Oleh Kelompok 2
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi...............................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan............................................................................................................. 3
1.1.Latar Belakang...................................................................................................3
1.2.Tujuan ...............................................................................................................5
1.3.Manfaat...............................................................................................................6
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
menghadapi pengaruh dari luar serta menurunnya efisiensi mekanisme homeostatis,
yaitu sistem kardiovaskuler. Maka dari itu perhatian akan kebutuhan lansia harus lebih
ditingkatkan, sehingga diharapkan mereka dapat tetap sehat, mandiri, aktif, dan
produktif, salah satunya adalah penguatan peran keluarga dan pengembangan
pelayanan kesehatan dalam melakukan perawatan bagi lansia.
Tujuan utama perawatan lansia adalah mempertahankan lansia semandiri
mungkin, untuk selama mungkin dalam sebuah lingkungan yang aman. Lingkungan
yang aman adalah lingkungan yang memberikan stabilitas, perlindungan, ketentraman,
dan bebas dari rasa takut, cemas, serta keributan. Bagi lansia, keselamatan dan
keamanan merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan fisiologis
dasar, seperti makanan dan air (Stockslager & Schaeffer, 2008).
Menurut Hardywinoto & Setiabudhi (2007), kemauan dan kemampuan untuk
melakukan activity of daily living pada lansia bergantung pada beberapa faktor, salah
satunya adalah pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan
pada segmen lansia yang tidak dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang
berbasis masyarakat salah satunya adalah posyandu lansia. Jenis pelayanan kesehatan
posyandu salah satunya adalah pemeliharaan activity of daily living. Lansia yang secara
aktif melakukan kunjungan ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik daripada
lansia yang tidak aktif ke posyandu.
Konsep dasar pengembangan pelayanan atau program kesehatan lansia adalah
diharapkan lansia yang sehat tetap sehat dengan mengoptimalkan fungsi fisik, mental,
kognitif dan spiritual, melalui upaya promotif dan preventif, termasuk kegiatan
pemberdayaan lansia. Lansia yang sakit diharapkan dapat meningkat status
kesehatannya dan optimal kualitas hidupnya sehingga lansia dapat sehat kembali.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok tahun 2018 jumlah lansia
di Kota Depok dengan katergori usia 60-75 tahun keatas adalah sebesar 44.844 jiwa
dari total penduduk sebesar 1.143.403 jiwa. Sebagai upaya Pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan usia lanjut, salah satunya ialah dengan membentuk
Posyandu Lansia. Tujuan diadakannya Posyandu Lansia yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, perilaku positif, serta meningkatkan mutu dan derajat kesehatan
lansia
Kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan lansia adalah dengan
melakukan pelatihan kader posbindu yang dilaksanakan oleh seksi kesga dan gizi guna
meningkatkan keterampilan kader-kader dalam melayani lansia. Dimulai dari tahun
4
2013 telah dilaksanakan Puskesmas santun lansia di Kota Depok, antara lain di
Puskesmas Sukmajaya, Pancoran Mas, Cimanggis, Tapos dan Abadi Jaya (Dinkes,
2018).
Konsep promosi kesehatan dalam hal pemberian dan peningkatan pengetahuan
masyarakat tidak hanya dalam bidang kesehatan saja melainkan juga upaya bagaimana
mampu menjembatani adanya perubahan perilaku lansia dalam mengubah pola hidup
agar dapat terhindar dari berbagai penyakit.
Hasil penelitian terdahulu oleh Mindianata (2018) tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap niat keaktifan lansia dalam mengikuti posyandu lansia di
Surabaya menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku berpengaruh terhadap niat
responden untuk aktif mengikuti Posyandu Lansia. Norma subyektif tidak
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap niat responden untuk aktif
mengikuti Posyandu Lansia. Sedangkan Kontrol Perilaku yang dirasakan berpengaruh
terhadap niat responden untuk aktif mengikuti Posyandu Lansia .
