Anda di halaman 1dari 19

ANALISA KEBUTUHAN PROMOSI KESEHATAN PADA AGREGAT LANSIA

DENGAN MENGGUNAKAN PROTECTION MOTIVATION THEORY

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Ajar Promosi Kesehatan

Oleh Kelompok 2

Arnindya K. Prasasti 1906337665


Chandra Tri Wahyudi 1906337721
T. Widya Naralia 1906338232

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI Halaman

Halaman Judul ....................................................................................................................1

Daftar Isi...............................................................................................................................2

BAB I Pendahuluan............................................................................................................. 3

1.1.Latar Belakang...................................................................................................3

1.2.Tujuan ...............................................................................................................5

1.3.Manfaat...............................................................................................................6

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1. Protection Motivation Theory........................................................................... 7

2.2 Konsep Lansia.....................................................................................................9

BAB III Pembahasan

3.1 Analisa Protection Motivation Theory pada Posbindu Dahlia Senja......... 12

BAB IV Penutup ...............................................................................................................17


Daftar Pustaka...................................................................................................................18

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sehat menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan


sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan (WHO, 2016). Upaya dalam mewujudkan kesehatan masyarakat
di Indonesia terutama dilakukan dengan  melakukan perubahan perilaku kesehatan
melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan meliputi kegiatan pendidikan kesehatan
yang disertai dengan pemberdayaan masyarakat.
Istilah promosi kesehatan adalah perwujudan dari perubahan konsep pendidikan
kesehatan pada tahun 1984 oleh WHO dalam salah satu divisinya, yaitu Divisi
Pendidikan Kesehatan (Division Health Education) yang kemudian diubah menjadi
Divisi Promosi kesehatan dan Pendidikan (Division On Health Promotion and
Education). Konsep ini dibuat oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2000 yang
mulai disesuaikan dengan merubah Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat menjadi
Direktorat Promosi Kesehatan dan sekarang menjadi pusat promosi kesehatan.
Promosi kesehatan memiliki tujuan utama yaitu mengubah pengetahuan
masyarakat agar terbentuk perilaku sehat sesuai yang diharapkan. Salah satu kalangan
yang sangat membutuhkan promosi kesehatan adalah masyarakat di usia lansia. Lansia
adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang
disebut Aging Process atau proses penuaan (WHO, 2010)
Saat ini kita mulai memasuki periode aging population, dimana terjadi
peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia.
Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%)
pada tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun 2019, dan diperkirakan
akan terus meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%) (Depkes RI,
2019).
Salah satu permasalahan yang sering dialami lansia yaitu rentannya kondisi fisik
lansia terhadap berbagai penyakit dikarenakan berkurangnya daya tahan tubuh dalam

3
menghadapi pengaruh dari luar serta menurunnya efisiensi mekanisme homeostatis,
yaitu sistem kardiovaskuler. Maka dari itu perhatian akan kebutuhan lansia harus lebih
ditingkatkan, sehingga diharapkan mereka dapat tetap sehat, mandiri, aktif, dan
produktif, salah satunya adalah penguatan peran keluarga dan pengembangan
pelayanan kesehatan dalam melakukan perawatan bagi lansia.
Tujuan utama perawatan lansia adalah mempertahankan lansia semandiri
mungkin, untuk selama mungkin dalam sebuah lingkungan yang aman. Lingkungan
yang aman adalah lingkungan yang memberikan stabilitas, perlindungan, ketentraman,
dan bebas dari rasa takut, cemas, serta keributan. Bagi lansia, keselamatan dan
keamanan merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan fisiologis
dasar, seperti makanan dan air (Stockslager & Schaeffer, 2008).
Menurut Hardywinoto & Setiabudhi (2007), kemauan dan kemampuan untuk
melakukan activity of daily living pada lansia bergantung pada beberapa faktor, salah
satunya adalah pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan
pada segmen lansia yang tidak dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang
berbasis masyarakat salah satunya adalah posyandu lansia. Jenis pelayanan kesehatan
posyandu salah satunya adalah pemeliharaan activity of daily living. Lansia yang secara
aktif melakukan kunjungan ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik daripada
lansia yang tidak aktif ke posyandu.
Konsep dasar pengembangan pelayanan atau program kesehatan lansia adalah
diharapkan lansia yang sehat tetap sehat dengan mengoptimalkan fungsi fisik, mental,
kognitif dan spiritual, melalui upaya promotif dan preventif, termasuk kegiatan
pemberdayaan lansia. Lansia yang sakit diharapkan dapat meningkat status
kesehatannya dan optimal kualitas hidupnya sehingga lansia dapat sehat kembali.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok tahun 2018 jumlah lansia
di Kota Depok dengan katergori usia 60-75 tahun keatas adalah sebesar 44.844 jiwa
dari total penduduk sebesar 1.143.403 jiwa. Sebagai upaya Pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan usia lanjut, salah satunya ialah dengan membentuk
Posyandu Lansia. Tujuan diadakannya Posyandu Lansia yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, perilaku positif, serta meningkatkan mutu dan derajat kesehatan
lansia
Kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan lansia adalah dengan
melakukan pelatihan kader posbindu yang dilaksanakan oleh seksi kesga dan gizi guna
meningkatkan keterampilan kader-kader dalam melayani lansia. Dimulai dari tahun

