Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“ PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN PADA BENCANA”

Dosen MK : Ns. Usman B. Ohorela M.Kep., Sp.Kep. MB

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

1. NARMAYANTI
2. SUNIA BOENG
3. BUNYAMIN TEHUAYO
4. ROSMIYATI
5. JESICHA ANNEX NIKITA RESILOY
6. FRISILLIA PALAPESSY
7. SAIT DEDI WAN
8. LISNAWATI KILIAN

TINGKAT: 2B

MATA KULIAH:

PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN PADA BENCANA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MALUKU

PRODI KEPERAWATAN MASOHI

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Penanggulangan krisis kesehatan pada bencana.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami Penanggulangan krisis


kesehatan pada bencana Yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi, referensi, dan berita. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Masohi , 21 Februari 2023


DAFTAR ISI

Contents
MAKALAH................................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................... 4

A. Latar Belakang.................................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................. 5

A. Rapid Health Asessment...................................................................................................5

B. Penyusunan rencana operasi darurat krisis kesehatan.....................................................9

C. Kegiatan Operasional Kluster Kesehatan........................................................................12

D. Penyusunan rencana operasi darurat krisis kesehatan...................................................16

E. Pelayanan Kesehatan Pengungsi...................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mulai tahun 1990 paradigma dalam penanggulangan bencana secara
global/internasional telah bergeser dari upaya yang difokuskan pada saat terjadi
bencana, sekarang lebih diperluas kepada upaya mengurangi resiko dan dampak
bencana. Penanggulangan bencana diawali dengan menganalisis risiko bencana
berdasarkan ancaman/bahaya dan kerentanan untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengelola dan mengurangi risiko serta mengurangi dampak bencana yang ditimbulkan.
Manajemen bencana dilakukan bersama oleh semua pemangku
kepentingan/stakeholder, lintas sektor dan dengan pemberdayaan masyarakat (BNPB,
2011)
Kecepatan dan ketepatan dalam menyampaikan informasi terkait bencana alam,
merupakan sebuah hal yang sangat dibutuhkan dan perlu mendapatkan perhatian
khusus, agar proses penanggulangan masalah dapat diselesaikan dengan cepat dan
tepat. Rapid health asessment sebagai sebuah solusi merupakan kegiatan
mengumpulkan, mengelolah serta menganalisis data yang dilakukan secara langsung di
lokasi bencana.
Pada penerapannya, RHA memiliki tujuan yang kompleks yaitu untuk menilai
permasalahan kesehatan, potensi risiko, mengidentifikasi kebutuhan kesehatan serta
membuat rekomendasi dalam rangka respon cepat penanggulangan krisis kesehatan.
Untuk mendapatkan data secepat dan seakurat mungkin, RHA dilakukan secara
langsung di lokasi bencana, seperti di Rumah Sakit, Puskesmas, Dinas Kesehatan, pos
kesehatan, lingkungan tempat tinggal, hingga pada lokasi-lokasi pengungsian.
Melihat urgensi diatas, maka para tenaga kesehatan diharapkan mampu
mempelajari tahapan pelaksanaan RHA sebelum bencana terjadi, karena informasi yang
cepat, tepat, serta akurat merupakan kunci penanganan krisis kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rapid Health Asessment

1. Pengertian
Kegiatan pelaksanaan RHA atau Rapid Health Assasment di lokasi bencana,
merupakan sebuah kegiatan kompleks yang menyangkut proses pengumpulan,
pengolahan, mendokumentasikan serta menganalisis data secara langsung,
maka dengan demikian, mengetahui hal-hal yang harus dipersiapkan, juga
merupakan hal penting agar proses pendataan dapat berjalan dengan baik dan
maksimal.
2. Persiapan Rapid Health Assessment (RHA)
Adapun pada proses persiapannya, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan
sebagai berikut :
 Membentuk Tim dan menentukan Ketua
 Mempelajari situasi di lokasi bencana, yang terdiri dari potensi masalah
kesehatan, kapasitas kesehatan yang ada, serta akses transportasi dan
komunikasi di lapangan.
 Pelajari aspek keamanan dan keselamatan tim
 Mengidentifikasi potensi bahaya atau hazard serta prosedur
penyelamatan.
 Mempelajari profil kesehatan dari wilayah terdampak.
 Koordinasi di lokasi bencana dengan pihak terkait seperti Rumah sakit,
Dinas Kesehatan, BPBD.dll.
 Membawa kartu identitas, surat tugas, form penilaian, keperluan
administrasi serta peralatan pribadi seperti makanan dan obat
3. Teknik Pengumpulan Data Rapid Health Assessment
Setelah adanya persiapan yang baik dan matang dari seluruh anggota sebelum
berangkat, maka proses pelaksanaan RHA aau Rapid Health Assessment dapat
dilakukan. Dalam penerapannya, hal pertama yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan adalah dengan mengumpulkan data terkait lokasi serta situasi dan
kondisi lapangan setelah terjadinya bencana alam.
Berikut ini beberapa Teknik pengumpulan data yang baik dan benar selama
berada di lokasi bencana, seperti berikut :

