Anda di halaman 1dari 17

KELOMPOK 3

• Dian Ayu Ningsih Ismi 1914301009


• Novita Rindiyanti 1914301010
• Dhevita Septia Sari 1914301011
• Delvi Treesia Lona 1914301012
KEPERAWATAN PALIATIF
“Tinjauan agama dan budaya tentang penyakit kronik”

A. Definisi Penyakit Kronis

Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang atau bertahan
dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan. Orang yang
menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan
cenderung mengembangkan perasaan hopelessness dan helplessness karena berbagai
macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis (Sarafino,
2006). Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari-hari, tujuan
dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et al. dalam Sarafino, 2006).
B. Etiologi Penyakit Kronis
Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial ekonomi, dan
budaya. Penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen
yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya suatu kemampuan untuk
menjalankan berbagai fungsi, terutama muskuloskletal dan organ-organ pengindraan.

C. Fase Penyakit Kronis


Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada sembilan fase dalam penyakit kronis, yaitu
sebagai berikut.
• Fase pra-trajectory adalah risiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor
genetik atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit
kronis.
• Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase
ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering dilakukan pemeriksaan
diagnostik.
• Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit
terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari tertangani dalam keterbatasan
penyakit.
• Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap
terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
• Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak
dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk
penanganannya.
• Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau mengancam
jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.
• Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam
batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
• Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit
berkembang disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam
mengatasi gejala-gejala.
• Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan bertahap
atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.

D. Kategori Penyakit Kronis


Menurut Christensen et al. (2006) ada beberapa kategori penyakit kronis, yaitu seperti
di bawah ini.
• Lived with illnesses
• Mortal illnesses
• At risk illnesses
E. Tanda dan Gejala
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti, memiliki faktor
risiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan kerusakan fungsi
atau ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkan secara sempurna (Smeltzer &
Bare, 2010). Tanda-tanda lain penyakit kronis adalah batuk dan demam yang
berlangsung lama, sakit pada bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan,
kesulitan dalam buang air kecil, dan warna kulit abnormal (Heru, 2007).

F. Pencegahan
Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas. Dalam pencegahan penyakit
dikenal pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Djauzi, 2009). Pencegahan primer
merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau 11
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini
dapat berupa pencegahan umum (melalui pendidikan kesehatan dan kebersihan
lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai
risiko dengan melakukan imunisasi).
G. Penatalaksanaan
Kondisi kronis mempunyai ciri khas dan masalah penatalaksanaan yang berbeda.
Sebagai contoh, banyak penyakit kronis berhubungan dengan gejala seperti nyeri
dan keletihan. Penyakit kronis yang parah dan lanjut dapat menyebabkan
kecacatan sampai tingkat tertentu, yang selanjutnya membatasi partisipasi individu
dalam beraktivitas.

H. Manajemen Diri
Manajemen diri merupakan proses dinamis, interaktif, artinya pasien terlibat aktif
dalam pengontrolan dan manajemen penyakitnya. Manajemen diri merujuk pada
kemampuan individu (pasien) untuk bekerja sama dengan keluarga, komunitas, dan
pemberi pelayanan kesehatan untuk melakukan manajemen gejala penyakit, terapi,
perubahan gaya hidup, dan konsekuensi psikososial, budaya, serta spiritual terkait
dengan kondisi penyakit (Richard & Shea, 2011). Manajemen diri pada pasien dengan
penyakit kronis mencakup perawatan diri, manajemen nutrisi, manajemen stres,
protokol terapi sesuai dengan penyakit dan dukungan sosial.
Tinjauan agama tentang penyakit kronik

