Anda di halaman 1dari 82

KEGAWAT DARURAT SYSTEM GENITOURINARY ACUT RENNAL

FAILURA DAN COLLE RENA

DISUSUN OLEH KELOMPOK II

 PITRA ANISSA (aktif)

 TIRSA RUMTILI (aktif)

 PENINA KARELAU (aktif)

OKTAVIA WATTIMENA x(tdkaktif)

ASTRID DARADILLA CLAPROTH x(tdkaktif)

SHINTIA TANGKE LANGSI x(tdkaktif)

YANTI TAMBIPESSY x(tdkaktif)

WENDELINA KALABAEL x(tdkaktif)

WELHELMINA FENIMLAMBIR x(tdkaktif)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GRAHA EDUKASI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

MAKASSAR

2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Yang Maha Kuasa, pencipta alam


semesta, tidak lupa berdoa dan salam semoga dilimpahkan kepada Yang
maha kuasa karena atas rahmat dan karunia Allah tugas ini dapat kami
selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing PAK SAHAR dan dan teman–teman semua yang telah telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Tugas ini dibuat memenuhi
tugas Keperawatan Darurat Untuk mudahkahkan mahasiswa dalam
memahami makalah ini. Demikianlah makalah ini kami susun, dengan
harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu, semua itu, semua krtik dan krtik dan saran senantiasa kami harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan

gangguan fungsi fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah)(Suharyanto & Madjid, 2012).

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization

(WHO) memperlihatkan yang menderita gagal ginjal baik akut maupun kronik

mencapai 50% sedangkan yang diketahui dan mendapatkan pengobatan hanya

25% dan 12,5% yang terobati dengan baik (Hutagaol, 2017).

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal ginjal kronis berdasar

diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi

Tengah sebesar 0,5 %, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara

masingmasing 0,4 %. Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan,

Lampung,

Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur masing–masing 0,3 %.

Provinsi Sumatera Utara sebesar 0,2% (Hutagaol, 2017)

Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir atau ESRD (End

Stage Renal Desease) merupakan gangguan fungsi gagal yang progresif dan

irreversibel di mana kemampuan tubuh ginjal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia


(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Penyakit ginjal kronik

terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan

dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal

bersifat irreversibel. di Amerika Serikat dan Eropa 46%-98% menjalankan terapi

hemodialisis, meskipun hemodialisis secara efektif dapat memberikan konstribusi

yang efektif untuk memperpanjang hidup pasien, namun angka morbiditas dan

mortalitasnya masih cukup tinggi, hanya 32%-33% pasien yang menjalani terapi

hemodialisis hanya bisa bertahan pada tahun kelima (Hidayanti dkk). Gagal

ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang bersifat progresif dan

lambat, dan biasanya berlangsung selama satu tahun. Ginjal kehilangan

kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam

keadaan asupan makanan normal. Angka kejadian penderita gagal ginjal kronik di

Indonesia sampai sekarang belum ada data yang akurat dan lengkap, namun

diperkirakan penderita gagal ginjal kronik kurang lebih 50 orang per satu juta

penduduk. Umumnya GGK disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik difus dan

menahun. Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan pielonefritis merupakan

penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60%. Selain itu juga

faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan meningkatnya kejadian gagal

ginjal kronik antara lain merokok, penggunaan obat analgetik dan OAINS,

hipertensi, dan minuman suplemen berenergi. Gagal Ginjal dapat disebabkan

karena usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi

maupun penyakit gangguan metabolik lain yang dapat menyebabkan penurunan

fungsi ginjal. (Pranandari dan Supadmi, 2015) Pengobatan bagi penderita gagal

55
ginjal kronik tahap akhir, dilakukan dengan pemberian terapi dialisis seperti

hemodialisa atau transplantasi ginjal yang bertujuan untuk mempertahankan

kualitas hidup pasien. Kualitas hidup adalah sejauh mana seseorang menikmati

kemungkianan penting dalam hidupnya. Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani terapi hemodialisa masih merupakan masalah yang menarik

perhatian para profesional kesehatan. Pasien bisa bertahan hidup dengan

menjalani terapi hemodialisa, namun masih menyisakan sejumlah persoalan

penting sebagai dampak dari terapi hemodialisa. Mencapai kualitas hidup perlu

perubahan secara fundamental atas cara pandang pasien terhadap penyakit Gagal

Ginjal Kronis itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden memiliki

karakteristik individu yang baik hal ini bisa dilihat dari usia responden dimana

yang menderita penyakit gagal ginjal paling banyak dari kalangan orang tua yaitu

sebanyak 26,9 %, dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 67,3 % dan tingkat

pendidikan SMA sebanyak 44,2 % dam kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik

masuk dalam katagori tinggi yaitu 67,3 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan kualitas hidup dimensi

fisik pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit (Butar-Butar & Siregar)

Berdasarkan uraian diatas dan penentuan kasus bersama-sama dengan

pembimbing, penulis membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul Gagal Ginjal

Kronis dengan Masalah Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit di

Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

56
B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Gagal

Ginjal Kronik (GGK) dengan Masalah Keperawatan Resiko Ketidakseimbangan

Elektrolit di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)

dengan Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit.

2. Tujuan Khusus

Untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien yang

mengalami Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan Resiko Ketidakseimbangan

Elektrolit di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.Diketahuinya kesenjangan

antara teori dan praktek dalam melaksanakan pengkajian keperawatan pada

pasien yang mengalami Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan Resiko

Ketidakseimbangan Elektrolit di Rumah sakit Bhayangkara Makassar.

a. Diketahuinnya kesenjangan antara teori dan praktek dalam menegakkan

Diagnosa Keperawatan pada klien yang mengalami Gagal Ginjal Kronik

(GGK) dengan Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit di Rumah sakit

Bhayangkara Makassar.

b. Diketahuinya kesenjangan antara teori dan praktek dalam menetapkan

Rencana Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami Gagal Ginjal

Kronik (GGK) dengan Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit di Rumah

Sakit Bhayangkara Makassar.

57
c. Diketahuinya kesenjangan antara teori dan praktek dalam

mengimplementasikan Rencana Asuhan Keperawatan pada klien yang

mengalami Gagal Ginjal kronik (GGK) dengan Resiko

Ketidakseimbangan Elektrolit di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.

d. Diketahuinya kesenjangan antara teori dan praktek dalam melaksanakan

Evaluasi Keperawatan pada klien yang mengalami Gagal Ginjal Kronik

(GGK) dengan Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit di Rumah Sakit

Bhayangkara Makassar.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat teoritis

Memberikan kontribusi dalam ilmu keperawatan tentang Asuhan

Keperawatan pada pasien yang mengalami Gagal Ginjal Kronis dengan

masalah keperawatan Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit.

2. Manfaat Aplikasi

a. Manfaat Bagi Perawat

Dapat menjadi masukan bagi perawat dalam meningkatkan kualitas dalam

pemberihan Asuhan Keperawatan khususnya bagi klien yang menderita

Gagal Ginjal Kronik (GGK) untuk menbantu pasien dalam proses

penyembuhan.

b. Manfaat Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan suatu pelayanan

Asuhan Keperawatan pada klien khususnya Gagal Ginjal Kronik (GGK).

58
c. Manfaat Bagi Klien dan Keluarga

Agar klien dan keluarga bisa mengatahui penyebab dan dampak dari

penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) dan agar tidak terjadi pada keluarga

lainnya.

d. Manfaat Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam

penerapan teori-teori yang sudah diperoleh selama penelitian yang

dilaksanakan dalam pembuatan karya tulis ilmiah.

59
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Tentang Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit

1. Definisi

Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit adalah berusaha mengalami

perubahan kadar serum elektrolit.(PPNI, 2017).

Beresiko mengalami perubahan kadar elektrolit serum yang dapat

mengganggu kesehatan (Diagnosis, 2014).

Kerentanan mengalami perubahan kadar elektrolit serum, yang dapat

menggangu kesehatan (Diagnosis, 2017).

2. Faktor Resiko

a. Defisiensi volume cairan

b. Diare

c. Disfungsi endokrin

d. Kelebihan Volume cairan

e. Gangguan mekanisme regulasi

(mis., diabetes, isipidus,sindrom ketidaktepatan sekresi hormone

antidiuretik)

f. Kelebihan volume cairan

g. Efek samping obat (mis.,medikasi,drain)

h. Muntah

60
3. Faktor yang berhubungan

1. Gangguan mekanisme regulasi

2. Kelebihan asupan cairan

3. Kelebihan asupan natrium

4. Nursing Outcome Classification (NOC)

a. Fluid balance

b. Hydration

c. Nutritional Status : Food and Fluid

d. Intake

Kriteria Hasil :

1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine

normal< HT normal

2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

4) Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa

haus yang berlebihan.

5. Nursing Interventions Classification (NIC) A.

Fluid management

1) Timbang popok/pembalut jika di perlukan

2) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

3) Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat,

tekanan darah ortostatik ), jika di perlukan

4) Monitar vital sign

61
5) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian

6) Kolaborasikan pemberian cairan IV

7) Monitor status nutrisi

8) Berikan cairan IV pada suhu ruangan

9) Dorong masukan oral

10) Berikan penggantian nesogatrik sesuai output

11) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

12) Tawarkan snack ( jus buah , buah segar)

13) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebihan muncul memburuk

14) Atur kemungkinan transfusi

15) Persiapan untuk transfusi

16) Hypovolemia Management

17) Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan

18) Pelihara IV line

19) Monitor tingkat hb dan hematokrit

20) Monitor tanda vital

21) Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan

22) Monitor berat badan

23) Dorong pasien untuk menambak intake oral

24) Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan

volume cairan

25) Monitor adanya tanda gagal ginjal

62
B. Tinjauan Tentang Gagal Ginjal Kronis

1. Konsep dasar medis

a. Definisi

Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuan untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan

asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya di bagi menjadi dua

kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan

perkembangan Gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron

(biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible bila pasien

dapat bertahan dengan penyakit kritisnya (Amin, 2015)

Merupakan Gagal ginjal tahap akhir, progresif dan ireversibel di mana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Bararah &

Jauhar, 2013).

Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir

merupakan gangguan fungsi fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel

dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea

dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Suharyanto & Madjid, 2012).

Gagal Ginjal Kronis (cronic kidney disease-CKD) merupakan

kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan,

karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap, yang

mengakibatkan penunpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga

63
ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala

sakit (Tjokroprawiro,2007).

Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh

dunia dan kini diakui sebagai kondisi umum yang di kaitkan dengan

peningkatan resiko penyakit jantung dan Gagal Ginjal Kronis (CRF).

National Kidney Foundation (NKF) mendifinisikan penyakit ginjal kronis

seperti kerusakan ginjal atau tingkat ginjal menurun filtrasi glomerulus

(GFR) kurang dari 60ml/min/1,73 m2 untuk 3 bulan atau lebih. Klasifikasi

tahapan penyakit ginjal kronis , yaitu sebagai berikut.

1) Tahap 1 : kerusakan ginjal dengan GFR Normal atau meningkat (<90

ml/min/1,73m2)

2) Tahap 2 : pengurangan ringan pada GFR (60-80 ml/min/1,73m2)

3) Tahap 3 : pengurangan moderat pada GFR (30-59 ml/min/1,73m2)

4) Tahap 4 : penurunan berat badan pada GFR (15-29 ml/min/1,73m2)

5) Tahap 5 : gagal ginjal (GFR <15 ml/min/1,73m2) atau dialysis.

(Mubarak dkk, 2015)

Gagal Ginjal Kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu

mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan

kehidupan dan pemulihan fungsi tidak di mulai. Pada kebanyakan

individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang

menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun (Haryono,

2012)

64
Gagal Ginjal Kronis atau atau chronic kidney disease merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan irefersibel dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. ( Rendi

dan Margareth , 2012)

b. Anatomi fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal

1) Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan berbentuk

seperti kacang. Terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal

kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena

tertekan kebawah oleh hati. Kutup atas ginjal kanan terletak

setinggi kosta 12, sedangkan kutup atas ginjal kiri terletak setinggi

kosta 11. Setiap ginjal pada orang dewasa memiliki panjang 12

sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120 sampai 150

gram. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat,


65
terbagi menjadi dua bagian yaitu: bagian eksternal yang disebut

Korteks, dan bagian internal disebut Medula.Dilihat dari

permukaan anterior, struktur ginjal terdiri dari; arteri dan vena

renalis, saraf dan pembuluh getah bening yang keluar dan masuk

melalui hilus,

2) Ureter

Ureter merupakan pipa panjang dengan dinding yang sebagian

besar terdiri atas otot polos. Setiap ureter memiliki panjang 10

sampai 12 inci, Organ ini menghubungkan setiap ginjal dengan

kandung kemih. Organ ini berfungsi sebagai pipa untuk

menyalurkan urin ke kandung kemih.

Darah dialirkan ke dalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan

keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal

dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali

ke dalam vena kava inferior.Aliran darah yang melalui ginjal

jumlahnya 25% dari curah jantung.

Dilihat dari potongan longitudinal, struktur ginjal terdiri dari:

Kapsula, Korteks, Piramid medula, nefron (terdiri dari glomerulus

dan tubulus: proksimal, ansa Henle, distal), kaliks (minor dan

mayor), pelvis ginjal dan ureter.Penyakit ginjal dimanifestasikan

dengan adanya perubahan struktur ginjal, yaitu adanya perbedaan

panjang dari kedua ginjal yang lebih dari 1,5 cm.

3) Vesica Urinaria (Kandung Kemih)

66
Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang sebagian

besar dindingnya terdiri dari otot polos disebut muskulus detrusor

yang dapat mengempis, terletak dibelakang simfisis pubis.

Kontraksi otot ini terutama berfungsi untuk mengosongkan

kandung kemih pada saat BAK. Organ ini berfungsi sebagai wadah

sementara untuk menampung urin dan mendorong kemih keluar

tubuh dibantu oleh uretra.

4) Uretra

Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan

dari kandung kemih sampai ke luar tubuh. Panjang uretra pada

wanita 1,5 inci dan pada laki-laki sekitar 8 inci.

a) Meatus urinarius (Muara uretra)

Daerah segitiga di antara labia manora, yang berada di

anterior muara uretra dan pada posterior dibatasi oleh

orifishium vagina, disebut vestibulum vagina, vestibulum ini

berasal dari sinus urogenital dan ditutupi oleh epitel skuamosa

tipis berlapis yang rumit.

b) Meatus urinarius terlihat sebagai celah anteroposterior atau

huruf V terbalik, seperti uretra, meatus ini di lapisi oleh epitel

transisional. Mukosa vaskularnya sering kali terlipat ke luar

sehingga tampak lebih merah dibandingkan mukosa vagina

dengan epitel skuamosa yang terletak bersebelahan.

67
E

Etiologi

1.) Infeksi saluran kemih ( pielonefritis kronis) (Haryono, 2012)

Penyakit peradangan ( glomerulonefritis ) primer dan sekunder.

Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul

pascainfeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan

fisiologis utamanya dapat mengakibatkan eksresi air, natrium , dan

zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan azotemia,

peningkatan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk

glomerulonefritis kronik, di tandai dengan kerusakan glomerulus

secara progresif lambat, akan tampak ginjal mengkerut , berat lebih

kurang dengan permukaan bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron

berkurang karena iskemia, karena tubulus mengala atropi, fibrosis

intestisial dan penebalan dinding arteri.

2) Penyakit vaskuler hipertensif ( nefrosklerosis, stenosis atreri renalis).

Merupakan penyakit primer yang menyebabkan kerusakan

pada ginjal. sebaliknya, GGK dapat menyebabkan hipertensi melalui

mekanisme. Retensi Na dan H20, pengaruh vasopresor dari sistem

renin, angiotensin dan defisiensi prostaglandin; keadaan ini merupakan

salah satu penyebab utama GGK, terutama pada populasi bukan orang

kulit putih.

3) Gangguan jaringan penyambung ( SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis

sistemik).

68
4.) Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubulus ginjal). Penyakit ginjal polikistik yang di tandai dengan kista

multiple, bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun

menggangu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat

penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi H+

dari tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR yang

memadai tetap di pertahankan, akibatnya timbul asidosis metabolic.

5.) Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).

6.) Nefropati toksik.

7.) Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).

d. Patofisiologi

Menurut Rendi & Margareth (2012) menyatakan bahwa patofisiologi

Gagal Ginjal Kronis sebagai berikut :

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagaian nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa

nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi

volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam

penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal

untuk berfungsi sampai 3/4 dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang

harus di larut menjadi lebih besar dari pada yang bisa di reabsorbsi

berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena

jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi

produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala khas kegagalan ginjal

69
bila kira-kira fungsi ginjal yang telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini

fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15

ml/menit atau lebih rendah itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein ( yang

normalnya dieksresikan kedalam urin ) tertimbun dalam darah. Terjadi

uremia dan mempengaruhi sistem tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah maka, gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia

membaik setelah dialysis. (Rendi dan Margareth, 2012).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga

stadium yaitu:

1) Stadium 1a ( penurunan cadangan ginjal)


Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Bood Ureum Nitrogen

(BUN) normal dan penderita asimtomatik.

2) Stadium (insufisiensi ginjal)

Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak

(Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal ). Pada tahap ini

Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal , kadar

kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal, azotemia

ringan , timbul nokturia dan poliuri.

3) stadium 3 ( Gagal ginjal stadium akhir / uremia )

Timbul apabila 90% massa nefron telah hncur, nilai glomerulo

filtration rate 10% dari normal, kreatinin kliners 5-10 ml permenit atau

kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar Blood Ureum

Nitrogen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri.


70
e. Manifestasi Klinis

Menurut Amin (2015) menyatakan bahwa hal di bawah ini adalah

manifestasi klinis pada Gagal Ginjal :

1) Gagal ginjal kronik Menurut perjalan klinisnya:

a.) Menurunya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR

dapat menurun hingga 25% dari normal.

b.) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria

dan nukturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin

serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.

c.) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik

(lemah, latergi,anoreksia, mual muntah, nokturia kelebihan volume

cairan ( volume overload ), neuropati perifer, pruritus, uremic

frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma),yang ditandai

dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan

BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala

yang komplek.

d.) Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi , anemia, osteodistrofi

renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan

elektrolit (sodium,kalium,khlorida).

2) Gagal ginjal akut

Perjalan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi 3

stadium: oliguria, dieresis, dan pemulihan. Pembagian ini dipakai pada

71
penjelasan dibawah ini, tetapi harus diingat bahwa gagal ginjal akut

azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine lebih dari 400ml/24jam.

a.) Stadiumoliguri timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan

disertai azotemia.

b.) Stadium deuresis

1)). Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400ml/hari

2)). Berlangsung sampai 2-3 minggu

3)). Pengeluaran urin harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien

tidak mengalami hidrasi yang berlebih

4)). Tingginya kadar urea darah

5)). Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium, dan air

6)). Selama stadium ini dieresis kadar BUN mungkin meningkat

terus.

c.) Stadium penyembuhan

Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun,

dan selama itu anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi

sedikit membaik.

f. Pemeriksaan penunjang

Menurut Rendi dan Margareth (2012) menyatakan bahwa

pemeriksaan Gagal Ginjal Kronis sebagai berikut :

72
1.) Urine

a.) Volume

b.) Warna

c.) Sendimen

d.) Berat jenis

e.) Kreatinin

f.) Protein

2.) Darah

a.) BUN / Kreatinin

b.) Hitung darah lengkap

c.) Sel darah merah

d.) Natrium serum

e.) Kalium

f.) Magnesium fosfat

g.) Osmolaritas serum

3.) Pielografi intravena

a.) Menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

b.) Pielografi dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang refersibel

c.) Arteriogram ginjal

d.) Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, massa

4.) Sisteouretrogram berkemih

Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalaman, ureter, retenssi

5.) Ultrasono ginjal

73
Menunjukkan ukuran kandung kemih dan adanya massa, kista, obstruksi

pada saluran kemih bagian atas.

6.) Biopsi ginjal

Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menemukan sel jaringan

untuk diagnosis histology.

7.) Endoskopi ginjal nefroskopi

Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal : keluar batu, hematuria dan

pengangkatan tumor efektif.

8.) EKG

Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam

basa, aritmia, hipertropi ventrikel dan tanda-tanda parikarditis.

g. Penatalaksanaan

Menurut Rendi dan Margareth (2012) menyatakan bahwa

penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis sebagai berikut :

1). Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam biasanya

diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan

terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan,

urine dan pencatatan keseimbangan cairan.

2). Diet tinggi kalori dan rendah protein

Diet rendah protein (20-40) g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan

gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan

uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari

masukan berlebih dari kalium dan garam.


74
3). Kontrol hipertensi

Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan

cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering di

perlukan diuretic loop, selain obat anti hipertensi.

4). Kontrol ketidakseimbangan elektrolit

Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk

mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi

hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium.

5). Obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium

(misalnya,penghambat ACE dan obat anti inflamasi nonsteroid),asidosis

berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari

sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan

EKG.

6). Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal.

7). Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfar seperti

alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3.000

mg) pada setiap makan.

8). Deteksi dini dan terapi infeksi.

Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi

lebih ketat.

9). Modifikasi terapiobat dengan fungsi ginjal.

Banyak obat-obatan yang harus di turunkan dosisnya karena

metaboliknya toksis dan dikeluarkan oleh ginjal.


75
10). Deteksi dini dan terapi komplikasi.

Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, parikarditis,

neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang

meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, kelebihan cairan yang

meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan,

sehingga diperlukan dialysis.

11). Persiapkan dialysis dan program transplantasi.

Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik di deteksi . indikasi

dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang

jelas meski telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi komplikasi.

h. Komplikasi

Menurut Suharyanto dan Madjid (2012) komplikasi yang terjadi pada

penderita Gagal Ginjal Kronis yaitu :

1.) Hipertensi

2.) Hiperkalemia

3.) Anemia

4.) Asidosis

5.) Diet rendah fosfat

6.) Pengobatan hiperurisemia.

3. Konsep Dasar Keperawatan

a. Pengkajian

Menurut Rendi dan Margareth (2012) menyatakan bahwapengkajian pada

Gagal Ginjal Kronis sebagai berikut :

76
1) Biodata

a) Identitas Klien

b) Identitas Penanggung jawab 2) Riwayat Kesehatan

a) Keluhan Utama

3) Riwayat Kesehatan Sekaang

4) Riwayat Kesehatan Dulu

5) Riwayat Kesehatan keluarga

6) Genogram

7) Riwayat Kesehatan Lingkungan

8) Fokus Pengkajian

a) Aktifitas / Istirahat

Gejala :

1)). Kelelahan ekstem, kelemahan malaise

2)). Gangguan tidur ( insomnis / gelisah atau samnolen) Tanda :

1)). Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentan gerak

b) Sirkulasi

Gejala :

1)). Riwayat hipertensi lama atau berat

2)). Palpitasi , nteri dada (angina) Tanda :

77
1)). Hipertensi, nadi kuat, edama jaringan umun dan piting pada

kaki, telapak tangan

2)). Disritmia jantung

3)). Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik

4)). Friction rub perikardial

5)). Pucat pada kulit

6)). Kecenderungan perdarahan

c) Integritas ego

Gejala :

1)). Faktor stres contoh finansial , hubungan dengan orang lan

2)). Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan Tanda :

1)). Menolak , ansietas, takut , marah , mudah terangsang ,

perubahan kepribadian

d) Eliminasi

Gejala :

1)). Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut)

2)). Abdomen kembung, diare dan konstipasi

Tanda :

1)). Perubahan warna urin, contoh kuning pekat , merah ,

coklat, berawan

2)). Oliguria, dapat menjadi anuria

e) Makanan/Cairan

78
Gejala :

1)). Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)

2)). Anoreksia , nyeri ulu hati, mual/muntah , rasa metalik tak sedap

pada mulut (Pernafasan ammonia)

Tanda :

1)). Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)

2)). Perubahan turgor kulit/kelembaban

3)). Edema (umum, tergantung

4)). Ulserasi gusi , perdarahan gusi/lidah

5)). Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak

bertenaga

f) Neurosensori

Gejala :

1)). Sakit kepala , penglihatan kabur

2)). Kram otot/kejang, sidrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada

telapak kaki

3)). Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas bawah

(neuropati perifer)

Tanda :

1)). Gangguan status mental, contohna penurunan lapang perhatian ,

ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau,

penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma


79
2)). Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang

3)). Rambut tipis, uku rapuh dan tipis

g) Nyeri/Kenyaman

Gejala :

1)). Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki Tanda :

1)). Perilaku berhati-hati/distraksi , gelisah

h) Pernafasaan Gejala :

1)). Nafas pendek , dispnea noktural,

paroksimal, batuk dengan/tanpa stupum

Tanda :

1)). Takipnea , dispnea, pernafasan kusmaul

2)). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)

3)). Keamanan

Gejala :

1)). Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi

Tanda :

1)). Pruritus

2)). Demam (sepsis, dehidrasi)

80
b. Diagnosa Keperawatan

Menurut North American

Nursing Diagnosis

Association (NANDA)

(2015) dan NIC-NOC

diagnosa keperawatan yang

bisa muncul pada klien

dengan Gagal Ginjal

Kronik (GGK) adalah :

1) Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung,

penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat

2) Nyeri akut

3) Kelebihan volume cairan b.d penuruna haluaran urine, diet berlebihan dan

retennsi cairan serta natrium

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual

dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut

5) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perlemahan aliran darah

keseluruhan tubuh

6) Intolerasi aktifitas b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah

7) Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d kelebihan volume cairan

d. Rencana Tindakan Keperawatan

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (2015) dan NIC-

NOC berdasarkan diagnosis keperawatan diatas, maka yang di

81
prioritaskan adalah :

1) Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penuruna curah jantung,


penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat

N Diagnosa Nursing Outcomes Nursing


o keperawatan Clasification (NOC) Intervention
classification
(NIC)

82
1 Definisi : a. Respitatory Airway
kelebihan atau status : Management :
defisit pada Gas exchange a. Buka jalan
oksigenasi b. Respiratory nafas, gunakan
dan/atau Status : teknik chin lift
eliminasi karbon atau jaw thrust
ventilation
dioksida pada bila perlu
c. Vital sign status
membran b. Posisikan
Kriteria hasil:
alveolar-kapiler pasien untuk
a. Mendemonstrasikan
Batasan memaksimalka
peningkatan ventilasi
karakteristik : n ventilasi
dan oksigenasi yang
a. PH darah c. Identikasi
adekuat
arteri pasien perlunya
b. Memelihara
abnormal pemasangan
kebersihan paru-paru
b. PH arteri alat jalan nafas
dan bebas dari tanda-
abnormal buatan
tanda distress
c. Pernafasan d. Pasang
abnormal pernafasan
c. Mendemonstrasikan mayo
(mis.,kecepat bila perlu
an,irama batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, e. Lakukan
kedalaman)
tidak ada sianosis dan fisioterapi dada
d. Warna kulit
dyspneu jika perlu
abnormal
(mis.,pucat,ke (mampu f. Keluarkan
hitaman) mengeluarkan sputum, secret dengan
mampu bernafas batuk atau
e. Konfusi
dengan mudah, tidak section
f. Sianosis (pada
ada pursed lips) g. Auskultasi
neonatus
d. Tanda-tanda vital suara nafas,
saja)
dalam rentan normal catat adanya
g. Penurunan
suara tambahan
karbon
h. Lakukan
dioksida
suction pada
h. Diaforesia
mayo
i. Dispnea i. Berikan
j. Sakit kepala bronkodilator
saat bangun bila perlu
k. Hiperkapnia j. Berikan
l. Hipoksemia pelembab
m.Hipoksia udara
n. Iritabilitas k. Atur intake
o. Napas cuping untuk cairan
hidung mengomptimal
p. Gelisah kan
keseimbangan
l. Monitor
83
q. Samnolen respirasi dan
r. Takikardi status
s. Gangguan Respiratory
penglihatan Faktor Monitoring
yang a. Monitor
behubungan : ratarata,
a. Perubahan kedalaman
membran , irama dan
alveolarkapiler usaha respirasi
b. Ventilasiperfusi b. Catat
pergerakan
dada, amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
supraclavicular
dan intercostals
c. Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
d. Monitor pola
nafass :
bradipena,
takipenia,
kusmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
e. Catat lokasi
trakea
f. Monitor
kelemahan otot
diagfragma
(gerakan
paradoksis)
g. Auskultasi
suara nafas,
catat area
penurunan /
tidak adanya
ventilasi dan
suara tambahan
h. Tentukan
kebutuhan
84
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan
ronkhil pada
jalan nafas
utama
i. Auskultasi
suara paru
setelah tindakan
untuk
mengetahui
hasilnya

2) Nyeri akut b.d agen cidera biologis

N Diagnosa Nursing Outcomes Nursing


o keperawatan Clasification (NOC) Intervention
classification
(NIC)
Definisi : 1) Pain level, Pain
pengalaman sensori 2) Pain control, management
dan emosional yang 3) Comfort level 1. lakukan
tidak Kriteria hasil : pengkajian
menyengangkan a) Mampu mengontrol nyeri
yang muncul akibat nyeri (tahu secara
kerusakan jaringan penyebab nyeri, komprehen
yang actual atau mampu sif
potensial atau di menggunakan termaksuk
gambarkan dalam hal tehnik lokasi,
kerusakan nonfarmakologi kualitas dan
sedemikian rupa untuk mengurangi faktor
(International nyeri mencari presipitas
Association for the bantuan) 2. observasi
study of pain ) : b) Melaporkan bahwa reaksi
awitan yang tiba-tiba nyeri berkurang nonverbal
atau lambat dari dengan dari
intensitas ringan menggunakan ketidaknya
manajeman nyeri manan
hingga berat dengan
c) Mampu mengenali 3. gunakan
akhir yang dapat di
nyeri (skala, teknik
antisipasi atau
intensitas, frekuensi komunikasi
diprediksi dan

85
berlangsung <6 dan tanda nyeri) terapeutik untuk
bulan. Batasan d) Menyatakan rasa mengentah
karakteristik : nyaman setelah ui
a) Perubahan selera nyeri berkurang pengalama
makan n nyeri
b) Perubahan pasien
tekanan darah 4. kaji kultur yang
c) Perubahan mempengar uhi
frekwensi jantung respon nyeri
d) Perubahan 5. evaluasi
frekwensi pengalama
pernapasan n nyeri
e) Laporan isyarat masa lampau
f) Diaphoresis 6. evaluasi
g) Perilaku bersama pasien
disraksi dan tim
(mis.,berjalan kesehatan lain
mondar-mandir tentang
mencari orang ketdakefekt
lain dan atau ifan control
aktivitas lain, nyeri maasa
aktivitas yang lampau
berulang) 7. bantu pasien
h) Mengekspresikan dan keluarga
perlaku untuk mencari
(mis.,gelisah, dan
merengek, menemuka
menangis) n dukungan
i) Masker wajah 8. kontrol
(mis.,mata lingkungan
kurang yang dapat
bercahaya, mempengar uhi
tampak kacau, nyeri
gerakan mata seperti suhu
berpencar atau ruangan,pe
tetap pada satu
focus meringis)
j) Sikap melindungi
area nyeri
k) Focus menyempit
(mis.,gangguan
presepsi nyeri,

86
hambatan proses ncahayaan
berfikir, dan
penurunan kebisingan
interaksi dengan 9. kurang
orang lain faktor
lingkungan) presipitaasi
l) Indikasi nyeri nyeri
yang dapat 10. pilih
diamati dan
m) Perubahan posisi lakukan
untuk penanganan
menghindari nyeri nyeri
n) Sikap tubuh (farmakolo
melindungi gi dan inter
o) Dilatasi pupil personal)
p) Melaporkan nyeri 11. monitor
secara verbal penerimaan
q) Gangguan tidur pasien
tentang
Faktor yang manajamen
berhubungan : t nyeri
a) Agen cedera 12. Analgesica
(mis.,biologis, zat d
kimia, fisik, ministratio
psikologis harga n
diri rendah pemberian
situasional Tentukan
perubahan peran lokasi,
social tahap katrakteristi
perkembangan k, kualitas,
tahap pertumbuhan dan derajat
gangguan obat nyeri
psikoatif sebelum
pemberian
obat
13. Cek intruksi
dokter
tentang
jenis obat,
dosis dan
frekwensi
14. Cek riwayat
alergi

87
15. Pilih
analgesik
yang
diperlukan
atau
kombinasi
dari
analgesik
ketika
pemberian
lebih
dari satu
16. Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung
tipe dan
beratnya
nyeri
17. Tentukan
analgesik
pilihan, rute
pemberian
dan dosis
optimal
18. Pilih rute
pemberian
secara IV,
IM untuk
pengobatan
nyeri secara
teratur
monitor
vital
sign
sebelum dan
sesudah

88
3) Kelebihan volume cairan b.d penuruna haluaran urine, diet berlebihan dan
retennsi cairan serta natrium

No Diagnosa Nursing Outcomes Nursing


keperawatan Clasification (NOC) Intervention
classification
(NIC)
Definisi : a. Electrolit and acid Fluid
peningkatan base balanca management :
retensi b. Fluid balance a. Timbang
cairan c. Hydration Kriteria popok/pembalu
isotonic Batasan hasil : t jika di
karakteristik a. Terbebas dari perlukan
a. Bunyi edema, efusi, b. Pertahankan
nafas anaskara catatan intake
adventisius b. Bunyi nafas bersih, dan output yang
b. Gangguan tidak ada akurat
elektrolit dyspneu/ortopneu c. Pasang urine
c. Anasarka c. Terbebas dari kateter jika
d. Ansietas distensi vena diperlukan
e. Azotemia jugularis, reflek d. Monitor hasil
hepatojugulat(+) Hb yang sesuai
f. Perubahan
d. Memelihara dengan retensi
tekanan darah
tekanan vena cairan (BUN ,
g. Perubahan
status mental sentral, tekanan Hmt ,
h. Perubahan kapiler paru, output Osmoalitas
pola jantung dan vital urine)
pernafasan sign dalam batas e. Monitor status
penurunan normal hemodinamik
hematokrit e. Terbebas dari termasuk CVP ,
i. Penurunan kelelahan, MAP , PAP ,
hemoglobin kecemasan atau dan PCWP
j. Dispnea kebingungan f. Monitor vital
k. Edema f. Menjelaskan sign
l. Peningkatan indikator kelebihan g. Monitor indikasi
tekanan vena cairan retensi/kelebiha
sentral n cairan
m. Asupan (cracles, CVP ,
melebihi edema , distensi
haluaran vena leher
n. Distensi vena asites)
jugularis h. Kaji lokasi dan
o. Oliguria
p. Ortopnea

89
q. Efusi pleura luas edema
r. Refleksi i. Monitor
hepatojugular masukan
positif makanan /
s. Perubahan cairan dan
tekanan arteri hitung intake
pulmunal kalori
t. Kongesti j. Monitor status
pulmunal nutrisi
u. Gelisah k. Kolaborasi
v. Perubahan pemberian
berat diuretik sesuai
jenis interuksi
urine l. Batasi masukan
w. Bunyi jantung cairan pada
S3 keadaan
x. Penambahan hiponatrermi
berat badan dilusi dengan
dalam waktu serum Na < 30
sangat mEq/I
singkat m. Kolaborasi
Faktor dokter jika tanda
yang cairan
berhubungan : a. berlebih muncul
Gangguan memburuk
mekanisme Fluid monitoring
regulasi a. Tentukan
b. Kelebihan riwayat jumlah dan
asupan cairan tipe intake cairan
c. Kelebihan dan
asupan eliminasi
natrium b. Tentukan
kemungkinan
faktor resiko
dari
ketidakseimban
gan cairan
(Hipertermia,
terapi diuretic,
kelainan renal,
gagal jantung,
diaporesis ,
disfungsi hati,

90
dll)
c. Monitor berat
badan
d. Monitor serum
dan elektrolit
urine
e. Monitor serum
dan osmilalitas
urine
f. Monitor BP,
HR, dan RR
g. Monitor
tekanan darah
orthostatic dan
perubahan
irama jantung
h. Monitor
parameter
hemodinamik
infasif
i. Catat secara
akutar intake
dan output
j. Monitor adanya
distensi leher,
rinchi, oedem
oerifer dan
penambahan
BB
k. Monitor tanda
dan gejala dari
odema

4). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut

No Diagnosa Nursing Outcomes Nursing


keperawatan Clasification (NOC) Intervention
classification
(NIC)

91
Ketidakseimban 1. Nutritional Status : Nutrition
gan nutrisi 2. Nutritional Status: Food Management
kurang and Fluid 1. Kaji adanya
dari 3. Intake alergi makanan
kebutuhan tubuh. 4. Nutritional Status : 2. Kolaborasi
Definisi: nutrient Intake Weight dengan ahli gizi
Asupan nutrisi control Kriteria Hasil: untuk
tidak cukup 1. Adanya peningkatan menentukan
untuk memenuhi berat badan sesuai jumlah kalori
kebutuhan dengan tujuan dan nutrisi
metabolik. 2. Berat badan ideal sesuai yang
Batasan dengan tinggi badan dibutuhkan
karaktristik: 3. Mampu mengidentifikasi pasien
1. Kram abdomen kebutuhan nutrisi 3. Anjurkan pasien
Nyeri abdomen 4. Tidak ada tanda tanda untuk
2. Menghindari malnutrisi meningkatkan
makanann 5. Menunjukkan intake Fe
3. Berat peningkatan 4. Anjurkan
badan fungsi pengecapan pasien utuk
20% atau dari meningkatkan
lebih dibawah menelan protein dan
berat badan Tidak terjadi penurunan vitamin C
ideal berat badan yang berarti 5. Berikan
4. Kerapuhan subtansi gula
kapilerr 6. Yakinkan diet
5. Diare yang
6. Kehilangan diberikan
rambut mengandung
berlebihan tinggi serat
7. Bising untuk
usus mencegah
hiperaktif konstipasi
8. Kurang 6. Berikan
informasi makanan yang
9. Kurang minat terpilih (sudah
pada makanan dikonsultasikan
10. dengan ahi
Penurunan gizi)
berat badan 7. Ajarkan pasien
dengan asupan bagaimana
makanan membuat
adekuat catatan
11. makanan harian
Kesalahan 8. Monitor jumlah
komsepsi
92
12. nutrisi dan
Membrane kandungan
mukosa pucat kalori
13. 9. Berikan
Ketidakmampuan informasi
makan tentang
makanan kebutuhan
14. nutrisi
Tunos otot 10. Kaji
menurun kemampuan
15. pasien unuk
Mengeluh asupan mendapatkan
makanan nutrisi yang
Faktor yang dibutuhkan
berhubungan: Nutrition
1. Faktor biologis Monitorig
2. Ketidakmamp 1. Berat badan
uan mengabsorb- pasien dalam
si nutrient batas normal
16. 2. Monitor adanya
faktor penurunan
psikologis berat badan
3. Monitor tipe
dan jumlah
aktivias yang
bisa dilakukan
4. Monitor
interaksi anak
atau orang tua
selama makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan
7. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
8. Monitor tugor
kulit
93
9. Monitor
kekeringan,
ram but
kusam, dan
mudah patah
10. Monitor
mual dan
muntah
11. Monitor
kadar albumin,
total protein, Hb
dan kadar
Ht
12. Monitor
pertumbuha
n dan
perkemban
ga
13. Monitor
pucat,kelemaha
n, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
14. Monitor
kalori dan
intake nutrisi
15. Catat
adanya
edema,hipe
rem ik,

hipertonik
papilla
lidah
dan cavitas
oral Catat
jika lidah
berwarna
magenta,
scarlet.

94
5) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perlemahan aliran darah keseluruhan

tubuh

No Diagnosa Nursing Outcomes Nursing


keperawatan Clasification (NOC) Intervention

classification
(NIC)

95
Definisi : a. Circulation status Mendemonstrasik
penurunan b. Tissue perfusion an status sirkulasi
sirkulasi darah ke : cerebral yang di tandai
perifer yang dapat Kriteria hasil : dengan :
menggangu a. Tekanan systole dan a. Berkomunikasi
kesehatan diastole dalam dengan jelas
Batasan rentang yang di dan sesuai
karakteristik : harapkan dengan
a. Tidak ada b. Tidak ada ortostatik kemampuan
nadi hipertensi b. Menunjukkan
b. Perubahan c. Tidak ada tandatanda perhatian,
fungsi motorik peningkatan tekanan konsentrasi dan
c. Perubahan intracranial (tidak orientasi
karakteristik lebih dari 15 mmHg) c. Memproses
kulit (warna, informasi d.
elastisitas , Membuat
rambut, keputusan
kelembapan , dengan benar
kuku, sensasi
, suhu)
d. Indek
anklebrakhial
<0,90
e. Perubahan
tekanan darah
diekstremitas
f. Waktu
pengisian
kapiler >3
detik
g. Klaudikasi
h. Warna tidak
kembali ke
tungkai saat
tungkai
diturunkan
i. Kelemabtatan
menyembuhk
an luka
perifer
penurunan

96
nadi
j. Edema
k. Nyeri
ekstremitas
l. Bruit femoral
m. Pemedekan
jarak
total
yang
ditempuh
dalam uji
berjalan enam
menit
n. Pemendekan
jarak bebas
nyeri yang di
tempuh dalam
uji berjalan
enam menit
o. Perestesia
p. Warna kulit
pucat saat
elevasi

6) Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah

No Diagnosa keperawatan Nursing Outcomes Nursing


Clasification (NOC) Intervention
classification
(NIC)
Intoleransi aktivitas 1. Energy Activity therapy
Definisi : conservation a) Kolaborasia
ketidakcukupan energi 2. Activity tolerance kan dengan
psikologis atau 3. Self care : ADLs tenaga
fisiologis untuk Kriteria Hasil rehabilitasi
melanjutkan atau a) Berpartisipasi medik dalam
menyelesaikan aktivitas dalam aktivitas merencanak an
kehidupan sehari-hari fisik tanpa disertai program terapi
yang harus atau yang peningkatan yang tepat.
ingin dilakukan. tekanan darah , b) Bantu klien
Batasan karakteristik : nadi dan RR
a) Respon tekanan b) Mampu

97
darah abnormal melakukan untuk
terhadap aktivitas aktivitas sehari- mengidentifi
b) Respon frekwensi hari (ADLs) kasi
jantung normal secara mandiri aktivitas
terhadap aktivitas c) Tanda-tanda vital yang
c) Perubahan EKG yang normal mampu
mencerminkan aritmia d) Energy psikomotor dilakukan
d) Ketidaknyamanan e) Level kelemahan c) Bantu untuk
setelah beraktivitas memilih
f) Mampu
e) Dipsnea setelah aktivitas
berpindah: dengan
konsisten
beraktivitas atau tanpa
yang sesuai
f) Menyatakan bantuan alat
dengan
merasa g) Status kemampuan
letih kardiopulmunari fisik,
g) Menyatakan adekuat psikologi
merasa lemah h) Sirkulasi status dan social
Faktor yang baik d) Bantu untuk
berhubungan i) Status respirasi mengedident
a) Tirah baring atau pertukaran gas dan ifikasi dan
imobilisasi ventilasi
mendapatka n
b) Kelemahan umum adekuat
sumber
c) Ketidakseimbangan yang
antara suplei dan diperlukan
kebutuhan oksigen untuk
d) Imobilitas aktivitas
e) Gaya hidup monoton yang di
inginkan
e) Bantu untuk
mendapatka
n alat
bantuan
aktivitas
seperti kursi
roda, krek
f) Bantu untuk
mengidentifi
kasi
aktivitas
yang di
sukai
g) Bantu klien
untuk
membuat

98
jadwal latihan
diwaktu luang
h) Bantu
pasien/kelua
rga untuk
mengidentifi
kasi
kekurangan
dalam
beraktivitas
i) Bantu pasien
untuk
mengemban
gkan motivasi
diri dan
penguatan
j) Monitor
respon fisik,
emosi, social
dan
spiritual

7) Resiko ketidakseimbangan elektolit b.d Kelebihan volume cairan

No Diagnosa keperawatan Nursing Outcomes Nursing


Clasification Intervention
(NOC) classification
(NIC)
Definisi : berisiko 1. Fluid balance Fluid
mengalami perubahan kadar 2. Hydration management
elektrolit serum yang dapat 3. Nutritional 1) Timbang
mengganggu kesehatan status : Food popok/pembalut
Faktor resiko and fluid jika di perlukan
a) Defisiensi volume cairan 4. Intake Kriteria 2) pertahankan
b) Diare Hasil catatan intake
c) Disfungsi endokrin 1)Mempertahankan dan output yang
d) Kelebihan volume cairan urine output akurat

99
e) Gangguan mekanisme sesuai dengan 3) Monitor status
regulasi (mis., diabetes, usia dan BB, BJ hidrasi
isipidus, sindrom urine normal< (kelembaban
ketidaktepatan sekresi HT normal membrane
hormon antidiuretik) 2) Tekanan darah, mukosa, nadi
f) Kelebihan volume cairan nadi, suhu tubuh adekuat,
g) Efek samping obat (mis., dalam batas tekanan darah
medikasi,drain) normal ortostatik ), jika
h) muntah 3) Tidak ada di perlukan
tandatanda 4)Monitor vital
dehidrasi sign
4). Elastisitas 5) Monitor
turgor kulit baik, masukan
membrane makanan /
mukosa lembab, cairan dan
tidak ada rasa hitung intake
haus yang kalori harian
berlebihan 6) kolaborasikan
pemberian cairan
IV
7) monitor status
nutrisi
8) berikan cairan IV
pada suhu
ruangan
9) dorong masukan
oral
10) Berkan
penggantian
nesogatrik
sesuai output
11) Dorong
keluarga untuk
membantu
pasien makan
12) tawarkan
snack ( jus buah ,
buah segar)
13) kolaborasi
dokter jika tanda
cairan
berlebihan
muncul
memburuk

100
14) Atur
kemungkinan
transfusi
15) persiapan
untuk gtransfusi
Hypovolemia
Management
16) Monitor
status cairan
termasuk intake
dan
output cairan
17) pelihara
IV line
18) monitor
tingkat hb dan
hematokrit
19) monitor
tanda vital
20) Monitor
respon pasien
terhadap
penambahan
cairan
21) Monitor
berat badan
22) Dorong
pasien untuk
menambak
intake oral
23) Pemberian
cairan IV
monitor adanya
tanda dan gejala
kelebihan
volume cairan
24) Monitor
adanya tanda
gagal ginjal.

101
e. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah tahap proses

Keperawatan dengan melaksanakan berbagai Strategi Tindakan Keperawatan

yang telah direncanakan (Rahma,

2017).

f. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi mengacu kepada penilaian dan perbaikan, Perawat

menemukan penyebab mengapa suatu Proses Keperawatan dapat berhasil

atau gagal (Rahma, 2017).

102
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN.

A. Hasil

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Bhayangkara adalah Rumah Sakit yang berdiri sejak tahun 1965

berada di jalan Let.Jend Pol. Mappa Oudang, Jongaya, Tamalate, Kota

Makassar, Sulawesi Selatan, 90134. Rumah Sakit ini mampu memberikan

Pelayanan Kedokteran Spesialis dan Subspesialis terbatas. Rumah Sakit ini

juga menampung Pelayanan rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten dan

khususnya Rumah Sakit Polri bagian Timur Indonesia.

Rumah Sakit ini sudah menjadi Badan Pelayanan Umum (BLU),

dan tetap memberikan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan, juga menjadi Rumah Sakit Rujukan Khususnya Anggota Polisi dan

Keluarganya dari Kawasan Indonesia Timur. Letak Rumah Sakit ini di sebelah

Barat berbatasan dengan Jalan Letjend, Pol. Mappaoudang Makassar, sebelah

Utara berbatasan dengan Kampus Akademi Keperawatan Mappa Oudang

Makassar, sebelah Timur berbatasan Jalan Kumala 1, sebelah Selatan

berbatasan dengan Jalan Mallombassang. Ruangan Perawatan Gelatik

merupakan ruangan tempat penulis melakukan Penelitian selama 3 hari dimana

pasien dirawat di Bed 07 Gelatik, dimana ruangan Gelatik merupakan ruangan

dengan standar kelas III dan ruangan Gelatik memiliki 14 Bad.

103
2. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Pengumpulan Data

a) Identitas

(1) Identitas pasien

Nama pasien : Nn. F

Usia/ tanggal lahir : 19 Tahun / 18 Februari 1999

Jenis kelamin : Perempuan

Agama/keyakinan : Islam

Suku/bangsa : Makassar, Indonesia

Status pernikahan : Belum Menikah

Pekerjaan : Pelajar

Nomor rekam medik : 290555


Tanggal masuk rumah sakit : 2018

Tanggal pengkajian : 2018 (2)

Penanggung jawab

Nama : Ny. S

Usia : 39 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Hubungan dengan pasien : Ibu

b) Keluhan Utama

(1) Keluhan utama : Sesak

104
Alasan Kunjungan : Pasien Mengatakan sesak dan batuk

sehingga ibunya membawa ke Rumah sakit karena sesaknya

kurang lebih 5 hari.

(2) Faktor Pencetus

(3) Lamanya keluhan : ± 5 hari

(4) Timbulnya keluhan : Hilang timbul

(5) Faktor yang mempeberat

c) Riwayat Kesehatan

(1) Riwayat kesehatan sekarang : pasien Nampak lemah,

terpasang infus, hasil TTV TD : 140/100, S : 36,7°C, P : 28×/I

, N : 80×/i

(2) Riwayat kesehatan lalu : pasien mengatakan pernah dirawat di

rumah sakit sebulan yang lalu karna demam.

105
(3) Riwayat kesehatan keluarga

Genogram 3 generasi

? ? ? ? ?

42 39

? ? ? ?

19

Keterangan :
= Laki-Laki

= Garis keturunan

= Perempuan = Garis perkawinan

X = Meninggal = Tinggal serumah

? = Tidak diketahui umurnya = Pasien

G1 : Kakek dan Nenek pasien telah meninggal dunia karna faktor gerontik

106
G2 : Ayah dan Ibu pasien masih hidup

G3 : Pasien merupakan anak pertama dari empat bersaudara

d) Riwayat Psikososial

(1) Pola konsep diri

Tidak ada perubahan dari diri pasien

(2) Pola kognitif

Pasien mengetahui penyakitnya

(3) Pola koping

Pasien mengatakan penyakit yang di derita sudah takdir dan

bisa segera sembuh

(4) Pola interaksi

Pasien mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya

e) Spiritual

(1) Keadaan pasien beribadah

Saat dirawat di rumah sakit pasien tidak pernah sholat

(2) Dukungan keluarga pasien

Keluarga sangat mendukung untuk pasien segera sembuh

(3) Ritual yang biasa dijalankan pasien

Pasien selalu berdoa untuk kesembuhannya

f) Pemeriksaan Fisik

(1) Keadaan umum pasien

(a) Tanda-tanda distruss

Tidak ada tanda-tanda distruss dalam diri pasien

107
(b) Penanmpilan dihubungkan dengan usia

Pasien berpakaian sesuai usia

(c) Ekspresi wajah

Pasien Nampak lemah

(d) Tinggi Badan : 169 CM

Berat Badan : 36

KG (2) Tanda-Tanda Vital

TD : 140/100 mmHg

N : 80x/i

S : 36,7°c

P : 28x/i

(3) Sistem pernfanasan

(a) Hidung

Hidung simetris, polip tidak ada. tidak ada pernafasan cuping

hidung, penciuman baik

(b) Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid

(c) Dada

Bentuk dada simetris, suara nafas : ronchi

(4) Sistem Cardiovaskuler

Ukuran jantung normal, suara jantung

(5) Sistem pencernaan

(a) Bibir : Kering , Pecah-pecah , tidak ada plato skizis

108
(b) Gaster : kembung , tidak ada nyeri tekan

(c) abdomen

(d) tidak lecet pada anus , tidak ada hemoroid

(6) Sistem indra

(a) Mata kelopak mata : normal, bulu mata : Normal, alis :

Normal, lapang pandang : Normal

(b) Hidung

Penciuman : normal, tidak ada mimisan

(c) Telinga

Daun telinga simetris, tidak ada serumen, fungsi

pendengaran baik

(7) Sistem syaraf

(a) Fungsi cerebral

Status mental orientasi, daya ingat baik , perhatian dan

perhitungan baik , Bahasa : pasien menggunakan bahasa

Indonesia, Kesadaran (E : 4 M : 6 V : 5) GCS 15

composmentis, Bicara : Baik

(b) Fungsi cranial

(1)) Nervus I : penciuman baik

(2)) Nervus II : Penglihatan baik

(3)) Nervus III,IV,VI : Gerakan bola mata baik

(4)) Nervus V : Sensorik dan motorik baik

(5)) Nervus VII : fungsi sensorik dan motorik baik

109
(6)) Nervus VIII : Pendengaran dan keseimbangan bagus

(7)) Nervus IX : Fungsi menelan baik

(8)) Nervus X : pergerakan kepala dan bahu baik

(9)) Nervus XI : Gerakan lidah baik

(10)) Nervus XII :

(c) Fungsi motorik

Kekuatan otot

Massa otot

(d) Fungsi sensorik

(8) Sistem Muskoloskeletal

(a) Bentuk kepala simetris, gerakan normal

(b) Vertebrae normal

(c) Kaki, tidak bengkak

(9) Sistem Integumen

(a) Rambut warna hitam bersih

(b) Kulit kuning langsat , temperature 36,7°c

(c) Kuku pendek dan bersih

(10) Sistem endokrin

(a) kelenjar thyroid tidak ada

(b) eskresi urine berlebihan

(c) Suhu tubuh tidak seimbang dan sering berkeringan saat

malam

(d) urine tidak di kelilingi semut

110
(11) Sistem perkemihan

Tidak sakit pada kandung kemih saat BAK, tidak kencing

batu

(12) Sistem reproduksi

(a) Wanita

(b) Payudara : Baik, Vagina : Tidak ada radang pada

genitalia dan tidak ada lesi

(13) Sistem imun

Pasien tidak ada alergi makanan dan minuman serta obat

Obatan

g) Aktivitas sehari-hari

(1) Nutrisi

Selera makan baik

Menu makanan dalam 24 jam : menu makanan dari RS

Frekuensi makan dalam 24 jam : 5 kali sehari

Makan yang disukai dan makanan pantangan : semua

makanan disukai kecuali makan laut

Pembatasan pola makan : tidak ada pembatasan pola makan

(2) Cairan

Jenis minuman yang dikonsumsi : air putih dan susu

Frekuensi : pasien rajin minum

Kebutuhan cairan

111
(3) Eliminasi BAB dan BAK

Tempat pembuangan : Kamar mandi

Frekuensi : tidak teratur

Konsistensi : lembek

(4) Olahraga

Selama dirawat pasien tidak pernah melakukan olahraga

h) Pemerikasaan Laboratorium

(1) Pemeriksaan Kimia Darah ( 27 – 04 – 2018 )

No Jenis Hasil Nilai rujukan


pemeriksaan
1. Puasa random 210 100-140 mg/dl
2. Ureum 254 10-50 mg/dl
3. Creatinin 11,57 P. 0,5-1,2 mg/dl
4. SGOT 28 L. 37 / P 31 uL
5. SGPT 50 L. 42 / P. 32 uL
6. Albumin 1,59 3,8-4,0 gr %
Natrium 135,4 136-145 mmoi/L
Kalium 3,87 3,5-5,1 mmoi/L
Chlorida 104,0 98-106 mmoi/L
Tabel 4.1Pemeriksaan Kimia Darah

(2) Pemeriksaan Darah Rutin ( 27 – 04 – 2018 )

No Jenis Hasil Normal


pemeriksaan
1. WBC 12,05 4,00-10,00
2. HB 7,8 11,0-15,0
3. PLT 269 150-400
4. ALB 1,59 3,8-4,0
Tabel 4.2 Pemeriksaan Darah Rutin

112
(3) Pemeriksaan Darah Rutin ( 28 – 04 – 2018 )

No Jenis pemeriksaan Hasil Normal

1. WBC 20,09 4,00-10,00


2. HB 10,9 11,0-15,0
3. PLT 303 150-400
4. Glukosa Puasa 166 80-110 mg/dl

(4) Pemeriksaan USG ( 30 – 04- 2018 )

Bilateral Kesan : Splenomegaly

PNC Bilateral

Ascites

Efusi pleura bilateral

i) Therapy/obat – obatan

(1) Tanggal 27/04/2018

 IVFD RL 20 tpm

 Methylprednisolone 125mg via IV/12 jam

 Ambacin 1gr via IV/8 jam

 Ranitidin 50mg via IV/12 jam

 Furosemid 40mg via IV/24 jam

 Transfusi PRC 2 Bag

 Posafit 3 × 1

113
 Aminefron 3 × 1

(2) Tanggal 28/04/2018

 IVFD RL 20 tpm

 Methylprednisolone 125mg via IV/12 jam

 Ambacin 1gr via IV/8 jam

 Ranitidin 50mg via IV/12 jam

 Furosemid 40mg via IV/24 jam

 Posafit 3 × 1

 Aminefron 3 × 1

(3) Tanggal 29 / 04 / 2018

 IVFD RL 20 tpm

 Methylprednisolone 125mg via IV/12 jam

 Ambacin 1gr via IV/8 jam

 Ranitidin 50mg via IV/12 jam

 Furosemid 40mg via IV/24 jam

 Posafit 3 × 1

 Aminefron 3 × 1

2) Klasifikasi Data

Data subjektif Data objektif

114
1. Pasien mengatakan sesak 1. Pasien tampak lemas
2. Pasien mengatakan batuk 2. Pasien tampak sesak
3. Pasien mengatakan lemas 3. Bibir tampak pecah-pecah
4. Pasien mengatakan 4. TTV
perutnya kembung TD :
N : 80×/i
S : 36,7°c
P : 28×/i
5. Hasil pemeriksaan
Laboratorium
Wbc : 12,05
Hb : 7,8
PLT : 269
ALB : 1,59
Ur : 254
Cr : 11,57
6. ADL tampak dibantu keluarga
7. Natrium : 135,4 Kalium : 3,87
Chloride : 104,0
8. Auskultasi suara nafas : ronchi
9. USG
Tampak echo cairan bebas
Intraperitoneal dan cavum
Pleura bilateral
10. USG abd : Ascifes

Tabel: 4.4 Data Fokus

3) Analisa Data

115
2. HB 7,8 Suplai nutrisi
dalam darah
turun

Oksihemoglo
bin turun

Intoleransi
aktivitas

116
3. DS : Aliran darah Resiko
1. Pasien mengatakan ginjal turun ketidakseimb
lemas DO : angan
1. Natrium : 135,4 RAA turun elektrolit
2. Kalium : 3,87
3. Chlorida : 104,0 Retensi Na
dan H2O

Kelebihan
volume cairan

Resiko
ketidakseimba
ngan elektrolit

Tabel 4.5 Analisa Data

b. Diagnosa keperawatan

1) Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi Data

Subjektif:

 Pasien mengatakan sesak

 Pasien mengatakan batuk  Pasien mengatakan perutnya

kembung.

Data Objektif :

 TTV TD :140/100mmHg

N : 80×/I

117
S : 36,7°c

P : 28×/I.

 Auskultasi suara nafas : ronchi.

 USG Tampak echo cairan bebas Intraperitoneal dan cavum


Pleura

bilateral.

2) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum Data Subjektif:

 Pasien mengatakan lemah Data Objektif :

 ADL Nampak dibantu keluarga

 HB 7,8

3) Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d kelebihan volume

cairan Data subejektif :

 Pasien mengatakan lemas Data Objektif :

 Natrium : 135,4

 Kalium : 3,87

 Chloride : 104,0

118
c. Rencana Keperawatan

No Data Noc Nic

1 Kelebihan volume cairan b.d


ganggu 1. Electrolit dan acid 1. Monitor tanda dan gejala
DS : an mekanisme regulasi base balance Fluid edema
1. 2. 2. balance 2. Monitor TTV
3. Pasien mengatakan sesak 3. Hydration teria 3. Batasi cairan peroral
Pasien mengatakan batuk Krihasil : 4. Penatalaksanaan therapy
DO : Pasien mengatakan 1. Terbebas dari edema , efusi
1. perutnya kembung 2. Bunyi nafas bersih

TTV
TD :
N : 80×/i
2. S : 36,7°c
P : 28×/i
3. Auskultasi suara nafas :
ronchi
USG
Tampak echo cairan bebas
Intraperitoneal dan cavum
Pleura bilateral
2 Intoleransi aktivitas DS 4. Energy conservation 1. Bantu pasien untuk
: 5. Activity tolerance mengidentifikasi aktivitas
1. Pasien mengatakan lemah 6. Self care : ADLs yang mampu dilakukan
DO : Kriteria Hasil 2. Bantu pasien/keluarga
1. ADL Nampak dibantu j) Mampu melakukan aktivitas untuk mengidentifikasi
keluarga kekurangan dalam
sehari-hari (ADLs) secara

69
2. HB 7,8 mandiri beraktifitas

d. Implementasi
Keperawatan
No Dx Jam Hari I(27/04/2018) Jam Hari II(28/04/2018) Jam Hari III
(29/04/2018)

70
Implementasi Implementasi Implementasi

1 I 10:00 1. Memonitor tanda 10:30 1. Memonitor tanda dan 10:00 1. Memonitor tanda
dan gejala edema gejala edema Hasil : dan gejala edema
Hasil : tidak ada tidak ada tanda Hasil : tidak ada
tanda edema edema tanda edema
2. Memonitor TTV 2. Memonitor TTV 2. Memonitor TTV
Hasil : Hasil : Hasil :
TD : 140/100 TD : 150/100 mmHg TD : 150/100
mmHg N : 81×.i mmHg
N : 80×.i S : 36,7°C N : 81×.i
S : 36,7°C P : 28×/i S : 36,7°C
P : 28×/i 3. Memonitor cairan P : 28×/i
3. Memonitor cairan peroral Hasil : pasien 3. Memonitor cairan
peroral Hasil : membatasi peroral Hasil :
pasien membatasi 4. Penatalkasanaan pasien membatasi
4. Penatalkasanaan therapy 4. Penatalkasanaan
therapy Hasil : 1. Injeksi therapy
Hasil : 1. Injeksi Forosemid per 24 jam Hasil : 1. Injeksi
Forosemid per 24 2. injeksi metal ½ Forosemid per 24
jam ampul per 12 jam jam
2. injeksi metal ½ 2. injeksi metal ½
ampul per 12 jam ampul per 12 jam

71
2 II 11:30 1. Membantu pasien 11:00 1. Membantu pasien 10:30 1. Membantu pasien
mengidentifikasi mengidentifikasi mengidentifikasi
aktifitas yang aktifitas yang mampu aktifitas yang
mampu dilakukan dilakukan mampu dilakukan
Hasil : pasien hanya Hasil : pasien hanya Hasil : pasien
mampu baring mampu baring hanya mampu
ditempat tidurnya. ditempat tidurnya. baring ditempat
2. Membantu pasien 2. Membantu pasien dan tidurnya.
dan keluarga untuk keluarga untuk 2. Membantu pasien
mengidentifikasi mengidentifikasi dan keluarga untuk
kekurangan dalam kekurangan dalam mengidentifikasi
beraktifitas Hasil : beraktifitas kekurangan dalam
keluarga membantu 3. Hasil : keluarga beraktifitas Hasil :
pasien melakukan membantu pasien keluarga
kekurangan aktivitas melakukan membantu pasien
pasien. kekurangan aktivitas melakukan
3. Lanjut pemberian pasien. kekurangan
therapy 4. Lanjut pemberian aktivitas pasien.
Hasil : 1. Injeksi therapy 3. Lanjut pemberian
furosemid per 8 jam Hasil : 1. Fosafit 3×1 therapy
2. inf albumin Hasil : 1. Fosafit
100cc-25% 3×1
4. Transfuse PRC II
Bag
5. Fosafit 3×1

72
E. Evaluasi Keperawatan

No Dx Jam Hari I () Jam Hari II() Jam Hari III()

Evaluasi Evaluasi Evaluasi

1 I 11:30 S : Pasien mengatakan 11:00 S : Pasien mengatakan 11:30 S : Pasien mengatakan


sesak sesak sesak Pasien
Pasien mengatakan Pasien mengatakan mengatakan batuk
batuk batuk O : TTV TD :
O : TTV TD : O : TTV 150/100
140/100 TD : 150/100 mmHg mmHg
mmHg N : 81×/i N : 81×/i
N : 80×/i S : 36,7°C S: 36,7c
S: 36,7c P: 28x/I P: 28x/I
P: 28x/I A : Masalah belum A: Masalah belim
A: Masalah belum teratasi teratasi
teratasi P: Lanjutkan intervensi
P: lanjutkan intervensi
2 II 12:00 S: pasien mengatakan 11:30 S: Pasien mengatakan 11:30 S: pasien mengatakan
lemah lemah lemah
O: ADL Nampak O: ADL nampak dibantu O: ADL nampak
dibantu keluarga keluarga dibantu keluarga
A: masalah belum A: masalah belum A: masalah belum
teratasi teratasi teratasi
P: Lanjutkan intervensi P: Lanjutkan intervens P: Lanjutkan intervens

73
A. Pembahasan

1. Pengkajian

Menurut Rendi dan Margareth (2012). pengkajian pada pasien dengan

Gagal Ginjal Kronik ditemukan kelemahan, kelelahan dan malaise,

gangguan tidur. Kategori sirkulasi yakni Riwayat hipertensi lama atau

berat, Palpitasi , nyeri dada (angina). Kategori eliminasi yakni Penurunan

frekuensi urin, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut), abdomen kembung,

diare dan konstipasi. Kategori makanan dan cairan yakni Peningkatan BB

cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi), anoreksia , nyeri ulu hati,

mual/muntah , rasa metalik tak sedap pada mulut (Pernafasan ammonia).

Kategori Neurosensori yakni Sakit kepala , penglihatan kabur, kram

otot/kejang, sidrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki,

kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas bawah (neuropati

perifer). Kategori keamanan yakni Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Kategori pernafasan yakni nafas pendek , dispnea noktural, paroksimal,

batuk dengan/tanpa stupum. Kategori nyeri/kenyamanan yakni nyeri

panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki.

Sedangkan dari hasil pengkajian selama tiga hari supervisi ditemukan data

subjektif pasien mengatakan sesak, pasien mengatakan batuk, pasien

mengatakan lemas, pasien mengatakan perutnya kembung dan data

objektif pasien tampak lemas, pasien tampak sesak, bibir tampak pecah-

pecah, TTV TD :140/100mmHg N : 80×/I S : 36,7°c P : 28×/I, hasil

pemeriksaan Laboratorium Wbc : 12,05 Hb : 7,8 PLT : 269 ALB : 1,59 Ur

: 254 Cr : 11,57, ADL tampak dibantu keluarga , Natrium : 135,4 Kalium :

1
3,87 Chloride : 104,0, auskultasi suara nafas : ronchi, USG Tampak echo

cairan bebas Intraperitoneal dan cavum Pleura bilateral, USG abd :

Ascifes

Dengan demikian terdapat kesenjangan antara konsep teori dan praktek :

a. Data yang ditemukan dalam studi kasus tetapi terdapat dalam konsep

teori adalah :

Bibir pecah-pecah. Penulis menilai data ini muncul karena pasien

kurang minum dan juga dapat disebabkan pengaruh cuaca sekitar.

b. Data yang tidak ditemukan dalam studi kasus tetapi ditemukan dalam

konsep teori adalah :

1) Penurunan BB karena selama 3 hari supervisi tidak terjadi

anoreksia pada Nn F.

2) Penglihatan kabur. Penulis menilai data ini tidak ditemukan karena

selam tiga hari supervis pada Nn F tidak mengalami penglihatan

kabur pasien juga mampu melihat dengan baik.

3) Sakit kepala. Penulis menilai data ini tidak ditemukan karena

selama tiga hari supervisi pasien Nn F tidak menunjukkan

tandatanda sakit kepala dan tidak mengatakan sakit kepala.

4) Nyeri panggul. Pada saat dilakukan pengkajian keperawataan

dilakukan tidak terdapat adanya tanda-tanda nyeri ditemukan yaitu

skala 0.

5) Nyeri ulu hati. Penulis menilai data ini tidak ditemukan karena

selama tiga hari supervisi pasien Nn F tidak terjadi peningkatan

asam lambung.

2
6) Mual muntah. Data ini tidak ditemukan karna pada pasien Nn F

tidak terjadi peningkatan asam lambung.

7) Kram otot/kejang. data ini tidak ditemukan karena pada pasien Nn

F masih dalam batas normal elektrolitnya.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Amin (2015) dan NIC-NOC diagnosa keperawatan yang bisa

muncul pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah Gangguan

pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung, penurunan

perifer yang mengakibatkan asidosis laktat , Nyeri akut, Kelebihan volume

cairan b.d penuruna haluaran urine, diet berlebihan dan retennsi cairan

serta natrium , Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

anoreksia, mual dan muntah pembatasan diet dan perubahan membrane

mukosa mulut, Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perlemahan

aliran darah keseluruhan tubuh , Intolerasi aktifitas

b.d keletihan, anemia, retensi, produk sampah , Resiko ketidakseimbangan

elektrolit b.d kelebihan volume cairan

Sedangkan Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien Nn F

selama tiga hari supervise adalah Kelebihan Volume cairan, intoleransi

aktivitas dan Resiko ketidakseimbangan elektrolit.

Dengan demikian tidak ada ditemukan kesenjangan antara Diagnosa yang

ada pada teori dengan Diagnosa yang ditemukan pada studi kasus.

3. Perencanaan

Pada tahap perencanaan, penulis menyusun rencana keperawatan yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada Nn F yang mengalami

3
Gagal ginjal kronik dengan masalah keperawatan Resiko

ketidakseimbangan elektrolit di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar yaitu

sebagai berikut:

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme

regulasi Adapun intervensi keperawatan yang ditetapkan antara lain

monitor tanda dan gejala edema, monitor TTV, batasi cairan peroral,

penatalaksanaan therapy.

b. Intoleransi aktivitas berhungan dengan kelemahan umum Adapun

intervensi keperawatan yang ditetapkan antara lain . bantu pasien

untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, . bantu

pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas,

lanjut pemberian therapy.

c. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kelebihan

volume cairan monitor Adapun intervensi keperawatan yang

ditetapkan antara lain tingkat HB dan hemotokrit, monitor TTV,

kolaborasikan pemberian IV.

Penulis dalam menetapkan suatu intervensi keperawatan harus

mempertimbangkan beberapa faktor baik faktor pendukung dan faktor

penghambat. Adapun faktor pendukung diantaranya kelengkapan alat

pemeriksaan fisik yang disiapkan oleh penulis sebelum turun ke lahan

praktek, pasien kooperatif, adanya dukungan dari kelurga, pasien dan

tenaga medis yang ada di ruangan. Sedangkan faktor penghambat

diantaranya kurangnya waktu dalam berinteraksi dengan pasien. 4.

Implementasi Keperawatan

4
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan yang ada pada teori. Adapun implementasi keperawatan yang

diberikan kepada Nn F adalah:

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan

mekanisme regulasi Adapun intervensi keperawatan yang di

implementasikan pada hari pertama antara lain : memonitor

tanda dan gejala edema, membatasi cairan peroral,

penatalaksanaan therapy. Pada hari kedua rencana keperawatan

yang diimplementasikan antara lain: memonitor tanda dan

gejala edema, membatasi cairan peroral, penatalaksanaan

therapy, Pada hari ketiga rencana keperawatan yang

diimplementasikan antara lain: memonitor tanda dan gejala edema,

membatasi cairan peroral, penatalaksanaan therapy.

b. Intoleransi aktivitas berhungan dengan kelemahan umum

Adapun intervensi keperawatan yang di implementasikan pada

hari pertama antara lain : membantu pasien untuk

mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, . membantu

pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam

beraktifitas, melanjutkan pemberian therapy. Pada hari kedua

rencana keperawatan yang diimplementasikan antara lain:

membantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang

mampu dilakukan, . membantu pasien/keluarga untuk

mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas, melanjutkan

pemberian therapy. Pada hari ketiga rencana keperawatan yang

5
diimplementasikan antara lain: membantu pasien untuk

mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, membantu

pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam

beraktifitas, melanjutkan pemberian therapy.

c. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan

kelebihan volume cairan monitor Adapun intervensi

keperawatan yang di implementasikan pada hari pertama antara

lain : meningktkan HB dan hemotokrit, memonitor TTV,

mengkolaborasikan pemberian IV. Pada hari kedua rencana

keperawatan yang diimplementasikan antara lain:

meningktkan HB dan hemotokrit, memonitor TTV,

mengkolaborasikan pemberian IV. Pada hari ketiga rencana

keperawatan yang diimplementasikan antara lain: meningktkan HB

dan hemotokrit, memonitor TTV, mengkolaborasikan pemberian IV.

Selama tiga hari supervise adapun faktor pendukung dalam

melakukan implementasi antara lain: pasien kooperatif, kerja sama

yang baik dari keluarga pasien, dan dukungan perawat dan

pembimbing untuk melakukan implementasi keperawatan, Sedangkan

faktor penghambat dalam melakukan implementasi adalah kurangnya

waktu interaksi dengan pasien.

5. Evaluasi Keperawatan

Setelah penulis melakukan implementasi keperawatan yang disesuaikan

dengan kondisi dan kebutuhan perawatan pada Nn F saat di rawat di

Rumah Sakit Bhayangkara Makassar dengan diangnosa Gagal ginjal kronik,


maka diperoleh evaluasi keperawatan, Masalah keperawatan yang

6
teratasi yaitu :

a. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum diagnos ini sudah teratasi

karena menngkatnya HB pasien dari 7,8 menjadi 10,4, tidak ada

kelemahan pada diri pasien dan pasien sudah mampu melakukan

aktivitas tanpa bantuan keluarga.

b. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d kelebihan volume cairan

diagnosa ini teratasi karna tidak ada kelemahan dalam diri pasien.

Sedangkan diagnosa keperawatan yang tidak teratasi yaitu:

Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi sudah di

anjurkan kepada pasien untuk mengurangi asupan cairan peroral, namun

terdapat efusi pleura bilateral . cairan efusi pleura akan di buang sehingga

akan d i lakukan operasi, namun Ayah pasien tidak setuju untuk di

lakukan operasi dan meminta untuk pulang paksa sehingga masalah

keperawatan ini tidak teratasi.

Dengan demikian dalam evaluasi keperawatan diagnosa yang ditegakkan

pada pasien Nn. F terdapat dua diagnosa keperawatan yang teratasi dan

satu diagnosa keperawatan tidak teratasi.

7
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN.

A. Kesimpulan

1. Terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dalam melakukan

pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan : Gagal Ginja

Kronik Data yang tidak ditemukan dalam praktek tetapi terdapat dalam

konsep teori adalah penurunan BB, penglihatan kabur, sakit kepala, nyeri

panggul, nyeri ulu hati, mual ulu hati, mual muntah dank ram otot/kejang .

Sedangkan data yang ditemukan pada praktek dan tidak ada pada konsep

teori adalah bibir pecah-pecah.

2. Dalam menetapkan Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan gangguan

sistem perkemihan : Gagal Ginjal Kronik menurut konsep teori terdapat

tujuh diagnosa keperawatan yang ditetapkan adalah Gangguan pertukaran

gas, Nyeri akut, Kelebihan volume cairan, Ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh, Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer,

Intolerasi aktifitas, Resiko ketidakseimbangan elektrolit.

3. Dalam menentukan rencana keperawatan pada pasien dengan gangguan

sistem perkemihan : Gagal Ginjal Kronik. Pada dasarnya rencana

intervensi keperawatan yang ditetapkan penulis berpedoman pada rencana

intervensi keperawatan yang ada dalam konsep teori.

4. Pada tahap implementasi pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan

: Gagal Ginjal Kronik. Penulis dalam melakukan implementasi

keperawatan berpedoman pada implementasi keperawatan yang ada pada

konsep teori. Adapun faktor pendukung dalam melaksanakan

8
implementasi antara lain: pasien kooperatif, kerja sama yang baik dari

keluarga pasien, dan dukungan perawat dan pembimbing dalam

melakukan implementasi keperawatan, Sedangkan faktor penghambat

dalam melakukan implementasi adalah kurangnya waktu interaksi dengan

pasien dan kurang persetujuan dari ayah pasien.

5. Dari hasil eveluasi keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem

perkemihan : Gagal Ginjal Kronik terdapat dua diagnosa yang teratasi

yaitu intolerasi aktivitas dan resiko ketidakseimbangan elektrolit

sedangkan masalah yang tidak teratasi adalah kelebihan volume cairan.

B. Saran

1. Diharapkan kepada bagian Rumah Sakit / staff agar dapat meningkatkan

pelayanan keperawatan di Rumah Sakit, khususnya pada pasien yang

mengalami Gagal Ginjal Kronik. dan apabila mendiagnosa hasil pengkajian

agar bisa betul betul berpodaman pada data yang didapatkan dan

memberikan lebih cepat pelayanan.

2. Diharapkan kepada semua perawat agar tetap menggunakan proses

keperawatan sebagai metode acuan pemecahan masalah, terutama dalam

penangganan masalah pada pasien yang mengalami Gagal Ginjal Kronik,

mengingat begitu banyak diagnosa keperawatan yang dapat muncul dalam

proses keperawatannya.

3. Diharapkan kepada keluarga atau masyarakat agar mengetahui penyebab

dan dampak penyakit Gagal Ginjal Kronik, serta dapat mencegah terjadinya

Gagal Ginjal kronik khususnya pada keluarga.

9
10

Anda mungkin juga menyukai