 Observasi secara langsung dampak kesehatan di lokasi bencana terjadi,


seperti korban, kerusakan fasilitas kesehatan dan pengungsian.
 Melakukan wawancara dengan informan kunci, seperti tokoh masyarakat,
petugas kesehatan, penyintas bencana, hingga petugas dari institusi lain.
 Mengumpulkan informasi dari data sekunder yang dapat diambil dari
profil kesehatan serta data-data dari institusi lain.
 Apabila tidak tersedia data primer dan sekunder, dapat dilakukan survei
cepat dengan data secara acak dari salah satu lokasi.

4. Cara Mengisi Data Rapid Health Assessment


Setelah memahami terkait bagaimana proses persiapan dan pengambilan data
yang baik dan benar dilaksanakan, maka pengisian formulir pelaporan dari hasil
pengambilan data di lokasi bencana alam terjadi, juga merupakan hal penting
yang tidak boleh dilupakan. Karena hanya dengan melakukan pengisian
pelaporan, maka Informasi yang telah dikumpulkan secara baik oleh pelaksana
RHA, dapat dilihat dan di Informasikan.
Beberapa langkah pengisian dan yang perlu diisi pada Formulir Pelaporan
Penilaian Cepat Kejadian Krisis Kesehatan agar tidak terjadi kesalahan, seperti
berikut :
a. Data Pra Bencana
Pada data pra bencana, ada beberapa hal yang perlu diisi, seperti
 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
 Jumlah populasi kelompok rentan (Balita, Bumil, Buteki, Lansia,
dan Penyandang Disabilitas)
 Nama dan Jumlah fasilitas kesehatan
 Data jumlah SDM Kesehatan
 Jenis Kejadian Krisis Kesehatan
 Waktu Kejadian Krisis Kesehatan
 Deskripsi Kejadian Krisis Kesehatan
 Lokasi Kejadian Krisis Kesehatan
 Jumlah Korban
 Fasilitas Kesehatan yang Rusak
 Fasilitas Umum
 Kondisi sanitasi dan Kesehatan Lingkungan di Lokasi
Penampungan Pengungsi
 Ketersediaan sumberdaya seperti obat, sarana pendukung
kesehatan, hinga alat komunikasi
 Upaya Penanggulangan yang Telah dilakukan
 Bantuan yang Diperlukan
 Rekomendasi.
5. Analisis Data dan Rekomendasi Rapid Health Assessment

Setelah data terinput dengan baik dan telah sesuai dengan prosedur dan
ketentuan yang telah dijelaskan , maka proses analisis data  dan rekomendasi
RHA (Rapid Health Assessment baru dapat dilakukan. Proses analisis data
dilakukan cara metode perbandingan, yaitu membandingkan data sebelum
terjadinya bencana, dengan data setelah terjadi bencana. Selain itu, proses
analisis data juga dapat dilakukan dengan membandingkan data RHA dengan
data Standar Pelayanan Minimal Kesehatan.

Untuk dapat membandingkan data RHA dengan data Standar Pelayanan


Minimal Kesehatan, maka perlu diketahui standar apa saja yang digunakan,
seperti :

a. Standar Upaya Manajemen Krisis Kesehatan.


b. Standar Pelayanan Kesehatan, yang meliputi :

 Standar Pelayanan Medis Dasar dan Rujukan


 Standar Pencegahan Penyakit menular
 Standar Kesehatan Lingkungan
 Standar Kesehatan Reproduksi Darurat
 Standar Kesehatan Jiwa dan Psikososial
 Standar Pelayanan Gizi Darurat
 Standar Penatalaksanaan Korban Meninggal Akibat Bencana
Adanya proses analisis yang kompleks, digunakan guna Menyusun rekomendasi upaya
prioritas yang harus dilakukan dan menentukan kebutuhan kesehatan, yang harus dipenuhi
dengan segera dalam rangka respon cepat kejadian bencana. Sehingga demikian, hasil dari
analisis yang akurat, diharapkan akan menjamin rekomendasi yang tepat.