A. Definisi perawatan paliatif

Perawatan paliatif yang didefinisikan oleh the National Consensus Project for Quality
Palliative Care (2013) merupakan tujuan akhir dari perawatan paliatif yaitu mencegah
dan mengurangi penderitaan serta memberikan bantuan untuk memperoleh kualitas
kehidupan terbaik bagi pasien dan keluarga mereka tanpa memperhatikan stadium
penyakit atau kebutuhan terapi lainnya. Perawatan paliatif merupakan gabungan dari
sebuah filosofi perawatan dan pengorganisasian sistem yang sangat terstruktur dalam
memberikan pelayanan. Perawatan paliatif memperluas model pengobatan penyakit
tradisional kedalam tujuan peningkatan kualitas hidup pasien dan keluarga,
mengoptimalkan fungsi, membantu membuat keputusan, dan menyiapkan kesempatan
pengembangan pribadi. Dengan demikian, perawatan paliatif dapat diberikan
bersamaan dengan perawatan yang memperpanjang atau mempertahankan kehidupan
atau sebagai fokus pelayanan seperti agama dan budaya.
B. Definisi Spiritualitas
Spiritualitas merupakan suatu kekuatan yang menyatakan intisari seseorang yang
meresap kedalam seluruh kehidupan, serta bermanifestasi pada diri,pemahaman, dan
tindakan seseorang serta keterhubungan dengan diri sendiri,orang lain, alam, dan
Tuhan. Spiritualitas diyakini sebagai sumber harapan dan kekuatan serta merupakan
kebutuhan dasar bagi setiap individu pada setiap individu. Spiritualias memberi
kekuatan yang dapat menyatukan antara individu, memberi makna pada kehidupan dan
mempererat ikatan antar individu.

C. Karakteristik spiritual
Siregar (2015) menyatakan bahwa pemenuhan spiritual harus berdasarkan 4
karakteristik spiritual itu sendiri.
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki spiritual, adapaun karakteristik itu antara lain:

• Hubungan dengan diri sendiri


Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu
siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut
kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan
pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri (Young dan Koopsen, 2007).
Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan
hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang
positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin
jelas (Kozier,Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

• Hubungan dengan orang lain atau sesama


Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan
untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama diakui sebagai
bagian pokok dalam pengalaman manusiawi (Young dan Koopsen, 2007).Young dan
Koopsen ( 2007) menyatakan adanyahubungan antara manusia satu dengan lainnya
yang pada tarafkesadaran spiritual kita tahu bahwa kita terhubung dengan
setiapmanusia.Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnyahubungan
dengan orang lain. Keadaan harmonis meliputipembagian waktu, ramah dan
bersosialisasi, mengasuh anak,mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta
meyakinikehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonismencakup
konflik dengan orang lain dan resolusi yangmenimbulkan ketidakharmonisan, serta
keterbatasan hubungan.
• Hubungan dengan alam
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas meliputi hubungan individu denganlingkungan.
Pemenuhan spiritualitas tersebut melalui kedamaian danlingkungan atau suasana yang
tenang. Kedamaian merupakan keadilan,empati, dan kesatuan. Kedamaian membuat
individu menjadi tenang dan dapatmeningkatkan status kesehatan. Harmoni merupakan
gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi pengetahuan tentang
tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam serta melindungi
alam tersebut.
 
• Hubungan dengan Tuhan
Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional
dipahami dalam kerangka hidup keagamaan.Akan tetapi, dewasa ini telah
dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas.Tuhan dipahami sebagai daya yang
menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat tuhan mungkin mngambil
berbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan
orang lain (Young dan Koopsen, 2009). Secara umum melibatkan keyakinan dalam
hubungan dengan sesuatu yang lebih tinggi, berkuasa, memiliki kekuatan mencipta,
dan bersifat ketuhanan, atau memiliki energy yang tidak terbatas.
Tinjauan budaya tentang penyakit kronik

A. Pengertian kebudayaan

Kebudayaan : suatu sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang


diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat
(Koentjaraningrat, 1986). Kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu:
• Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai,
norma-norma, peraturan dsb. Merupakan wujud ideal dari kebudayaan, Sifatnya
abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Letaknya ada di dalm pikiran warga masyarakat
di mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Dikenal dengan adat istiadat atau sering
berada dalam karangan dan buku-bukuu hasil karya para penulis warga masyarakat
bersangkutan, Saat ini kebudayaan ideal banyak xctersimpan dalam disk, arsip,
koleksi microfilm dan microfish, kartu komputer, silinder dan pita komputer.

• Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola


dari manusia dalam masyarakat, disebut juga sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yanbg berinteraksi, berhubungan,
bergaul yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sistem sosial itu bersifat konkret,
terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto dan didokumentasi.

• Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, disebut


kebudayaan fisik, dan tak memerlukan banyak penjelasan. Merupakan seluruh total
dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat.
Sifatnya paling konkret, atau berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat, dan difoto. Hasil karya manusia seperti candi, komputer, pabrik baja, kapal,
batik sampai kancing baju dsb.
B. Komunitas
Adalah sekelompok orang yang tinggal dalam wilayah yang sama terikat pada norma- norma
yang sama, berinterkasi secara terus menerus dan memiliki sentimen kebersamaan (merasa
tempat mengabdi, berkarya, rasa kebersamaan, berusaha meringankan beban.
Contoh:
• Rumah sakit, Universitas Indonesia, komunitas Depok, komunitas wilayah (aturan ronda,
kebersihan, norma sopan santun) dll.
 
C. Masyarakat
Mastarakat Islam, masyarakat Jawa, sunda dsb. Walaupun saya disini, teman saya disana,
yang beragama Islam ada dimana-mana tetap disebit masyarakat Islam
 
D. Sosialisasi
• Proses belajar memainkan peranan seorang individu di dalam masyarakat sesuai dengan
peranan yang diharapkan. Sosialisasi sifatnya seumur hidup.
• Profesi perawat memainkan peranan sebagai perawat, berbeda dengan tukang nyuntik
ayam tiren, berbeda dengan peragawati khan.

E. Enkulturasi
• Tahapan-tahapan kehidupan yang hasus disosialisasikan atau pembudayaan ( penanaman
nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya seumur hidup.
F. Aspek Sosial Budaya Penyebab Rendahnya Cakupan Pengobatan
Penyakit Kronik

Beberapa aspek sosial budaya yang melatarbelakangi pertimbangan masyarakat dalam


upaya pencarian pengobatan penyakit kronik yaitu sebagai berikut:

1. Ekonomi
• Kondisi ekonomi masyarakat cenderung mempengaruhi masyarakat dalam
pemilihan pengobatan. Sulitnya akses menuju puskesmas dan sulitnya transportasi
menyebabkan masyarakat kesulitan untuk mengeluarkan biaya transportasi karena
kemampuan ekonomi yang relatif terbatas. Sementara itu, bagi sebagian kecil
penderita penyakit kronik yang relatif cukup baik dari segi kemampuan ekonomi
cenderung memilih pengobatan ke dokter praktek swasta

2. Pendidikan/pengetahuan, Persepsi dan Stigma Masyarakat


• Pendidikan sebagian masyarakat di lokasi penelitian masih tergolong relatif rendah.
Dengan kondisi pendidikan yang relatif rendah, maka pengetahuan masyarakat
terhadap penyakit kronik juga terbatas.
3. Kebiasaan dan Kepercayaan Masyarakat
• Sebagian besar masyarakat biasanya cenderung untuk membeli obat warung ketika
merasakan adanya gejala batuk, sedangkan sebagian lagi lang sung berobat dan
mempercayakan kesembuhannya pada tenaga kesehatan. Alasan mereka membeli
obat warung karena masih tergolong penyakit ringan, dan memilih ke puskesmas
karena gejala batuknya sudah termasuk penyakit berbahaya, menular, dan hanya
bisa disembuhkan melalui pengobatan medis dengan melakukan pengobatan/minum
obat selama jangka waktu 6 bulan. Sedangkan sebagian kecil lainnya
mempercayakan kesembuhannya melalui bantuan tenaga pengobat tradisional,
karena mereka beranggapan bahwa penyakit kronik hanya bisa dan cepat
disembuhkan melalui pengobatan tradisional karena penyakit tersebut berkaitan
dengan kekuatan ghaib.

4. Akses/jangkauan Pelayanan Kesehatan


• Kondisi keterbatasan jangkauan pelayanan dan kebijakan-kebijakan berpengaruh
terhadap pencapaian cakupan penemuan penderita. Kondisi sulitnya masyarakat
untuk mencapai akses pelayanan kesehatan (puskesmas) karena jarak yang relative
jauh dan beratnya biaya transposrtasi) adalah menjadi pertimbangan masyarakat
dalam upaya pencarian pengobatan.
5. Persepsi terhadap Pelayanan Kesehatan

• Persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan seperti puskesmas menurut


informan sudah positif. Perilaku petugas, cara pelayanan, obat-obatan yang tersedia
dirasakan informan sudah relatif bagus. Namun, ada sedikit hambatan untuk
mencapai pelayanan kesehatan, dan jam pelayanan yang terbatas, seperti pada
hari/libur puskesmas tutup. Di samping itu, sebagian masyarakat beranggapan
bahwa pengobatan yang dilakukan di puskesmas dan rumah sakit dilaksanakan
secara berulang-ulang, penyembuhan relatif lebih lama serta obat mengandung zat
kimia dengan efek samping jantung berdebar. Adanya persepsi dari masyarakat
tersebut juga dianggap turut mempengaruhi pilihan masyarakat ke pengobatan
tradisional.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai