Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

A. Pengertian
1. Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan
kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu terhadap
kehilangan sebelumnya
2. Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini
diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing – masing orang dan
didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual
yang dianutnya
B. Etiologi
1. Factor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :

a. Faktor genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan
b. Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik
c. Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak –
kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa
2. Factor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan
kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-
psiko-sosial antara lain meliputi :
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
C. Tanda dan gejala
1. Kehilangan
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan dalam mengekspresikan perasaan
e. Konsenterasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
i. Reaksi emosional yang lambat
2. Berduka
a. Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan menurun, sakit
kepala, berat badan menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah bernapas,
palpitasi dan kenaikan berat , susah bernapas.
b. Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi,kesedihan, perasaan gagal,
perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal dalam menerima kenyataan,
iritabilita, perhatian terhadap orang yang meninggal.

c. Efek sosial
1) Menarik diri dari lingkungan
2) Isolasi (emosi dan fisik)
D. Faktor yang mempengaruhi
1. Arti kehilangan dan berduka
2. Sosial dan budaya
3. Kepercayaan spiritual
4. Peran sex
5. Status sosial ekonomi
6. Kondisi fisik dan psikologi individu
E. Jenis-jenis
1. Kehilangan
a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai Kehilangan seseorang yang
dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang
paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana
harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak
kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan
suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa
dan tidak dapat ditutupi.
b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self) Bentuk lain dari
kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang.
Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.
Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau
komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c. Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan
milik sendiri atau bersama-sama,  perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman
berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung
pada arti dan kegunaan benda tersebut.
d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal Kehilangan diartikan dengan
terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan
latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian
secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga
yang baru dan proses  penyesuaian baru.  
e. Kehilangan kehidupan/ meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik
secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya,
sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon  berbeda
tentang kematian.

2. Berduka
a. Berduka normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan.
Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri dari
aktivitas untuk sementara.
b. Berduka antisipatif
Yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan dan kematian
yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal,
seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan berbagai
urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.

c. Berduka yang rumit


Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap
kedukaan normal. Masa berkabung seolah – olah tidak kunjung berakhir dan
dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
d. Berduka tertutup
Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.
Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian
orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya dikandungan atau ketika
bersalin.
F. Fase kehilangan dan berduka
1. Fase kehilangan
a. Fase penyangkalan (Denial)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap kehilangan atau individu tidak
percaya.menolak atau tidak menerima kehilangan yang terjadi.pernyataan
yang sering diucapkan adalah “ itu tidak mungkin” atau “ saya tidak percaya”
.seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian orang yang berarti baginya,tetap
merasa bahwa orang tersebut masih hidup.dia mungkin mengalami halusinasi,melihat orang
yang meninggal tersebut berada di tempat yang biasa digunakan atau mendengar suaranya.
Perubahan fisik: letih, pucat, mual ,diare ,gangguan pernafasan , lemah ,detak jantung cepat,
menangis, gelisah
b. Fase marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan
individu menunjukkan perasaan marah pada diri sendiri atau kepada orang yang berada
dilingkungan nya. Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini antara lain,muka merah,nadi
cepat,susah tidur,tangan mengepal,mau memukul,agresif. Fase tawar menawar
(bergaining) Individu yang telah mampu mengekspresikan rasa marah akan kehilangan nya
,maka orang tersebut akan maju ketahap tawar menawar dengan memohon kemuraha
TUHAN,individu ingin menunda kehilangan dengan berkata”seandainya saya hati-hati”
atau “kalau saja kejadian ini bisa ditunda. Maka saya akan sering berdoa”
c. Fase depresi
Individu berada dalam suasana berkabung,karena kehilangan merupakan keadaan yang
nyata, individu sering menunjukkan sikap menarik diri,tidak mau berbicara atau putus asa
dan mungkin sering menangis
d. Fase penerimaan (acceptance)
Pada fase ini individu menerima kenyataan kehilangan,misalnya : ya,akhirnya saya harus di
operasi, apa yang harus saya lakukan agar saya cepat sembuh,tanggung  jawab mulai
timbul dan usaha untuk pemulihan dapat lebih optimal.secara bertahap
perhatiannya beralih pada objek yang baru,dan pikiran yang selalu terpusat pada objek atau
orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.jadi, individu yang masuk pada fase
penerimaan atau damai, maka ia dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan
kehilangan nya secara tuntas

