Anda di halaman 1dari 16

1

A. Definisi

Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu
keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak
ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang
pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda. Ada kehilangan yang bersifat metrasional yaitu kehilangan yang
diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya. Ada pula kehilangan
yang bersifat situasional, yaitu kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon
kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai.

S. Sundeen (1995:426) menyatakan :

Loss of attachment: The loss may be real or imagined and may include the loss of
love, a person, physical functioning, status or self esteem. Many losses take on
importance because of their symbolic meaning. May involve the loss of old friends, warm
memories, and neighborhood associations. The ability to sustain, integrate and recover
from loss, however is a sign of personal maturity and growth.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan


suatu keadaan gangguan jiwa yang bias terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu
keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak
ada)

Kehilangan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori.

1. Kehilangan objek eksternal

Kehilangan objek eksternal dapat diakibatkan karena kerusakan oleh bencana


alam, berpindah tempat atau dicuri. Kehilangan disni lebih berfokus pada kehilangan
objek yang berupa benda.

2. Kehilangan lingkungan yang dikenal


2

Kehilangan ini diakibatkan oleh perpisahan yang dialami seseorang seperti pindah
kos, tempat tinggal.

3. Kehilangan orang terdekat

Kehilangan ini mencakup kejadian nyata atau hayalan dari persepsi seseorang
karena kejadian, kehilangan orang yang berarti,fungsi fisik dan harga diri.beberapa
contoh diantaranya adalah kasih sayang, kehilangan orang tua, kehilangan pasangan,
anak, teman kerja, dll. Gangguan ini merupakan gangguan yang sangat berarti dilihat
dari segi attachment ( kedekatan seseorang terhadap orang lain yang dianggap
penting.

4. Kehilangan aspek diri

Kehilangan ini mencakup kehilangan pada organ tubuh seperti kehilangan tangan,
kaki , payudara, rahim dll.

5. Kehilangan hidup

Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang


tersebut akan meninggal.

B. Proses Kehilangan

Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam proses, diantaranya:

1. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu berfikir positif
kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan perbaikan mampu
beradaptasi dan merasa nyaman.

2. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu berfikir negatif
tidak berdaya marah dan berlaku agresif diekspresikan ke dalam diri ( tidak
diungkapkan) muncul gejala sakit fisik.
3

3. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individuberfikir


negatif tidak berdaya marah dan berlaku agresif diekspresikan ke luar diri
individu berperilaku konstruktif perbaikan mampu beradaptasi dan merasa
kenyamanan.

4. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individuberfikir


negatiftidak berdaya marah dan berlaku agresif diekspresikan ke luar diri
individu berperilaku destruktif perasaan bersalah ketidakberdayaan.

Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah
pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon)
dan kompensasi yang positif (konstruktif).

Process of disruption and loss , Drake and Barbara Kozier, 1979

C. Prespektif Agama Terhadap Kehilangan

Dilihat dari perpektif agama hal-hal yang harus diperhatikan oleh individu untuk
mengatasi kehilangan yang dialaminya adalah sabar, berserah diri, menerima dan
mengembalikannya pada Allah SWT.
4

D. Fase-fase Kehilangan

1. Fase kehilangan menuru Engel:

a. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri,
duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa
pingsan, diare, keringat berlebih.

b. Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan
mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah,
frustasi dan depresi.

c. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan
depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke
berkembangnya keasadaran

2. Fase berduka menurut kubler-Rose adalah :

a. Fase Pengingkaran (denial)

Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak


percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi, itu tidak mungkin.
Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus
menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase
pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut
diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.

b. Fase Marah (anger)


5

Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya


kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau
ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif,
bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak
becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

c. Fase Tawar Menawar(bergaining)

Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara


sensitif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian itu
bisa ditunda maka saya akan sering berdoa. Apabila proses berduka ini dialami
oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai kalau yang
sakit bukan anak saya.

d. Fase Depresi(depression)

Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah
tidur, letih, dorongan libido menurun.

e. Fase Penerimaan (acceptance)

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu


terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu
telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau
orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih
pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata
seperti saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya
6

manis juga, atau apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase
damai atau fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada
pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami
kehilangan lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase penerimaan.

