilangan
adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu
terjadi, dengan mengatakan atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu
terjadi, dengan berkata “saya tidak mempercayai kalau itu terjadi”.”Itu sangat
tidak mungkin”. Bagi individu maupun keluarga yang mengalami penyakit
terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang
terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah,pucat,mual,diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus berbuat
apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai
beberapa tahun (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
b. Fase Marah (anger)
Pada fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu akan menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada dilingkungannya, orang-orang tertentu atau
ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan perilaku agresif,
bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat yang tidak
becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
c. Fase Tawar Menawar (bergaining)
Apabila individu sudah mampu mengungkapkan perasaan marahnya secara intensif,
maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “Kalau saja kejadian ini bisa
ditunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh
keluarga maka pernyataan sebagai berikut sering dijumpai, “Kalau saja yang sakit
bukan anak saya” (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
d. Fase Depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau
berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut,
atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga.
Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih,
dorongan libido menurun (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
e. Fase Penerimaan (acceptance)
Fase ini berikatan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran akan selalu
berpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang, individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran tentang objek
atau orang yang hilang mulai dilepas dan secara bertahap demi tahap perhatian
beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-
kata seperti ”Saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju saya
yang baru manis juga”, atau “Apa yang dapat saya lakukan agar saya dapat lekas
sembuh” (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
Apabila pada individu tersebut dapat memulai fase-fase tersebut dan dapat masuk
pada fase damai atau fase penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses
berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tetapi apabila
individu tersebut tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada
penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase
penerimaan.
Pengingkaran Marah Depresi Tawar Menawar Penerimaan

Gambaran tentang respon setiap individu terhadap kehilangan tersebut merupakan


tahap yang umum dilalui individu yang dapat menyelesaikan proses kehilangannya
dengan tuntas. Fase penerimaan merupakan tujuan akhir yang adaptif dari proses
berduka (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016).
2. Tahapan respon berduka :
A. Fase akut
Fase ini berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri
atas tiga proses,yaitu :
1) Syok dan tidak percaya
Respon awal yang dilakukan biasanya berupa penyangkalan, secara
emosional tidak dapat menerima pedihnya kehilangan. Namun,
sesungguhnya proses ini memang dibutuhkan untuk menoleransi
ketidakmampuan klien dalam menghadapi kepedihan dan secara perlahan
membantu klien untuk menerima kenyataan kematian (Sutejo, 2017).
2) Perkembangan dan kesadaran
Gejala yang muncul adalah marah, menyalahkan orang lain, perasaan
bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui berbagai cara, dan
menangis untuk menurunkan tekanan didalam perasaan yang dalam (Sutejo,
2017).
3) Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan keluarga,
sehingga dapat membantu menurunkan sisa perasaan tidak menerima
kenyataan kehilangan (Sutejo, 2017).
B. Fase jangka panjang
1) Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih.
2) Reaksi berduka yang tidak dapat terselesaikan dapat menjadi penyakit
tersembunyi dan termanifestasikan dalam berbagai gejala fisik. Pada
beberapa individu reaksi ini menjadi keinginan bunuh diri, sedangkan yang
lain mengabaikan diri dengan menolak makan dan menggunakan alkohol
(Sutejo, 2017).
5. Proses Tejadinya Masalah
1. Menurut (Prabowo, 2014)
Kehilangan seseorang yang sangat dicintai dalam hidupnya dan sangat
bermakna atau orang yang berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri,
kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama – sama,
perhiasan, uang atau pekerjaan, kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari
lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang dalam
waktu satu periode atau bergantian secara permanen, seseorang dapat mengalami
mati baik secara perasaan, fikiran dan respon pada kegiatan dan orang-orang
disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon
berbeda tentang kematian. Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan
dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-
psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi
seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat,
kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai,
kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.
2. Menurut (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016)
Proses kehilangan yaitu :
a. Stresor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna positif – melakukan kompensasi dengan kegiatan positif – perbaikan
(beradaptasi dan merasa nyaman).
b. Stresor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke
dalan diri – muncul gejala sakit fisik.
c. Stresor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke
luar diri individu – kompensasi dengan perilaku yang konstruktif – perbaikan
(beradaptasi dan merasa nyaman).
d. Stresor internal maupun eksternal – gangguan maupun kehilangan – individu
memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi –
diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi dengan perilaku destruktif –
merasa bersalah – ketidakberdayaan

