Anda di halaman 1dari 14

Masalah Psikososial : Berduka Situasional

A. Masalah Utama
Berduka situasional

B. Pengertian, Etiologi, Tahap Berduka, Tanda dan Gejala


1. Pengertian
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan.
Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang
dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspetasi budaya, dan keyakinan
spiritual yang dianutnya. Sementara itu, istilah kehilangan (bereavement)
mencakup berduka dan berkabung (mourning), yaitu perasaan di dalam dan
reaksi keluar orang yang ditinggalkan. Berkabung adalah periode penerimaan
terhadap kehilangan dan berduka. Hal ini terjadi dalam masa kehilangan dan
sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan (Aziz Alimul, 2014).
Berduka merupakan respons emosional terhadap rasa kehilangan, yang
dimanifestasikan oleh individu dalam cara yang khusus, berdasarkan
pengalaman personal, harapan budaya, dan kepercayaan spiritual (Hooyman
dan Kremer, 2006). Koping pada proses berduka melibatkan suatu periode
berkabung, penampilan, ekspresi sosial terhadap berduka, dan perilaku
berhubungan dengan rasa kehilangan. Upacara berkabung dipengaruhi secara
budaya dan seperti perilaku yang dipelajari.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
Stroebe dan Stroebe (1987) (dalam Moyle & Hogan, 2006) menganggap
berduka sebagai situasi objektif dari seorang individu yang baru saja
mengalami kehilangan dari sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada.
Berduka mengacu pada respons emosional terhadap kehilangan ini, termasuk
beberapa reaksi psikologis dan fisik (Buglass, 2010). Definisi lain
menyebutkan bahwa berduka, dalam hal ini dukacita adalah proses kompleks
yang normal yang mencakup respons dan perilaku emosi, fisik, spiritual,
sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga, dan komunitas menghadapi
kehilangan aktual, kehilangan yang diantisipasi, atau persepsi kehilangan ke
dalam kehidupan mereka sehari-hari (NANDA, 2011). Dari berbagai definisi
diatas, dapat disimpulkan bahwa berduka merupakan suatu reaksi psikologis
sebagai respon kehilangan sesuatu yang dimiliki yang berpengaruh terhadap
perilaku emosi, fisik, spiritual sosial maupun intelektual seseorang. Berduka
sendiri merupakan respon yang normal yang dihadapi setiap orang dalam
menghadapi kehilangan yang dirasakan.
Berduka situasional sendiri diartikan sebagai suatu kondisi ketika
individu atau kelompok mengalami sejumlah reaksi dalam merespon
kehilangan yang bermakna yang berhubungan dengan efek negatif akibat
peristiwa kehilangan sekunder, kehilangan gaya hidup dan kehilangan
normalitassekunder (Carpenito, 2006). Peristiwa kehilangan sekunder timbul
akibat adanya nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian. Kehilangan gaya
hidup timbul akibat peristiwa melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak
meninggalkan rumah, dan perceraian. Sedangkan kehilangan normalitas
sekunder muncul sebagai akibat keadaan cacat, bekas luka, dan penyakit.
2. Etiologi
Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan yang dapat menimbulkan
respon berduka pada diri seseorang (Carpenito, 2006). Situasi yang paling
sering ditemui adalah sebagai berikut:
a) Patofisiologis
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang bersifat
sekunder akibat kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler, sensori,
muskuloskeletal, digestif, pernapasan, ginjal dan trauma;
b) Terkait pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam jangka
waktu yang lama dan prosedur pembedahan (mastektomi, kolostomi,
histerektomi);
c) Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan sekunder
akibat nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian; berhubungan dengan
kehilangan gaya hidup akibat melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak
meninggalkan rumah, dan perceraian; dan berhubungan dengan
kehilangan normalitas sekunder akibat keadaan cacat, bekas luka,
penyakit;
d) Maturasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti teman-teman,
pekerjaan, fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan kehilangan
harapan dan impian. Rasa berduka yang muncul pada setiap individu
dipengaruhi oleh bagaimana cara individu merespon terhadap terjadinya
peristiwa kehilangan.
Menurut Miller (1999) (dalam Carpenito, 2006), dalam menghadapi
kehilangan, individu dipengaruhi oleh:
1) Dukungan sosial (Support System);
2) Keyakinan religius yang kuat;
3) Kesehatan mental yang baik;
4) Banyaknya sumber yang tersedia terkait disfungsi fisik atau
psikososial yang dialami.
3. Tanda dan Gejala
Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan
gejala yang sering terlihat pada individu yang sedang berduka. Menurut
Buglass (2010), tanda dan gejala berduka melibatkan empat jenis reaksi,
meliputi:
a) Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah,
kecemasan, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa,
kerinduan;
b) Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara
dan cahaya, mulut kering, kelemahan;
c) Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa,
tidak sabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidaktegasan;
d) Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
penarikan sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.

Tanda dan gejala berduka juga dikemukan oleh Videbeck (2001), yang
mencakup ke dalam lima respon, yaitu respon kognitif, emosional, spiritual,
perilaku, dan fisiologis yang akan dijelaskan dalam tabel dibawah ini:

Respon Berduka Tanda dan Gejala


Respon Kognitif - Gangguan asumsi dan keyakinan
- Mempertanyakan dan berupaya
menemukan makna kehilangan
- Berupaya mempertahankan keberadaan
orang yang meninggal atau sesuatu yang
hilang
- Percaya pada kehidupan akhirat dan
seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing
Respon Emosional - Marah, sedih, cemas
- Kebencian
- Merasa bersalah dan kesepian
- Perasaan mati rasa
- Emosi tidak stabil
- Keinginan kuat untuk mengembalikan
ikatan dengan individu atau benda yang
hilang
- Depresi, apatis, putus asa selama pasa
disorganisasi dan keputusasaan
Respon Spiritual - Kecewa, marah pada Tuhan
- Penderitaan karena ditinggalkan atau
merasa ditinggalkan atau kehilangan
- Tidak memiliki harapan, kehilangan
makna
Respon Perilaku - Menangis, terisak, atau tidak terkontrol
- Gelisah
- Iritabilitas atau perilaku bermusuhan
- Mencari atau menghindar tempat dan
aktivitas yang dilakukan bersama orang
lain yang telah meninggal
- Kemungkinan menyalahgunakan obat
atau alkohol
- Kemungkinan melakukan upaya bunuh
diri atau pembunuhan
Respon Fisiologis - Sakit kepala, insomnia
- Gangguan nafsu makan
- Tidak bertenaga Gangguan pencernaan
- Perubahan sistem imun dan endokrin

4. Tahap Berduka
Terdapat beberapa teori mengenai tahap berduka. Salah satunya adalah teori
yang dikemukan Kubler-Ross (1969) (dalam Moyle & Hogan, 2006).
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross adalah berorientasi
pada perilaku dan menyangkut lima tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Fase pengingkaran (Denial)
Perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan menangis, gelisah,
lemah, letih, dan pucat. Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-
apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi
kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau
“Tidak akan terjadi pada saya!” umumnya dilontarkan klien;
b) Fase kemarahan (Anger)
Perasaan marah dapat diproyeksikan pada orang atau benda yang ditandai
dengan muka merah, suara keras, tangan mengepal, nadi cepat, gelisah,
dan perilaku agresif. Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin
“bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkungan. Pada fase ini individu akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu
untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan;
c) Fase tawar menawar (Bargaining)
Individu mampu mengungkapkan rasa marah akan kehilangan, ia akan
mengekspresikan rasa bersalah, takut dan rasa berdosa. Individu berupaya
untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, individu sering kali mencari
pendapat orang lain. Peran perawat pada tahap ini adalah diam,
mendengarkan, dan memberikan sentuhan terapeutik;
d) Fase depresi (Depression)
Fase ini terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan tersebut. Individu menunjukan sikap menarik diri, tidak
mau bicara, putus asa. Perilaku yang muncul seperti menolak makan,
susah tidur, dan dorongan libido menurun. Peran perawat pada fase ini
tetap mendampingi individu dan tidak meninggalkannya sendirian;
e) Fase penerimaan (Acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran yang
berpusat pada objek kehilangan mulai berkurang. Peran perawat pada
tahap ini menemani klien bila mungkin, bicara dengan pasien, dan
menanyakan apa yang dibutuhkan klien.

C. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,
sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan
anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun
tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa
remaja, lingkungan yang berharga.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan
yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)
menderita sakit terminal.

D. Faktor Predisposisi
Dalam Hidayat (2012), faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang
respon kehilangan adalah sebagai berikut:

a) Faktor genetik
Individu yang dilahirkandan dibesarkan dalam keluarga dengan riwayat
depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan, termasuk dalam menghadapu perasaan kehilangan.
b) Faktor fisik
Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur cenderung
mempunyai kemampuan dalam mengatasi stres yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.
c) Faktor mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis, selalu
dibayangi masa depan peka dalam mengahadapi situasi kehilangan.
d) Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-
kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa.
e) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep diri negatif dan perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri rendah dan tidak objektif terhadap stres yang
dihadapi.

E. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stresor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Stresor
ini dapat berupa stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri, seperti
kehilangan biopsikososial yang meliputi kehilangan harga diri, pekerjaan,
seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik pribadi (harta benda, dan lain-lain).

Berikut beberapa stresor kehilangan tersebut :

a) Kehilangan kesehatan
b) Kehilangan fungsi seksualitas
c) Kehilangan peran dalam keluarga
d) Kehilangan posisi dalam masyarakat
e) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
f) Kehilangan kewarganegaraan

F. Pohon Masalah

Gangguan Konsep Diri

Berduka

Kehilngan

G. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan
keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau
profesi kesehatan lainnya. Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Pengkajian tanda klinis berupa adanya distres somatis seperti gangguan
lambung, rasa sesak, sering mengeluh.
2) Faktor Presdiposisi
3) Respon klien terhadap kehilangan, diantaranya :
a) Data yangperlu dikaji
- Kecewa dan marah terhadap Tuhan
- Penderitaan karena ditinggalkan
- Tidak memiliki harapan, kehilangan makna
b) Respon Fisiologis
- Sakit kepala, insomnia
- Gangguan nafsu makan
- Berat badan turun
- Tidak bertenaga
- Gangguan pencernaan
- Perubahan sistem imun dan endokrin
c) Respon Emosional
- Merasa sedih dan cemas
- Kebencian
- Merasa bersalah
- Perasaan mati rasa
- Emosi yang berubah
- Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan
individu atau benda yang hilang
- Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi
- Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
d) Respon Kognitif
- Gangguan asumsi dan keyakinan
- Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
- Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
- Percaya pada kehidupan dan seolah-olah orang yang meninggal
menjadi pembimbing
4) Keadaan fisik
5) Keadan psikososial
6) Status Mental
7) Kebutuhan Persiapan Pulang
8) Mekanisme Koping
9) Masalah Psikososial dan Lingkungan
10) Pengetahuan
11) Aspek Medik
2. Data yang perlu dikaji
Mayor
Subjektif:
1) Tidak menerima kehilangan
2) Menyalahkan
3) Merasa bersalah
4) Merasa sedih
5) Merasa tidak ada harapan

Objektif:
1) Marah
2) Menangis
3) Pola tidur berubah
4) Tidak mampu berkonsentrasi
5) Memisahkan diri
Minor
Subjektif:
1) Mimpi buruk atau pola mimpi
2) Merasa tak berguna
Objektif:
1) Memelihara hubungan dengan yang hilang
2) Fungsai imunitas terganggu (mudah sakit)

H. Kondisi Klinis Terkait


1) Amputasi
2) Melahirkan meninggal
3) Penyakit kronis dan terminal (diabetes melitus, stroke, TBC paru, kanker)
I. Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual atau kehilangan yang
dirasakan.
2. Berduka antisipatif berhubungan dengan perpisahan atau kehilangan.
3. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang/benda yang
dicintai atau memiliki arti besar.

J. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Tujuan Asuhan Keperawatan
1) Kognitif, klien mampu:
a) Memahami proses kehilangan yang dialami
b) Mengetahui cara mengatasi kehilangan secara bertahap
2) Psikomotor, klien mampu:
a) Menyadari respons kehidupan
b) Menyebutkan fakta-fakta kehilangan
c) Melakukan manajemen rasa marah
d) Melatih diri bergerak dari harapan ke realita
e) Melatih diri melihat aspek positif
f) Melatih rencana yang baru
3) Afektif, klien mampu:
a) Merasakan manfaat latihan
b) Merasa mampu beradaptasi dengan keadaan
c) Merasakan lebih optimis
2. Tindakan Asuhan Kepeawatan
Tindakan pada klien
Tindakan keperawatan ners
a) Kaji tanda dan gejala berduka dan identifikasi kehilangan yang terjadi
b) Jelaskan proses terjadinya berduka sesuai dengan tahapan kehilangan
berduka, yaitu mengingkari, marah tawar-menawar, depresi dan
menerima
c) Latih melalui tahapan kehilangan/berduka:
4) Mengingkari: Diskusikan fakta-fakta tentang kehilangan.
Misalnya:
- Kehilangan: sampaikan hasil pemeriksaan penunjang;
- Kehilangan orang yang dicintai: sampaikan proses
kematiannya
5) Marah: Latihan relaksasi dan mengekspresikan emosi dengan
konstruktif
6) Tawar-menawar: Diskusikan harapan/rencana yang tidak tercapai
7) dan kaitkan dengan kehidupan yang masih dijalani
8) Menerima: Latih melakukan kegiatan hidup sehari-hari dengan
pendampingan
d) Beri pujian, motivasi dan bimbingan

Tindakan Pada Keluarga


Tindakan keperawatan ners
a) Kaji masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien yang
berduka
b) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses/tahapan
berduka/kehilangan serta memutuskan cara merawat
c) Latih keluarga cara merawat dan mendapingi klien melalui tahapan
berduka/kehilangan sesuai dengan asuhan keperawatan yang telah
diberikan
d) Diskusikan tanda dan gejala berduka yang belum selesai dan
memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan,
khususnya bersedih lebih dari 2 minggu.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Keliat, Achir Yani S. Hamid, Novy H. C. Daulima, Yulia Wardani, Herni
Susanti, Giur Hargiana, Ria Utami Panjaitan. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa.
ed. Monica Ester. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nanik, Siti Noviyanti. 1967. “Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Kehilangan


Dan Berduka.” Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. 2: 5–
24.

Anda mungkin juga menyukai