3. Menurut Lambert and Lambert ( 1985 ) 3 fase :

a. Repudiation ( Penolakan )

b. Recognition ( Pengenalan )

c. Reconciliation (Pemulihan /reorganisasi )

4. Fase berduka menurut Rando:

a. Penghindaran. Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan

b. Konfrontasi . Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien
secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling
dalam.

c. Akomodasi. Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang
akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari
dimana klien belajar hidup dengan kehidupan mereka.

E. Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia

NO JENIS STRESSOR JENIS KEHILANGAN


1. Gempa dan Tsunami Aceh Rumah, orang yang berarti, pekerjaan, bagian tubuh.
2. Lumpur Lapindo Rumah, tetangga yang baik.
3. Gempa di Yogyakarta Rumah, makna rumah yang lama, orang yang berarti,
4. Jatuhnya pesawat Adam Air bagian tubuh, pekerjaan.
7

5. Tenggelamnya kapal Orang yang berarti, bagian tubuh.


6. Levina Orang yang berarti.
7. Sampah longsor rumah Orang yang berarti.
8. Banjir bandang Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik,
9. PHK di IPTN kesehatan.
Banjir Jakarta Pekerjaan, status, harga diri.
Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik,
kesehatan.
F. ASKEP

1. Pengkajian

Faktor Predisposisi

Faktor prdisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:

a. Genetic

Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang


mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan
kehilangan.

b. Kesehatan Jasmani

Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik

c. Kesehatan Mental

Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai


riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu
8

dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi
situasi kehilangan.

d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu

Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-
kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada
masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991)

e. Struktur Kepribadian

Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan


menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress
yang dihadapi.

f. Faktor Presipitasi

Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress


nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara
lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan
peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik pribadi
seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan
kewarganegaraan, dan sebagainya.

g. Perilaku

Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti:


menangis atau tidak mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang-kadang
ada tanda-tanda bunuh diri atau ingin membunuh orang lain. Juga sering berganti
tempat mencari informasi yang tidak menyokong diagnosanya.

h. Mekanisme Koping
9

Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara


lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi,
Supresi dan Proyeksiyang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang
dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada
pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut
sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Potensial proses beduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan kematian


ibu.

b. Fiksasi berduka pada fase depresi sehubungan dengan amputasi kaki kiri.

c. Potensial respon berduka yang berkepanjangan sehubungan dengan proses


berduka sebelumnya yang tidak tuntas.

3. Perencanaan

Tujuan jangka panjang : agar individu berperan aktif melalui proses berduka
secara tuntas.

Tujuan jangka pendek : pasien mampu :

a. Mengungkapkan perasaan duka

b. Menjelaskan makna kehilangan atau orang atau objek

c. Membagi rasa dengan orang yang berarti

d. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai

e. Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang baru

4. Prinsip Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan


10

a. Bina dan jalin hubungan saling percaya

b. Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang


menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya

c. Identifikasi kemungkinan factor yang menghambat proses berduka

d. Kurangi atau hilangkan factor penghambat proses berduka

e. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien

f. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga

g. Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy

h. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :

1) Fase Pengingkaran

Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.

Menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan mendorong pasien untuk


berbagi rasa.

Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang


sakit, pengobatan dan kematian.

2) Fase marah

Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marahnya


secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.

3) Fase tawar menawar

Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.


11

4) Fase depresi

Mengidentifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.

Membantu pasien mengurangi rasa bersalah.

5) Fase penerimaan

Membantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan.

5. Prinsip Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan

a. Memberi dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga


anak selama masa berduka.

b. Menggali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang


salah.

c. Membantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang


diperhatikan oleh orang lain.

d. Mengikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.

