Anda di halaman 1dari 14

BAB III

PEMBAHASAN
ASKEP JIWA DENGAN “KEHILANGAN”
Proses terjadinya masalah
3.1 Pengertian
a. Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga
terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir,
individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi
terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi
oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243).
b. Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan.
Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang
dan didasaran pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan
spiritual yang dianutnya (Hidayat, 2009: 244)

3.2 Penyebab
Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan yang dapat
menimbulkan respon berduka pada diri seseorang (Carpenito, 2006).
Situasi yang paling sering ditemui adalah sebagai berikut :
1. Patofisiologis
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang
bersifat sekunder akibat kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler,
sensori, musculoskeletal, digestif, pernapasan, ginjal dan trauma.
2. Terkait pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam
jangka waktu yang lama dan prosedur pembedahan (mastektomi,
kolostomi, histerektomi).
3. Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan
sekunder akibat nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian;
berhubungan dengan kehilangan gaya hidup akibat melahirkan,
perkawinan, perpisahan, anak meninggalkan rumah, dan perceraian; dan
berhubungan dengan kehilangan normalitas sekunder akibat keadaan
cacat, bekas luka, penyakit.
4. Maturrasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti teman-
teman, pekerjaan, fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan
kehilangan harapan dan impian.
Rasa berduka yang muncul pada setiap individu dipengaruhi oleh
bagaimana cara individu merespon terhadap terjadinya peristiwa
kehilangan. Menurut Miller (1999) (dalam Carpenito, 2006), dalam
menghadapi kehilangan, individu dipengaruhi oleh :
1. Dukungan sosial (Support System)
2. Keyakinan religious yang kuat
3. Kesehatan mental yang baik
4. Banyaknya sumber yang tersedia terkait disfungsi fisik atau
psikososial yang dialami.

3.3 Faktor predisposisi


Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah:
a. Faktor Genetik : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan
sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan. (Hidayat,2009)
b. Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup
yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang
lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.(Prabowo, 2014)
c. Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama
yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.(Hidayat,
2009)
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi
individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa.
(Hidayat, 2009)
e. Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi. (Prabowo, 2014)
3.4 Faktor yang berhubungan
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan posisi di masyarakat
e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
f. Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014)
3.5 Akibat
Uliyah dan Hidayat (2011) mengatakan bahwa kehilangan pada
seseorang dapat memiliki berbagai akibat, diantaranya pada masa anak-
anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang,
kadang-kadang akan timbul regresi serta merasa takut untuk ditinggalkan
atau dibiarkan kesepian. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan
dapat terjadi disintegrasi dalam keluarga, dan pada masa dewasa tua,
kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan
yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang
ditinggalkan..

3.6 Jenis kehilangan(cari yang berbeda dengan BAB II)


a. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal(misalnya kecurian atau kehancuran akibat
bencana alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal(misalnya berpindah rumah,
dirawat di rumah sakit, berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang dipercaya, atau
binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat,
atau diri sendiri) (Hidayat, 2009)
b. Berduka
Menurut Hidayat(2009) berduka dibagi menjadi beberapa antara lain:
1) Berduka normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan
menarik diri dari aktivitas untuk sementara
2) Berduka antisipatif
Yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan dan
kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima
diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan
menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
3) Berduka yang rumit
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu
tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung
berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan
dengan orang lain.
4) Berduka tertutup
Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.
Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya dikandungan
atau ketika bersalin.

3.7 Tanda dan gejala


Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan gejala
yang sering terlihat pada individu yang sedang berduka. Menurut Buglass
(2010), tanda dan gejala berduka melibatkan empat jenis reaksi, meliputi:
1. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah,
kecemasan, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa,
kerinduan;
2. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan
cahaya, mulut kering, kelemahan;
3. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa,
tidak sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidaktegasan;
4. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.
Tanda dan gejala berduka juga dikemukan oleh Videbeck (2001), yang
mencakup ke dalam lima respon, yaitu respon kognitif, emosional, spiritual,
perilaku, dan fisiologis yang akan dijelaskan dalam tabel dibawah ini:

Respon Berduka Tanda dan Gejala


Respon Kognitif - Gangguan asumsi dan keyakinan
- Mempertanyakan dan berupa
menemukan makna kehilangan
- Berupaya mempertahankan
keberadaan orang yang meninggal
adalah pembimbing.
Respon Emosional - Marah, sedih, cemas
- Kebencian
- Merasa bersalah dan kesepian
- Perasaan mati rasa
- Emosi tidak stabil
- Keinginan kuat untuk
mengembalikan ikatan dengan
individu atau benda yang hilang
- Depresi, apatis, putus asa selama
fase disorganisasi dan
keputusasaan.
Respon Spiritual - Kecewa dan marah pada Tuhan
- Penderitaan karena ditinggalkan
atau merasa ditinggalkan atau
kehilangan
- Tidak memiliki harapan,
kehilangan makna
Respon Perilaku - Menangis terisak atau tidak
terkontrol
- Gelisah
- Iritabilitas atau perilaku
bermusuhan
- Mencari atau menghindar tempat
dan aktivitas yang dilakukan
bersama orang yang telah
meninggal
- Kemungkinan menyalahgunakan
obat atau alcohol
- Kemungkinan melakukan upaya
bunuh diri atau pembunuhan.
Respon Fisiologis - Sakit kepala, insomnia
- Gangguan nafsu makan
- Tidak bertenaga
- Gangguan pencernaan
- Perubahan sistem imun dan
endokrin.
Sumber : Videbeck, 2001

3.8 Masalah Keperawatan

3.9 Pohon Masalah


3.10 Diagnosa Keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application
to Clinicsl Pratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk
proses berduka yang berdasarkan pada pada tipe kehilangan.
Diagnosa keperawatan:
1) Isolasi sosial menarik diri
2) Perubahan sensori persepsi halusinasi (Prabowo, 2014)

3.11 Rencana Keperawatan

Diagnosa Perencanaan Intervensi


Keperawatan Tujuan (Umum dan
Khusus)
1) Isolasi Tujuan umum : 1) Bina hubungan saling percaya
sosial Klien dapat dengan menggunakan
menarik diri berinteraksi dengan komunikasi terapeutik
orang lain sehingga a. Sapa klien dengan ramah,
tidak terjadi baik verbal maupun non
halusinasi. verbal.
TUK 1: b. Perkenalkan diri dengan
1. Klien dapat sopan.
membina hubungan c. Tanyakan nama lengkap dan
saling percaya nama panggilan yang disukai
dengan perawat klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan tepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya.
TUK 2 g. Beri perhatian pada klien dan
Klien dapat perhatikan kebutuhan klien.
menyebutkan
penyebab menarik 1. Kaji pengetahuan klien tentang
diri perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
2. Berkan kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau
tidak mau bergaul.
3. Diskusikan bersama klien
tentang perilaku menarik diri,
tanda dan gejala.
4. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien
TUK 3 mengungkapkan perasaannya.
Klien dapat
menyebutkan
keuntungan 1. Kaji pengetahuan klien tentang
berhubungan dengan keuntungan dan manfaat bergaul
orang lain dan dengan orang lain
kerugian tidak 2. Beri kesempatan pada klien
berhubungan dengan untuk mengungkapkan
orang lain perasaannya tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
3. Diskusikan bersama klien
tentang kerugian bila tidak
berhubungan dengan orang lain.
4. Kaji pengetahuan klien tentang
kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain.
5. Diskusikan bersama klien
tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
6. Beri reinforcement positif
terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak
TUK 4 berhubungan dengan orang lain.
Klien Dapat
melaksanakan
hubungan sosial 1. Kaji kemampuan klien membina
dengan bertahap hubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien dengan
orang lain.
3. Beri reinforcement terhadap
keberhasilan yang telah dicapai
dirumah nanti
4. Bantu klien mengevaluasi
manfaat berhubungan dengan
orang lain.
5. Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu luang
6. Motivasi klien untuk mengikuti
kegiatan terapi aktivitas
kelompok.
2) Perubahan Tujuan Umum : 1. Bina hubungan saling percaya
sensori persepsi Klin tidak menciderai dengan menggunakan prinsip
halusinasi diri sendiri/orang komunikasi terapeutik:
lain/lingkungan a. Sapalah dengan ramah dan
Tujuan Khusus: baik verbal maupun
TUK 1 nonverbal.
Klien dapat membina b. Perkenalkan diri dengan
hubungan saling sopan
pecaya dengan c. Tanyakan nama lengkap
perawat dan nama panggilan
kesukaan klien
d. Jelaskan maksud dan tujuan
interaksi.
e. Berikan perhatian pada
klien, perhatikan kebutuhan
dasarnya.
2. Beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
3. Dengarkan ungkapan klien
dengan empati

TUK 2
Klien dapat 1. Adakah kontak sering dan
mengenali singkat secara bertahap
halusinasinya 2. Tanyakan apa yang di dengar
dai halusinasinya
3. Tanyakan kapan halusinasinya
datang
4. Tanyakan isi halusinasinya
5. Bantu klien mengenal
halusinasinya
a. Jika menemukan klien
sedang halusinasi, tanyakan
apakah ada suara yang
terdengar.
b. Jika klien menjawab ada,
lanjutkan apa yang
dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara, namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya(dengan nada
bersahabat tanpa menuduh
atau menghakimi)
d. Katakana bahwa klien in
juga ada yang seperti klien
e. Katakana bahwa perawat
akan membantu klien.
6. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan
atau tidak menimbulkan
halusinasi
b. Waktu, frekuensi terjadinya
halusinasi(pagi, siang, sore,
dan malam atau jika sendiri,
jengkel atau sedih)
7. Diskusikan dengan klien apa
yang dirasakan jika terjadi
halusinasi(marah/takut,
sedih, senang) beri
kesempatan mengungkapkan
perasaan

TUK 3
Klien dapat 1. Identifikasi bersama klien
mengontrol tindakan yang biasa dilakukan
halusinasinya bila terjadi halusinasi.
2. Diskusikan manfaat dan cara
yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
3. Diskusikan cara baik memutus
atau mengontrol timbulnya
halusinasi
a. Katakana saya tidak mau
dengar kamu
b. Temui orang lain (perawat
atau teman atau anggota
keluarga) untuk bercakap
atau mengatakan halusinasi
yang di dengar
c. Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari
d. Meminta keluarga atau
teman atau perawat
menyapa klien jika tampak
bicara sendiri, melamun
atau kegiatan yang tidak
terkontrol
4. Bantu klien memilih dan
melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap.
5. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang dilatih.
Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil.
6. Anjurkan klien mengikuti terapi
aktifitas kelompok jenis
orientasi realita, atau stimulasi
persepsi

TUK 4
Klien dapat dukungan 1. Anjurkan klien untuk memberi
dari keluarga dalam tahu keluara jika mengalami
mengontrol halusianasi.
halusinasinya 2. Diskusikan dengan keluarga
(pada saat berkunjung atau
kunjungan rumah)
a. Gejala halusinasi yang
dialami klien.
b. Cara yang dapat dilakukan
klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
c. Cara merawat anggota
keluarga yang mengalami
halusinasi di rumah: beri
kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow
up atau kapan perlu
mendapat bantuan
halusinasi tidak terkontrol
dan resiko mencederai
orang lain.
3. Diskusikan dengan keluarga
dank lien tentag jenis, dosis,
frekuensi dan frekuensi dan
manfaat obat
4. Pastikan klien minum obat
sesuai dengan program dokter
TUK 5
Klien dapat 1. Anjurkan klien bicara dengan
menggunakan obat dokter tentang manfaat dan efek
dengan benar untuk samping yang dirasakan.
mengendalikan 2. Diskusikan akibat berhenti obat
halusinasinya yang dirasakan
3. Bantu klien menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar.

Strategi Pelaksanaan

Daftar pustaka:
Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Dalami, E. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial.
Jakarta: Trans Info Media
Hidayat, A.A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Prabowo, E. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai