Anda di halaman 1dari 9

Bab 13

Asuhan Keperawatan Klien Kehilangan dan Berduka (Loss and Grief)

A. Definisi

Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelum- nya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu
sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda.

S. Sundeen (1995: 426) menyatakan:

Loss of attachment: The loss may be real or imagined and may include the loss of love, a person,
physical functioning, status or self esteem. Many losses take on importance because of their
symbolic meaning. May involve the loss of old friends, warm memories, and neighborhood
associations. The ability to sustain, integrate and recover from loss, however is a sign of personal
maturity and growth.

Kehilangan dari attachment (kedekatan seseorang terhadap orang lain yang dianggap penting),
merupakan kehilangan yang mencakup kejadian nyata atau hanya khayalan (yang diakibatkan
persepsi seseorang terhadap kejadian), seperti kasih sayang, kehilangan orang yang berarti, fungsi
fisik, harga diri. Banyak situasi kehilangan dianggap sangat berpengaruh karena memiliki makna yang
tinggi. Dapat pula mencakup kehilangan teman lama, kenangan yang indah, tetangga yang baik.
Kemampuan seseorang untuk bertahan, tetap stabil, dan bersikap positif terhadap kehilangan,
merupakan suatu tanda kematangan dan pertumbuhan.

B. Proses Kehilangan

1. Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu memberi makna positif -
melakukan kompensasi dengan kegiatan positif - perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).

2.Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu memberi makna - merasa
tidak berdaya marah dan berlaku agresi - diekspresikan ke dalam diri - muncul gejala sakit fisik.

3. Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan - individu memberi makna - merasa
tidak berdaya - marah dan berlaku agresi - diekspresikan ke luar diri individu-kompensasi dengan
perilaku konstruktif -perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).

4.Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu memberi makna - merasa tidak
berdaya marah dan berlaku agresi diekspresikan ke luar diri individu - kompensasi dengan perilaku
destruktif. merasa bersalah ketidakberdayaan.

Jenis stressor Jenis kehilangan


1.Gempa dan Tsunami Aceh Rumah, orang yang berarti,
pekerjaan, bagian
tubuh.
2.Lumpur lapindo Rumah, tetanga yang baik.

3.Gempa di Yogyakarta Rumah, makna rumah yang


lama, orang yang
berarti, bagian tubuh,
pekerjaan.

4.Jatuhnya pesawat Adam air Orang yang berarti, bagian


tubuh.

5.Tenggelamnya kapal Levina Orang yang berarti.

6.Sampah longsor rumah Orang yang berarti.

7.Banjir bandang Harta benda, orang tercinta,


lingkungan yang baik,
kesehatan.

8.PHK di IPTN Pekerjaan, status, harga diri.

9. Banjir jakarta Harta benda, orang tercinta,


lingkungan yang
baik, kesehatan.

D. Prespektif Agama Terhadap Kehilangan

Dalam prespektif agama saat menghadapi kehilangan manusia diharuskan untuk sabar, berserah diri,
menerima, dan mengembalikannya kepada Allah karena hanya Dia pemilik mutlak segala yang kita
cintai dan manusia bukanlah pemilik apa-apa yang diakuinya. Sebagaimana firman Allah:

"Dan sungguh kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, yaitu ketika mereka ditimpa musibah mereka mengucapkan kami adalah milik Allah dan akan
kembali kepada Allah, mereka akan mendapatkan keberkahan dan rahmat dari Tuhan mereka"

E Fase-fase Kehilangan

1. Fase Pengingkaran (denial) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan "Tidak, saya
tidak percaya bahwa itu terjadi","Itu tidak mungkin. Bagi individu atau keluarga yang mengalami
penyakit terminal, akan terus menerus mencari infor- masi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut di
atas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.

2. Fase Marah (anger)

Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu
menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada
dilingkungannya, orang-orang tertentu atau ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat
yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

3. Fase Tawar Menawar (bergaining)

Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke
fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan
kata-kata "Kalau saja kejadian ini bisa ditunda maka saya akan sering berdoa. Apabila proses berduka
ini dialami oleh keluarga maka penyataan sebagai berikut sering dijumpai, "Kalau saja yang sakit
bukan anak saya".

4.Fase Depresi (depression)

Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau berbicara,
kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase Penerimaan (acceptance)

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada objek
atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan
yang dialaminya, gambaran tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara
bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan
kata-kata seperti "Saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru manis
juga", atau" Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh

Apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase
penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan
kehilangannya secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak
sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase
penerimaan.

1. Pengkajian Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:

Genetic

Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan
sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu perma- salahan termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan.

Kesehatan Jasmani

Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan
mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
Kesehatan Mental

Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai
perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka
dalam menghadapi situasi kehilangan.

Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu

Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi
kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen,
1991).

Struktur Kepribadian

Individu dengan konsep diri yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri
yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.

Faktor Presipitasi

Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi
individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan,
kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi di masyarakat,
kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan
kewarnegaraan, dan sebagainya.

Perilaku

Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti: menangis atau tidak mampu
menangis, marah-marah, putus asa, kadang-kadang ada tanda-tanda usaha bunuh diri atau ingin
membunuh orang lain. Juga sering berganti tempat mencari informasi yang tidak menyokong
diagnosanya.

Mekanisme Koping

Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon kehilangan antara lain: Denial, Represi,
Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi, dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari
intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan Disosiasi sering ditemukan pada
pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai
secara berlebihan dan tidak tepat.

dan tidak tepat.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Potensial proses berduka yang ridak terselesaikan sehubungan dengan kematian ibu.