6. Prinsip Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan (Kematian Anak)

a. Menyediakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.

b. Menganjurkan pasien untuk memegang/melihat jenasah anaknya.

c. Menyiapkan perangkat kenangan.

d. Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.

e. Menjelaskan kepada pasien/keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta tempat


mereka minta bantuan bila diperlukan.
12

7. PELAKSANAAN

Berikut ini akan diuraikan proses keperawatan pada klien dengan respon
kehilangan

Diagnosa keperawatan:

Potensial terjadi proses berduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan


kematian ibu, pada anak usia 5 tahun.

Tujuan Tindakan Keperawatan


Tujuan jangka panjang:
Anak dapat menyelesaikan masa
berkabung dengan tuntas.

Tujuan jangka pendek:


1. Anak dapat mengerti arti sakit dan - Membina hubungan saling percaya
kematian antara anak, keluarga, dan petugas
dengan sikap jujur, menerima, ikhlas,
dan empati
- Menunjukan perhatian dan kasih
sayang anak baik melalui kata-kata
maupun dengan sikap.
- Menanyakan kepada anak
pengalamannya tentang kematian.
- Menjelaskan pada anak bahwa
2. Anak dapat mengungkapkan ibunya meninggal bukan tidur.
perasaannya - Menjelaskan kepada anak bahwa roh
orang yang meninggal yang
menghadap Tuhan bukan jasadnya.

- Meminta kepada keluarga / orang


13

yang berarti agar menemani anak


3. Anak dapat mengurangi rasa bersalah selama masa berduka bila perlu
mengijinkan untuk tinggal bersama
mereka.
- Mendorong anak untuk
4. Melalui proses berkabung dengan mengungkapkan perasaannya dengan
melihat prilaku orang dewasa. menanyakan apa yang dipikirkan
selama ibunya sakit sampai sekarang.

- Menjelaskan pada anak bahwa


ibunya sakit dan meninggal bukan
karena dia nakal atau bukan karena
kesalahannya.

- Menjelaskan pada anak bahwa orang


sering sedih dan menangis bila ada
yang meninggal.
- Mengajak anak mengikuti upacara
pemakaman dan mengunjungi rumah
duka
- Menjelaskan kepada anak urutan
upacara dan apa yang harus
dilakukan oleh anak, sebelum
upacara dan pelayat datang.

Diagnosa keperawatan:

Fiksasi pada fase pengingkaran sehubungan dengan kematian kekasih.

Tujuan Tindakan keperawatan


Pasien dapat melalui fase Mendorong pasien untuk
pengingkarannya dengan wajar tanpa mengungkapkan pengingkarannya tanpa
14

kesulitan. memaksa untuk menerima kenyataan.


Mendengarkan dengan penuh minat dan
perhatian apa yang dikatakan oleh pasien.
Menjelaskan kepada pasien, bahwa
perasaan tersebut wajar terjadi pada
orang yang mengalami kehilangan.
Membantu pasien untuk memakai
mekanisme koping yang lain seperti
menangis / berbicara.
Mengikutsertakan orang yang berarti bagi
pasien untuk menjelaskan apa yang telah
terjadi.
Meningkatkan kesadaran pasien secara
bertahap tentang kenyataan kehilangan
yang harus dihadapi.
Memberi dukungan atas usaha pasien
untuk menerima kenyataan.
Membantu klien untuk mencoba
mengungkapkan rasa marahnya.
Menjawab semua pertanyaan pasien
dengan singkat dan jelas.
Memberi dukungan secara nonverbal.
8. Evaluasi

a. Apakah pasien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara optimal?

b. Apakah pasien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut terhadap


kehidupannya?

c. Apakah pasien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut terhadap


kehidupannya?

d. Apakah pasien menunjukkan tanda-tanda penerimaan?


15

e. Apakah pasien sudah dapat menilai hubungan baru dengan orang lain objek lain?

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Malynn E, dkk. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri.Jakarta: EGC

Kubler, Elisabeth. 1981. On Death and Dying. Jakarta: EGC

Peiffer, Vera. 1994. Bagaimana Mengatasi Perpisahan. Jakarta: Arcan

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama


16

Anda mungkin juga menyukai