4
2013 telah dilaksanakan Puskesmas santun lansia di Kota Depok, antara lain di
Puskesmas Sukmajaya, Pancoran Mas, Cimanggis, Tapos dan Abadi Jaya (Dinkes,
2018).
Konsep promosi kesehatan dalam hal pemberian dan peningkatan pengetahuan
masyarakat tidak hanya dalam bidang kesehatan saja melainkan juga upaya bagaimana
mampu menjembatani adanya perubahan perilaku lansia dalam mengubah pola hidup
agar dapat terhindar dari berbagai penyakit.
Hasil penelitian terdahulu oleh Mindianata (2018) tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap niat keaktifan lansia dalam mengikuti posyandu lansia di
Surabaya menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku berpengaruh terhadap niat
responden untuk aktif mengikuti Posyandu Lansia. Norma subyektif tidak
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap niat responden untuk aktif
mengikuti Posyandu Lansia. Sedangkan Kontrol Perilaku yang dirasakan berpengaruh
terhadap niat responden untuk aktif mengikuti Posyandu Lansia .
Tentunya banyak faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan lansia
untuk berperilaku aktif mengikuti Posyandu Lansia. Pengambilan keputusan tersebut
didasari oleh sebuah kesadaran, yang berawal dari niat dan motivasi sehingga terbentuk
suatu perubahan perilaku. Pemilihan menggunakan Protection Motivation Theory
(PMT) dalam pengembangan instrumen ini didasarkan pada fungsi teori untuk melihat
pengaruh sikap terhadap severity (bahaya atau ancaman), vulnerability (kerentanan),
response effectiveness (tingkat efektifitas respon), dan self efficacy (keyakinan diri)
sehingga kelompok tertarik mengaitkan Protection Motivation Theory (PMT) untuk
pengembangan instrument terhadap kebutuhan promosi kesehatan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengembangkan instrumen dan mengkaitkan Protection Motivation Theory
(PMT) untuk mengkaji masalah promosi kesehatan pada sasaran agregat lansia
sesuai masalah yang telah diobservasi kelompok

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengembangkan instrument pengkajian untuk agregat lansia
b. Menganalisis Protection Motivation Theory (PMT) untuk pengembangan
instrument

5
1.3 Manfaat
a. Lansia
Sebagai informasi kesehatan kepada lansia terhadap masalah yang diderita
lansia
b. Mahasiswa
Sebagai bahan referensi untuk pengembangan instrument dalam pengkajian
terhadap agregat lansia
c. Perawat
Sebagai pedoman untuk pengkajian kepada lansia dalam menentukan masalah
kesehatan yang diderita lansia.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protection Motivation Theory

Protection Motivation Theory dicetuskan oleh Ronald Rogers pada tahun 1983.
Teori ini menerangkan tentang efek informasi kesehatan yang buruk terhadap perubahan
perilaku dan kebiasaan(Rogers, 1997). Dalam PMT, penjelasan yang persuasif dari
tenaga kesehatan memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan perilaku dari
klien (Rogers, 1997). Teori perilaku ini berfungsi mengembangkan intervensi untuk
mengurangi ancaman pada individu dengan penelitian dan mengintegerasikan konsep
psikologis, sosiologis dan bidang lain yang terkait.