Stressor Disruption & Personal Compensato Resoluti


Internal & Loss Meaning ry Activity on
Eksternal

Helplessness Guilt

Anger &
Expressed Agression
inward

Expressed Destructive
Painfull outwad
Symptom

Constructive Resolution
action

Bagan 2.1 tentang proses kehilangan dan berduka menurut (Iyus Yosep, Titin Sutini,
2016).
6. Tanda dan Gejala
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak minat dalam berinteraksi dengan orang lain
8) Merenungkan perasaan yang berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, aktivitas
11) Adaptasi terhdap kehilangan yang tidak berhasil
12) Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
13) Reaksi emosional yang lambat
14) Tidak mampu menerima pola kehidupan normal
15) Isolasi sosial atau menarik diri
16) Gagal untuk mengembangkan hubungan / minat baru
17) Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan
(Prabowo, 2014).
7. Akibat
Hal paling pokok atau penting dari suatu kemampuan yang dimiliki seseorang agar
dapat bertahan terdapat kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang
baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur).
Apabila kondisi tersebut tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi
(Prabowo, 2014).
Jika akibatnya berasal dari sumber internal dan eksternal dapat diklarifikasikan dalam
dua jenis:
1. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang
akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari. Pada ancaman ini stersosr yamg berasal dari sumber eksternal dan faktor-
faktor yang dapat menyebabkan gangguan fisik (misal: infeksi virus, polusi udara).
Sedangkan yang menjadi sumber internalmya adalah kegagalan mekanisme
fisiologi tubuh (misal: sistem jantung, sistem imun, pengaturan suhu dan
perubahan fisiologis selama kehamilan) (Prabowo, 2014, hal: 125)
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri
dan fumgsi sosial yang terintegrasi seseorang. Ancaman yang berasal dari sumber
eksternal yaitu kehilangan yang berarti (meninggal, perceraian, pindah kerja), dan
ancaman yang berasala dari sumber internal berupa gangguan hubungan
interpersonal dirumah (Prabowo, 2014, hal: 125).
8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan individu dengan kehilangan respon
antara lain : Denial, Regresi, Intelektualisasi / rasionalisasi, Supresi, Proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stres yang dirasakan sangat menyakitkan.
Regresi dan disosiasi sering dijumpai pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan
patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat
(Yusuf, Rizky Fitrysari, 2015) .
9. Penatalaksanaan
Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan jenis
penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah
a. Electro confulsive therapy (ECT)
Pengobatan dengan menggunakan arus listrik yang digunakan pada otak dengan
menggunakan dua elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis
kiri dan kanan). Aliran listrik tersebut menimbulkan kejang grand mall yang
berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya
diotak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak (Sutejo,
2017).
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada pasien (Sutejo,
2017).
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang (Sutejo, 2017).
10. Pohon Masalah
(Prabowo, 2014, hal: 119)