2. Fase berduka
a. Penghindaran pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan 
b. Konfrontasi pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
c. Akomodasi Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup
dengan kehidupan mereka

G. Rentang respon
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap – tahap berikut
(Menurut Kubler – Ross, dalam Potter dan Perry, 1997) :

a. Tahap pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar –
benar terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan (Hidayat,
2009 : 245).
Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mulai,
diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat
berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun (Hidayat, 2009 :
245).
b. Tahap marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau
perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka
merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan
seterusnya
c. Tahap tawar – menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya
kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau
terang – terangan seolah – olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu
mungkin berupaya untuk melakukan tawar – menawar dengan memohon
kemurahan tuhan
d. Tahap depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang –
kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan,
rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik
yang ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunnya
dorongan libido, dan lain – lain
e. Tahap penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai
memandang ke depan

H. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain : Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi yang digunakan untuk
menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi
sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme
koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat
1. Denail
artinya penyangkalan dikenakan pada seseorang yang dengan kuat menyangkal
dan menolak serta tak mau melihat fakta-fakta yang menyakitkan atau tak sejalan
dengan keyakinan, pengharapan, dan pandangan-pandangannya.
2. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara
pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang
mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-
hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan mekanisme
ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita
3. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi,
manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan, dan
memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan secara objektif
4. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur
kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya
5. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah.
Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau
diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek dan
emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada selektif
amnesia
6. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebenarnya
merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi dengan represi
yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya keluar alam
sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak begitu
berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja, sehingga
ia mengetahui apa yang dibuatnya
7. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik
I. Pohon masalah