6. Penyajian Data Informasi dan Alur Informasi RHA

Langkah panjang dan kompleks yang dimulai dari persiapan, pengambilan data,
penginputan data, analisis data dan rekomendasi RHA, telah mengantarkan kita
pada pembahasan terakhir, yaitu terkait proses penyajian data informasi dan alur
informasi yang telah dikumpulkan oleh tim RHA di lokasi bencana.

Data RHA yang telah dikumpulkan dan dianalisis, dapat segera disusun dalam
bentuk laporan kegiatan RHA atau infografis yang didalamnya termuat beberapa
poin, seperti :

a. Gambaran singkat kejadian bencana. Termasuk didalamnya yaitu jenis,


waktu, lokasi, jumlah korban dan fasilitas yang rusak hingga perkiraan
luas daerah serta informasi populasi yang terdampak oleh bencana
b. Kapasitas Respon. Termasuk didalamnya dibagi menjadi 3 yaitu, Jenis
dan jumlah SDM Kesehatan, Data Fasilitas pelayanan kesehatan dan
logistik kesehatan.

Dalam penerapannya, proses pelaporan dapat dilakukan secara


berjenjang, yaitu melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan
Provinsi, kemudian disampaikan kepada Kementerian Kesehatan melalui Pusat
Krisis Kesehatan. Sehingga dengan demikian, proses penyajian data yang
sesuai dan baik, diharapkan dapat membantu proses pengambilan keputusan
dengan cepat, tepat, dan akurat.
B. Penyusunan rencana operasi darurat krisis kesehatan
a. Pencarian dan penyelamatan

Kegiatan pencarian dan penyelamatan terutama dilakukan oleh tim SAR (Basarnas atau
basarda) dan dapat berasal dari tenaga sukarela bila dibutuhkan titik tim ini akan:

1. Melokalisasi korban;
2. Memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat pengumpulan atau
penampungan
3. Memeriksa status kesehatan korban( triase) di tempat kejadian
4. Memberi pertolongan pertama jika diperlukan
5. Memindahkan korban ke pos medis lapangan jika diperlukan.

b. Triase

Setelah memastikan keamanan dan keselamatan, TRC yang berada di lokasi segera
melakukan triase lapangan . Treasi ini diutamakan didasarkan pada urgensi( tingkat keparahan)
kemungkinan hidup dan ketersediaan sarana perawatan dengan demikian tujuan triase adalah:

1. Identifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi segera ( perawatan di


lapangan)
2. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (life
saving surgery) Triase lapangan dilakukan pada tiga tingkat yaitu;
 Triase di tempat;
Triase ini dilakukan di tempat korban ditemukan atau tempat
penampungan korban sementara di lapangan . karena terbatasnya tenaga
medis dan akses ,trease lapangan dapat dilakukan oleh tenaga awam terlatih
yang lebih dahulu berada di lokasi, seperti polisi dan pemadam kebakaran.
 Treasi medik;
Treasi ini dilakukanoleh tenaga medis yang terlatih serta
berpengalaman di pos medis lapangan dan posmedis depan dengan tujuan
untuk menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban. Prioritas
perawatan sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya ditandai dengan
kartu triase warna merah (untuk korban yang membutuhkan stabilisasi
segera) kuning (untuk korban yang memerlukan pengawasan ketat tetapi
perawatan dapat ditunda sementara) hijau (untuk korban yang tidak
memerlukan pengobatan dan pemberian pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat ditunda )dan hitam (untuk korban yang meninggal dunia).
 Triase evakuasi;
Triase ini ditunjukkan pada korban yang membutuhkan perawatan
lebih lanjut di rumah sakit dengan sarana yang lebih lengkap atau postmedis
belakang. Rumah sakit tersebut sudah harus disiapkan untuk menerima
korban massal dan apabila daya tampungnya tidak mencukupi karena jumlah
korban yang sangat banyak. Perlu disiapkan rumah sakit rujukan alternatif.
Tenaga medis di pos medis lapangan, pos medis depan dan pos medis
belakang harus terus berkomunikasi sesuai jenjang rujukan untuk
berkonsultasi mengenai kondisi korban yang akan dievakuasi, rumah sakit
tujuan dan jenis kendaraan yang akan digunakan saat evakuasi.

c. Pertolongan pertama;

Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas pemadam kebakaran,


polisi, sar, tim medis gawat darurat.Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi bencana (pos
medis lapangan), sebelum korban dipindahkan, tempat penampungan sementara( pos medis
depan) pada” tempat hijau” di pos medis belakang serta dalam ambulans saat korban
dipindahkan ke fasilitas kesehatan.

d. Proses pemindahan korban;

Pengaturan ketat terhadap laju dan tujuan evakuasi korban ke pos medis depan dan
Postmedis belakang akan sangat diperlukan untuk mencegah dilampauinya kapasitas fasilitas
kesehatan tujuan. Pemindahan korban dilakukan secara satu arah tanpa ada yang saling
bersilangan. dari lokasi bencana ke pos medis depan, kemudian ke pos medis belakang dan
selanjutnya ke pos medis sekunder .

Sebelum evakuasi, petugas kesehatan harus melakukan:

1. Pemeriksaan kondisi dan stabilitas pasien dengan memantau tanda-tanda vital


2. Pemeriksaan peralatan yang melekat pada tubuh pasien seperti infus,pipa ventilator
atau oksigen, terletak dimobilisasi dan lain-lain.

Korban tidak boleh dipindahkan sebelum:


1. Korban berada pada kondisi yang paling stabil
2. Korban telah disiapkan peralatan yang memadai untuk transportasi
3. Fasilitas Kesehatan penerima telah diinformasikan dan siap menerima korban
4. Kendaraan yang digunakan dalam kondisi layak pakai.

e. Perawatan di rumah sakit;

1. mengukur kapasitas perawatan rumah sakit;


Jika di daerah kejadian bencana tidak tersedia fasilitas kesehatan yang cukup
untuk menampung dan merawat korban bencana massal misalnya hanya tersedia satu
rumah sakit tipe c atau tipe B memindahkan seluruh korban ke sarana tersebut hanya
akan menimbulkan hambatan bagi perawatan yang harus segera diberikan kepada
korban dengan cedera serius.
2. Lokasi perawatan di rumah sakit;
Tempat penerimaan korban di rumah sakit adalah tempat di mana triase dilakukan.
Untuk hal itu dibutuhkan:
a) akses langsung dengan tempat ambulans
b) Merupakan tempat tertutup bagi yang tidak berkepentingan
c) Akses yang mudah ke tempat perawatan utama seperti unit gawat darurat,
kamar operasi, dan unit perawatan intensif.
3. Hubungan dengan perawatan di lapangan
Apabila penatalaksanaan pra rumah sakit dilakukan secara efisien, jumlah
korban yang dikirim ke rumah sakit akan terkontrol sehingga setelah Triase korban
dapat segera dikirim ke unit perawatan yang sesuai dengan kondisi mereka, akan tetapi
jika hal ini gagal akan sangat banyak korban yang dibawa ke rumah sakit sehingga
korban-korban tersebut harus ditampung terlebih dahulu dalam satu ruangan sebelum
dapat dilakukan triase.

F . Evakuasi post medis sekunder;

Pada beberapa keadaan tertentu seperti jika daya tampung rumah sakit terlampaui, ada
korban membutuhkan perawatan khusus( mis. bedah saraf), korban harus dipindahkan ke
rumah sakit lain yang menyediakan fasilitas yang diperlukan penderita . pemindahan seperti ini
dapat dilakukan ke rumah sakit lain dalam satu wilayah, ke daerah atau provinsi lain atau
bahkan ke negara lain .
C. Kegiatan Operasional Kluster Kesehatan
Cluster kesehatan berperan sebagai mekanisme untuk berkoordinasi, kerjasama,
mengintegrasikan, dan sinergikan kegiatan-kegiatan saat pra bencana, tangkap darurat dan
pasca bencana.

Cluster kesehatan melibatkan berbagai organisasi yang terlibat, dalam upatan


penanggulangan penanggulangan bencana untuk berkoordinasi, dan berkolaborasi dengan
tenaga kesehatan setempat, dan rangka menyelaraskan usaha, dan memanfaatkan sumber
daya yang ada secara efisien dan efektif berdasarkan kerangka kerja, sasaran, prioritas dan
strategi yang telah disepakati disepakati bersama.

Berbagai organisasi yang turut serta diharapkan menjadi mitra yang produktif dalam
kegiatan kelas dan kesehatan dan mematuhi standar yang telah disetujui bersama.