Koping individu in efektif Effect

Kehilangan & Berduka


Cor Problem

Faktor Predisposisi/Presipitasi Causa

11. Diagnosa Keperawatan


A. Diagnosa tunggal
1. Kehilangan dan Berduka
B. Diagnosa ganda
1. Koping individu in efektif b.d kehilangan dan berduka
2. Kehilangan dan berduka b.d faktor predisposisi/presipitasi
(Prabowo, 2014).
12. Rencana Asuhan Keperawatan
Menurut (Sutejo, 2017, hal: 173-177).
Perencanaan
Diagnosis
Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan
(Tuk/Tum) Evaluasi
Kehilangan TUM : Pasien Pasien Bina hubungan Kepercayaan
dan Berduka secara aktif menunjukkan saling percaya dari pasien
mampu tanda-tanda dengan prinsip merupakan hal
melewati dapat membina komunikasi yang akan
proses hubungan saling terapeutik, yaitu: memudahkan
kehilangan percaya dengan 1. Sapa pasien perawat dalam
dan berduka perawat, yaitu: dengan ramah melakukan
secara tuntas a. Ekspresi baik verbal pendekatan
TUK 1 : wajah maupun non keperawatan
Pasien mampu bersahabat verbal atau intervensi
membina b. Pasien 2. Perkenalkan diri selanjutnya
hubungan menunjukkan dengan sopan terhadap
saling percaya rasa senang 3. Tanyakan nama pasien.
dengan c. Pasien lengkap pasien
perawat bersedia dan nama
berjabat panggilan
tangan 4. Jelaskan tujuan
d. Pasien pertemuan
bersedia 5. Jujur dan
menyebutkan menepati janji
nama 6. Tunjukkan sikap
e. Ada kontak empati dan
mata menerima pasien
f. Pasien apa adanya
bersedia 7. Beri perhatian
duduk pada pemenuhan
berdampinga kebutuhan dasar
n dengan pasien
perawat
g. Pasien
bersedia
mengutaraka
n masalah
yang
dihadapinya
TUK 2 : Kriteria Evaluasi 1. Berikan Diskusi
Menjelaskan : Secara verbal, kesempatan terbuka dan
makna pasien mampu pada pasien jujur dapat
kehilangan menyatakan untuk membantu
tahap-tahap mengungkapkan pasien dan
proses berduka perasaan anggota
yang normal dan 2. Diskusikan keluarga
prilaku yang kehilangan menerima dan
berhubungan secara terbuka mengatasi
dengan tiap-tiap dan galih makna situasi dan
tahap. pribadi dari respon mereka
kehilangan terhdap situasi
tersebut.
TUK 3: Kriteria Evaluasi 1. Dorong pasien Pengnungkapa
Pasien bisa : pasien mampu untuk n secara verbal
mengungkapk untuk mengekspresika perasaan
an perasaan menentukan n rasa marah. pasien dalam
yang berkaitan posisinya sendiri Jangan bersikap suatu
dengan dalam proses bertahan jika lingkungan
kehilangan berduka dan permulaan yang tidak
dan perubahan mengespresikan ekspresi mengancam
. perasaan- kemarahan dapa
perasaannya dipindahkan membantu
yang kepada perawat pasien untuk
berhubungan atau terapis. sampai kepada
dengan konsep 2. Bantu pasien hubungan
kehilangan untuk persoalan-
secara jujur. mengekspresika persoalan yang
n perasaan blum
marah, sehingga terpecahkan.
pasien dapat Latihan fisik
mengengkapkan dapat
secara langsung memberikan
objek atau orang suatu metode
/ pribadi yang yang aman dan
dimaksud. efektif untuk
3. Bantu pasien mengeluarkan
untuk kemarahan
meluapkan yang
kemarahan yang terpendam
terpendam
dengan
berpartisipasi
dalam aktivitas-
aktivitas
motorik kasar
(misalnya:
jogging, bola
volly, dll).
TUK 4 : Kriteria 1. Berdiskusi Cara mengatasi
Pasien dapat evaluasi: pasien dengan pasien kehilangan dan
mengidentifika tidak terlalu dengan pasien berduka dapat
si cara-cara lama dengan tentang membantu
mengatasi mengekspresika cara mengatasi pasien
berduka yang n emosi-emosi brduka yang mengatasi
dialami. dan prilaku- dialami, yaitu: situasi dan
prilaku yang a.Cara verbal respon mereka
berlebihan yang dengan terhadap situasi
berhubungan mengungkapk tersebut
dengan disfungsi an perasaan.
berduka dan b.Cara fisik
mampu yang
melaksanakan dilakukan
aktivitas sehari- dengan
hari secara memberi
mandiri. kesempatan
aktivitas fisik
c.Cara sosial
dengan
sharing
melalui self
help group
d.Cara spiritual,
seperti
berdoa,
beserah diri

