Anda di halaman 1dari 27

KEPERAWATAN GERONTIK

“PROGRAM PEMERINTAH TENTANG KESEHATAN LANSIA”

DISUSUN OLEH :
KELAS : B-13 B KELOMPOK 5

NI KETUT SRI ASTUTI (203221170)


NI KETUT TRISNA ANDYANI (203221171)
RISCHA AVIVAH ZUHROH (203221172)
NI MADE DWI ARTINI (203221173)
NI LUH YOSIN SUPIAWATI (203221174)
I GUSTI AYU PUTU ANGGRENI FEBRIANTI (203221175)
SANG AYU RISKA DWI CAHYADI (203221176)
NI PUTU YENI ARMAYANTI (203221177)
KADEK RIDWAN SANGGRA WIGUNA (203221178)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2021

i
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Program Pemerintah Tentang
Kesehatan Lansia” ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Gerontik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.

Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai


perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.
“Om Shanti, Shanti, Shanti Om”

Denpasar, 22 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN...............................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Kebijakan-Kebijakan Program Kesehatan Lansia ......................................... 3
2.2 Strategi Dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan
Lansia....................................................................................................................... 8
2.3 Dukungan Keluarga Terhadap Kesejahteraan Dan Kesehatan Lansia ........ 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 22
3.1 Simpulan ...................................................................................................... 22
3.2 Saran ............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki ikatan
kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang
menghargai peran serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga maupun
masyarakat, Sebagai warga yang telah berusia lanjut, para lanjut usia
mempunyai mkebajikan ,kearipan serta pengalaman berharga yang dapat di
teladani oleh generasi penerus dalam pembangunan nasional. Seiring dengan
kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memicu timbulnya
berbagai perubahan dalam masyarakat, dengan meningkatkan angka harapan
hidup.
Dari hasil sensus penduduk yang dilaksakan oleh BPS menunjukan pada
tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 dari populasi lanjut
usia yang di perkirakan 17 juta orang. Pada tahun 2020 jumlah penduduk
lanjut usia Indonesia diproyeksikan mencapai 28 juta orang yang berusia 71
tahun. Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai
kebutuhan baru yang harus dipenuhi, sehingga dapat pula menjadi
permasalahan yang komplek bagi lanjut usia, baik sebagai individu, keluarga
maupun masyarakat.
Guna mengatasi lanjut usia, diperlukan program pelayanan kesejahteraan
sosial lanjut usia yang terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik.
Sebagai bangsa yang menjamin keharmonisan hubungan di antara anak,
Three in one roof, yang artinya bahwa suasana hubungan yang harmonis antar
ketiga generasi akan terus terjalin sepanjang masa, walaupun saat ini mereka
cenderung tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun semangatnya
masih terpatri dalam satu atap kebersamaan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja kebijakan-kebijakan program kesehatan lansia?
2. Bagaimana strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan
kesejahteraan lansia?
3. Bagaimana dukungan keluarga terhadap kesejahteraan dan kesehatan
lansia?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami kebijakan-kebijakan program kesehatan lansia
2. Memahami strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan
kesejahteraan lansia
3. Memahami dukungan keluarga terhadap kesejahteraan dan kesehatan
lansia

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang program pemerintah tentang
kesehatan lansia dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk
mengetahui kesehatan di Indonesia.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi di Institusi Pendidikan
dan sebagai bahan bacaan tentang program pemerintah tentang kesehatan
lansia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan-Kebijakan Program Kesehatan Lansia


Berbagai kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah di antara-
nya tertuang dalam UU-RI Nomor 13 tahun 1998 pasal 25 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia dan PP Nomor 43 Tahun 2004 tentang
Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia.6, 7 Dalam UU
No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, beberapa kebijakan
yang dituangkan di dalamnya :

1. Meningkatkan dan mem- perkuat peran keluarga dan masyarakat


dalam penyelenggaraan pelayanan sosial bagi lansia dengan
melibatkan melibatkan seluruh seluruh unsur dan komponen
masyarakat termasuk dunia usaha, atas dasar swadaya dan
kesetiakawanan sosial sehingga dapat melembaga dan berkesi-
nambungan
2. Meningkatkan koordinasi intra dan intersektoral, antar berbagai
instansi pemerintah di pusat dan daerah serta dengan
masyarakat/organisasi sosial
3. Membangun dan mengembangkan sistem jaminan dan perlindungan
sosial bagi lanjut usia
4. Membangun dan memperluas aksesibilitas bagi kesejahteraan lanjut
usia
5. Meningkatkan, mengembangkan dan memantapkan peran
kelembagaan lansia untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas
pelayanan lansia

Semua hal tersebut di atas memerlukan keterlibatan peran dan tanggung


jawab pemerintah dan masyarakat serta lembaga maupun organisasi sosial
untuk bersama-sama dan berkomitmen dalam mewujud-kan kesejahteraan
bagi para lanjut usia. Seluruh upaya ini dilakukan dengan memberdayakan
para lanjut usia untuk ikut aktif berpartisipasi dalam pembangunan guna

3
mengurangi kemiskinan, memperoleh kesehatan yang lebih baik dan
mendukung kehidupan sosial kemasyarakatan. Mereka diberdayakan dengan
tetap memperhatikan fungsi, kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan,
pengalaman, usia, dan kondisi fisiknya.

Masalah penduduk lanjut usia dapat menjadi masalah besar atau peluang
yang tidak kalah besarnya. Pertambahan jumlah penduduk usia lanjut akan
menyebabkan berubahnya berbagai sendi kehidupan, ekonomi, sosial
kemasyarakatan, seperti kebutuhan hidup, makanan dan minuman. Beberapa
pelayanan dan kemudahan yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu
menjawab kebutuhan lanjut usia. Seperti belum adanya sarana dan prasarana
umum yang dapat memudahkan mobilitas lanjut usia di tempat-tempat umum,
seperti jalan untuk kursi roda, jalan bagi mereka yang bertongkat, pintu,
tangga, lift khusus untuk bangunan bertingkat, dan tempat penyeberangan
bagi pejalan kaki.

1. Kebutuhan Dasar Lansia dan Jenis Pelayanan yang dibutuhkan


Sebagaimana kelompok usia lainnya, kelompok lanjut usia
membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan
(makanan), papan (perumahan) dan juga sandang (pakaian).
Kebutuhan khusus lainnya yang sangat penting bagi lansia seperti
pengobatan dasar, pengobatan lanjutan ke rumah sakit, kebutuhan
kebersihan dan alat pembersih (sikat gigi, pasta gigi, sabun mandi
dan sebagainya). Selain itu secara psikologis mereka membutuhkan
program-program pelayanan sosial yang memberikan mereka
kesibukan sebagai pengisi waktu luang, penyaluran hoby, terapi
kelompok, olahraga dan sebagainya. Jenis pelayanan harian lanjut
usia didasarkan pada kebutuhan dan masalah lanjut usia. Dalam
proses pelayanan, lanjut usia dituntut untuk berperan aktif dalam
berbagai kegiatan yang bermakna bagi masa tuanya. Pelayanan
sosial bertujuan untuk meningkatkan kemam-puan lanjut usia dalam
menyesuaikan diri terhadap proses perubahan dirinya, baik secara
fisik, psikologis maupun sosial. Pelayanan sosial mencakup :
bimbingan sosial, pelayanan psikologis, pelayanan kerohanian,

4
pemeliharaan fisik dan kesehatan, penyediaan tempat yang sehat dan
aman serta pelayanan rekreasi dan penyaluran hoby

2. Kebijakan Sebelumnya dan Saat Ini


Salah satu produk hukum yang secara langsung berkaitan dengan
kesejahteraan penduduk lanjut usia adalah Undang-Undang Nomor 4
tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Bagi Orang
Jompo yang kemudian diikuti oleh Keputusan Menteri Sosial RI
Nomor HUK/3-1- 50/107 tahun 1971 tentang pelaksanaan UU
tersebut. Sejalan dengan meningkatnya perhatian dan kepedulian
terhadap penduduk lanjut usia disertai dengan perubahan pendekatan
terhadap kelompok penduduk ini, maka dikeluarkanlah UU No. 13
tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3796) sebagai pengganti UU No. 4 Tahun 1965
Secara umum, kebijakan pengembangan kesejahteraan sosial
penduduk lanjut usia :
− Pembinaan, peningkatan dan pengembangan peran keluarga,
masyarakat lingkungan setempat, organisasi sosial, lembaga
swadaya masyarakat dan para pengusaha dalam mewujudkan
pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa
− Peningkatan pembinaan lanjut usia dalam kegiatan- kegiatan
usaha ekonomi produktif terarah pada pemantapan kemandirian
sosial ekonomi para lanjut usia
− Peningkatan pelayanan kesejahteraan lanjut usia di Panti Sosial
Tresna Werdha dan di luar panti sosial secara multi displin
dalam keterpaduan antar profesi, lintas sektoral maupun lintas
program yang dilakukan secara komprehensif. Deklarasi
universal HAM yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) menegaskan bahwa jaminan sosial merupakan elemen
dasar HAM yang berlaku bagi seluruh warga negara (termasuk
Lansia) dan diarahkan untuk memberikan perlindungan guna
mempertahankan taraf kesejahteraan sosial yang layak. Negara

5
yang tidak melaksanakan jaminan sosial dapat dipandang
sebagai negara yang melanggar HAM.

3. Pengembangan Kebijakan Terkait Lansia


Mengingat kebutuhan lansia dan realitas kehidupan lansia dewasa ini
maka dapat disampaikan beberapa pilihan kebijakan yang
ditawarkan :
a. Kebijakan Pemberian kemudahan
Kebijakan Pemberian kemudahan bagi para lanjut usia yang
memiliki masalah kesehatan dapat menjangkau pelayanan
kesehatan misalnya dengan Jamkesmas dan Jaminan Sosial
Lanjut Usia (Jasoslansia). Manfaat dari kebijakan ini adalah
dengan adanya Jamkesmas dan JSLU memberikan bantuan
sosial kepada lanjut usia sehingga mereka khususnya yang
masuk dalam katagori terlantar dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya dengan cepat dan mendapat perhatian khusus dari
petugas kesehatan. Kelemahan kebijakan ini adalah data peserta
Jamkesmas yang masih belum akurat dan tumpang tindih
dengan jaminan kesehatan lainnya, dan disertai dengan
lemahnya sosialisasi. Di samping itu peralihan ke layanan
asuransi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan
adanya kewajiban iuran untuk mendapatkan kartu BPJS.
Sehingga perlu dikem- bangkan peraturan daerah (Perda) yang
mengikat serta mendukung program jaminan sosial lanjut usia
tersebut dengan jalan :
− Memberi kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana
dan prasarana umum untuk lansia
− Memberi bantuan kemudahan lansia untuk menjalankan
aktivitas dan mengurus keperluannya
− Penyediaan fasilitas khusus bagi lansia.

6
b. Kebijakan penyediaan dukungan sumber daya
Kebijakan penyediaan dukungan sumber daya yang memadai
untuk operasional Posyandu Lansia serta penguatan struktur dan
manajemen pembangunan di tingkat desa agar desa dapat benar-
benar menjadi Posyandu Lansia sebagai salah satu ujung tombak
pemberdayaan masyarakat. Manfaat dari kebijakan ini adalah
Posyandu Lansia dengan salah satu kegiatannya pemberian
makanan tambahan dapat berjalan dengan baik. Kelemahan dari
kebijakan ini selama ini belum ada yang secara tegas mengatur
dan memberikan dukungan sumber daya posyandu, penyediaan
program dan anggaran untuk mendukung operasional posyandu
masih belum memadai, dan kurangnya sumber daya manusia
untuk men- dukung posyandu.

c. Kebijakan peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku


Kebijakan peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku
keluarga lansia dan rentan dalam pembinaan keluarga lansia dan
rentan melalui suatu program lansia yang terintegrasi. Manfaat
dari kebijakan ini dapat menambah pengetahuan keluarga lansia
dan rentan dalam perawatan lansia. Sedangkan kelemahannya
adalah selama ini pemanfaatan kelompok Badan Koordinasi
Lansia, forum-forum pembinaan di lini lapangan belum berjalan
optimal karena kurangnya petugas lapangan serta sumber dana,
sarana dan prasarana kurang mendukung kegiatan operasional di
lapangan. Karena opsi-opsi kebijakan yang ditawarkan ini masih
memiliki beberapa kelemahan maka perlu dikembangkan
program pembangunan kebijakan lanjut usia dengan
memperhatikan kaidah-kaidah budaya dan keragaman adat
istiadat di masing- masing daerah.