Tujuan dari PMT adalah mengurangi perilaku negatif, misalnya: perilaku tidak
sehat (seperti meminum alkohol, merokok) dan meningkatkan gaya hidup sehat. PMT
dipakai pada beberapa penelitian sebagai kerangka kerja untuk mengembangkan dan
mengevaluasi komunikasi yang persuasif. Selain itu, juga PMT digunakan untuk model
sosial kognisi untuk memprediksi perilaku sehat. PMT menawarkan untuk merubah
perilaku hidup sehat dengan pencegahan dan motivasi, dengan cara menawarkan
penilaian efektifitas perilaku yang dianjurkan, meningkatkan kepercayaan pada
kemampuan diri dan mempertimbangkan faktor lain yang mendukung.

PMT terdiri dari tiga tahap, yaitu ;


1. Sumber informasi
Proses dari PMT berawal dari sumber informasi yang berasal dari lingkungan dan
intrapersonal. Faktor lingkungan meliputi persuasi verbal dari tenaga kesehatan dan
melihat orang lain yang sudah mengalami suatu penyakit tertentu. Sementara faktor
intrapersonal meliputi karakteristik individu dan pengalaman sebelumnya dengan
penyakit yang sama.

7
2. Proses mediasi kognitif

Dalam fase ini, informasi mengenai ancaman suatu penyakit menginisiasi


munculnya respon adaptif atau maladaptif, tergantung bagaimana masing-
masing individu menyikapinya. Jika seorang individu menerima informasi
tersebut sebagai sebuah ancaman, maka sangat memungkinkan untuk
munculnya respon maladaptif termasuk penghargaan intrinsik (kesenangan fisik
dan psikologis) dan penghargaan ekstrinsik (penerimaan kelompok sosial).
Faktor penilaian ancaman yang dapat mengurangi respon maladaptif adalah
tingkat keparahan dan kerentanan dari ancaman itu sendiri. Ketakutan muncul
hanya pada respon maladaptif. Menurut Rogers (1987), ketakutan memainkan
peran tidak langsung pada penilaian ancaman. Ketakutan dapat mempengaruhi
perubahan sikap dan kebiasaan namun tidak secara langsung mempengaruhi
penilaian dari tingkat keparahan suatu ancaman. Coping appraisal menilai
kemampuan seseorang dalam mengahadapi bahaya yang mengancam. Penilaian
sebagai koping dapat meningkatkan kemungkinan munculnya respon adaptif.

3. Koping

8
Koping yang dihasilkan dari proses mediasi kognitif dapat menciptakan koping
adaptif dan maladaptif yang kemudian memunculkan kemampuan individu
untuk melakukan motivasi proteksi.
Menurut PMT, seseorang berkeinginan melakukan sesuatu karena
memiliki motivasi untuk melindungi (protection motivation) dirinya. Motivasi
untuk melindungi diri bergantung pada empat faktor, yaitu:
1. Perceived severity (tingkat keparahan), dari kejadian yang menakutkan,
misalnya serangan jantung.
2. Perceived vulnerability (tingkat kerentanan), misalnya tingkat kerentanan
seseorang terkena serangan jantung.
3. Perceived response efficacy (tingkat kemanjuran respon), misalnya berhenti
merokok adalah cara yang efektif untuk menghindari bahaya yang
disebabkan oleh rokok.
4. Perceived self-efficacy (tingkat kemampuan diri). Seseorang dapat
mencapai derajat kesehatan yang baik, jika individu tersebut mau dan
mampu untuk melakukan tindakan yang mendukung goal-nya. Misalnya,
seseorang dapat mengatasi sulitnya berhenti merokok.

2.2 Konsep Lanjut Usia

Lanjut usia atau menua merupakan proses alamiah yang dialami seluruh
makhluk hidup. Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas,
berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia. Secara global populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan seiring
dengan adanya pencapaian dalam pembangunan nasional terutama dibidang
kesehatan. Biro Pusat Statistik (2012) menyatakan bahwa batasan lansia adalah orang
yang telah mencapai usia 65 tahun keatas. Touthy, et.al (2012) menyatakan lansia
dapat dikelompokkan menjadi lansia awal (65 – 74 tahun), lansia pertengahan (75 –
84 tahun), lansia akhir (85 – 99 tahun) dan lansia elit ( > 100 tahun).