TUK 5 : Kriteria 1. Bantu pasien Mekanisme


pasien dapat evaluasi: rasa dalam koping
mengatasi rasa berduka dan memecahkan terhapap pasien
kehilangan kehilangan masalahnya dengan
dan pasien dapat sebagai usaha kebilangan dan
berdukanya berkurang untuk berduka dapat
dengan koping menentukan meminimalisas
yang adaptif. metode-metode i dampak.
koping yang Umpan balik
lebih adaptif positif
terhadap meningkatkan
pengalaman harga diri dan
kehilangan. mendorong
2. Berikan umpan pengurangan
balik positif perilaku yang
untuk diharapkan.
mengidentifilkasi
strategi dan
membuat
keputusan.
TUK 6 : Kriteria evaluasi 1. Diskusikan Keluarga
meningkatkan : keluarga masalah yang sebagai support
kehilangan mengetahui dirasakan system (sistem
pengetahuan masalah keluarga dalam pendukung)
dan kesiapan kehilangan dan merawat pasien akan sangat
keluarga berduka anggota 2. Diskusikan berpengaruh
dalam keluarganya tentang dalam
merawat serta mengetahui kehilangan dan mempercepat
pasien dengan cara perawatan berduka dan penyembuhan
rasa dan penanganan dampaknya. pasien.
kehilangan anggota 3. Melatih keluarga
dan berduka. keluarga untuk
terhadap mempraktikkan
gangguan cara merawat
psikososial ini pasien dengan
kehilangan dan
berduka
4. Diskusikan
dengan keluarga
tentang sumber-
sumber bantuan
yang dapat
dimanfaatkan
pasien serta
perilaku pasien
yang perlu
dirujuk dan
bagaimana cara
merujuk pasien
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) I
PADA PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi pasien
Klien tampak diam dan melamun, menangis dan mengurung diri dikamar, terlihat
sering mengingkari kehilangan, selain itu klien juga tidak mau berinteraksi dengan
orang lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur. (Iskandar, 2012).
b. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan dan berduka
c. TUK
TUK 1 : Pasien mampu membina hubungan saling percaya
1) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
7) Beri perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar pasien (Keliat B. a., 2011).
TUK 2 : Menjelaskan makna kehilangan
1) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan
2) Diskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari
kehilangan
TUK 3 : Pasien bisa mengungkapkan perasaan yang berkaitan dengan kehilangan dan
perubahan
1) Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan bersikap
bertahan jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat
atau terapis.
2) Bantu pasien untuk meluapkan perasaan marah, sehingga pasien dapat
mengungkapkan secara langsung objek atau orang / pribadi yang dimaksud
3) Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (misalnya: jogging,
bola volly, dll).
d. Tindakan keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya dengan cara menyapa klien dengan ramah,
memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan nama lengkap serta tujuan
pertemuan.
2) Memberi kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara jujur
dan terbuka.
3) Memberi kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya yang
terpendam secara verbal
2. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase orientasi
1) Salam terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi mbak. Saya Fida Nur Wualndari, mbak bisa
memanggil saya suster Fida. Saya Mahasiswa Akademi Kesehatan Rustida yang
dinas pagi hari ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 dan yang akan merawat mbak.
Nama mbak siapa? Mbak senangnya dipanggil apa?”
2) Evaluasi
“Bagaimana keadaan mbak hari ini? Apa ada yang dirasakan ? “
“Apa ada perasaan yang tidak nyaman hari ini?
“Tadi mbak berkenalan dengan siapa?” “namanya siapa mbak?”
“Bagaimana kesan mbak setelah berkenalan?” “Hal apa yang paling berkesan
setelah berkenalan?”
3) Kontrak
“Baiklah mbak, bagaimana jika kita berbincang – bincang sebentar tentang
keadaan mbak ? agar mbak bisa lebih tenang, lebih rileks, dan mau berbagi cerita
tentang masalah yang dihadapi itu mungkin bisa berkurang dan hilang dari pikiran
mbak. Mau dimana kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau di taman depan ? Mau
berapa lama mbak ? bagaimana kalau 15 menit”
b. Fase Kerja
“Assalamualaikum, selamat pagi mbak” “Perkenalkan mbak ,nama saya perawat F”
“Nama lengkap mbak siapa?” “Mbak senang dipanggil siapa?”
“Begini mbak, bagaimana jika kita berbincang – bincang sebentar tentang keadaan
mbak ? agar mbak bisa lebih tenang, lebih rileks, dan mau berbagi cerita tentang
masalah yang dihadapi itu mungkin bisa berkurang dan hilang dari pikiran mbak. Mau
dimana kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau di taman depan ? Mau berapa lama
mbak ? bagaimana kalau 15 menit”
c. Terminasi
1) Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita berkenalan dan berbincang-bincang?”
2) Evaluasi objektif
“Selanjutnya mbak bisa lebih berani untuk berkenalan dan lebih terbuka terhadap
perasaan yang dialami”
3) Kontrak
a. Topik
“Bagaimana kalau besok saya akan mengajak mbak berkenalan dengan teman
saya perawat H”
“Bagaimana mbak mau kan?”
b. Waktu
“Kira-kira besok kita jam berapa bertemu mbak?”
“Apakah besok pagi jam 9?” Baiklah kalau begitu mbak”
c. Tempat
“Mbak maunya kita bertemu dimana besok?”
“Diruangan mbak apa di taman atau di tempat lain?”
“Di taman depan ruangan mungkin lebih baik mbak?” “Baiklah jika mbak mau
di taman, besok kita bertemu di taman saja”
“sampai ketemu besok mbak”
4) Rencana Tindak Lanjut
“Mari kita diskusikan lagi yang mbak rasakansekarang ini. Nah setelah itu mbak
bisa merencanakan kegiatan yang mbak akan lakukan”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) II
PADA PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

