Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ISU-ISU STRATEGI DAN KEGIATAN UNTUK PROMOSI KESEHATAN

DAN

KESEJAHTERAAN LANSIA SERTA DUKUNGAN TERHADAPORANG YANG


MERAWAT LANSIA

SERTA

DUKUNGAN ORANG YANG TERLIBAT MERAWAT LANSIA

DISUSU OLEH

NAMA: Tirsa Rumtili NIM: P1813026

PROGARAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES GRAHA EDUKASI

MAKASAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Isu-Isu Strategis Untuk Promosi
Kesehatan Dan Kesejahteraan Lansia serta dukungan terhadap terhadap orang yang terlibat
merawat lansia

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun. Kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.

Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca makalah ini,kami sampaikan


terimakasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….1

A. Latar Belakang………………………………………………………………………....1
B. Tujuan…………………………………………………………………………………..2
C. Rumusan Masalah………………………………………………………………………2

BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………… 3

A. Pengertian Geriatri……………………………………………………………………... 3
B. Strategi dan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia
di Indonesia……………………………………………………………………………. 4
C. Isu – isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan Kesejahteraan
Lansia…………………………………………………………………….……………..6
D. Dukungan terhadap orang yang terlibat merawat Lansia………………………………..132
E. Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan untuk Lansia…………………………………13

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………14

A. Kesimpulan……………………………………………………………………………... 14
B. Saran……………………………………………………………………………………...15

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………… 16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki ikatan kekeluargaan
yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang menghargai peran serta kedudukan
para lanjut usia dalam keluarga maupun masyarakat, Sebagai warga yang telah berusia lanjut,
para lanjut usia mempunyai kebajikan ,kearipan serta pengalaman berharga yang dapat di
teladani oleh generasi penerus dalam pembangunan nasional. Seiring dengan kemajuan teknologi
dan ilmu pengetahuan telah memicu timbulnya berbagai perubahan dalam masyarakat, dengan
meningkatkan angka harapan hidup.
Dari hasil sensus penduduk yang dilaksakan oleh BPS menunjukan pada tahun 2000 usia
harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi lanjut usia yang di perkirakan 17 juta
orang. Padatahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia Indonesia diproyeksika nmencapai 28 juta
orang yang berusia 71 tahun. Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai
kebutuhan baru yang harus dipenuhi, sehingga dapat pula menjadi permasalahan yang komplek
bagi lanjut usia,baik sebagai individu keluarga mau pun masyarakat.
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat
dari tahun ke tahun , hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan
dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (pasal 19 UU
No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan).
Guna mengatasi lanjut usia, diperlukan program pelayanan kesejahteraan social lanjut
usia yang terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik. Sebagaibangsa yang menjamin
keharmonisan hubungan di antara anak, Three in one roof, yang artinya bahwa suasana
hubungan yang harmonis antar ketiga generasi akan terus terjalin sepanjang masa, walaupun saat
ini mereka cenderung tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun semangatnya masih
terpatri dalam satu atap kebersamaan.
B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian geriatri?


2. Bagaimana strategi dan kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia di Indonesia?
3. Apa saja isu-isu, strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan kesejahteraan lansia?
4. Bagaimanakah promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan untuk komunitas
lansia?
5. Bagaimana peran perawat dalam promosi kesehatan untuk lansia?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui geriatric.


2. Untuk mengetahui strategi dan kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia di Indonesia.
3. Untuk mengetahui saja isu-isu, strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan
kesejahteraan lansia.
4. Untuk mengetahui promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan untuk komunitas
lansia.
5. Untuk mengetahui peran perawat dalam promosi kesehatan untuk lansia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Geriatri

Geriatri merupakan cabang ilmu dari gerontology dan kedokteran yang mempelajari
kesehatan pada lansia dalam berbagai aspek, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.
Pada prinsipnya geriatric mengusahakan masa tua yang bahagia dan berguna. (DEPKES RI,
2000)
Gerontology adalah suatu ilmu yang mempelajari proses penuaan dan masalah yang akan
terjadi pada lansia yaitu kesehatan, social, ekonomi, perilaku, lingkungan dan lail-lain. (DEPKES
RI, 2000)
 Tujuan pelayanan geriatric adalah sebagai berikut:
1. Mempertahan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau
gangguan/kesehatan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai kemampuan dan aktivitas
mental yang mendukung.
3. Melakukan diagnosis dini yang tepat dan memadai.
4. Melakukan pengobatan yang tepat.
5. Memelihara kemandirian secara maksimal.
6. Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya agar kematiannya
berlangsung dengan tenang.
 Prinsip-prinsip pelayanan geriatric adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan yang menyeluruh (biopsikososialspiritual).
2. Orientasi terhadap kebutuhan klien.
3. Diagnosis secara terpadu.
4. Team work (koordinasi).
5. Melibatkan keluarga dalam pelaksanaannya.
Perkembangan geriatric baru terjadi pada abad ke-20. Di Indonesia, geriatric baru
berkembang dan masih dalam masa perintisan. Pada prinsipnya, geriatric mengusahakan agar
para lansia dapat menjadi lansia yang berguna dan bahagia, sehingga tidak menjadi beban bagi
keluarga dan masyarakat.

B. Strategi dan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia

Undang-undang Dasar (UUD) 1945, juga Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, sudah sangat jelas menggariskan bahwa setiap orang berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Tentu saja, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Dalam hal
pelayanan kesehatan bagi warga lansia, juga tidak bisa lepas dari semua ketentuan perundang-
undangan tersebut.
Di dunia saat ini, jumlah penduduk lanjut usia sudah mencapai sekitar 21% dari total
populasi dunia. Pada tahun 2025, diperkirakan akan mencapai jumlah sekitar 1,2 miliar jiwa. Ini
jelas memerlukan satu perhatian khusus, termasuk di negara-negara berkembang seperti In-
donesia, karena dari jumlah 1,2 milyar lanjut usia tersebut, sekitar 80% hidup di negara-negara
sedang berkembang. Khusus di Indonesia, sensus penduduk tahun 2010 ini menunjukkan bahwa
populasi lansia kita adalah sekitar 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari total populasi. Jumlah sebesar itu
telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari lima negara dengan jumlah penduduk lansia
terbanyak, dan makin lama makin banyak.
Dari satu sisi, hal itu menandakan keadaan kesehatan warga makin bagus, tapi
kompleksitas permasalahan lansia sangat banyak, sehingga ‘pekerjaan rumah’ kita pun lebih
banyak lagi. Jumlah usia lansia 60 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat menjadi 29,1 juta
jiwa pada tahun 2020 dan 40 juta jiwa pada tahun 2030. Sekali lagi, memerlukan upaya-upaya
yang sangat serius dalam pelayanan kesehatan bagi mereka.

a. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan

 Kementerian Kesehatan mengembangkan beberapa strategi:


1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangun-an kesehatan melalui
kerjasama nasional dan global.
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan,
serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. Salah satu
masalah yang dihadapi dalam hal ini adalah pengaruh iklan, melalui media massa,
terutama TV, yang mempengaruhi banyak orang yang percaya berbagai macam upaya-
upaya kesehatan alternatif, tetapi masih dipertanyakan basis buktinya.
3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan
jaminan sosial kesehatan nasional. Meskipun pemerintah sekarang ini mengembangkan
sistem jaminan sosial, ter-masuk jaminan sosial di bidang kesehatan, tetapi yang lebih
utama sebenarnya adalah promosi pencegahan penyakit. Penyediaan jaminan sosial dan
kesehatan penting, tetapi jauh lebih penting adalah upaya pencegahan. Prinsipnya, jangan
sampai atau sesedikit mungkin warga masyarakat terkena penyakit. Karena itu,
perubahan prilaku untuk hidup bersih dan sehat menjadi sangat substansial. Kalau
kemudian terpaksa jatuh sakit, saat itulah jaminan kesehatan menjadi penting dan
bermanfaat.
4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sum-ber daya manusia (SDM)
kesehatan yang merata dan bermutu. Ini, sekali lagi, tidak mudah. Salah satu contoh
kerumitannya adalah ketidaksesuaian antara permintaan dan penyediaan. Pada suatu saat,
diperlukan tenaga khusus untuk bidang tertentu, tetapi lem-baga pendidikan tidak atau
belum menghasilkannya. Misalnya, seka-rang kita membutuhkan banya tenaga promosi
kesehatan untuk mendukung visi dan misi mengutamakan upaya pencegahan, tetapi
belum ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan kualifikasi tenaga tersebut.
Kalau pun ada, masih sangat terbatas. Sebaliknya,pada sisi lain, ada banyak penawaran
yang sebenarnya sudah mulai me-limpah. Contoh, akibat promosi pendidikan kejuruan,
mulai ada yang mendirikan SMK Kesehatan. Pertanyaannya adalah mau dikemanakan lu-
lusannya? Karena, sudah cukup banyak Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang lebih
jelas kualifikasinya, bahkan sudah dipadukan agar mereka bisa ditingkatkan
kualifikasinya sampai tingkat D3, S1, bahkan S2 dan S3. SMK Kesehatan yang baru
didirikan itu pasti saja mencanangkan lulusannya akan menjadi tenaga perawat
kesehatan. Ini menimbulkan persoalan baru, karena status mereka belum jelas dalam
keseluruhan struktur dan sistem pendidikan kesehatan yang sudah ada. Sebagaimana
gejala umum dalam dunia pendidikan kita saat ini, setiap ada satu je-nis lembaga
pendidikan yang mulai berkembang, segera ditiru dan menjamur, kehadiran SMK
Kesehatan ini mengkhawatirkan. Sekarang saja sudah terpantau ada sekitar 400 lembaga.
Dalam hal ini, masyarakat sendiri harus lebih berhati-hati.
5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta
menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan.
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, trans-paran, berdaya guna dan
berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.

C. Isu – isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia

1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan


Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi bidang yang semakin penting
dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade terakhir, telah terjadi perkembangan yang signifikan
dalam hal perhatian dunia mengenai masalah promosi kesehatan. Pada 21 November 1986,
World Health Organization (WHO) menyelenggarakan Konferensi Internasional Pertama bidang
Promosi Kesehatan yang diadakan di Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh para ahli
kesehatan seluruh dunia, dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa
Charter (Piagam Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program promosi kesehatan di tiap
negara, termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses yang
memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan mereka (Health
promotion is the process of enabling people to increase control over, and to improve, their
health, WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di dalam diri orang-
orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka sehingga mereka sendirilah yang akan
melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna,
baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau kelompok harus mampu mengenal serta
mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah
atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya).
Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang menitikberatkan sumber daya pada pribadi
dan masyarakat sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak
hanya merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh melampaui gaya hidup
secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan mengombinasikan berbagai
strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan
koordinasi segenap unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi
kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan bahwa kesehatan yang
baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif (Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan program kebiasaan
kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan lanjut usia (Taylor, 2003). Secara kolektif,
berbagai sektor, unsur, dan profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media
massa, para pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat dilibatkan dalam
program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat mengajarkan kepada masyarakat mengenai
gaya hidup yang sehat dan membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah
kesehatan tertentu. Para psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat pengembangan
bentuk-bentuk intervensi untuk membantu masyarakat memraktikkan perilaku yang sehat dan
mengubah kebiasaan yang buruk. Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan
menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang berisiko terhadap
kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Para pembuat kebijakan melakukan
pendekatan secara umum lewat penyediaan informasi-informasi yang diperlukan masyarakat
untuk memelihara dan mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan sarana-sarana dan
fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan buruk masyarakat. Berikutnya, perumus
perundang-undangan dapat menerapkan aturan-aturan tertentu untuk menurunkan risiko
kecelakaan seperti misalnya aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan (Taylor, 2003).

2. Lingkup promosi kesehatan

 Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan sebagai berikut (Iqi,
2008):
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada pengenalan
produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada
ttttttttttttpenyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi lingkungan
atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan
(melalui upaya legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-
lain di berbagai bidang/sektor, sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan
masyarakat (community development), penggerakan masyarakat (social
mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dll.
3. Kegiatan Promosi Kesehatan
Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai sumber daya dan kondisi
dasar, meliputi perdamaian (peace), perlindungan (shelter), pendidikan (education), makanan
(food), pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable eco-system), sumber daya yang
berkesinambungan (a sustainable resources), serta kesetaraan dan keadilan sosial (social justice
and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya pe ningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan
semua prasyarat tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi Kesehatan di Ottawa
pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap negara
untuk menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut akan disediakan terjemahan dari Piagam
Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health Promotion Action Means. Menurut Piagam
Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi kesehatan berarti:
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public
policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive
environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)
4. Strategi Promosi Kesehatan
a. Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat dengan membuat
keputusan ( Decision makers ) dan penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan
maupun sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. Dengan
demikian, para pembuat keputusan akan mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan
dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan bagi
kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika sasarannya tepat dan sasaran
advokasi ini adalah para pejabat eksekutif dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta,
pengusaha, partai politik dan organisasi atau LSM dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari
advokasi berupa lobbying melalui pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau
informal terhadap para pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan
yang mempengarui kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan. ( Wahid
Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).
b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan (partnership) masih relative baru, namun demikian prakteknya di
masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak saman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah
mengenal istilah gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines Leader Forum” (NS Hasrat jaya
Ziliwu, 2007) merumuskan, “Partnership is a formal cross sector relationship between
individuals, groups or organization who :

1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task


2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement as necessary, and
4) Share both risk and the benefits

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama
formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai
suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen
dan harapan masing-masing, tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan
yang telah dibuat,dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.

 Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:
1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati bersama )
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan

Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO pada konfrensi
internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan
itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat. Hubungan kerjasama
tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari dengan kesetaraan.

Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang Kesehatan. Beberapa


alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai keadaan, masalah dan potensi setempat adalah :

1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan


operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan,
kegiatan bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan
kemitraan dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).
7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan,
masalah dan potensi yang ada.
c. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata
‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita
untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat
mereka. Ilmu sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan
kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau
tidak dapat dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam
konteks relasi sosial antara manusia.Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu,
kekuasaan dan hubungan kekuasaaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini,
pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna.
Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal

1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat berubah pemberdayaan
tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan
yang tidak statis, melainkan dinamis.

Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk
memahami konsep pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman latar
belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas diterima dan
dipergunakan, mungkin dengan pengertian presepsi yang berbeda satu dengan yang lain.
Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah meminta kita mengadakan
telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.

Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an, dan kemudian berkembang
terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade 90-an atau akhir abad ke-20 ini. Diperkirakan
konsep ini muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme, Phenomelogi,
Personalisme, kemudian lebih dekat dengan gelombang New-Marxisme, freudialisme, aliran-
aliran seperti Sturktualisme dan Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsep-konsep seperti
elit, kekuasaan, anti-astabilishment, gerakan populasi, anti-struktur, legitimasi, ideology,
pembebasn dan konsep civil society (Pranarka & Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan mobilisasi tetapi
partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini, perencana, agents dan masyarakat yang dijadikan
sasaran pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan pembangunan yang diperlukan
oleh masyarakat (Sairin, 2002).

Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah dijadikan sebuah


strategi dalam membawa masyarakat dalam kehidupan sejahtera secara adil dan merata. Strategi
ini cukup efektif memandirikan masyarakat pada berbagai bidang, sehingga dibutuhkan
perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Achmad
Suyudi mengingstruksikan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menggerakkan masyarakat
melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit.

Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan melalui program
pendampingan masyarakat (community organizing and defelopment), karena pelibatan
masyarakat sejak perencanaan (planning), pengorganisasian (Organising), pelaksanaan
(Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program dapat dilakukan secara
maksimal. Upaya ini merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim, 2000).

Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen; perencanaan


(Planning), pengorganisasiaa.n (Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau
pengawasan (Controlling) program atau biasa disingkat POAC telah diadopsi untuk program-
program bidang kesehatan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat
(Notoadmojo, 2003).

D. dukungan terhadap terhadap orang yang terlibat merawat lansia

 . Dukungan emosional

 1. Saat Keluarga harus memberikan ekspresiyang menyenangkan, dengan poisi mata dan
bicara dengan bahasa sopan dan tidak mebentak
 Saat berbicara sebaliknya ada sentuhan yang memberikan rasa nyaman dan kepercayaan diri
untuk seseorang yang merawat lansia
 Senantiasa menyediakan waktu bagi orang yang terlibat merawat Lansia untuk berbagi cerita
atau berdiskusi serta memberikan semangat!
 Menggunakan kalimat” muda yang bisa membuat rasa kepercyaan untuk orang yg terlibat
merawat Lansia
 Jika melakukan keselahan , anggota keluarga harus bisa mengontrol emosi, tetap tenang,
tidak menyalahkan serta tidak mendebat lansia

 Dukungan pengharagaan

 Tidak memandang orang yang terlibat merawat Lansia sebagai beban keluarag
 Memeberikan bantuan kepada orang yang terlibat merawat lansia untuk memenuhi
kebutuhan kebutuhan sehari-hari
 Mersespon orang yang terlibat merawat agar merekamerasa tetap dibutuhkan
 Sering memberikan pujian atau semangatjika melakukan satu kegiatan posistif

 Dukungan informasi

 Mengingatkan orang untuk makan, mandi, dan rajin beribadah


 Tidak membiarkan untuk berpergian sendiri
 Jika memberikan nasehat dan penjelasan agar diulang beberapa kali.

 Dukungan Instrumental

 Menyiapkan makanan dan minuman dengan jadwal teratur untuk menjamin pemenuhan
nutrisisnya
 Menyiapkan penanda waku seperti jam dan kelender untuk melakuka tindakan merawat
lansia
 Mendampingin orang yang merawat lansia untuk mendapatka rasa kepercayaan diri.

E. Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan untuk Lansia

Penuaan di dalam masyarakat kita merupakan fenomena yang dominan pada saat ini.
Tiga dari empat penyebab kematian yang sering terjadi di kalangan lansia – penyakit jantung,
kanker dan stroke merupakan akibat dari gaya hidup yang kurang sehat. Namun gambaran suram
tentang penduduk lansia yang kurang gerak, lansia yang mengalami penyakit kronis secara
bertahap telah digantikan oleh konsep baru seperti masa tua dengan penuh kesuksesan ( misalnya
kemampuan individu untuk beradaptasi terhadap proses penuaan ) dan penurunan morbiditas
( misalnya penundaan awitan terjadinya penyakit kronis dan melemahkan sampai pada tahap
akhir kehidupan ).
Perlindungan kesehatan dan promosi kesehatan merupakan hal yang mendesak dan juga
merupakan kerangka kerja yang tepat untuk merawat lansia. Perawat profesional untuk lansia
mengenal bahwa pencegahan untuk orang yang berusia 65 tahun yang dapat diharapkan hidup 20
tahun lagi merupakan komponen penting dalam perawatan kesehatan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai simpulan umum, ada beberapa hal yang sangat penting dan mendasar dalam isu
pelayanan kesehatan warga lansia.
Pertama, adalah bahwa proses menua (degeneratif) sudah harus di-antisipasi sejak dini, sebelum
usia 50 tahun, dan hal ini harus kita pahamkan dengan baik kepada semua warga masyarakat.
Bagi mereka yang sudah lansia, yang paling penting adalah upaya pemulihan (re-habilitatif) agar
tetap mampu mengerjakan pekerjaan dan tugas se-hari-hari, sehingga mereka bisa hidup secara
mandiri, produktif, dan bahagia.
Kedua, keluarga masih sangat penting perannya dalam meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan lansia. Ini terutama berkaitan dengan konteks sosial-budaya lokal.
Ketiga, kesadaran dari lansia sendiri sangat menentukan untuk bisa hidup secara mandiri, sehat,
dan bahagia. Almarhum Profesor Par-mono Ahmad, yang meninggal pada usia 86 tahun, sampai
usia 82 ta-hun masih memberikan layanan di klinik, tetap segar. Ketika ditanya apa rahasianya,
beliau menjawab hanya satu kalimat singkat: Keep moving (Terus bergerak)! Dengan kata lain,
terus berkegiatan, aktif!
Keempat, upaya peningkatan kualitas kesehatan lansia memerlukan dukungan dari organisasi
profesi, pemerintah pusat, pemerintah dae-rah, swasta, dan seluruh kalangan masyarakat.
Yogyakarta Declaration on Ageing and Health telah dideklarasikan oleh Menteri Kesehatan
wilayah SEARO pada 4 September 2012, belum lama berselang di Yogyakarta ini. Ada 14 butir
pokok yang menjadi komitmen Menteri Kesehatan di kawasan SEARO yang harus
ditindaklanjuti. Pernyataan itu amat sangat bagus untuk disebarluaskan menjadi gerakan dan juga
kesadaran bagi seluruh masyarakat kita. Indonesia harus berkomitmen untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan kesejahteraaan warga lansianya dengan pelayanan yang optimum dan
terintergrasi lintas sektor yang didukung oleh seluruh komponen masyarakat.

B. Saran
Dengan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun serta kami
berharap makalah ini bisa berguna bagi pembaca untuk menambah referensi khususnya bagi
mahasiswa ilmu keperawatan dalam mempelajari tentang isi – isu strategis untuk promkes dan
kesejahteraan lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Topatimasang, Roem. 2012. Memamusiakan Lanjut Usia “Penuaan Penduduk & Pembangunan
di Indonesia. Yogyakarta:PUSTAKA NASIONAL

Mubarak,Wahit Iqbal. 2009. Pengantar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Salemba Medika

Mickey, Stanley, Patricia Gauntleff Seare.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi


2.Jakarta:ECG

Anderson, Elizabeth T.2006.Keperawata Komunitas Teori dan Praktik.Jakarta: EGC

Djoyodiningrat, Lya. 2013. dikutip dalam situs


https://www.scribd.com/doc/126869298/makalah-promkes-lansia#download

Anda mungkin juga menyukai