DISUSUN OLEH
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Isu-Isu Strategis Untuk Promosi Kesehatan
Dan Kesejahteraan Lansia
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun. Kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca makalah ini,kami sampaikan
terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................................... 3
2.1 Pengertian Geriatri ...................................................................... 3
2.2 Strategi dan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia 4
2.3 Isu – isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan Kesejahteraan
Lansia..........................................................................................6
2.4 Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan untuk Komunitas Lansia 14
2.5 Peran Perawat dalam Promosi Kesehatan untuk Lansia..............18
BAB III
PENUTUP .................................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan ................................................................................. 19
3.2 Saran ........................................................................................... 19
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui geriatric.
2. Untuk mengetahui strategi dan kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui saja isu-isu, strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan
kesejahteraan lansia.
4. Untuk mengetahui promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan untuk
komunitas lansia.
5. Untuk mengetahui peran perawat dalam promosi kesehatan untuk lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.3 Isu – isu, Strategi dan Kegiatan untuk promosi Kesehatan dan Kesejahteraan
Lansia
1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan
Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi bidang yang
semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade terakhir, telah terjadi
perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian dunia mengenai masalah promosi
kesehatan. Pada 21 November 1986, World Health Organization (WHO)
menyelenggarakan Konferensi Internasional Pertama bidang Promosi Kesehatan yang
diadakan di Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh
dunia, dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa Charter
(Piagam Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program promosi kesehatan di tiap
negara, termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses
yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan
mereka (Health promotion is the process of enabling people to increase control over,
and to improve, their health, WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan
adalah kesadaran di dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka
sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan
diri mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai derajat
kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau kelompok
harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi
kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan
fisik, sosial budaya, dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang
menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana halnya pada
kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab
dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh melampaui gaya hidup secara sehat untuk
kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan mengombinasikan
berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka, melainkan
lewat kerjasama dan koordinasi segenap unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari
pemikiran bahwa promosi kesehatan adalah suatu filosofi umum yang
menitikberatkan pada gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu
sekaligus kolektif (Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan program
kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan lanjut usia (Taylor,
2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan profesi dalam masyarakat seperti
praktisi medis, psikolog, media massa, para pembuat kebijakan publik dan perumus
perundang-undangan dapat dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi
medis dapat mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan
membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan tertentu. Para
psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat pengembangan bentuk-bentuk
intervensi untuk membantu masyarakat memraktikkan perilaku yang sehat dan
mengubah kebiasaan yang buruk. Media massa dapat memberikan kontribusinya
dengan menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang berisiko
terhadap kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Para pembuat
kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat penyediaan informasi-informasi
yang diperlukan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan gaya hidup
sehat, serta penyediaan sarana-sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk mengubah
kebiasaan buruk masyarakat. Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat
menerapkan aturan-aturan tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan seperti
misalnya aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan (Taylor, 2003).
2. Lingkup promosi kesehatan
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan sebagai berikut
(Iqi, 2008):
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada pengenalan
produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada
penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi
lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan
kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan
suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/sektor, sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan
masyarakat (community development), penggerakan masyarakat (social
mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dll.
3. Kegiatan Promosi Kesehatan
Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai sumber
daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace), perlindungan (shelter),
pendidikan (education), makanan (food), pendapatan (income), ekosistem yang stabil
(a stable eco-system), sumber daya yang berkesinambungan (a sustainable resources),
serta kesetaraan dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-
upaya peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua prasyarat tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi Kesehatan di
Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan
oleh setiap negara untuk menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut akan
disediakan terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health
Promotion Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi
kesehatan berarti:
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public
policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)
4. Strategi Promosi Kesehatan
a. Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada
masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu
kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain diluar
kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. Dengan demikian,
para pembuat keputusan akan mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-
kebijakan dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan
menguntungkan bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika
sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif dan
legislatif, para pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan
organisasi atau LSM dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi
berupa lobbying melalui pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau
informal terhadap para pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-
masalah kesehatan yang mempengarui kesehatan masyarakat setempat, dan
seminar-seminar kesehatan. ( Wahid Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).
b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan (partnership) masih relative baru,
namun demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak
saman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal istilah gotong royong
yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines Leader Forum”
(NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan, “Partnership is a formal cross
sector relationship between individuals, groups or organization who :
1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task
2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement as
necessary, and
4) Share both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan
adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam
kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing,
tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah
dibuat,dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:
1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati bersama )
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO
pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada
tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang
saling memberikan manfaat. Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan
efisien apabila juga didasari dengan kesetaraan.
Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang
Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai keadaan,
masalah dan potensi setempat adalah :
1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan
operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan,
kegiatan bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan
kemitraan dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).
7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan,
masalah dan potensi yang ada.
c. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan).
Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai
kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk
membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan
dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan
berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa
kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah.
Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam
konteks relasi sosial antara manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial.
Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaaan dapat berubah. Dengan
pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses
perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain,
kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal :
1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat berubah
pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada
pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir
sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan
barat, utamanya Eropa. Untuk memahami konsep pemberdayaan secara tepat
dan jernih memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang
melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas diterima dan dipergunakan,
mungkin dengan pengertian presepsi yang berbeda satu dengan yang lain.
Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah meminta
kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an, dan
kemudian berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade 90-an
atau akhir abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini muncul bersamaan dengan
aliran-aliran seperti Eksistensialisme, Phenomelogi, Personalisme, kemudian
lebih dekat dengan gelombang New-Marxisme, freudialisme, aliran-aliran
seperti Sturktualisme dan Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsep-
konsep seperti elit, kekuasaan, anti-astabilishment, gerakan populasi, anti-
struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil society (Pranarka &
Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan
mobilisasi tetapi partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini, perencana, agents
dan masyarakat yang dijadikan sasaran pembangunan bersama-sama merancang
dan memikirkan pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002).
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah
dijadikan sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam kehidupan
sejahtera secara adil dan merata. Strategi ini cukup efektif memandirikan
masyarakat pada berbagai bidang, sehingga dibutuhkan perhatian yang
memadai. Oleh kerena itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Achmad
Suyudi mengingstruksikan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menggerakkan
masyarakat melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit.
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan
melalui program pendampingan masyarakat (community organizing and
defelopment), karena pelibatan masyarakat sejak perencanaan (planning),
pengorganisasian (Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau
pengawasan (Controlling) program dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini
merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim, 2000).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen;
perencanaan (Planning), pengorganisasiaa.n (Organising), pelaksanaan
(Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program atau biasa
disingkat POAC telah diadopsi untuk program-program bidang kesehatan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat
(Notoadmojo, 2003).
2.4 Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan untuk Komunitas Lansia
Promosi kesehatan dan proteksi kesehatan adalah dua elemen pencegahan
primer. Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantu masyarakat mengubah
gaya hidup mereka dan bergerak menuju kondisi kesehatan yang optimum sedangkan
fokus proteksi kesehatan adalah melindungi individu dari penyakit dan cedera dengan
memberikan imunisasi dan menurunkan pemajanan terhadap agens karsinogenik toksin
dan hal – hal yang membahayakan kesehatan di lingkungan sekitar. Konsep kesehatan
lansia harus ditinjau kembali dalam upaya merencanakan intervensi promosi kesehatan.
Filner dan Williams ( 1997 ) mendefinisikan kesehatan lansia sebagai
kemampuan lansia untuk hidup dan berfungsi secara efektif dalam masyarakat serta
untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan otonomi sampai pada tahap maksimum, tidak
hanya terbebas dari penyakit. Apabila dibandingkan dengan kelompok usia lainnya di
Amerika lansia lebih aktif dalam mencari informasi mengenai kesehatan dan mempunyai
kemauan untuk mempertahankan kesehatan dan kemandirinya. Promosi kesehatan harus
benar – benar berfokus pada perilaku beresiko yang dapat dimodifikasi yang disesuaikan
dengan masalah kesehatan utama menurut usia ( USDHHS, 1998 ). Secara umum,
pelayanan kesehatan untuk lansia memiliki tiga tujuan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai simpulan umum, ada beberapa hal yang sangat penting dan mendasar dalam
isu pelayanan kesehatan warga lansia.
Pertama, adalah bahwa proses menua (degeneratif) sudah harus di-antisipasi sejak
dini, sebelum usia 50 tahun, dan hal ini harus kita pahamkan dengan baik kepada semua
warga masyarakat. Bagi mereka yang sudah lansia, yang paling penting adalah upaya
pemulihan (re-habilitatif) agar tetap mampu mengerjakan pekerjaan dan tugas se-hari-
hari, sehingga mereka bisa hidup secara mandiri, produktif, dan bahagia.
Kedua, keluarga masih sangat penting perannya dalam meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan lansia. Ini terutama berkaitan dengan konteks sosial-budaya lokal.
Ketiga, kesadaran dari lansia sendiri sangat menentukan untuk bisa hidup secara
mandiri, sehat, dan bahagia. Almarhum Profesor Par-mono Ahmad, yang meninggal
pada usia 86 tahun, sampai usia 82 ta-hun masih memberikan layanan di klinik, tetap
segar. Ketika ditanya apa rahasianya, beliau menjawab hanya satu kalimat singkat: Keep
moving (Terus bergerak)! Dengan kata lain, terus berkegiatan, aktif!
Keempat, upaya peningkatan kualitas kesehatan lansia memerlukan dukungan dari
organisasi profesi, pemerintah pusat, pemerintah dae-rah, swasta, dan seluruh kalangan
masyarakat.
Yogyakarta Declaration on Ageing and Health telah dideklarasikan oleh Menteri
Kesehatan wilayah SEARO pada 4 September 2012, belum lama berselang di
Yogyakarta ini. Ada 14 butir pokok yang menjadi komitmen Menteri Kesehatan di
kawasan SEARO yang harus ditindaklanjuti. Pernyataan itu amat sangat bagus untuk
disebarluaskan menjadi gerakan dan juga kesadaran bagi seluruh masyarakat kita.
Indonesia harus berkomitmen untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraaan
warga lansianya dengan pelayanan yang optimum dan terintergrasi lintas sektor yang
didukung oleh seluruh komponen masyarakat.
3.2 Saran
Dengan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
serta kami berharap makalah ini bisa berguna bagi pembaca untuk menambah referensi
khususnya bagi mahasiswa ilmu keperawatan dalam mempelajari tentang isi – isu
strategis untuk promkes dan kesejahteraan lansia.
DAFTAR PUSTAKA