7
2.2 Strategi Dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan
Lansia

1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan


Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi
bidang yang semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade
terakhir, telah terjadi perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian
dunia mengenai masalah promosi kesehatan. Pada 21 November 1986,
World Health Organization (WHO) menyelenggarakan Konferensi
Internasional Pertama bidang Promosi Kesehatan yang diadakan di
Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh
dunia, dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa
Charter (Piagam Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program
promosi kesehatan di tiap negara, termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah
proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan
meningkatkan kesehatan mereka (Health promotion is the process of
enabling people to increase control over, and to improve, their health,
WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di
dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka
sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk
menyehatkan diri mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai
derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial,
individu atau kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan
aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan agar mampu
mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial
budaya, dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang
menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana
halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya
merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh
melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986).

8
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan
mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor
kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap
unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi
kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada
gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus
kolektif (Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan
program kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan
lanjut usia (Taylor, 2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan
profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media massa,
para pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat
dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat
mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan
membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan
tertentu. Para psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat
pengembangan bentuk-bentuk intervensi untuk membantu masyarakat
memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah kebiasaan yang buruk.
Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan
menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang
berisiko terhadap kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol.
Para pembuat kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat
penyediaan informasi-informasi yang diperlukan masyarakat untuk
memelihara dan mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan
sarana-sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan
buruk masyarakat. Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat
menerapkan aturan-aturan tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan
seperti misalnya aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan
(Taylor, 2003).

9
2. Lingkup Promosi Kesehatan
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan
sebagai berikut (Iqi, 2008) :
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada
pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang
tekanannya pada penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk
memengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan
kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau
pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai
bidang/sektor, sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization),
pengembangan masyarakat (community development), penggerakan
masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat
(community empowerment), dll.

3. Kegiatan Promosi Kesehatan


Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari
berbagai sumber daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace),
perlindungan (shelter), pendidikan (education), makanan (food),
pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable eco-system),
sumber daya yang berkesinambungan (a sustainable resources), serta
kesetaraan dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986).
Upaya-upaya peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua
prasyarat tersebut.

10
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi
Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah
kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk
menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut akan disediakan
terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health
Promotion Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan
promosi kesehatan berarti :
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy
public policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive
environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community
actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)

4. Strategi Promosi Kesehatan


a. Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan
kepada masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers )
dan penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan
maupun sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh
terhadap masyarakat. Dengan demikian, para pembuat keputusan
akan mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam
bentuk peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan
menguntungkan bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan
berhasil jika sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para
pejabat eksekutif dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta,
pengusaha, partai politik dan organisasi atau LSM dari tingkat pusat
sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui
pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal

11
terhadap para pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-
masalah kesehatan yang mempengarui kesehatan masyarakat
setempat, dan seminar-seminar kesehatan. (Wahid Iqbal Mubarak,
Nurul Chayantin2009).

b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan (partnership) masih relative
baru, namun demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah
terjadi sejak saman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal
istilah gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines
Leader Forum” (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan,
“Partnership is a formal cross sector relationship between
individuals, groups or organization who :
1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task
2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement as
necessary, and
4) Share both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai
suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada
kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang
peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah
dibuat,dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan
yang diperoleh. Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam
kemitraan, yakni :
1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu (yang disepakati
bersama)
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan

12
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh
WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat
di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu
dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat.
Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila
juga didasari dengan kesetaraan.
Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di
Bidang Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan,
sesuai keadaan, masalah dan potensi setempat adalah :
1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi
dan operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui
pertemuan, kegiatan bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga
kegiatan kemitraan dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang
kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program
kesehatan).
7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya
sesuai keadaan, masalah dan potensi yang ada.

c. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)


Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau
keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan
dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa
yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu
sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan berkaitan dengan
pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa

13
kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat
dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan
senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara manusia.
Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan
hubungan kekuasaaan dapat berubah. Dengan pemahaman
kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses
perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata
lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat
tergantung pada dua hal :
1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat
berubah pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara
apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada
pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang
lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk memahami konsep
pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya
pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep
tersebut telah begitu meluas diterima dan dipergunakan, mungkin
dengan pengertian presepsi yang berbeda satu dengan yang lain.
Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah
meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an,
dan kemudian berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai
decade 90-an atau akhir abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini
muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme,
Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat dengan
gelombang New-Marxisme, freudialisme, aliran-aliran seperti
Sturktualisme dan Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsep-
konsep seperti elit, kekuasaan, anti-astabilishment, gerakan populasi,

14
anti-struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil
society (Pranarka & Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan
mobilisasi tetapi partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini,
perencana, agents dan masyarakat yang dijadikan sasaran
pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan
pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002).
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah
dijadikan sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam
kehidupan sejahtera secara adil dan merata. Strategi ini cukup efektif
memandirikan masyarakat pada berbagai bidang, sehingga
dibutuhkan perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menggerakkan masyarakat
melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika
dilakukan melalui program pendampingan masyarakat (community
organizing and defelopment), karena pelibatan masyarakat sejak
perencanaan (planning), pengorganisasian (Organising),
pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan
(Controlling) program dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini
merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim,
2000).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen; perencanaan (Planning), pengorganisasiaa.n
(Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau
pengawasan (Controlling) program atau biasa disingkat POAC telah
diadopsi untuk program-program bidang kesehatan. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat
(Notoadmojo, 2003).

15
2.3 Dukungan Keluarga Terhadap Kesejahteraan Dan Kesehatan Lansia

A. Dukungan Keluarga Terhadap Kesejahteraan

Friedman (1998) menyatakan dukungan keluarga adalah sikap, tindakan


dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota
keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. (Friedman, 1998)
Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan Friedman, (2010) yaitu :.

1. Dukungan Penilaian. Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu


untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi
dan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor.
Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi
penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang
yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui
ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu lain,
penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan
perbandingan positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang
kurang mampu. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan
strategi koping individu dengan strategistrategi alternatif berdasarkan
pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang positif.

16
2. Dukungan Instrumental. Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan
jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa
bantuan nyata (instrumental support material support), suatu kondisi
dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,
termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi
atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,
menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat
saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu
memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh
individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga
sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

3. Dukungan Informasional. Jenis dukungan ini meliputi jaringan


komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya
memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan,
saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang.
Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang
dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu
untuk melawan stresor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar
dari masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari
keluarga dengan menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini
keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

4. Dukungan Emosional. Selama depresi berlangsung, individu sering


menderita secara emosional, sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Jika
depresi mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan
dicintai. Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman,
merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat,
empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya
merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan
tempat istirahat dan memberikan semangat. Sedangkan menurut Sarafino
(2004), dukungan keluarga terdiri dari :

17
a. Dukungan emosianal melibatkan ekspresi empati, perhatian,
pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau bantuan
emosional. Dengan semua tingkah laku yang mendorong perasaan
nyaman dan mengarahkan individu untuk percaya bahwa ia dipuji,
dihormati, dan dicintai, dan bahwa orang lain bersedia untuk
memberikan perhatian dan rasa aman.

b. Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi penghargaan yang


positif melibatkan pernyataan setuju dan panilaian positif terhadap
ide-ide, perasaan dan performa orang lain yang berbanding positif
antara individu dengan orang lain

c. Dukungan informasi terjadi dan diberikan oleh keluarga dalam


bentuk nasehat, saran dan diskusi tentang bagaimana cara mengatasi
atau memecahkan masalah yang ada

d. Dukungan instrumental, merupakan dukungan yang diberikan oleh


keluarga secara langsung yang meliputi bantuan material seperti
memberikan tempat tinggal, memimnjamkan atau memberikan uang
dan bantuan dalam mengerjakan tugas rumah sehari-hari

e. Dukungan kelompok (network support) merupakan suatu bentuk


dukungan sosial yang dapat memberikan dukungan bagi seseorang
dalam usaha untuk mengurangi tekanan yang dirasakan Dengan
kurangnya bentuk dukungan jaringan dari keluarga dan teman
dekatnya membuat lanjut usia merasa menjadi tidak memiliki suatu
kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial
dengan kelompoknya, sehingga membuat lanjut usia akan merasa
kesulitan untuk menceritakan keluh kesah dan mengutarakan isi
hatinya. (Sarafino, 2004)

18
Dukungan yang diberikan keluarga pada lanjut usia dalam merawat dan
meningkatkan status kesehatan adalah memberikan pelayanan dengan sikap
menerima kondisinya. (Kuntjoro Z, 2002). Dukungan keluarga adalah suatu
bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk
dukungan emosi, penghargaan, informasi dan instrumental. Dukungan sosial
keluarga mengacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota
keluarga sebagai suatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga.
Dukungan bisa atau tidak digunakan tapi anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan
dan bantuan jika diperlukan.(Bomar, 2004). Keluarga merupakan sistem
pendukung yang berarti sehingga dapat memberikan petunjuk tentang
kesehatan mental, fisik dan emosi lanjut usia. Dukungan keluarga itu dapat
dibagi menjadi empat aspek yaitu dukungan penilaian, dukungan
instrumental, dukungan informasional dan dukungan emosional (Kaplan H.I,
2010).

B. Kesejahteraan Lanjut Usia

Kesejahteraan Lanjut Usia Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan


dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan
bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani,
rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan
Pancasila. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kesejahteraan Lanjut
usia suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan dan hakhak Lanjut usia. Hak
lanjut usia dalam Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 1998, Pasal 5
mengamanatkan :

1. Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan


bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

19
2. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia
diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang
meliputi :
− pelayanan keagamaan dan mental spiritual
− pelayanan kesehatan
− pelayanan kesempatan kerja
− pelayanan pendidikan dan pelatihan
− kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan
prasarana umum
− kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum
− perlindungan sosial
− bantuan sosial.

3. Bagi lanjut usia tidak potensial mendapatkan kemudahan


sebagaimana dimaksud pada ayat 2) kecuali huruf “c”, huruf “d”,
dan huruf “h”.

4. Bagi lanjut usia potensial mendapatkan kemudahan sebagaimana


dimaksud pada ayat 2) kecuali huruf “g”.

Mencapai kesejahteraan Lanjut usia diperlukan upaya peningkatan


kesejateraan lanjut usia dilaksanakan oleh dan menjaditanggung jawab
Pemerintah dan masyarat termasuk keluarganya. Upaya tersebut
dilaksanakan secarater koordinasi antar Pemerintah dan masyarakat.
Secara rinci pelaksanaan ketentuan peraturan sebagai berikut :

− Pelayanan keagamaan dan mental spiritual bagi lanjut usia


dimaksudkan untukmempertebal rasa keimanan dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pelayanan keagamaan dan mental
spiritual diselenggarakan melalui peningkatan kegiatan keagamaan
sesuai dengan agama dan keyakinannya masing-masing. Pelayanan
keagamaan dan mental spiritual bagi lanjut usia meliputi bimbingan
beragama, pembangunan sarana ibadah dengan penyediaan
aksesibilitas bagi lanjut usia

20
− Pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia agar
kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar.
Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia dilaksanakan melalui
peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan
lanjut usia, upaya, penyembuhan (kuratif), yang diperluas pada
bidang pelayanan geriatrik/gerontologik dan pengembangan lembaga
perawatan lanjut usia yang menderita penyakit kronis dan/atau
penyakit terminal. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi
lanjut usia yang tidak mampu, diberikan keringanan biaya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

− Pelayanan kesempatan kerja bagi lanjut usia potensial dimaksudkan


membeti peluang untuk mendayagunakan pengetahuan, keahlian,
kemampuan, keterampilan, dan pengalaman yang dimilikinya.
Pelayanan kesempatan kerja dilaksanakan pada sektor formal dan
non formal, melalui perseorangan, kelompok/organisasi, atau
lembaga baik Pemerintah maupun masyarakat. Pelayanan
kesempatan kerja bagi lanjut usia potensial dalam sektor formal
dilaksanakan melalui kebijakan pemberian kesempatan kerja bagi
lanjut usia potensial untuk memperoleh pekerjaan

− Pelayanan pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk


meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan,
dan pengalaman lanjut usia potensial sesuai dengan potensi
dilaksanakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan, baik yang
diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat

− Pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan sarana


dan prasarana umum dimaksudkan sebagai perwujudan rasa hormat
dan penghargaan kepada lanjut usia.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Kebutuhan dasar pada lansia meliputi: pemenuhan kebutuhan dasar
berupa pangan (makanan), papan (perumahan) dan juga sandang (pakaian).
Kebutuhan khusus lainnya yang sangat penting bagi lansia seperti pengobatan
dasar, pengobatan lanjutan ke rumah sakit, kebutuhan kebersihan dan alat
pembersih (sikat gigi, pasta gigi, sabun mandi dan sebagainya). Selain itu
secara psikologis mereka membutuhkan program-program pelayanan social
yang memberikan mereka kesibukan sebagai pengisi waktu luang, penyaluran
hoby, terapi kelompok, olahraga dan sebagainya.

Permasalahan Lanjut usia di Indonesia cenderung meningkat baik jumlah


maupun kualitasnya seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup.
Permasalahan ini disebabkan tidak terpenuhi kebutuhan dan hak-haknya baik
karena kemiskinan ataupun karena kurangnya penegetahuan, pemahaman dan
keterampilan keluarga tentang kebutuhan, dan hak-hak Lanjut usia serta cara-
cara pemenuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak Lanjut usia
sebagaimana telah diuraikan di atas, maka keluarga diupayakan dapat
memberikan dukungan emosional, penghargaan, informasi, instrumental dan
kelompok. Tidak semua hak Lanjut usia bisa dipenuhi oleh keluarga melalui
dukungannya.

3.2 Saran
Dengan ditulisnya makalah ini nantinya dapat dimanfaatkan secara
optimal terkait dengan pengembangan mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Dan penulis menyarankan materi-materi yang ada dalam tulisan ini
dikembangkan lebih lanjut agar dapat nantinya menghasilkan tulisan-tulisan
yang bermutu. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan, semoga dapat
bermanfaat.

22
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2011. Data SP 2010 menurut kelompok umur,


http://www.bps.go.id/downloadfile/ Data_SP2010_menurut_kelompok_ umur.pdf
(accessed 15 Juni 2015)

Bomar, P. (2004). Promoting Health in Families: Applying Family Research


and Theory to Nursing Practice. Philadelphia: W.B. Sounders Company.

Departemen Sosial RI, 1999. Informasi tentang Lanjut Usia, Pusat Data dan
Informasi Kesejahteraan Sosial, Jakarta.

Friedman, M. M. (2003). Family nursing: Research, theory, and practice (5 th


edition). New Jersey: Pearson Education.

Ferry Efendi, M. (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan


Praktek Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Friedman, M. M. ( 1998). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta:


EGC.

Hoogenhout, Groot, Elst and Jolles, 2011, Effects of a comprehensive


educational group intervention in older women with cognitive complaints: A
randomized controlled trial, DOI:10.1080/ 13607 863. 2011.598846 14.

Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010a. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009,
Jakarta.

Mackin, Nelson, Delucchi, Raue, Byers, Barnes, Satre, Yaffe, Alexopoulos,


and Arean, 2013, Cognitive Outcomes After Psychotherapeutic Interventions for
Major Depression in Older Adults with Executive Dysfunction,
doi:10.1016/j.jagp.2013.11.002

Hardywinoto, S. &. (2005). Panduan Gerontology: Menjaga Keseimbangan


Kualitas Hidup Para lanjut Usia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kaplan H.I, S. B. (2010). Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Terjemahan Wijaya


Kusuma.. Jakarta: Binarupa Aksara.

23
Kuntjoro Z. (2002). Dukungan Sosial Pada Lansia. Dipetik Juli Kamis, 2016,
dari http://www.e-psikologi.co.id:14. Pearson

Pemerintah Republik Indonesia. (1992). Undang-Undang RI Nomor 10


Tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera. Jakarta: LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1992 NOMOR 35.

Watson, R. F. (2003). The Attending Nurse Caring Model. Journal of Clinical


Nursing, 360-365

24

Anda mungkin juga menyukai