Pusat penanggulangan krisis kesehatan, kementerian Kesehatan sebagai koordinasi


cluster kesehatan nasional bertanggung jawab kepada badan Nasional penanggulangan
bencana BNPB untuk memastikan pelaksanaan fungsi cluster kesehatan yang optimal efektif
dan efisien.

Di tingkat nasional menteri Kesehatan menunjukkan seseorang koordinator cluster


kesehatan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas administrasi dan layanan
pendukung lainnya agar cluster dapat berfungsi secara efisien dan efektif. Di tingkat provinsi
atau kabupaten atau kota kepala dinas Kesehatan menunjuk seorang koordinator cluster
kesehatan tingkat provinsi / kabupaten/kota.

Koordinator cluster kesehatan memfasilitasi dan memimpin, kerja cluster, dan menjamin
koordinasi dengan cluster lain sehubungan dengan kegiatan terkait kesehatan masyarakat serta
berbagai isu terkait.

Koordinator kelas ter kesehatan mempertimbangkan seluruh isu terkait kesehatan untuk
menghindari adanya permasalahan kesehatan yang tidak tertangani.

Tugas fan fungsi klaster

a) Mengidentifikasi para pelaku penanggulangan bencana di bidang kesehatan


b) Memetakan sumber daya serta wilayah kerjanya
c) Menyusun perencanaan upaya penanggulangan bencana bidang kesehatan
d) Penginformasikan hasil kajian pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pembelajaran
penanggulangan bencana bidang kesehatan kepada koordinator klaster nasional
e) Menjadi penghubung antara sub cluster kesehatan dengan koordinator klaster nasional
f) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan cluster lain yang berkaitan dengan upaya
penanggulangan bencana bidang kesehatan.
g) Mengkoordinasikan suplaster supluster dalam klaster kesehatan dan
h) Memastikan upaya penanggulangan bencana yang dilakukan oleh anggota cluster
kesehatan sesuai dengan standar yang berlaku dalam pemantauan evaluasi dan
pembelajaran.

TUGAS KLASTER PELAKSANA SUB KLASTER

1. Pelayanan kesehatan 1. Cluster pelayanan kesehatan

2. Pengendalian penyakit 2. Sub cluster pengendalian penyakit

3. Penyehatan lingkungan 3. Subclaster penyehatan lingkungan


dan penglihatan air dan sanitasi

4. Penyiapan air bersih dan sanitasi yang 🤞


berkualitas
5.Pelayanan kesehatan gizi 4.Subkalaster layanan gizi
6. Pengelolaan obat bencana 5. Subclaster logistik kesehatan

7. Penyiapan kesehatan reproduksi 6. Subkalaster Kesehatan keluarga


dalam situasi bencana (Ibu,Anak, dan reproduksi)

8.penanganan Kesehatan jiwa 7.subklaster kesehatan jiwa

9.penatalaksanaan korban mati 8.subklaster DVI


Pelaksanaan Klaster kesehatan ;

Kegiatan cluster kesehatan dapat dilaksanakan mulai saat pra bencana, tanggap darurat,
dan paskah bencana. Uraian kegiatan kelas terkeren kesehatan saat pra bencana, tanggap
darurat dan pasca bencana dapat dilihat pada tabel berikut!

SAAT TANGGAP
KEGIATAN PRA BENCANA PASCA BENCANA
DARURAT

Pengkajian situasi a.Berbagi hasil kajian Melakukan kaji cepat Mengulas capaian
kesehatan risiko bencana kesehatan/RHA upaya tanggap darurat
b. Pemetaan sumber bersama dan kesenjangan
daya bersama pemulihan
c. Berbagai informasi
peringatan dini
a.

Perencanaan a. Berbagai rencana Menyusun rencana Menyiapkan proses


pengurangan risiko operasi dan rencana serah terima
bencana pemulihan dini
b. Ketika ada potensi bersama
bencana kurma
menyusun rencana
kontijensi bidang
kesehatan bersama
Pelaksanaan Bila memungkinkan Pelaksanaan sesuai Serah terima kepada
melakukan kegiatan rencana yang penanggung jawab
bersama seperti ditetapkan wilayah
penyusunan pedoman
atau prosedur tetap/
SOP, peningkatan
kapasitas, gladi

Pemantauan, evaluasi Berbagi hasil Monitoring dan Monitoring, evaluasi


pembelajaran dan monitoring dan evaluasi bersama, dan pembelajaran
pelaporan evaluasi implementasi pembelajaran hasil upaya kelaster pada
dan dampak, implementasi dan saat tanggap darurat
pelaporan. dampak, pelaporan. pelaporan berjenjang.
D. Penyusunan rencana operasi darurat krisis kesehatan

