Dosen Pengampu:
Dr. Septo Pawelas Arso, S.KM., MARS
Kelompok 6:
1. Sabrina Nuramalina Hanifa 25000123130109
2. Putri Naira Nashwa 25000123140242
3. Atikah Fazlina 25000123130117
4. Nayla Maharani Putri 25000123140247
5. Putri Maya Artanti 25000123140261
6. Shakty Bagas Yudistira Prasetyo 25000123130112
7. Nabila Dinda Permata 25000123120023
8. Caecilia Jovita Samosir 25000123130114
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................... 2
1.3. Tujuan............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3
BAB III PENUTUP.................................................................................................................. 5
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................5
3.2 Saran...............................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................7
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
mengelola lonjakan kasus layanan kesehatan di masa pandemi. Sistem Ketahanan
Nasional (SKN) yang selama ini dilakukan belum berjalan dengan optimal. SKN
belum memberikan panduan yang jelas.
Sistem kesehatan untuk surge capacity masih rendah, baik itu jumlah SDM,
peralatan, fasilitas, dan sistem yang disiapkan dan direncanakan. Tindakan
promotif dan preventif saat ini menjadi berkurang, masyarakat harapannya juga
lebih mandiri dan tidak lagi menunggu bantuan dari pemerintah maupun sekitar
sehingga dalam menghadapi situasi krisis sangat membantu untuk fasilitas
kesehatan. Anggaran yang fleksibel dan siap juga perlu dilakukan.
1.3. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) di Indonesia, belum cukup baik. Hal ini dapat
dilihat melalui kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi bencana yang terjadi di
Indonesia. Upaya kesiapsiagaan pemerintah terhadap bencana yang terjadi di daerah masih
belum merata. Pemerintah masih terfokus pada pusat pembangunan di kota-kota besar
khususnya pada pengupayaan financial protection. Disamping itu, permasalahan utama yang
sebenarnya terjadi meliputi sistem kesehatan pada surge capacity yang masih rendah, fasilitas
kesehatan yang belum merata, dan juga kurangnya manajemen resiko.
Sistem yang terjadi sebelum terjadi bencana, sistem kesehatan dalam keadaan
normal maupun tidak normal harus siap dalam hal kesiapsiagaan dan sebelum terjadinya
bencana. Ketika krisis terjadi, dalam kasus awal ini sistem kesehatan harus dalam keadaan
siaga darurat sehingga pada saat tanggap darurat, sistem dapat memenuhi kurangnya
kapasitas dan kerjasama. Selain itu, dalam situasi darurat ini sistem dapat mengelola lonjakan
krisis dengan prinsip yang lebih berkelanjutan dan kemudian dapat menjamin keberlanjutan
organisasi dan sistem kesehatan. Jadi walaupun dalam keadaan darurat, sistem kesehatan ini
dapat berfungsi dengan baik dan pelayanan kesehatan tetap berjalan lancar juga dalam masa
pemulihan bisa lebih dapat beradaptasi dengan sistem yang baru. Sistem kesehatan yang
mampu memperhitungkan manajemen risiko tentunya merupakan suatu hal yang perlu
ditingkatkan, karena dengan adanya manajemen risiko bencana kita bisa melihat bahwa
sebelum terjadi bencana dengan penguatan risiko kita mampu lebih cepat untuk mendeteksi
situasi yang akan terjadi,kita dapat mencegah terjadinya kasus-kasus awal sebelum
penyebarannya lebih lanjut, dan kita akan lebih mampu mencegah puncak krisis karena kita
dapat lebih siap menghadapinya sejak dini.
Masalah kesehatan yang masih menjadi topik paling umum yaitu adanya TB, malaria,
balita stunting, serta angka kematian ibu dan anak. Dalam manajemen risiko untuk
menurunkan risiko kita harus meningkatkan kapasitas sistem kesehatan kita misalnya seperti
adanya peningkatan dalam kesiapan data, fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan dalam
penguatan SDM dan teknologi, tindakan promotif dan preventif baik itu komunikasi risiko,
penguatan masyarakat untuk lebih mandiri dan juga sistem pendanaan yang diperlukan.
