Anda di halaman 1dari 23

ISU-ISU STRATEGIS UNTUK PROMOSI KESEHATAN DAN

KESEJAHTERAAN LANSIA

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

OLEH

Elia br Sihombing

193302040057

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS


PRIMA INDONESIA

MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami
membahas mengenai Isu-Isu Strategis Untuk Promosi Kesehatan Dan
Kesejahteraan Lansia
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca makalah ini,kami
sampaikan terimakasih.

Medan, September 2022


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ...................................................................... 2

BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................................... 3
2.1 Pengertian Geriatri ...................................................................... 3
2.2 Strategi dan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia
..................................................................................................... 4
2.3 Isu – isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan
Kesejahteraan Lansia...................................................................6
2.4 Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan untuk Komunitas
Lansia.......................................................................................... 14
2.5 Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan untuk Lansia..............18

BAB III
PENUTUP .................................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 19
3.2 Saran ........................................................................................... 19

Daftar Pustaka ............................................................................................. 20

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki
ikatan kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya
yang menghargai peran serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga
maupun masyarakat, Sebagai warga yang telah berusia lanjut, para lanjut usia
mempunyai kebajikan ,kearipan serta pengalaman berharga yang dapat di
teladani oleh generasi penerus dalam pembangunan nasional. Seiring dengan
kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memicu timbulnya
berbagai perubahan dalam masyarakat, dengan meningkatkan angka harapan
hidup.
Dari hasil sensus penduduk yang dilaksakan oleh BPS menunjukan
pada tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi
lanjut usia yang di perkirakan 17 juta orang. Padatahun 2020 jumlah penduduk
lanjut usia Indonesia diproyeksika nmencapai 28 juta orang yang berusia 71
tahun. Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai
kebutuhan  baru yang harus dipenuhi, sehingga dapat pula menjadi
permasalahan yang komplek bagi lanjut usia,baik sebagai individu keluarga
mau pun masyarakat.
Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun , hal tersebut membutuhkan upaya
pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua
yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif (pasal 19 UU No. 23 tahun
1992 tentang kesehatan).
Guna mengatasi lanjut usia, diperlukan program pelayanan
kesejahteraan social lanjut usia yang terencana, tepat guna dan tetap memiliki
karakteristik. Sebagaibangsa yang menjamin keharmonisan hubungan di
antara anak, Three in one roof, yang artinya bahwa suasana hubungan yang
harmonis antar ketiga generasi akan terus terjalin sepanjang masa, walaupun
saat ini mereka cenderung tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun
semangatnya masih terpatri dalam satu atap kebersamaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian geriatri?
2. Bagaimana strategi dan kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia di
Indonesia?
3. Apa saja isu-isu, strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan
kesejahteraan lansia?
4. Bagaimanakah promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan untuk
komunitas lansia?
5. Bagaimana peran perawat dalam promosi kesehatan untuk lansia?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui geriatric.
2. Untuk mengetahui strategi dan kebijakan pelayanan kesehatan lanjut
usia di Indonesia.
3. Untuk mengetahui saja isu-isu, strategi dan kegiatan untuk promosi
kesehatan dan kesejahteraan lansia.
4. Untuk mengetahui promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan
untuk komunitas lansia.
5. Untuk mengetahui peran perawat dalam promosi kesehatan untuk
lansia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Geriatri


Geriatri merupakan cabang ilmu dari gerontology dan kedokteran
yang mempelajari kesehatan pada lansia dalam berbagai aspek, yaitu
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative. Pada prinsipnya geriatric
mengusahakan masa tua yang bahagia dan berguna. (DEPKES RI, 2000)
Gerontology adalah suatu ilmu yang mempelajari proses penuaan
dan masalah yang akan terjadi pada lansia yaitu kesehatan, social, ekonomi,
perilaku, lingkungan dan lail-lain. (DEPKES RI, 2000)
Tujuan pelayanan geriatric adalah sebagai berikut:
1. Mempertahan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar
dari penyakit atau gangguan/kesehatan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai
kemampuan dan aktivitas mental yang mendukung.
3. Melakukan diagnosis dini yang tepat dan memadai.
4. Melakukan pengobatan yang tepat.
5. Memelihara kemandirian secara maksimal.
6. Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya
agar kematiannya berlangsung dengan tenang.
Prinsip-prinsip pelayanan geriatric adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan yang menyeluruh (biopsikososialspiritual).
2. Orientasi terhadap kebutuhan klien.
3. Diagnosis secara terpadu.
4. Team work (koordinasi).
5. Melibatkan keluarga dalam pelaksanaannya.
Perkembangan geriatric baru terjadi pada abad ke-20. Di Indonesia,
geriatric baru berkembang dan masih dalam masa perintisan. Pada prinsipnya,
geriatric mengusahakan agar para lansia dapat menjadi lansia yang berguna
dan bahagia, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.

2.2 Strategi dan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia


Undang-undang Dasar (UUD) 1945, juga Undang-undang (UU)
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sudah sangat jelas menggariskan
bahwa setiap orang berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Tentu
saja, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Dalam hal pelayanan kesehatan bagi warga lansia, juga tidak bisa lepas dari
semua ketentuan perundang-undangan tersebut.
Di dunia saat ini, jumlah penduduk lanjut usia sudah mencapai
sekitar 21% dari total populasi dunia. Pada tahun 2025, diperkirakan akan
mencapai jumlah sekitar 1,2 miliar jiwa. Ini jelas memerlukan satu perhatian
khusus, termasuk di negara-negara berkembang seperti In-donesia, karena
dari jumlah 1,2 milyar lanjut usia tersebut, sekitar 80% hidup di negara-
negara sedang berkembang. Khusus di Indonesia, sensus penduduk tahun
2010 ini menunjukkan bahwa populasi lansia kita adalah sekitar 18,1 juta
jiwa atau 9,6% dari total populasi. Jumlah sebesar itu telah menjadikan
Indonesia sebagai salah satu dari lima negara dengan jumlah penduduk lansia
terbanyak, dan makin lama makin banyak.
Dari satu sisi, hal itu menandakan keadaan kesehatan warga makin
bagus, tapi kompleksitas permasalahan lansia sangat banyak, sehingga
‘pekerjaan rumah’ kita pun lebih banyak lagi. Jumlah usia lansia 60 tahun ke
atas diperkirakan akan meningkat menjadi 29,1 juta jiwa pada tahun 2020 dan
40 juta jiwa pada tahun 2030. Sekali lagi, memerlukan upaya-upaya yang
sangat serius dalam pelayanan kesehatan bagi mereka.
a. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan mengembangkan beberapa strategi:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangun-
an kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau,
bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan
pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. Salah satu
masalah yang dihadapi dalam hal ini adalah pengaruh iklan,
melalui media massa, terutama TV, yang mempengaruhi
banyak orang yang percaya berbagai macam upaya-upaya
kesehatan alternatif, tetapi masih dipertanyakan basis
buktinya.
3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama
untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
Meskipun pemerintah sekarang ini mengembangkan sistem
jaminan sosial, ter-masuk jaminan sosial di bidang kesehatan,
tetapi yang lebih utama sebenarnya adalah promosi
pencegahan penyakit. Penyediaan jaminan sosial dan
kesehatan penting, tetapi jauh lebih penting adalah upaya
pencegahan. Prinsipnya, jangan sampai atau sesedikit
mungkin warga masyarakat terkena penyakit. Karena itu,
perubahan prilaku untuk hidup bersih dan sehat menjadi
sangat substansial. Kalau kemudian terpaksa jatuh sakit, saat
itulah jaminan kesehatan menjadi penting dan bermanfaat.
4. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sum-ber
daya manusia (SDM) kesehatan yang merata dan bermutu. Ini,
sekali lagi, tidak mudah. Salah satu contoh kerumitannya
adalah ketidaksesuaian antara permintaan dan penyediaan.
Pada suatu saat, diperlukan tenaga khusus untuk bidang
tertentu, tetapi lem-baga pendidikan tidak atau belum
menghasilkannya. Misalnya, seka-rang kita membutuhkan
banya tenaga promosi kesehatan untuk mendukung visi dan
misi mengutamakan upaya pencegahan, tetapi belum ada
lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan kualifikasi
tenaga tersebut. Kalau pun ada, masih sangat terbatas.
Sebaliknya,pada sisi lain, ada banyak penawaran yang
sebenarnya sudah mulai me-limpah. Contoh, akibat promosi
pendidikan kejuruan, mulai ada yang mendirikan SMK
Kesehatan. Pertanyaannya adalah mau dikemanakan lu-
lusannya? Karena, sudah cukup banyak Sekolah Perawat
Kesehatan (SPK) yang lebih jelas kualifikasinya, bahkan
sudah dipadukan agar mereka bisa ditingkatkan kualifikasinya
sampai tingkat D3, S1, bahkan S2 dan S3. SMK Kesehatan
yang baru didirikan itu pasti saja mencanangkan lulusannya
akan menjadi tenaga perawat kesehatan. Ini menimbulkan
persoalan baru, karena status mereka belum jelas dalam
keseluruhan struktur dan sistem pendidikan kesehatan yang
sudah ada. Sebagaimana gejala umum dalam dunia pendidikan
kita saat ini, setiap ada satu je-nis lembaga pendidikan yang
mulai berkembang, segera ditiru dan menjamur, kehadiran
SMK Kesehatan ini mengkhawatirkan. Sekarang saja sudah
terpantau ada sekitar 400 lembaga. Dalam hal ini, masyarakat
sendiri harus lebih berhati-hati.
5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan
obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat,
kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan.
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, trans-
paran, berdaya guna dan berhasil guna untuk memantapkan
desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.

2.3 Isu – isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan
Kesejahteraan Lansia
1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan
Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi
bidang yang semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade
terakhir, telah terjadi perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian
dunia mengenai masalah promosi kesehatan. Pada 21 November 1986,
World Health Organization (WHO) menyelenggarakan Konferensi
Internasional Pertama bidang Promosi Kesehatan yang diadakan di
Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh
dunia, dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa
Charter (Piagam Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program
promosi kesehatan di tiap negara, termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan
adalah proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan
meningkatkan kesehatan mereka (Health promotion is the process of
enabling people to increase control over, and to improve, their health,
WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di
dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka
sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk
menyehatkan diri mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai
derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial,
individu atau kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan
aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu
mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya,
dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang
menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana
halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya
merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh
melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan
mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor
kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap
unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi
kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada gagasan
bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif
(Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan
program kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan
lanjut usia (Taylor, 2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan
profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media massa,
para pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat
dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat
mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan
membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan
tertentu. Para psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat
pengembangan bentuk-bentuk intervensi untuk membantu masyarakat
memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah kebiasaan yang buruk.
Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan menginformasikan
kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang berisiko terhadap
kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Para pembuat
kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat penyediaan
informasi-informasi yang diperlukan masyarakat untuk memelihara dan
mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan sarana-sarana dan
fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan buruk masyarakat.
Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat menerapkan aturan-
aturan tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan seperti misalnya
aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan (Taylor, 2003).
2. Lingkup promosi kesehatan
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan
sebagai berikut (Iqi, 2008):
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada
pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang
tekanannya pada penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk
memengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan
kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau
pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai
bidang/sektor, sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization),
pengembangan masyarakat (community development), penggerakan
masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat
(community empowerment), dll.
3. Kegiatan Promosi Kesehatan
Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari
berbagai sumber daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace),
perlindungan (shelter), pendidikan (education), makanan (food),
pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable eco-system), sumber
daya yang berkesinambungan (a sustainable resources), serta kesetaraan
dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya
peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua prasyarat
tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi
Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah
kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk menyelenggarakan
promosi kesehatan. Berikut akan disediakan terjemahan dari Piagam
Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health Promotion Action Means.
Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi kesehatan berarti:
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy
public policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive
environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community
actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)

4. Strategi Promosi Kesehatan


a. Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan
kepada masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers )
dan penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan
maupun sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh
terhadap masyarakat.   Dengan demikian, para pembuat keputusan
akan mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam
bentuk peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan
menguntungkan bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan
berhasil jika sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para
pejabat eksekutif dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta,
pengusaha, partai politik dan organisasi atau LSM dari tingkat pusat
sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui
pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal
terhadap para pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-
masalah kesehatan yang mempengarui kesehatan masyarakat
setempat, dan seminar-seminar kesehatan. ( Wahid Iqbal Mubarak,
Nurul Chayantin2009 ).
b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan  (partnership) masih relative
baru, namun demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah
terjadi sejak saman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal
istilah gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines
Leader Forum” (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan,
“Partnership is a formal cross sector relationship between
individuals, groups or organization who :
1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific
task
2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement as
necessary, and
4) Share both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu
tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan
tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan
kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat,dan saling
berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:
1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati
bersama )
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan
oleh WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang
keempat di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu
dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat.
Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga
didasari dengan kesetaraan.
Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di
Bidang Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan,
sesuai keadaan, masalah dan potensi setempat adalah :
1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi
dan operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui
pertemuan, kegiatan bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga
kegiatan kemitraan dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang
kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program
kesehatan).
7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya
sesuai keadaan, masalah dan potensi yang ada.
c. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau
keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan
dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain  melakukan apa
yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu
sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan berkaitan dengan 
pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa
kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat
dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan
senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara manusia. 
Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu,
kekuasaan dan hubungan kekuasaaan dapat berubah. Dengan
pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah
proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna.
Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan
sangat tergantung pada dua hal :
1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat
berubah pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara
apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan
pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan
dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep
yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran
masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk
memahami konsep pemberdayaan secara tepat dan jernih
memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang
melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas diterima dan
dipergunakan, mungkin dengan pengertian presepsi yang berbeda
satu dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut
secara kritikal tentulah meminta kita mengadakan telaah yang
sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-
an, dan kemudian berkembang terus sepanjang decade 80-an dan
sampai decade 90-an atau akhir abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep
ini muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme,
Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat dengan
gelombang New-Marxisme, freudialisme, aliran-aliran seperti
Sturktualisme dan Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsep-
konsep seperti elit, kekuasaan, anti-astabilishment, gerakan populasi,
anti-struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil
society (Pranarka & Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut
pendekatan mobilisasi tetapi partisipatif. Pada pendekatan
partisipatif ini, perencana, agents dan masyarakat yang dijadikan
sasaran pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan
pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002).
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini
telah dijadikan sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam
kehidupan sejahtera secara adil dan merata. Strategi ini cukup efektif
memandirikan masyarakat pada berbagai bidang, sehingga
dibutuhkan perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menggerakkan masyarakat
melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit.
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika
dilakukan melalui program pendampingan masyarakat (community
organizing and defelopment), karena pelibatan masyarakat sejak
perencanaan (planning), pengorganisasian (Organising),
pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan
(Controlling) program dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini
merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim,
2000).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen; perencanaan (Planning), pengorganisasiaa.n
(Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau
pengawasan (Controlling) program atau biasa disingkat POAC telah
diadopsi untuk program-program bidang kesehatan. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat
(Notoadmojo, 2003).
2.4 Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan untuk Komunitas
Lansia
Promosi kesehatan dan proteksi kesehatan adalah dua elemen
pencegahan primer. Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantu
masyarakat mengubah gaya hidup mereka dan bergerak menuju kondisi
kesehatan yang optimum sedangkan fokus proteksi kesehatan adalah
melindungi individu dari penyakit dan cedera dengan memberikan imunisasi
dan menurunkan pemajanan terhadap agens karsinogenik toksin dan hal – hal
yang membahayakan kesehatan di lingkungan sekitar. Konsep kesehatan
lansia harus ditinjau kembali dalam upaya merencanakan intervensi promosi
kesehatan.
Filner dan Williams ( 1997 ) mendefinisikan kesehatan lansia
sebagai kemampuan lansia untuk hidup dan berfungsi secara efektif dalam
masyarakat serta untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan otonomi sampai
pada tahap maksimum, tidak hanya terbebas dari penyakit. Apabila
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya di Amerika lansia lebih aktif
dalam mencari informasi mengenai kesehatan dan mempunyai kemauan
untuk mempertahankan kesehatan dan kemandirinya. Promosi kesehatan
harus benar – benar berfokus pada perilaku beresiko yang dapat dimodifikasi
yang disesuaikan dengan masalah kesehatan utama menurut usia ( USDHHS,
1998 ). Secara umum, pelayanan kesehatan untuk lansia memiliki tiga tujuan
1. Meningkatkan kemampuan fungsional
2. Memperpanjang usia hidup
3. Meningkatkan dan menurunkan penderita ( O’Malley dan Blakeney,
1994 )
Dalam memaksimalkan promosi kesehatan lansia di komunitas
dibutuhkan suatu pendekatan multiaspek. Target intervensi harus mengarah
pada individu dan keluarga serta kelompok dan komunitas.
a. Intervensi Berfokus – Individu atau Kelompok
Intervensi promosi kesehatan / proteksi kesehatan berfokus –
individu atau keluarga dirancang dalam upaya meningkatkan
pengetahuan keterampilan dan kompetensi individu atau keluarga untuk
membuat keputusan kesehatan yang memaksimalkan promosi kesehatan
dan perilaku proteksi kesehatan. Tujuannya adalah mendayagunakan
lansia dan keluarganya dalam membuat keputusan kesehatan yang
rasional. Beberapa kategori yang termasuk ke dalam intervensi promosi
kesehatan dan proteksi kesehatan dengan target individu dan / atau
keluarga adalah :
a. Skrining kesehatan
b. Modifikasi gaya hidup
c. Pendidikan kesehatan ( individu atau kelompok )
d. Konseling
e. Kelompok pendukung
f. Pelayanan kesehatan primer
g. Imunisasi
h. Keamanan di rumah
i. Perawatan di rumah ( pelayanan kesehatan di rumah, perawatan
personal atau bantuan rumah tangga )
j. Makanan yang dikirimkan ke rumah
k. Dukungan sosial ( penjaminan kembali telepon dan kunjungan
rumah )
l. Manajemen kasus
m. Bantuan pemeliharaan di rumah
b. Intervensi berfokus pada komunitas
Intervensi berfokus komunitas adalah aktivitas dan program yang
diarahkan pada lansia komunitas secara keseluruhan atau sub kelompok
lansia yang beragam di komunitas. Tujuan intervensi berfokus
komunitas adalah meningkatkan kapasitas dan ketersediaan komunitas
terhadap pelayanan gabungan kesehatan dan sosial yang sesuai dan
dibutuhkan dalam upaya mempertahankan kemandirian dan status
fungsional lansia di komunitas. Intervensi di komunitas terutama
melibatkan advokasi tindakan politis dan partisipasi dalam pembuatan
kebijakan yang memengaruhi lansia di komunitas. Contoh intervensi
berfokus komunitas adalah sebagai berikut :
1). Kampanye pendidikan kesehatan di masyarakat luas yang
menekankan pada masyarakat lansia
2). Mengadakan kampanye pada bulan mei yang telah ditetapkan
sebagai older American Month ( bulan lansia Amerika )
3). Koalisi komunitas untuk menangani isu spesifik lansia seperti
pengembangan pusat informasi lokal, botlines telepon atau situs
internet
4). Keterlibatan politis untuk advokasi kebutuhan lansia seperti
mempertahankan atau memperluas tanggunagan medicare untuk
pelayanan di rumah
5). Kolaborasi dengan universitas, gereja pusat perkumpulan lansia
proyek pemukiman lansia serta organisasi komunitas lain yang
tersedia untuk memberikan pelayanan yang komprehensif
kepada subkelompok asia
6). Aktivitas pencegahan kejahatan
7). Berpartisipasi dalam pameran kesehatan berfokus pada
komunitas.
c. Kemitraan dengan Komunitas Lansia
Secara umum komunitas lansia terbuka untuk praktik kesehatan
baru dan berespons terhadap bermacam – macam pendekatan yang
berpotensi meningkatkan kesehatan mereka. Dalam merencanakan
program kesehatan yang efektif perawat kesehatan komunitas harus
memvalidasi strategi dan tujuan bersama kelompok lansia yang
ditargetkan. Keterlibatan lansia dalam merencanakan promosi
kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit adalah hal yang esensial
karena lansia sensitif terhadap kehilangan potensi kemandiriannya.
Oleh karena itu jika lansia dilibatkan rasa kemandirian mereka akan
menngkat. Tahapan tindakan yang dilakukan ketika bekerja dengan
lansia di komunitas antara lain:
1. Jalankan program ditempat – tempat biasa lansia berkumpul
seperti gereja, senior center, dan tempat perkumpulan
pensiunan.
2. Libatkan aktivitas outreach ke dalam seluruh program
3. Siapkan sarana transportasi menuju tempat aktivitas kelompok
4. Antisipasi kebutuhan lansia yang memiliki pandangan dan /
atau penglihatan tidak adekuat ( contoh penggunaan
tulisanyang besar, membatasi penggunaan makalah,
penggunaan ruangan yang tenang dan / atau pengeras suara
yang adekuat.
5. Pertahankan aktivitas secara berlahan dan berikan waktu yang
cukup untuk berespons
6. Berikan waktu yang cukup bagi para lansia untuk berbagi
pengalaman hidup
7. Pertahankan pengajaran dalam waktu yang relatif singkat
8. Lakukan pengulangan ganda dan penguatan informasi 1
9. Susunlah aktivitas pendidikan kesehatan yang dapat
memberikan rasa nyaman pada para lansia dalam mengajukan
pertanyaan dan atau menanyakan informasi baru atau
informasi yang masih meragukan mereka
10. Dorong keterlibata keluarga, teman dan kerabat
11. Advokasi untuk meningkatkan sumber sumber yang ada di
komunitas serta kebijakan yang memengaruhi lansia