Tentunya banyak faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan lansia
untuk berperilaku aktif mengikuti Posyandu Lansia. Pengambilan keputusan tersebut
didasari oleh sebuah kesadaran, yang berawal dari niat dan motivasi sehingga terbentuk
suatu perubahan perilaku. Pemilihan menggunakan Protection Motivation Theory
(PMT) dalam pengembangan instrumen ini didasarkan pada fungsi teori untuk melihat
pengaruh sikap terhadap severity (bahaya atau ancaman), vulnerability (kerentanan),
response effectiveness (tingkat efektifitas respon), dan self efficacy (keyakinan diri)
sehingga kelompok tertarik mengaitkan Protection Motivation Theory (PMT) untuk
pengembangan instrument terhadap kebutuhan promosi kesehatan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengembangkan instrumen dan mengkaitkan Protection Motivation Theory
(PMT) untuk mengkaji masalah promosi kesehatan pada sasaran agregat lansia
sesuai masalah yang telah diobservasi kelompok
5
1.3 Manfaat
a. Lansia
Sebagai informasi kesehatan kepada lansia terhadap masalah yang diderita
lansia
b. Mahasiswa
Sebagai bahan referensi untuk pengembangan instrument dalam pengkajian
terhadap agregat lansia
c. Perawat
Sebagai pedoman untuk pengkajian kepada lansia dalam menentukan masalah
kesehatan yang diderita lansia.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Protection Motivation Theory dicetuskan oleh Ronald Rogers pada tahun 1983.
Teori ini menerangkan tentang efek informasi kesehatan yang buruk terhadap perubahan
perilaku dan kebiasaan(Rogers, 1997). Dalam PMT, penjelasan yang persuasif dari
tenaga kesehatan memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan perilaku dari
klien (Rogers, 1997). Teori perilaku ini berfungsi mengembangkan intervensi untuk
mengurangi ancaman pada individu dengan penelitian dan mengintegerasikan konsep
psikologis, sosiologis dan bidang lain yang terkait.
Tujuan dari PMT adalah mengurangi perilaku negatif, misalnya: perilaku tidak
sehat (seperti meminum alkohol, merokok) dan meningkatkan gaya hidup sehat. PMT
dipakai pada beberapa penelitian sebagai kerangka kerja untuk mengembangkan dan
mengevaluasi komunikasi yang persuasif. Selain itu, juga PMT digunakan untuk model
sosial kognisi untuk memprediksi perilaku sehat. PMT menawarkan untuk merubah
perilaku hidup sehat dengan pencegahan dan motivasi, dengan cara menawarkan
penilaian efektifitas perilaku yang dianjurkan, meningkatkan kepercayaan pada
kemampuan diri dan mempertimbangkan faktor lain yang mendukung.
7
2. Proses mediasi kognitif
3. Koping
8
Koping yang dihasilkan dari proses mediasi kognitif dapat menciptakan koping
adaptif dan maladaptif yang kemudian memunculkan kemampuan individu
untuk melakukan motivasi proteksi.
Menurut PMT, seseorang berkeinginan melakukan sesuatu karena
memiliki motivasi untuk melindungi (protection motivation) dirinya. Motivasi
untuk melindungi diri bergantung pada empat faktor, yaitu:
1. Perceived severity (tingkat keparahan), dari kejadian yang menakutkan,
misalnya serangan jantung.
2. Perceived vulnerability (tingkat kerentanan), misalnya tingkat kerentanan
seseorang terkena serangan jantung.
3. Perceived response efficacy (tingkat kemanjuran respon), misalnya berhenti
merokok adalah cara yang efektif untuk menghindari bahaya yang
disebabkan oleh rokok.
4. Perceived self-efficacy (tingkat kemampuan diri). Seseorang dapat
mencapai derajat kesehatan yang baik, jika individu tersebut mau dan
mampu untuk melakukan tindakan yang mendukung goal-nya. Misalnya,
seseorang dapat mengatasi sulitnya berhenti merokok.