Konsep Dasar dan Karakteristik Bencana

1.1. Konsep dasar manajemen penanggulangan bencana

Manajemen penanggulangan bencana memiliki kemiripan dengan sifat-sifat manajemen lainnya


secara umum. Meski demikian terdapat beberapa perbedaan. yaitu :;

a. nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama;

b. waktu untuk bereaksi yang sang at singkat;

c. risiko dan konsekuensi kesalahan atau penundaan keputusan dapat berakibat fatal ;

d. situasi dan kondisi yang tidak pasti;

e. petugas mengalami stres yang tinggi;

f. informasi yang selalu berubah.

Manajemen penanggulangan bencana adalah pengelolaan penggunaan sumber daya yang ada
untuk menghadapi ancaman bencana dengan melakukan perencanaan. penyiapan.
pelaksanaan. pemantauan dan evaluasi di setiap tahap penanggulangan bencana yaitu pra.
saat dan pasca bencana. Pada dasarnya. upaya penanggulangan bencana meliputi:

a. Tahap prabencana. terdiri atas:

1) Situasi tidak terjadi bencana. kegiatannya adalah pencegahan dan mitigasi

2) Situasi potensi terjadi bencana. kegiatannya berupa kesiapsiagaan

b. Tahap saat bencana, kegiatan adalah tanggap darurat dan pemulihan darurat

c. Tahap pasca bencana. kegiatannya adalah rekonstruksi.

Konsep Dasar dan Karakteristik Bencana


Setiap tahapan bencana tersebut dapat digambarkan dalam suatu siklus seperti dibawah. 2
Setiap tahap penanggulangan terse but tidak dapat dibatasi secara tegas. Dalam pengertian
bahwa upaya prabencana harus terlebih dahulu diselesaikan sebelum melangkah pada tahap
tanggap darurat dan dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni pemulihan. Siklus ini harus dipahami
bahwa pad a setiap waktu, semua tahapan dapat dilaksanakan secara bersama-sama pad a
satu tahapan tertentu dengan porsi yang berbeda. Misalnya, tahap pemulihan kegiatan
utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi dapat juga dilakukan
untuk mengantisipasi bencana yang akan.

Upaya ini bertujuan menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana.
Upaya-upaya yang dilakukan antara lain:

1) penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, pedoman dan standar;

2) pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah kesehatan

3) pembuatan brosurlleafletlposter

4) analisis risiko bene ana

5) pembentukan tim penanggulangan bencana

6) pelatihan dasar kebencanaan

7) membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis masyarakat.

b. kesiapsiagaan; Upaya kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan


terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi
akan terjadi. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain:

1) penyusunan rencana kontinjensi;

2) simulasi/gladi/pelatihan siaga;

3) penyiapan dukungan sumber daya;

4) penyiapan sistem informasi dan komunikasi.


c. tanggap danlrat; Upaya tang gap darurat bidang kesehatan dilakukan untuk menyelamatkan
nyawa dan mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara lain :

1) penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment);

2) pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan;

3) pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan;

4) perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan.

d. pemulihan.

Upaya pemulihan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi.

Upaya rehabilitasi bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serb a
tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik. Upaya rekonstruksi bertujuan membangun
kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna.
Upaya-upaya yang dilakukan antara lain:

1) perbaikan lingkungan dan sanitasi;

2) perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan;

3) pemulihan psiko-sosial;

4) peningkatan fungsi pelayanan kesehatan;


E. Pelayanan Kesehatan Pengungsi

1.Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Pengendalian penyakit dilaksanakan dengan pengamatan penyakit (surveilans), promotif,


preventif dan pelayanan kesehatan (penanganan kasus) yang dllakukan di lokasi bencana
termasuk di pengungsian. Baik yang dllaksanakan di saran a pelayanan kesehatan yang masih
ada maupun di pos kesehatan yang didirikan dalam rangka penanggulangan bencana.

Tujuan pengendalian penyakit pad a saat bencana adalah mencegah kejadian luar biasa
(KLB) penyakit menular potensi wabah, seperti penyakit diare, ISPA, malaria, DBD, penyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (P3DI) , keracunan dan mencegah penyakit-
penyakit yang spesifik loka!.