ASKEP BERDUKA DAN KEHILANGAN

A. Data Subjektif
a. Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa pasien tidak mempunyai
kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi
b. Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan dan melakukan sesuatu
c. Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap kondisi atau situasi dan
ketidakmampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya
d. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran, kemampuan diri
dan kehilangan
e. Mengatakan ketidakmampuan dan ketidakinginan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari contoh perawatan diri
B. Data Objektif
a. Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
b. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
c. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
d. Apatis dan pasif
e. Ekspresi muka murung
C. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan dan berduka
D. Tindakan keperawatan pada pasien kehilangan
1. Tujuan Umum
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
b. Pasien mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya
c. Pasien mampu memodifikasi pola kognitif yang negative
d. Pasien mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatannya sendiri
e. Pasien mampu termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis
2. Tujuan Khusus
a. Pasien mampu mengungkapkan rasa berdukanya
b. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
c. Pasien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan
komunikasi dengan orang lain
E. Strategi pelaksanaan
Sp 1 : Membina hubungan saling percaya, mengenal keuntungan dan kerugian mengenal
orang lain
1. Fase Orientasi
“selamat siang pak, perkenalkan saya perawat Hana Juniawati mahasiswa
Poltekkes Jakarta 3, bapak dapat memanggil saya suster Hana, saya perawat di
ruangan ini yang akan memeriksa bapa. Boleh saya duduk di samping bapa?
Boleh saya tau nama bapak? Bapak senangnya dipanggil apa? Bagaimana
kabarnya pak sekarang || Pak, bisakah kita berbincang-bincang hari ini? Saya
ingin mengenal dengan bapak lebih dalam. Saya sering perhatikan bapak suka
suka diam, melamun, dan jarang komunikasi dengan pasien disini. Bapak boleh
sekali bercerita kepada saya tentang isi hati bapak dan kesedihan bapak kepada
saya. || Berapa lama waktu yang bapak bisa luangkan untuk berbicara dengan
saya? Bagaimana bila saya temani kira-kira sampai 15 menit ke depan? Apakah
bapak bersedia? jadi dari pukul 08.00 sampai 08.15 saya akan temani bapak.
Bagaimana pak? || Bapak ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana bila di
taman atau tempat lain yang bapak senangi?”
2. Fase Kerja
“Pak, tadi bapak sudah menyepakati nama bapak, lalu boleh saya tahu berapa usia
bapak sekarang? || Boleh saya tahu bapak berasal darimana? || Apakah bapak
ingin menyampaikan sesuatu? Saya yakin ada yang ingin bapak ceritakan || Coba
bapak ceritakan apa yang menyebabkan bapak terus berduka? || Baiklah pak, saya
paham dengan perasaan bapak saat in. Memang wajar setiap orang akan
mengalami kesedihan ketika kehilangan orang yang disayang. Kami semua disini
pun ikut bersedih pak, tetapi semua itu tidak terlepas dari kehendak yang kuasa.
Kita sebagai manusia hanya mampu berserah diri dan menerima semua ini.” ||
“Apa yang bapak rasakan selama dirawat disini? Ohhh bapak merasa sendirian?
Siapa saja yang baak kenal diruangan ini? || “Apa saja kegiatan yang biasa bapak
lakukan dengan teman yang bapak kenal?” || “Apa yang menghambat bapak
dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien lain?” || “Menurut bapak apa
saja keuntungan kalau kita mempunyai teman? Wah benar, ada teman bercakap-
cakap. Apa lagi? (sampai pasien dapat menyepakati beberapa) nah kalau
kerugiannya tidak punya teman apa pak? Ya, apa lagi? (sampai pasien
menyepakati bebrapa) jadi banyak ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah bapak bergaul dengan orang lain? || “ Bagus bagaimana kalau sekarang
kita belajar berkenalan dengan orang lain?” || “Begini lho pak, untuk berkenalan
dengan orang lain kita sepakati dulu nama kita, asal kita dan hobi. Contoh : nama
saya N asal saya dari Bekasi, hobi saya main gitar” || “Selanjutnya bapak
menyepakati nama orang yang diajak kenalan. Contohnya begini, nama bapak
siapa? Senang dipanggil apa? Asal drai mana dan hobinya apa?” || “Ayo pak
coba” Misalnya saya belum kenal dengan bapak. Coba berkenalan dengan saya!”
|| “Ya bagus sekali , coba sekali lagi. Bagus sekali || “Setelah bapak berkenalan
dengan orang tersepakati bapak baru melanjutkan percakapan tentang hal-hal
yang menyenangkan bapak bicarakan. Misal tentang hobi, tentang keluarga,
pekerjaan dan sebagainya”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif : “bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan
berkenalan?” || “bapak tadi sudah mempraktekan cara berkenalan dengan
baik sekali”
b. Evaluasi Objektif : “selanjutnya bapak dapat mengingat-ingat apa yang
kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga bapak lebih siap untuk
berkenalan dengan orang lain”
“Bagaimana kalau besok saya akan mengajak bapak berkenalan dengan
teman saya perawat N” || “Bagaimana bapak mau kan?” || “Kira-kira
besok jam berapa kita bertemu pak?” || “apakah besok pagi jam 10?” ||
“baiklah kalau begitu pak” || “bapak maunya kita bertemu dimana besok?”
|| “di ruangan bapak atau di taman?” || “ Di taman mungkin lebih baik ya
pak?” || “baiklah kalau begitu kita bertemu di taman saja” || “sampai
jumpa besok pak”
Sp 2 : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang
pertama seorang perawat)
1. Fase Orientasi
“Selamat siang pak, bagaimana perasaan bapak hari ini?” || “sudah diingat-ingat
lagi pelajaran kita tentang berkenalan? Coba sepakati lagi sambil bersalaman
dengan perawat” || “bagus sekali pak, bapak masih ingat” || “nah seperti janji
saya, saya akan mengajak bapak mencoba berkenalan dengan teman saya perawat
N, tidak lama kok, sekitar 10 menit” || “ayo kita temui perawat N disana”
2. Fase Kerja
“selamat pagi perawat N, bapak ini ingin berkenalan dengan N” || “baiklah pak,
bapak bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin”
(pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam,
menyepakati nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya) “ada lagi yang

Anda mungkin juga menyukai