Lanjut usia atau menua merupakan proses alamiah yang dialami seluruh
makhluk hidup. Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas,
berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia. Secara global populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan seiring
dengan adanya pencapaian dalam pembangunan nasional terutama dibidang
kesehatan. Biro Pusat Statistik (2012) menyatakan bahwa batasan lansia adalah orang
yang telah mencapai usia 65 tahun keatas. Touthy, et.al (2012) menyatakan lansia
dapat dikelompokkan menjadi lansia awal (65 – 74 tahun), lansia pertengahan (75 –
84 tahun), lansia akhir (85 – 99 tahun) dan lansia elit ( > 100 tahun).
9
Pengelihatan Berkurangnya ketajaman pengelihatan
Pendengaran Penurunan kemampuan untuk
Perasa mendengar
Penciuman Penurunan sensasi rasa
Peraba Penurunan ketajaman pembau
Penurunan sensitivitas peraba
Sistem sirkulasi dan saraf Perubahan Sistem Sirkulasi dan Saraf
Kardiovaskuler Penurunan fungsi sistem
Saraf otak kardiovaskuler
Berhubungan dengan status neurologis
Proses kognitif dan Perubahan kognitif dan keseimbangan
keseimbangan
Respon Waktu reaksi lebih lambat
Penerimaan materi Membutuhkan waktu lebih untuk
Memori belajar
Memori jangka panjang lebih baik
daripada jangka pendek. Mudah lupa
Istirahat dan tidur Perubahan Istirahat dan tidur
Kualitas tidur Penurunan siklus tidur tahap 3 daan 4
Kuantitas durasi tidur Penurunan kuantitas jam tidur
Sistem Pernapasan Perubahan Sistem Pernapasan
Kapasitas paru-paru Penurunan ukuran ekspansi, aktivitas
Kualitas organ paru dan recoil
Peningkatan kekakuan paru dan
rongga
Sistem Gastrointestinal Perubahan Sistem Gastrointestinal
Pencernaan mekanik dan Gigi keropos, ompong, dan produksi
enzimatik saliva menurun
Respon lapar dan haus Penurunan respon lapar dan haus
Kemampuan usus Gerak peristaltik esofagus dan kolon
menurun
Sistem Ginjal dan Perkemihan Perubahan Sistem Ginjal dan Perkemihan
10
Ukuran dan jumlah Penurunan ukuran dan jumlah nefron
nefron ginjal ginja;
Otot dan kapasitas Penebalan otot dan penurunan
kandung kemih kapasitas kandung kemih
Sistem Endokrin Perubahan Sistem Endokrin
Hormon insulin Sekresi hormon insulin menurun
Kelenjar dan Penurunan fungsi kelenjar dan
metabolisme metabolisme tubuh
Sistem reproduksi Perubahan Sistem reproduksi
Wanita Atropi vulva dan vagina mengering
Penurunan jumlah sekresi hormon
esterogen dan progesteron
Pria Penebalan jaringan prostat
Penurunan jumlah sekresi hormon
esterogen dan progesterone
11
seseorang terkait tubuhnya, persepsi ini mencakup tentang perubahan fisik
psikologis dan psikososial.
BAB III
PEMBAHASAN
Posbindu Lansia Dahlia Senja adalah suatu komunitas para lanjut usia (lansia) yang
bersama-sama melakukan kegiatan yang bertujuan untuk memelihara kesehatan dan
meningkatkan kesejahteraan para lansia. Merupakan program Pemkot Depok dibawah
POKJA II PKK. Kegiatan ini mulai aktif pada tahun 2009 dalam rangka mencoba untuk
ikut berpartisipasi menjawab tantangan problema kependudukan Indonesia, yaitu
meningkatnya dengan pesat jumlah kaum lansia dimana jumlah golongan yang tidak
mampu cukup besar. Posbindu Dahlia Senja ini terdiri dari 120 orang anggota yang
tersebar di sekitaran daerah kelurahan Limo, Kecamatan Beji, Depok.