1. Proses Keperawatan
a. Kondisi pasien
Klien tampak diam dan melamun, menangis dan mengurung diri dikamar, terlihat
sering mengingkari kehilangan, selain itu klien juga sudah mau berinteraksi dengan
orang lain dan pasien gelisah sehingga susah tidur.
b. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan dan berduka
c. TUK :
TUK 4 : Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialami.
1) Berdiskusi dengan pasien dengan pasien dengan tentang cara mengatasi
berduka yang dialami:
a. Cara verbal dengan mengungkapkan perasaan
b. Cara fisik yang dilakukan dengan memberi kesempatan aktivitas fisik
c. Cara sosial dengan sharing melalui self help group
d. Cara spiritual, seperti berdoa, beserah diri
TUK 5 : Pasien dapat mengatasi rasa kehilangan dan berdukanya dengan koping yang
adaptif
1) Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk
menentukan metode-metode koping yang lebih adaptif terhadap
pengalaman kehilangan.
2) Berikan umpan balik positif untuk mengidentifilkasi strategi dan membuat
keputusan.
d. Tindakan Keperawatan
1) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan persaannya.
Dengarkan dengan penuh perhatian, beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi.
2) Memberikan kesempatan pada klien unruk mengungkapkan perasaannya dan
memberikan umpan balik positif untuk meningkatkan percaya dirinya.
2. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi
1) Salam Terapeutik
“ Assalamualaikum/Selamat pagi mbak.”
2) Evaluasi
“ Bagaimana perasaan mbak hari ini ?”
“Bagus sekali, mbak masih ingat dengan saya?”
“Iya mbak sangat bagus sekali, iya saya perawat kemarin yang bertemu mbak
diruangan ini”
3) Kontrak
“Nah seperti janji saya, saya akan mengajak mbak mencoba berbincang-bincang
tentang masalah mbak, sekitar 10 menit”
”bagaimana kalau kita ketemu di ruangan ini saja mbak?”
b. Fase Kerja
“Bagaimana perasaan mbak hari ini?” “Apa yang membuat mbak bersedih,
sehingga mbak menjadi seperti ini?” (pasien mulai menceritakan masalah yang
menyebabkan kondisi nya sedih)
“Oh begitu mbak” “Menurut saya mbak, mbak jangan terlalu memikirkan masalah
itu lagi , mbak bisa mencoba menghilangkan beban pikiran dengan cara
menyalurkan hobi yang dimiliki”
“Ngomong-ngomong hobi nya mbak apa?” “Nah, hobinya mbak memasak”
“Nah, jika mbak mulai memikirkan atau teringat masalah nya , mbak bisa
mengalihkan dengan cara memasak”
c. Fase Terminasi
1) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah mengungkapkan perasaannya ?”
“Mbak tampak bagus sekali saat mengalihkan pikiran mbak dengan cara
memasak”
2) Evaluasi Subjektif
“Pertahankan terus apa yang sudah mbak lakukan tadi, jangan lupa mbak slalu
sabar dan melakukan aktivitas yang mbak sukai jika pikiran mbak mulai
resah.”
3) Kontrak
a) Topik
“Baiklah mbak karena waktu telah selesai, bagaimana kalau kita sambung
besok lagi dengan membicarakan tentang keluarga dan hoby dan
sebagainya” dan bagaimana mencoba dengan perawat lain ?”

b) Waktu
“Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari ? bagaimana
kalau dua kali. Baik nanti mbak coba sendiri. Besok kita adakan latihan
lagi ya, mbak mau mulai latihan jam berapa ? jam 11 ?” baiklah kalau
begitu”.
c) Tempat
“Mbak maunya besok kita bertemu dimana” apakah kita diruangan atau
ditaman mbak ?” baiklah kalu ditaman” sampai jumpa besok mbak”
4) Rencana Tindak Lanjut
“Nah mari mbak kita diskusikan yang mbak tentang keluarga, hoby dan
sebagainya” dan apa perlu dinarasikan atau didiskusikan dengan saya atau
perawat yang lain”.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)III
PADA PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi Pasien
Klien sudah mulai berinteraksi dengan orang disekitarnya (bisa mengajak salaman lalu
menanyakan nama), tatapan mata kosong, sering terdiam ditengah pembicaraan,
perasaan gelisah sedikit berkurang.
b. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan dan berduka
c. TUK 6 : Meningkatkan kehilangan pengetahuan dan kesiapan keluarga dalam merawat
pasien dengan rasa kehilangan dan berduka.
1) merundingkan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan tentang kehilangan dan berduka dan dampaknya.
3) Melatih keluarga untuk mempraktikkan cara merawat pasien dengan
kehilangan dan berduka
4) Diskusikan dengan keluarga tentang sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan pasien serta perilaku pasien yang perlu dirujuk dan
bagaimana cara merujuk pasien
d. Tindakan Keperawatan
1) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
selama merawat pasien,dengarkan dengan penuh perhatian, beri respon, tetapi
tidak bersikap menghakimi.
2. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi
1) Salam Terapeutik
”Assalamualaikum/Selamat pagi Mbak”
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan mbak hari ini, setelah mengungkapkan perasaan kepada
perawat yang kemarin?”
“Bagus sekali mbak, jika beban pikiran mbak sudah mulai berkurang”
3) Kontrak
“Bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang dengan mbak dan keluarga?”
“Mari kita temui kelurga mbak di taman”.
b. Fase Kerja
(Bersama-sama pasien menemui keluarga)
“Selamat pagi, apakah benar ibu/bapak keluarga dari pasien X”
“Baiklah ibu, saya perawat A yang merawat anak ibu” “Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang mengenai masalah putri ibu” “kira-kira 10 menit ibu”
“Begini ibu, masalah putri ibu ini kan berhubungan dengan keluarga . jadi keluarga
sangat berperan penting demi kesembuhan pasien, terutama perhatian ibu dan bapak”.
“Setidaknya ibu dan bapak bisa lebih sering meluangkan waktunya untuk menjenguk
putri ibu agar pasien tidak merasa diasingkan dan merasa tidak dibutuhkan oleh
kelurga”
“Terima kasih atas waktunya, semoga apa yang telah kita bahas tadi bisa ibu terapkan
demi membantu kesembuhan pasien”
c. Fase Terminasi
1) Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah bertemu dengan keluarga?”
2) Evaluasi Objektif
“Pertahankan kondisi mbak yang saat ini, agar kedepannya mbak lebih percaya
diri”.
3) Kontrak
a) Topik
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan
orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian, mbak bisa bertemu dengan
keluarga , dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya mbak bisa
berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana mbak, setuju
kan?”
b) Waktu
“Bagaimana jika kita bertemu sebanyak tiga kali pada jam 9 pagi, jam 2 siang,
dan jam 7 malam mbak? Baiklah kalau begitu.”
c) Tempat
“Besok kita akan berjumpa ditempat yang sama ya mbak , sampai besok”.
4) Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana mbak perasaan mbak sekarang?”. Masihkah ada yang perlu
didiskusikan dengan saya, atau masih ada hal-hal yang mengganjal mbak sekarang
ini?”, baiklah jika tidak ada saya mohon pamit dulu ya mbak”.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medikka.

Iskandar, m. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT refika aditama.

Iyus Yosep, Titin Sutini. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.
Keliat, B. A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN. Jakarta: EGC.
Ma'rifatul, L. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: GRAHA
ILMU.

Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.

Yusuf, Rizky Fitrysari. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai