2. Kehilangan kesejahteraan
b) Sifat kehilangan
3 Etiologi
Kehilangan dan berduka dapat disebabkan oleh
1. Kehilangan seseorang yang dicintai
2. Kehilanganm yang ada pada diri sendiri ( lose of self ).
3. Kehilangan objek eksternal.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal.
5. Kehilangan kehidupan atau meninggal.
5 Jenis-Jenis Kehilangan
Terdapat lima Kategori Kehilangan, yaitu :
1) Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang
berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut
terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2) Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma periode tertentu atau kepindahan secara
permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit. Kehilangan melalui
perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturaasionol,
misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya
mengalami cidera atau penyakit dan kehilangan rumah akibat bencana alam.
3) Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru,
teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat
bagi orang muda.Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan
sebagai orang terdekat.Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
4) Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau
psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata, rambut, gigi,
atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control kandung kemih
atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis termasuk kehilangan
ingatan, harga diri, percaya diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat
penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan seperti ini dapat
menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat
kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep
diri.
5) Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut
akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam-
hidup kedalam enpat fase.Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau
factor resiko penyakit.Fase akut berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien
bertempur dengan penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan serangkain krisis yang
diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal Klien yang mencapai fase
terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal
dari penyakit klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus
berubah Seseorsng dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan
dari orang lain, dan dukungan adekuat.
7 Proses Kehilangan
1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif –
kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan
merasa nyaman.
2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif –
tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)
– muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–
tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku
konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan.
4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–tidak
berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku
destruktif – perasaan bersalah – ketidakberdayaan.
5. Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian
makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang
positif (konstruktif).
9 Jenis-jenis Berduka
1. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri dari
aktivitas untuk sementara.
2. Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau
kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal,
seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia
sebelum ajalnya tiba
3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir
dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
4. Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua
tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
2.4 Sifat Kehilangan
Adapun sifat-sifat kehilangan, sebagai berikut :
a. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan berduka
yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri
akan sulit diterima.
b. Berangsur-angsur (dapat diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan dan menyebabkan yang ditinggalkan
mengalami keletihan emosional. Klien yang mengalami sakit selama enam bulan atau kurang
mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain,
mengisolasi diri mereka lebih banyak dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan
bermusuhan. Kemampuan untuk menyelesaikan proses berduka bergantung pada makna
kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan memengaruhi
apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan
memengaruhi dukungan yang diterima. Durasi perubahan (missal apakah hal tersebut bersifat
sementara atau permanen) memengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan
kembali ekuilibrum fisik, psikologis dan sosial.
2.5 Tipe Kehilangan
Adapun tipe-tipe kehilangan, sebagai berikut :
a. Actual loss. Kehilangan yang dapat dikenal atau didentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan.
b. Perceived loss (psikologis). Perasaan individual, tetapi menyangkut hal-hal yang tidak dapat
diraba atau dinyatakan secara jelas.
c. Anticipatory loss. Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan atau berduka untuk suatu kehilangan yang akan
berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien atau anggota yang menderita sakit
terminal.
2.9 Konsep Kematian
Secara etimologi yaitu keadaan mati atau kematian. Sementara secara definitive.
Kematian adalah terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara menetap, atau terhentinya
kerja otak secara permanen. Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh
manusia. Pemahaman akan kematian memengaruhi sikap dan tingkah laku seorang terhadap
kematian.
Beberapa konsep tentang kematian sebagai berikut :
a. Mati sebagai terhentinya darah yang mengalir. Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa
terhentinya jantung. Dalam PP Nomor 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah
berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman.
Dalam pengalaman kedokteran, tekhnologi resusitasi telah memungkinkan jantung dan paru-
paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali.
b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh. Konsep ini menimbulkan keraguan karena,
misalnya pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan
seakan-akan dapat ditarik kembali.
c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen. Konsep inipun dipertanyakan karena organ-
organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan
transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat diterima karena
kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.
d. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi sosial.
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk sosial, yaitu individu yang mempunyai
kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan dan
sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak
dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam bidang otak. Oleh karena itu, jika batang
otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan sosial telah mati. Dalam
keadaan sperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi,
DNR (do not resusciation).
Dying dan death (menjelang ajal dan mati), dua istilah yang sulit untuk dipisahkan
satu dan yang lain, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih kearah suatu
proses. Sedangkan death merupakan akhir dari hidup.Terdapat kontroversi kecil tentang arti
dari death. Kebanyakan orang lebih menerima bahwa berhentinya pernapasan dan denyut
jantung serta ketidak mampuan reflex corneal merupakan data/tanda yang cukup bagi death.
Tetapi tidak selamanya demikian.Sekarang lebih mungkin untuk memperhatikan respirasi dan
sirkulasi seseorang dengan menggunakan obat-obatan, mesin, organ tiruan, dan transplantasi.
2.11 Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Factor predisposisi
Factor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
a) Genetic
Individu yang dilahirkan dan di besarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi
akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk
dalam menghadapi perasaan kehilangan.
b) Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai
kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik.
Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang
ditandai perasaan tidak berbahaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
c) Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak akan
mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa
dewasa (stuart-sundeen, 1991)
d) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep diri yang negative, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap
stress yang dihadapi.
e) Factor presipitasi
Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun
imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan
kesehatan, dan kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan
posisi di masyarakat, kehilangan milik pribadi seperti kehilangan harta benda atau orang yang
dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.
f) Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti: menangis atau tidak
mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang-kadang ada tanda-tanda usaha bunuh diri
atau ingin membunuh orang lain. Juga sering berganti tepat mencari informasi yang tidak
menyokong diagnosanya.
g) Mekanisme koping
Kopig yang sering dipakai oleh individu dengan respon kehilangan antara lain: denial,
represi, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi
sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme
koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat
2. Diagnose keperawatan
1. Potensial proses berduka yang tidak terselesaikan se hubungan dengan kematian ibu
2. Fiksasi berduka pada fase depresi sehubungan dengan amputasi kaki kiri
3. Perencanaan
Tujuan jangka panjang: agar individu berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan jangka pendek, pasien mampu:
1. Mengungkapkan perasaan duka.
2. Menjelaskan makna kehilangan orang atau objek.
3. Membagi rasa dengan orang yang berarti.
4. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai.
5. Membina hubungan baru yang bernakna dengan objek atau orang yang baru.
4. Prinsip tindakan keperawatan pada pasien dengan respon kehilangan
1. Bina dan jalin hubungan saling percaya
2. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan
pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
3. Identifikasi kemungkinan factor yang menghambat proses berduka
4. Kurangi atau hilangkan factor penghambat proses berduka
5. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien
6. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7. Ajarkan teknik logotherapy dan psycoreligious therapy
8. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut:
a) Fase pengingkaran
Member kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa.
Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan, dan
kematian
b) Fase marah
Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa
melawan dengan kemarahan
c) Fase tawar menawar
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
d) Fase depresi
Mengidentifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien
Membantu pasien mengurangi rasa bersalah
e) Fase penerimaan
Membantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan.
3. Anak dapat mengurangi rasa bersalah o Menjelaskan kepada anak bahwa orang
yang sering sedih dan menangis bila
ada yang meninggal
o Mengajak anak mengikuti upacara
4. Melalui proses berkabung dengan pemakaman dan mengunjungi rumah
melihat perilaku orang dewasa duka
o Menjelaskan kepada anak urutan upacara
dan apa yang harus dilakukan oleh
anank, sebelum upacara dan pelayat
datang.
Diagnose keperawatan: fiksasi pada fase pengingkaran sehubungan dengan kematian kekasih
Tujuan Tindakan keperawatan
8. Evaluasi
1. Apakah pasien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara spontan?
2. Apakah pasien dapat menjelaskan makna kehilanga tersebut terhadap kehidupannya?
3. Apakah pasien mempunyai system pendukung untuk mengungkapkan perasaannya ( teman,
keluarga, lembaga, atau perkumpulan lain )
4. Apakah pasie menunjukkan tanda-tanda penerimaan