Kegiatan rutin yang dilakukan Posbindu Dahlia Senja adalah senam lansia setiap
seminggu sekali dan pemeriksaan kesehatan yang bekerja sama dengan klinik kesehatan
setempat setiap minimal satu bulan sekali. Kegiatan biasa dilakukan di kediaman salah
seorang warga yang juga merupakaan koordinator penggerak komunitas ini yaitu Bu
Ratna. Bu Ratna menyatakan kegiatan ini biasa diikuti 20 – 35 orang dari jumlah total
semua anggota. Bu Ratna menyatakan banyak anggota yang tidak mengikuti kegiatan
senam lansia tanpa alasan yang jelas. Padahal anggota kelompok lainnya juga sudah
melakukan “Home Visiting” ke rumah beberapa anggota. Oleh karena itu kami
berinisiatif untuk mengumpulkan data dan melakukan pengkajian terhadap anggota
Posbindu Dahlia Senja yang tidak aktif ikut dalam kegiatan senam lansia tiap minggunya.
12
Dari hasil wawancara pada lansia yang aktif mengikuti kegiatan, mereka menyatakan
rata-rata lansia di daerah Kelurahan Limo memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes
dan kolesterol tinggi. Namun sangat disayangkan, kegiatan senam lansia yang seharusnya
dapat memberikan manfaat untuk menjaga kesehatan, tidak diikuti oleh kebanyakan
lansia yang menjadi anggota Posbindu Dahlia Senja. Penulis berinisiatif untuk melakukan
pengkajian tingkat kemauan atau motivasi lansia dalam mengikuti kegiatan senam lansia.
Penulis ingin memfokuskan kepada bagaimana dan apa motivasi lansia untuk mengikuti
atau tidak mengikuti kegiatan senam lansia yang rutin dilakukan. Berdasar kondisi
banyaknya lansia yang tidak ikut dalam kegiatan rutin tersebut, maka penulis
menyimpulkan bahwaa penggunaan teori Protection Motivation Model cukup tepat untuk
melakukan pengkajian mengenai motivasi pada lansia yang tidak aktif. Protection
Motivation Model merupakan suatu teori dengan pendekatan komunikasi persuasif dan
penekanan perubahan tingkah laku yang berfungsi mengembangkan intervensi untuk
mengurangi ancaman pada individu dan mengintegerasikan konsep psikologis, sosiologis
dan bidang lain (Rogers, 1983). Untuk lebih mudahnya dapat kita lihat pada bagan
berikut ini.
Pada skema diatas dapat dilihat bahwa teori PMT terbagi menjadi tiga bagian
utama dalam menelaah atau mengkaji perubahan tingkah laku individu melalui
pendekatan persuasif.
13
Pertanyaan yang mungkin dapat diajukan berdasarkan masing-masing variable sesuai
skema antara lain;
• Apakah teman sebaya sering mengajak lansia untuk ikut serta kegiatan
Posbindu
2. Observasional Learning
• Apa saja usaha lansia dalam memperbaiki kondisi kelemahan fisik.
• Apakah mengikuti kegiatan Posbindu akan membuat lansia lebih kuat secara
fisik.
• Apakah mengikuti kegiatan Posbindu dan berkumpul dengan sebaya akan
mengurangi kecemasan terhadap gejala penuaan.
• Apakah mengikuti kegiatan Posbindu membuat lansia menjadi lebih
bersemangat, meskipun dalam keadaan sulit.
• Apakah Posbindu membuat lansia memahami bagaimana menanggulangi
kelemahan fisik menjadi semakin parah
a. Interpersonal
1. Variabel Personal, faktor dari diri lansia itu sendiri
• Jenis kelamin
• Umur
• Pendidikan
• Kesadaran melakukan cek kesehatan rutin
• Kesadaran berperan aktif dalam kegiatan Posbindu (senam lansia,
pemberdayaan lansia, pemeriksaan rutin dan sebagainya)
14
2. Prior Experiences/ Pengalaman sebelumnya, untuk mengkaji motivasi lansia
mengenai pengalaman terkait yang dialaminya
• Apakah lansia pernah mengalami gejala penurunan fisik?
• Apakah penurunan gejala fisik mengganggu aktivitas?
• Apa yang lansia lakukan untuk mengatasi masalah kelemahan fisik?
