DISUSUN OLEH :
KELAS : B-13 B KELOMPOK 5
i
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Program Pemerintah Tentang
Kesehatan Lansia” ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Gerontik.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN...............................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Kebijakan-Kebijakan Program Kesehatan Lansia ......................................... 3
2.2 Strategi Dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan
Lansia....................................................................................................................... 8
2.3 Dukungan Keluarga Terhadap Kesejahteraan Dan Kesehatan Lansia ........ 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 22
3.1 Simpulan ...................................................................................................... 22
3.2 Saran ............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja kebijakan-kebijakan program kesehatan lansia?
2. Bagaimana strategi dan kegiatan untuk promosi kesehatan dan
kesejahteraan lansia?
3. Bagaimana dukungan keluarga terhadap kesejahteraan dan kesehatan
lansia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mengurangi kemiskinan, memperoleh kesehatan yang lebih baik dan
mendukung kehidupan sosial kemasyarakatan. Mereka diberdayakan dengan
tetap memperhatikan fungsi, kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan,
pengalaman, usia, dan kondisi fisiknya.
Masalah penduduk lanjut usia dapat menjadi masalah besar atau peluang
yang tidak kalah besarnya. Pertambahan jumlah penduduk usia lanjut akan
menyebabkan berubahnya berbagai sendi kehidupan, ekonomi, sosial
kemasyarakatan, seperti kebutuhan hidup, makanan dan minuman. Beberapa
pelayanan dan kemudahan yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu
menjawab kebutuhan lanjut usia. Seperti belum adanya sarana dan prasarana
umum yang dapat memudahkan mobilitas lanjut usia di tempat-tempat umum,
seperti jalan untuk kursi roda, jalan bagi mereka yang bertongkat, pintu,
tangga, lift khusus untuk bangunan bertingkat, dan tempat penyeberangan
bagi pejalan kaki.
4
pemeliharaan fisik dan kesehatan, penyediaan tempat yang sehat dan
aman serta pelayanan rekreasi dan penyaluran hoby
5
yang tidak melaksanakan jaminan sosial dapat dipandang
sebagai negara yang melanggar HAM.
6
b. Kebijakan penyediaan dukungan sumber daya
Kebijakan penyediaan dukungan sumber daya yang memadai
untuk operasional Posyandu Lansia serta penguatan struktur dan
manajemen pembangunan di tingkat desa agar desa dapat benar-
benar menjadi Posyandu Lansia sebagai salah satu ujung tombak
pemberdayaan masyarakat. Manfaat dari kebijakan ini adalah
Posyandu Lansia dengan salah satu kegiatannya pemberian
makanan tambahan dapat berjalan dengan baik. Kelemahan dari
kebijakan ini selama ini belum ada yang secara tegas mengatur
dan memberikan dukungan sumber daya posyandu, penyediaan
program dan anggaran untuk mendukung operasional posyandu
masih belum memadai, dan kurangnya sumber daya manusia
untuk men- dukung posyandu.
7
2.2 Strategi Dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan
Lansia
8
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan
mengombinasikan berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor
kesehatan belaka, melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap
unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran bahwa promosi
kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada
gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus
kolektif (Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan
program kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan
lanjut usia (Taylor, 2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan
profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media massa,
para pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat
dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat
mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan
membantu mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan
tertentu. Para psikolog berperan dalam promosi kesehatan lewat
pengembangan bentuk-bentuk intervensi untuk membantu masyarakat
memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah kebiasaan yang buruk.
Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan
menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang
berisiko terhadap kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol.
Para pembuat kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat
penyediaan informasi-informasi yang diperlukan masyarakat untuk
memelihara dan mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan
sarana-sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan
buruk masyarakat. Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat
menerapkan aturan-aturan tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan
seperti misalnya aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan
(Taylor, 2003).
9
2. Lingkup Promosi Kesehatan
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan
sebagai berikut (Iqi, 2008) :
a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada
perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada
pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang
tekanannya pada penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk
memengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan
kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau
pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai
bidang/sektor, sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization),
pengembangan masyarakat (community development), penggerakan
masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat
(community empowerment), dll.
10
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi
Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah
kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk
menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut akan disediakan
terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health
Promotion Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan
promosi kesehatan berarti :
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy
public policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive
environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community
actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)
11
terhadap para pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-
masalah kesehatan yang mempengarui kesehatan masyarakat
setempat, dan seminar-seminar kesehatan. (Wahid Iqbal Mubarak,
Nurul Chayantin2009).
b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan (partnership) masih relative
baru, namun demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah
terjadi sejak saman dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal
istilah gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines
Leader Forum” (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan,
“Partnership is a formal cross sector relationship between
individuals, groups or organization who :
1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task
2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement as
necessary, and
4) Share both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai
suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada
kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang
peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah
dibuat,dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan
yang diperoleh. Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam
kemitraan, yakni :
1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu (yang disepakati
bersama)
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan
12
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh
WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat
di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu
dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat.
Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila
juga didasari dengan kesetaraan.
Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di
Bidang Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan,
sesuai keadaan, masalah dan potensi setempat adalah :
1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi
dan operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui
pertemuan, kegiatan bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga
kegiatan kemitraan dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang
kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program
kesehatan).
7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya
sesuai keadaan, masalah dan potensi yang ada.
13
kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat
dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan
senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara manusia.
Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan
hubungan kekuasaaan dapat berubah. Dengan pemahaman
kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses
perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata
lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat
tergantung pada dua hal :
1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat
berubah pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara
apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada
pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang
lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk memahami konsep
pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya
pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep
tersebut telah begitu meluas diterima dan dipergunakan, mungkin
dengan pengertian presepsi yang berbeda satu dengan yang lain.
Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah
meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an,
dan kemudian berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai
decade 90-an atau akhir abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini
muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti Eksistensialisme,
Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat dengan
gelombang New-Marxisme, freudialisme, aliran-aliran seperti
Sturktualisme dan Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsep-
konsep seperti elit, kekuasaan, anti-astabilishment, gerakan populasi,
14
anti-struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil
society (Pranarka & Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan
mobilisasi tetapi partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini,
perencana, agents dan masyarakat yang dijadikan sasaran
pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan
pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002).
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah
dijadikan sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam
kehidupan sejahtera secara adil dan merata. Strategi ini cukup efektif
memandirikan masyarakat pada berbagai bidang, sehingga
dibutuhkan perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menggerakkan masyarakat
melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika
dilakukan melalui program pendampingan masyarakat (community
organizing and defelopment), karena pelibatan masyarakat sejak
perencanaan (planning), pengorganisasian (Organising),
pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan
(Controlling) program dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini
merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim,
2000).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen; perencanaan (Planning), pengorganisasiaa.n
(Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau
pengawasan (Controlling) program atau biasa disingkat POAC telah
diadopsi untuk program-program bidang kesehatan. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat
(Notoadmojo, 2003).
15
2.3 Dukungan Keluarga Terhadap Kesejahteraan Dan Kesehatan Lansia
16
2. Dukungan Instrumental. Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan
jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa
bantuan nyata (instrumental support material support), suatu kondisi
dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,
termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi
atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,
menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat
saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu
memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh
individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga
sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.
17
a. Dukungan emosianal melibatkan ekspresi empati, perhatian,
pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau bantuan
emosional. Dengan semua tingkah laku yang mendorong perasaan
nyaman dan mengarahkan individu untuk percaya bahwa ia dipuji,
dihormati, dan dicintai, dan bahwa orang lain bersedia untuk
memberikan perhatian dan rasa aman.
18
Dukungan yang diberikan keluarga pada lanjut usia dalam merawat dan
meningkatkan status kesehatan adalah memberikan pelayanan dengan sikap
menerima kondisinya. (Kuntjoro Z, 2002). Dukungan keluarga adalah suatu
bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk
dukungan emosi, penghargaan, informasi dan instrumental. Dukungan sosial
keluarga mengacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota
keluarga sebagai suatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga.
Dukungan bisa atau tidak digunakan tapi anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan
dan bantuan jika diperlukan.(Bomar, 2004). Keluarga merupakan sistem
pendukung yang berarti sehingga dapat memberikan petunjuk tentang
kesehatan mental, fisik dan emosi lanjut usia. Dukungan keluarga itu dapat
dibagi menjadi empat aspek yaitu dukungan penilaian, dukungan
instrumental, dukungan informasional dan dukungan emosional (Kaplan H.I,
2010).
19
2. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia
diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang
meliputi :
− pelayanan keagamaan dan mental spiritual
− pelayanan kesehatan
− pelayanan kesempatan kerja
− pelayanan pendidikan dan pelatihan
− kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan
prasarana umum
− kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum
− perlindungan sosial
− bantuan sosial.
20
− Pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia agar
kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar.
Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia dilaksanakan melalui
peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan
lanjut usia, upaya, penyembuhan (kuratif), yang diperluas pada
bidang pelayanan geriatrik/gerontologik dan pengembangan lembaga
perawatan lanjut usia yang menderita penyakit kronis dan/atau
penyakit terminal. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi
lanjut usia yang tidak mampu, diberikan keringanan biaya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kebutuhan dasar pada lansia meliputi: pemenuhan kebutuhan dasar
berupa pangan (makanan), papan (perumahan) dan juga sandang (pakaian).
Kebutuhan khusus lainnya yang sangat penting bagi lansia seperti pengobatan
dasar, pengobatan lanjutan ke rumah sakit, kebutuhan kebersihan dan alat
pembersih (sikat gigi, pasta gigi, sabun mandi dan sebagainya). Selain itu
secara psikologis mereka membutuhkan program-program pelayanan social
yang memberikan mereka kesibukan sebagai pengisi waktu luang, penyaluran
hoby, terapi kelompok, olahraga dan sebagainya.
3.2 Saran
Dengan ditulisnya makalah ini nantinya dapat dimanfaatkan secara
optimal terkait dengan pengembangan mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Dan penulis menyarankan materi-materi yang ada dalam tulisan ini
dikembangkan lebih lanjut agar dapat nantinya menghasilkan tulisan-tulisan
yang bermutu. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan, semoga dapat
bermanfaat.
22
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Sosial RI, 1999. Informasi tentang Lanjut Usia, Pusat Data dan
Informasi Kesejahteraan Sosial, Jakarta.
Komisi Nasional Lanjut Usia, 2010a. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009,
Jakarta.
23
Kuntjoro Z. (2002). Dukungan Sosial Pada Lansia. Dipetik Juli Kamis, 2016,
dari http://www.e-psikologi.co.id:14. Pearson
24