Permasalahan penyakit , terutama disebabkan oleh:

• kerusakan lingkungan dan pencemaran;


• jumlah pengungsi yang banyak, menempati suatu ruangan yang sempit, sehingga
harus berdesakan;
• pada umumnya tempat penampungan pengungsi tidak memenuhi syarat kesehatan;
• ketersediaan air bersih yang seringkali tidak mencukupi jumlah maupun kualitasnya;
• diantara para pengungsi banyak ditemui orang-orang yang
• memiliki risiko tinggi, seperti balita, ibu hamil, berusia lanjut;
• pengungsian berada pad a daerah endemis penyakit menular,
• dekat sumber pencemaran, dan lain-lain;
• Kurangnya PHBS (Prilaku Hidup Bersih dan Sehat);
• Kerusakan pada saran a kesehatan yang seringkali diikuti dengan
• padamnya listrik yang beresiko terhadap kualitas vaksin.

Potensi munculnya penyakit menular sang at erat kaitannya dengan faktor risiko, khususnya
di lokasi pengungsian dan masyarakat sekitar penampungan pengungsi, seperti campak, diare,
pnemonia, malaria dan penyakit menular lain spesifik lokal.

a. Surveilans Penyakit dan Faktor Risiko


Surveilans penyakit dan faktor risiko pada umumnya merupakan suatu upaya untuk
menyediakan informasi kebutuhan pelayanan kesehatan di lokasi bencana dan pengungsian
sebagai bahan tindakan kesehatan segera. Secara khusus, upaya tersebut ditujukan untuk
menyediakan informasi kematian dan kesakitan penyakit potensial wabah yang terjadi di daerah
bencana.

Langkah-langkah surveilans penyakit di daerah bencana meliputi:

1. pengumpulan data;
a) data kesakitan dan kematian :
(1) Langkah-langkah surveilans penyakit di daerah bencana
data kesakitan yang dikumpulkan meliputi jenis penyakit yang diamati
berdasarkan kelompok usia
(2) data kematian adalah setiap kematian pengungsi, penyakit yang
kemungkinan menJadi penyebab kematian berdasarkan kelompok usia
(3) data denominator( jumlah korban bencana dan Jumlah penduduk
beresiko) diperlukan untuk menghitung pengukuran epidemiologi,
misalnya angka insidensi, angka kematian.
b) sumber data; Data dikumpulkan melalui laporan masyarakat, petugas pos
kesehatan, petugas Rumah Sakit, koordinator penanggulangan bencana
setempat

2. pengolahan dan penyajian data;


Data surveilans yang terkumpul diolah untuk menyajikan informasi epidemiologi sesuai
kebutuhan. Penyajian data meliputi deskripsi maupun grafik data kesakitan penyakit
menurut umur dan data kematian menurut penyebabnya akibat bencana.
3. analisis dan interpretasi;
Kajian epidemiologi merupakan kegiatan anal isis dan interpretasi data epidemiologi
yang dilaksanakan oleh tim epidemiologi . Langkah-Iangkah pelaksanaan analisis:
a. menentukan prioritas masalah yang akan dikaji;
b. merumuskan pemecahan masalah dengan memperhatikan efektifitas dan
efisiensi kegiatan;
c. menetapkan rekomendasi sebagai tindakan korektif.
4. penyebarluasan informasi.
Penyebaran informasi hasil anal isis disampaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.data kesakitan yang dikumpulkan meliputi jenis penyakit yang diamati
berdasarkan kelompok usia

F. Penanganan korban trauma bencan

Kenali Gejala Trauma pada Korban


Trauma ditunjukkan dengan kondisi syok dan tertekan karena suatu peristiwa yang membekas
dalam jangka waktu lama. Menurut ahli psikologi Frank Parkinson, peristiwa traumatis dapat
terjadi pada saat bencana terjadi hingga bencana telah berlalu, yang dalam dunia psikologi
disebut Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Beberapa kondisi yang berpotensi menjadi peristiwa traumatis adalah bencana, menjadi korban
kriminal, kehilangan orang yang dicintai, dan kehilangan harta benda.Berikut ini adalah
berbagai gejala trauma yang sebaiknya Anda ketahui:
 Sulit menerima kenyataan atas apa yang terjadi.
 Takut hal yang sama akan terjadi lagi.
 Kesedihan yang berlarut-larut jika ada orang yang dikenal meninggal dunia.
 Rasa bersalah yang timbul ketika selamat saat orang lain meninggal, padahal
seharusnya bisa berbuat lebih banyak untuk mencegahnya.
 Timbul rasa kesal terhadap situasi yang terjadi. Terkadang juga menyalahkan Tuhan
atas bencana yang dilimpahkan padanya.