Karakteristik individu dikatakan lansia berdasarkan perubahan fisiologis


normal berhubungan dengan penuaan menurut Nies dan McEwen (2015)
Sistem sensori Perubahan Sistem Sensori

9
 Pengelihatan  Berkurangnya ketajaman pengelihatan
 Pendengaran  Penurunan kemampuan untuk
 Perasa mendengar
 Penciuman  Penurunan sensasi rasa
 Peraba  Penurunan ketajaman pembau
 Penurunan sensitivitas peraba
Sistem sirkulasi dan saraf Perubahan Sistem Sirkulasi dan Saraf
 Kardiovaskuler  Penurunan fungsi sistem
 Saraf otak kardiovaskuler
 Berhubungan dengan status neurologis
Proses kognitif dan Perubahan kognitif dan keseimbangan
keseimbangan
 Respon  Waktu reaksi lebih lambat
 Penerimaan materi  Membutuhkan waktu lebih untuk
 Memori belajar
 Memori jangka panjang lebih baik
daripada jangka pendek. Mudah lupa
Istirahat dan tidur Perubahan Istirahat dan tidur
 Kualitas tidur  Penurunan siklus tidur tahap 3 daan 4
 Kuantitas durasi tidur  Penurunan kuantitas jam tidur
Sistem Pernapasan Perubahan Sistem Pernapasan
 Kapasitas paru-paru  Penurunan ukuran ekspansi, aktivitas
 Kualitas organ paru dan recoil
 Peningkatan kekakuan paru dan
rongga
Sistem Gastrointestinal Perubahan Sistem Gastrointestinal
 Pencernaan mekanik dan  Gigi keropos, ompong, dan produksi
enzimatik saliva menurun
 Respon lapar dan haus  Penurunan respon lapar dan haus
 Kemampuan usus  Gerak peristaltik esofagus dan kolon
menurun
Sistem Ginjal dan Perkemihan Perubahan Sistem Ginjal dan Perkemihan

10
 Ukuran dan jumlah  Penurunan ukuran dan jumlah nefron
nefron ginjal ginja;
 Otot dan kapasitas  Penebalan otot dan penurunan
kandung kemih kapasitas kandung kemih
Sistem Endokrin Perubahan Sistem Endokrin
 Hormon insulin  Sekresi hormon insulin menurun
 Kelenjar dan  Penurunan fungsi kelenjar dan
metabolisme metabolisme tubuh
Sistem reproduksi Perubahan Sistem reproduksi
 Wanita  Atropi vulva dan vagina mengering
 Penurunan jumlah sekresi hormon
esterogen dan progesteron
 Pria  Penebalan jaringan prostat
 Penurunan jumlah sekresi hormon
esterogen dan progesterone

Perubahan psikologis lansia yang berpengaruh pada tindakan promosi


kesehatan yang diperolehnya menurut (Mauk, 2018):
a. Kognisi merupakan proses dimana input sensory ditransformasikan atau disimpan
dan didapatkan kembali, beberapa komponendari proses kognitif adalah persepsi,
berfikir, dan memory, semua bisa dpengaruhi oleh perubahan pada lansia, mitos
yang terdapat pada lanjut usia, mereka tidak mampu atau tidak bisa untuk belajar,
untuk mengingat, dan untuk berfikir sebaik sewaktu mereka masih muda, tetapi
kenyataannya kebanyakan orang tua masih bisa untuk belajar, berfikir, dan
mampu untuk menyimpan kecerdasan mereka.
b. Moral merupakan kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup, hal ini termasuk dalam
komponen emosional dari perilaku lansia itu sendiri sebagai gambaran dari
perasaan lansia di masa lalu, sekarang, dan masa depan.
c. Konsep diri pada lansia dikaitkan dengan perilaku lansia, dimana akibat dari
bertambahnya umur lasnsia cenderung untuk menarik diri dari lingkungannya.
Lansia ingin menceritakan pengalaman hidup yang selama ini mereka alami,
tetapi keluarga selalu menganggapnya sebagai orang yang cerewet, akibatnya
lansia menjadi pendiam dan menarik diri, proses ini membentuk persepsi

11
seseorang terkait tubuhnya, persepsi ini mencakup tentang perubahan fisik
psikologis dan psikososial.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisa Protection Motivation Theory pada Posbindu Dahlia Senja

Posbindu merupakan salah satu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang


berorientasi kepada upaya promotif dan preventif dalam pengendalian Penyakit Tidak
Menular (PTM) dengan melibatkan masyarakat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan serta penilaian. Masyarakat dilibatkan sebagai agen perubah sekaligus
sumber daya yang menggerakkan Posbindu sebagai Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM), yang diselenggarakan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
masyarakat (Kemenkes, 2019).

Posbindu Lansia Dahlia Senja adalah suatu komunitas para lanjut usia (lansia) yang
bersama-sama melakukan kegiatan yang bertujuan untuk memelihara kesehatan dan
meningkatkan kesejahteraan para lansia. Merupakan program Pemkot Depok dibawah
POKJA II PKK. Kegiatan ini mulai aktif pada tahun 2009 dalam rangka mencoba untuk
ikut berpartisipasi menjawab tantangan problema kependudukan Indonesia, yaitu
meningkatnya dengan pesat jumlah kaum lansia dimana jumlah golongan yang tidak
mampu cukup besar. Posbindu Dahlia Senja ini terdiri dari 120 orang anggota yang
tersebar di sekitaran daerah kelurahan Limo, Kecamatan Beji, Depok.

Kegiatan rutin yang dilakukan Posbindu Dahlia Senja adalah senam lansia setiap
seminggu sekali dan pemeriksaan kesehatan yang bekerja sama dengan klinik kesehatan
setempat setiap minimal satu bulan sekali. Kegiatan biasa dilakukan di kediaman salah
seorang warga yang juga merupakaan koordinator penggerak komunitas ini yaitu Bu
Ratna. Bu Ratna menyatakan kegiatan ini biasa diikuti 20 – 35 orang dari jumlah total
semua anggota. Bu Ratna menyatakan banyak anggota yang tidak mengikuti kegiatan
senam lansia tanpa alasan yang jelas. Padahal anggota kelompok lainnya juga sudah
melakukan “Home Visiting” ke rumah beberapa anggota. Oleh karena itu kami
berinisiatif untuk mengumpulkan data dan melakukan pengkajian terhadap anggota
Posbindu Dahlia Senja yang tidak aktif ikut dalam kegiatan senam lansia tiap minggunya.

12
Dari hasil wawancara pada lansia yang aktif mengikuti kegiatan, mereka menyatakan
rata-rata lansia di daerah Kelurahan Limo memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes
dan kolesterol tinggi. Namun sangat disayangkan, kegiatan senam lansia yang seharusnya
dapat memberikan manfaat untuk menjaga kesehatan, tidak diikuti oleh kebanyakan
lansia yang menjadi anggota Posbindu Dahlia Senja. Penulis berinisiatif untuk melakukan
pengkajian tingkat kemauan atau motivasi lansia dalam mengikuti kegiatan senam lansia.
Penulis ingin memfokuskan kepada bagaimana dan apa motivasi lansia untuk mengikuti
atau tidak mengikuti kegiatan senam lansia yang rutin dilakukan. Berdasar kondisi
banyaknya lansia yang tidak ikut dalam kegiatan rutin tersebut, maka penulis
menyimpulkan bahwaa penggunaan teori Protection Motivation Model cukup tepat untuk
melakukan pengkajian mengenai motivasi pada lansia yang tidak aktif. Protection
Motivation Model merupakan suatu teori dengan pendekatan komunikasi persuasif dan
penekanan perubahan tingkah laku yang berfungsi mengembangkan intervensi untuk
mengurangi ancaman pada individu dan mengintegerasikan konsep psikologis, sosiologis
dan bidang lain (Rogers, 1983). Untuk lebih mudahnya dapat kita lihat pada bagan
berikut ini.

Pada skema diatas dapat dilihat bahwa teori PMT terbagi menjadi tiga bagian
utama dalam menelaah atau mengkaji perubahan tingkah laku individu melalui
pendekatan persuasif.

Bagian pertama perawat dapat melalukan pengkajian terhadap lansia untuk


mengetahui sumber informasi dan perilaku lansia menanggapi kegiatan di posbindu
lansia. Data diperoleh dengan melakukan dengan tindakan wawancara kepada lansia.