2.5 Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan untuk Lansia


Penuaan di dalam masyarakat kita merupakan fenomena yang
dominan pada saat ini. Tiga dari empat penyebab kematian yang sering terjadi
di kalangan lansia – penyakit jantung, kanker dan stroke merupakan akibat
dari gaya hidup yang kurang sehat. Namun gambaran suram tentang
penduduk lansia yang kurang gerak, lansia yang mengalami penyakit kronis
secara bertahap telah digantikan oleh konsep baru seperti masa tua dengan
penuh kesuksesan ( misalnya kemampuan individu untuk beradaptasi
terhadap proses penuaan ) dan penurunan morbiditas ( misalnya penundaan
awitan terjadinya penyakit kronis dan melemahkan sampai pada tahap akhir
kehidupan ).
Perlindungan kesehatan dan promosi kesehatan merupakan hal yang
mendesak dan juga merupakan kerangka kerja yang tepat untuk merawat
lansia. Perawat profesional untuk lansia mengenal bahwa pencegahan untuk
orang yang berusia 65 tahun yang dapat diharapkan hidup 20 tahun lagi
merupakan komponen penting dalam perawatan kesehatan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai simpulan umum, ada beberapa hal yang sangat penting dan
mendasar dalam isu pelayanan kesehatan warga lansia.
Pertama, adalah bahwa proses menua (degeneratif) sudah harus di-
antisipasi sejak dini, sebelum usia 50 tahun, dan hal ini harus kita pahamkan
dengan baik kepada semua warga masyarakat. Bagi mereka yang sudah
lansia, yang paling penting adalah upaya pemulihan (re-habilitatif) agar tetap
mampu mengerjakan pekerjaan dan tugas se-hari-hari, sehingga mereka bisa
hidup secara mandiri, produktif, dan bahagia.
Kedua, keluarga masih sangat penting perannya dalam meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Ini terutama berkaitan dengan konteks
sosial-budaya lokal.
Ketiga, kesadaran dari lansia sendiri sangat menentukan untuk bisa hidup
secara mandiri, sehat, dan bahagia. Almarhum Profesor Par-mono Ahmad,
yang meninggal pada usia 86 tahun, sampai usia 82 ta-hun masih memberikan
layanan di klinik, tetap segar. Ketika ditanya apa rahasianya, beliau
menjawab hanya satu kalimat singkat: Keep moving (Terus bergerak)!
Dengan kata lain, terus berkegiatan, aktif!
Keempat, upaya peningkatan kualitas kesehatan lansia memerlukan
dukungan dari organisasi profesi, pemerintah pusat, pemerintah dae-rah,
swasta, dan seluruh kalangan masyarakat.
Yogyakarta Declaration on Ageing and Health telah dideklarasikan oleh
Menteri Kesehatan wilayah SEARO pada 4 September 2012, belum lama
berselang di Yogyakarta ini. Ada 14 butir pokok yang menjadi komitmen
Menteri Kesehatan di kawasan SEARO yang harus ditindaklanjuti.
Pernyataan itu amat sangat bagus untuk disebarluaskan menjadi gerakan dan
juga kesadaran bagi seluruh masyarakat kita. Indonesia harus berkomitmen
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraaan warga lansianya
dengan pelayanan yang optimum dan terintergrasi lintas sektor yang
didukung oleh seluruh komponen masyarakat.

3.2 Saran
Dengan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun serta kami berharap makalah ini bisa berguna bagi pembaca
untuk menambah referensi khususnya bagi mahasiswa ilmu keperawatan
dalam mempelajari tentang isi – isu strategis untuk promkes dan
kesejahteraan lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Topatimasang, Roem. 2012. Memamusiakan Lanjut Usia “Penuaan Penduduk &


Pembangunan di Indonesia. Yogyakarta:PUSTAKA NASIONAL
Mubarak,Wahit Iqbal. 2009. Pengantar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta:
Salemba Medika
Mickey, Stanley, Patricia Gauntleff Seare.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik
Edisi 2.Jakarta:ECG
Anderson, Elizabeth T.2006.Keperawata Komunitas Teori dan Praktik.Jakarta:
EGC
Djoyodiningrat, Lya. 2013. dikutip dalam situs
https://www.scribd.com/doc/126869298/makalah-promkes-
lansia#download

Anda mungkin juga menyukai