Berbagai gejala trauma tersebut dapat diatasi dengan melakukan trauma healing. Hal ini bisa
dilakukan apabila Anda adalah korban bencana alam, ataupun saat Anda mendaftarkan diri
menjadi relawan di lokasi terjadinya bencana alam, misalnya saja pada gempa

Mengembalikan semangat korban dengan trauma healing


Menurut Parkinson, trauma healing adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
atau menghilangkan trauma yang ada. Di sisi lain, trauma healing juga dapat membantu orang
yang mengalami gangguan mental akibat syok. Dalam kasus gempa Lombok, suara yang
bergaung dan getaran dapat memicu timbulnya trauma.
Gangguan trauma pascabencana juga memiliki derajat gangguan yang berbeda-beda.
“Penanganan trauma bisa berupa psikoterapi, terapi relaksasi atau terapi lainnya, serta
konsumsi obat bila diperlukan,”

Berdasarkan penjelasan dari SAMHSA National Mental and Health Information Center, trauma
healing harus dilakukan secara teratur agar dapat membangun kembali mental para korban.
Beberapa hal yang bisa Anda lakukan adalah sebagai berikut:

1.Menjadi relawan di pengungsian


Sebagai relawan di pengungsian, Anda dapat membantu para korban agar terlepas dari
bayang-bayang bencana dengan cara-cara berikut ini:
● Ajak pengungsi melakukan relaksasi
Anda dapat melakukan meditasi, yoga, atau Tai Chi. Ajak sesama pengungsi untuk
melakukannya agar suasana menjadi lebih “cair” dan menyenangkan.
● Buat sharing berkelompok
Ajaklah warga di area pengungsian untuk berkumpul dan melakukan sharing terhadap apa yang
dialami dan dirasakannya. Mendengar kisah yang sama atau mungkin lebih parah dapat
mengubah pikiran korban yang merasa paling menderita.
Untuk sesi ini, Anda juga dapat mendatangkan dokter spesialis kejiwaan atau psikolog untuk
membantu korban mendapatkan penanganan tertentu jika diperlukan.
● Mengadakan kegiatan yang produktif
Anda bisa mengajak warga membuat karya dari bahan-bahan yang tersedia di lingkungan,
misalnya membuat sesuatu yang bermanfaat selama mereka tinggal di pengungsian, seperti
bantal, selimut, atau boneka untuk anak-anak mereka.
Bagi para pria bisa diadakan kegiatan kerja bakti membersihkan reruntuhan rumah atau
membangun toilet umum sementara.
2.Jika Anda adalah Korban Gempa

Harvard Medical School menjelaskan berbagai tips bagi para korban gempa untuk meredakan
atau bahkan mencegah trauma:
● Terapi memasak
Pada area pengungsian biasanya terdapat dapur darurat. Ternyata, memasak bisa dijadikan
upaya mengatasi trauma akibat bencana alam. Karena dilakukan secara bersama-sama,
memasak di dapur darurat mendorong korban untuk berinteraksi dengan orang lain, sehingga
tidak larut dalam kesedihan.
● Lakukan kegiatan positif
Mengatasi trauma juga bisa dilakukan dengan membantu orang lain. Karena menurut
penelitian, membantu dan bersikap ramah terhadap orang lain dapat memberikan kesenangan
yang kemudian mengurangi stres dan rasa tidak berdaya yang timbul karena bencana.
● Konsumsi makanan sehat
Makanan dapat memengaruhi suasana hati. Jadi, konsumsilah makanan yang mengandung
protein berkualitas tinggi dan lemak sehat, terutama asam lemak omega-3. Kandungan tersebut
dapat membantu menjaga kesehatan mental. Perbanyaklah makan sayur dan buah untuk agar
Anda tidak menderita badan lemas.
● Tidur cukup
Menurut dr. Resthie Rachmanta Putri, Mepid., tidur merupakan hal yang penting bagi semua
orang, terutama bagi para pengungsi korban bencana alam. “Saat tidur, sel-sel dalam tubuh
akan beregenerasi dan menciptakan hormon yang dibutuhkan oleh tubuh,” jelasnya.
Jika kekurangan tidur, daya tahan tubuh seseorang akan menurun, sehingga stamina dan
konsentrasinya juga ikut menurun.
DAFTAR PUSTAKA
https://pusatkrisis.kemkes.go.id/vlog-seri-rha-rapid-health-assesment

Anda mungkin juga menyukai