• Apakah lansia pernah mengalami kelemahan fisik yang cukup parah sehingga
berpengaruh ke kualitas hidup, seperti pasca stroke?
• Apakah aktif berpartisipasi pada Posbindu memperbaiki penurunan kelemahan
fisik?
Pada bagian kedua menurut PMT, seseorang berkeinginan melakukan sesuatu karena
memiliki motivasi untuk melindungi (protection motivation) dirinya. Motivasi untuk
melindungi diri bergantung pada dua faktor utama yaitu respon maladaptif dan respon
adaptif:
15
2. Adaptive Respon, merupakan respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu
masalah
a. Response Efficacy
Apakah lansia meyakini dengan aktif pada kegiatan Posbindu akan memperbaiki
masalah kelemahan fisiknya?
b. Self Efficacy
• Apakah klien rutin mengontrol kesehatannya
• Apakah klien terbiasa konsumsi makanan sehat
• Apakah klien memiliki jaminan kesehatan
c. Response Costs
Apakah ada sanksi social jika klien tidak aktif mengikuti Posbindu
16
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pada masa akhir kehidupan, manusia mengalami berbagai gejala penuaan yang
dapat menurunkan kualitas hidup manusia tersebut. Gejala penuaan yang muncul
dapat dialami dari berbagai aspek, terutama pada aspek fisik dan mental. Oleh
karena itu, lansia membutuhkan sarana yang tepat untuk mengurangi efek yang
muncul dari gejala penuaan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan mengikuti upaya pemberdayaan lansia di Posbindu Lansia. Hasil pengkajian
awal di Posbindu Dahlia Senja, banyak lansia yang masih belum aktif mengikuti
kegiatan pemberdayaan dengan berbagai alasan. Padahal dengan mengikuti berbagai
macam kegiatan pemberdayaan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup dan
mempertahankan fungsi kognitif lansia. Di satu sisi, dari segi lingkungan sekitar
lansia yang tidak aktif mengikuti Posbindu, sudah banyak pula lansia yang aktif
mengikuti Posbindu dan merasakan manfaat dari kegiatan pemberdayaan. Dengan
dukungan factor lingkungan ini, penulis mengadaptasi pendekatan Protection
Motivation Theory untuk melakukan pengkajian pada lansia yang memiliki motivasi
rendah mengikuti kegiatan Posbindu Lansia. Protection Motivation Theory terdiri
dari dua bagian proses yang kemudian dikembangkan menjadi kisi-kisi pertanyaan
yang saling berkaitan, sehingga nantinya data yang diperoleh dapat memberikan
informasi untuk intervensi yang dapat dilakukan penulis, dalam upaya meningkatkan
motivasi lansia.
17
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2018. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kota Depok. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2019 dari
https://depokkota.bps.go.id/statictable/2018/08/23/45/jumlah-penduduk-menurut-
kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-di-kota-depok-2000.html
Dinas Kesehatan (Dinkes). 2018. Profil Kesehatan Kota Depok 2017. Diakses pada tanggal
29 Oktober 2019 dari
https://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2017/327
6_Jabar_Kota_Depok_2017.pdf
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2019. Indonesia Masuki Periode
Aging Population. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 dari
https://www.depkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-masuki-periode-aging-
population.html
Hardywinoto & Setiabudhi, T. 2007. Panduan Gerontologi. Jakarta: Pustaka Utama.
Nies, Mary A. and Melanie McEwen, PhD, RN. (2015). Community Public Health Nursing.
Sixth Edition. Elsevier
18
Rogers RW, Dunn SP, Gochman DS (ed). 1997. Protection and Motivation Theory. Handbook of
Health and Behavior Research I, Personal and Social Determinants. Plenum Press : New York
WHO. (2010). Definition of an Older or Elderly Person. Diakses pada tanggal 30 Oktober
2019 dari http://www.who.int/healthinfo/survey/age ingdefnolder/en/
WHO. (2016) Definition of an Older or Elderly Person.. Diakses pada tanggal 29 Oktober
2019 dari http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/
19