2. Fiksasi berduka pada fase depresi sehubungan dengan amputasi kaki kiri.

3. Potensial respon berduka yang berkepanjangan sehubungan dengan proses berduka sebelumnya
yang tidak tuntas.

3. Perencanaan
Tujuan jangka panjang: Agar individu berperan aktif melalui proses berduka secara

Tujuan jangka pendek: Pasien mampu:

1. Mengungkapkan perasaan duka.

2. Menjelaskan makna kehilangan orang atau objek

3. Membagi rasa dengan orang yang berarti.

4. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai.

5. Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang baru.

4.Prinsip Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan

1. Bina dan jalin hubungan saling percaya.

2.Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakit- kan dengan
pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya.

3. Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka. Kurangi atau hilangkan faktor
penghambat proses berduka.

4. Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka.

5. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien.

6.Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga.

7.Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy.

Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut:

a. Fase pengingkaran

Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.

Menunjukkan sikap menerima, iklas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa.

Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan, dan
kematian.

b. Fase marah

Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan
dengan kemarahan.

C. Fase tawar menawar Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.

d. Fase depresi

Mengidentifikasi tingkat depresi dan risiko merusak diri pasien.

Membantu pasien mengurangi rasa bersalah.


e. Fase peneriman

Membantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan.

5. Prinsip Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan

1. Memberi dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama masa
berduka.

2. Menggali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.

3. Membantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan
oleh orang lain.

4. Mengikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.

6. Prinsip Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan(Kematian Anak)

1. Menyediakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.

2. Menganjurkan pasien untuk memegang/melihat jenasah anaknya.

3. Menyiapkan perangkat kenangan.

4. Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.

5. Menjelaskan kepada pasien/keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta tempat mereka minta
bantuan bila diperlukan.

7. Pelaksanaan

Berikut akan diuraikan proses keperawatan pada pasien dengan respon kehilangan.

Diagnosa keperawatan :

Potensi terjadi proses berduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan kematian ibu, pada anak
usia 5 tahun.

Tujuan Tindakan keperawatan

Tujuan jangka panjang :


Anak dapat menyelesaikan
masa berkabung dengan
tuntas.
Tujuan jangka pendek -Membina hubungan saling
1.Anak dapat mengerti arti percaya antara anak,
sakit dan kematian keluarga,dan petugas dengan
sikap jujur, menerima, iklas,
dan empati.
-Menunjukkan perhatian dan
kasih sayang anak baik melalui
kata-kata maupun dengan
sikap.
-Menanyakan kepada anak
pengalamannya tentang
kematian (orang/binatang).
-Menjelaskan kepada anak
bahwa ibunya meninggal
bukan tidur.
-Menjelaskan kepada anak
bahwa roh orang yang
meninggal, yang menghadap
Tuhan bukan tubuhnya.

2 Anak dapat mengungkapkan -Meminta kepada


perasaannya keluarga/orang yang berarti
agar menemani anak selama
masa berduka bila perlu
mengijinkan untuk tinggal
bersama mereka.
-Mendorong anak untuk
mengungkapkan perasaannya
dengan menanyakan apa yang
dipikirkan selama ibunya sakit
sampai sekarang.

3.Anak dapat mengurangi rasa -Menjelaskan kepada anak


bersalah bahwa ibunya sakit dan
meninggal bukan karena dia
nakal atau bukan karena
kesalahannya.

4.Melalui proses berkabung -Menjelaskan kepada anak


dengan melihat perilaku orang bahwa orang yang sering sedih
dewasa dan menangis bila ada yang
meninggal.
-Mengajak anak mengikuti
upacara pemakaman dan
mengunjungi rumah duka.
-Menjelaskan kepada anak
urutan upacara dan apa yang
harus dilakukan oleh anak,
sebelum upacara dan pelayat
datang.

Diagnosa Keperawatan

Fiksasi pada fase pengingkaran sehubungan dengan kematian kekasih

Tujuan Tindak Keperawatan


Pasien dapat melalui fase -Mendorong pasien untuk
pengingkarannya dengan mengungkapkan
wajar ( tanpa kesulitan) pengingkarannya tanpa
memaksa untuk menerima
kenyataan.
-Mendengarkan dengan penuh
minat dan perhatian apa yang
dikatakan oleh pasien.
-Menjelaskan kepada pasien,
bahwa perasaan tersebut
wajar terjadi pada orang yang
mengalami kehilangan.
-Membantu pasien untuk
memakai mekanisme koping
yang lain seperti
menangis/bicara.
-Mengikutsertakan orang yang
berarti bagi pasien untuk
menjelaskan apa yang telah
terjadi.
-Meningkatkan kesadaran
pasien secara bertahap
tentang kenyataan kehilangan
yang dihadapi.
-Memberi dukungan atas
usaha pasien untuk mencoba
menerima kenyataan.
-Membantu pasien untuk
mengungkapkan rasa
marahnya.
-Menjawab semua pertanyaan
pasien dengan singkat dan
jelas. Memberi dukungan
secara non verbal.

Evaluasi

1. Apakah pasien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara spontan?

2. Apakah pasien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut terhadap kehidupannya?

3. Apakah pasien mempunyai sistem pendukung untuk mengungkapkan pera- saannya (teman,
keluarga, lembaga atau perkumpulan lain)?

4. Apakah pasien menunjukkan tanda-tanda penerimaan?

5. Apakah pasien sudah dapat menilai hubungan baru dengan orang lain objek lain?

Anda mungkin juga menyukai