13
Pertanyaan yang mungkin dapat diajukan berdasarkan masing-masing variable sesuai
skema antara lain;

a. Environmental Factor ( Faktor Lingkungan), yang terdiri dari ;


1. Verbal Persuasion,

• Apakah lansia sering mengikuti edukasi kesehatan

• Apakah keluarga sering mendorong lansia untuk mengecek kesehatan rutin

• Apakah keluarga sering memotivasi lansia untuk aktif dalam kegiatan


Posbindu

• Apakah teman sebaya sering mengajak lansia untuk ikut serta kegiatan
Posbindu

2. Observasional Learning
• Apa saja usaha lansia dalam memperbaiki kondisi kelemahan fisik.
• Apakah mengikuti kegiatan Posbindu akan membuat lansia lebih kuat secara
fisik.
• Apakah mengikuti kegiatan Posbindu dan berkumpul dengan sebaya akan
mengurangi kecemasan terhadap gejala penuaan.
• Apakah mengikuti kegiatan Posbindu membuat lansia menjadi lebih
bersemangat, meskipun dalam keadaan sulit.
• Apakah Posbindu membuat lansia memahami bagaimana menanggulangi
kelemahan fisik menjadi semakin parah
a. Interpersonal
1. Variabel Personal, faktor dari diri lansia itu sendiri
• Jenis kelamin
• Umur
• Pendidikan
• Kesadaran melakukan cek kesehatan rutin
• Kesadaran berperan aktif dalam kegiatan Posbindu (senam lansia,
pemberdayaan lansia, pemeriksaan rutin dan sebagainya)

14
2. Prior Experiences/ Pengalaman sebelumnya, untuk mengkaji motivasi lansia
mengenai pengalaman terkait yang dialaminya
• Apakah lansia pernah mengalami gejala penurunan fisik?
• Apakah penurunan gejala fisik mengganggu aktivitas?
• Apa yang lansia lakukan untuk mengatasi masalah kelemahan fisik?
• Apakah lansia pernah mengalami kelemahan fisik yang cukup parah sehingga
berpengaruh ke kualitas hidup, seperti pasca stroke?
• Apakah aktif berpartisipasi pada Posbindu memperbaiki penurunan kelemahan
fisik?

Pada bagian kedua menurut PMT, seseorang berkeinginan melakukan sesuatu karena
memiliki motivasi untuk melindungi (protection motivation) dirinya. Motivasi untuk
melindungi diri bergantung pada dua faktor utama yaitu respon maladaptif dan respon
adaptif:

1. Maladaptive Respon, merupakan perilaku yang mempunyai konsekuensi


membahayakan bagi individu yang dikarenakan ketidaktahuan, ketidakmampuan,
menanggapi atau merespon stimulus pada saat dan tempat yang tepat, atau
disfungsionalitas.
a. Intrinsic Reward
Apakah lansia merasa keberatan mengikuti kegiatan Posbindu karena menyita
waktu dan melelahkan?
b. Extrinsic Reward
Bagaimana penerimaan social lingkungan terhadap lansia yang mengalami
penurunan kondisi fisik?
c. Severity
Seberapa parah risiko terkena gejala penuaan dan kelemahan fisik jika klien tidak
mengikuti kegiatan pemberdayaan lansia
d. Vulnerability
Seberapa besar kemungkinan terkena kelemahan fisik jika tidak aktif mengikuti
kegiatan pemberdayaan lansia
e. Fear Arousal
Ketakutan apa yang klien rasakan jika terkena penyakit degenerative.