3
Sehingga apabila hal ini dilakukan lebih awal akan mendukung risiko yang terjadi lebih
rendah.
Pilar sistem kesehatan kita mempunyai upaya kesehatan, penelitian dan
pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya baik itu persediaan farmasi,
alat kesehatan, informasi manajemen dan juga pemberdayaan masyarakat agar kebutuhan
terkait dengan kebutuhan SDM siap dalam sistem kesehatan yang dijalankan programnya
dalam manajemen risiko pasien, misalnya terjadi bencana maupun situasi yang tidak normal
sehingga harus disiapkan pelayanan sistem yang lebih, kemudian memiliki sistem
pengorganisasian yang lebih jelas sehingga tahu apa yang harus dilakukan nantinya. Dalam
pelaksanaannya SDM kesehatan itu tetap berkaitan dengan pilar pelayanan kesehatan maupun
dengan pembiayaan kesehatan ataupun fasilitas Kesehatan sehingga harapannya nanti adalah
pada cara penyelenggaraan sistem kesehatan ini akan dapat menambahkan nilai manajemen
risiko bencana tersebut sehingga ini artinya bahwa dalam setiap pilar di sistem kesehatan kita
bisa melihat bagaimana manajemen risiko bisa menjadi sebuah kekuatan kita dalam siap
menghadapi situasi krisis.
Manajemen resiko bukan urusan kesehatan saja tetapi urusan bersama dan upaya
kesehatan ini harus didukung dengan financial protection karena negara yang tingkat risiko
bencananya cukup tinggi mengharuskan kesiapsiagaan yang lebih kuat dan setiap
perencanaan harus harus benar-benar disiapkan lebih baik karena umumnya kesiapsiagaan
daerah masih dalam bentuk financial protection. Masih terdapat beberapa hal yang belum
dilakukan, terutama dalam hal pengelolaan program, khususnya identifikasi risiko dan
penyusunan rencana kesiapsiagaan untuk meminimalkan dampak berbahaya dari bencana.
4
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) di Indonesia harus diperkuat lagi, terutama dalam
hal responsivitas dan ketanggapan dalam menghadapi situasi krisis. Dalam situasi krisis,
siaga darurat diperlukan untuk meminimalisir risiko yang mengancam. Manajemen risiko
bencana penting dalam menghadapi tantangan bencana. Dalam menghadapi ancaman yang
tidak terduga, sistem kesehatan perlu memiliki kemampuan yang lebih tanggap dan efisien.
Dengan merancang strategi manajemen risiko yang cermat, termasuk deteksi dini, evaluasi
dampak, dan rencana kesiapsiagaan yang matang, sistem kesehatan dapat lebih cepat dan
tepat dalam memberikan tanggapan. Selain itu, pemahaman yang mendalam tentang risiko
bencana membantu memperkuat kerjasama antarlembaga dan memobilisasi sumber daya
dengan lebih efektif. Dengan demikian, masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan
yang cepat, akurat, dan terkoordinasi saat menghadapi situasi darurat, sehingga dampak
negatif dari bencana dapat diminimalisir. Manajemen risiko bencana adalah tanggung jawab
bersama dan harus didukung dengan perlindungan finansial.
3.2 Saran
5
normal (bencana dan krisis kesehatan). Oleh karena itu, SKN perlu dilakukan reformasi atau
perombakan agar lebih siap merespon bencana maupun krisis kesehatan yang dapat terjadi
kapan saja.
6
DAFTAR PUSTAKA
Dona, Bella, et al. “Integrasi Manajemen Pengurangan Risiko Bencana Kesehatan untuk
Ketahanan Sistem Kesehatan.” Forum Nasional JKKI,
https://fornas.kebijakankesehatanindonesia.net/tahun-2021/topik-3-penguatan-sistem-
kesehatan-nasional-yang-tahan-terhadap-berbagai-ancaman/. Accessed 13 October
2023.