15
2. Adaptive Respon, merupakan respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu
masalah
a. Response Efficacy
Apakah lansia meyakini dengan aktif pada kegiatan Posbindu akan memperbaiki
masalah kelemahan fisiknya?

b. Self Efficacy
• Apakah klien rutin mengontrol kesehatannya
• Apakah klien terbiasa konsumsi makanan sehat
• Apakah klien memiliki jaminan kesehatan
c. Response Costs
Apakah ada sanksi social jika klien tidak aktif mengikuti Posbindu

Dari keseluruhan pengkajian yang dapat dilakukan akan menunjukkan hasil


pengkajian apakah lansia mengarah pada tindakan mendukung atau termotivasi dalam
mengikuti kegiatan di Posbindu Lansia atau sebaliknya, lansia mengarah pada
tindakan tidak mendukung dan tidak termotivasi dalam mengikuti kegiatan di
Posbindu Lansia. Setelah mengetahui apa yang menjadi motivasi kelompok lansia
maka perawat dapat menentukan intervensi apa yang tepat untuk dilakukan kepada
kelompok lansia yang tidak aktif dalam kegiatan posbindu lansia. Selanjutnya, setelah
intervensi akan terlihat ada aksi atau tindakan keikutsertaan lansia yang hanya
dilakukan sekali, beberapa kali hingga konsisten berulang kali tergantung bagaimana
intervensi yang akan dilakukan setelah mendapatkan hasil dari pengkajian yang
dilakukan.

16
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Pada masa akhir kehidupan, manusia mengalami berbagai gejala penuaan yang
dapat menurunkan kualitas hidup manusia tersebut. Gejala penuaan yang muncul
dapat dialami dari berbagai aspek, terutama pada aspek fisik dan mental. Oleh
karena itu, lansia membutuhkan sarana yang tepat untuk mengurangi efek yang
muncul dari gejala penuaan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan mengikuti upaya pemberdayaan lansia di Posbindu Lansia. Hasil pengkajian
awal di Posbindu Dahlia Senja, banyak lansia yang masih belum aktif mengikuti
kegiatan pemberdayaan dengan berbagai alasan. Padahal dengan mengikuti berbagai
macam kegiatan pemberdayaan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup dan
mempertahankan fungsi kognitif lansia. Di satu sisi, dari segi lingkungan sekitar
lansia yang tidak aktif mengikuti Posbindu, sudah banyak pula lansia yang aktif
mengikuti Posbindu dan merasakan manfaat dari kegiatan pemberdayaan. Dengan
dukungan factor lingkungan ini, penulis mengadaptasi pendekatan Protection
Motivation Theory untuk melakukan pengkajian pada lansia yang memiliki motivasi
rendah mengikuti kegiatan Posbindu Lansia. Protection Motivation Theory terdiri
dari dua bagian proses yang kemudian dikembangkan menjadi kisi-kisi pertanyaan
yang saling berkaitan, sehingga nantinya data yang diperoleh dapat memberikan
informasi untuk intervensi yang dapat dilakukan penulis, dalam upaya meningkatkan
motivasi lansia.

17
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2018. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kota Depok. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2019 dari
https://depokkota.bps.go.id/statictable/2018/08/23/45/jumlah-penduduk-menurut-
kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-di-kota-depok-2000.html

Dinas Kesehatan (Dinkes). 2018. Profil Kesehatan Kota Depok 2017. Diakses pada tanggal
29 Oktober 2019 dari
https://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2017/327
6_Jabar_Kota_Depok_2017.pdf

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2019. Indonesia Masuki Periode
Aging Population. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 dari
https://www.depkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-masuki-periode-aging-
population.html
Hardywinoto & Setiabudhi, T. 2007. Panduan Gerontologi. Jakarta: Pustaka Utama.

Stockslager, J.L., Schaeffer, L. (2008). Asuhan Keperawatan Geriatric. Edisi 2. Jakarta:


EGC

Mindianata, P. 2018. Determinant Factors To Liveliness Of Elderly In Participating Elderly


Integrated Health Post. Jurnal Promkes vol 6. Doi:
https://e-journal.unair.ac.id/PROMKES/article/view/8155/6005

Nies, Mary A. and Melanie McEwen, PhD, RN. (2015). Community Public Health Nursing.
Sixth Edition. Elsevier

18
Rogers RW, Dunn SP, Gochman DS (ed). 1997. Protection and Motivation Theory. Handbook of
Health and Behavior Research I, Personal and Social Determinants. Plenum Press : New York

WHO. (2010). Definition of an Older or Elderly Person. Diakses pada tanggal 30 Oktober
2019 dari http://www.who.int/healthinfo/survey/age ingdefnolder/en/

WHO. (2016) Definition of an Older or Elderly Person.. Diakses pada tanggal 29 Oktober
2019 dari http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/

19

Anda mungkin juga menyukai