PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan salah satu penyakit tidak menular yang saat ini banyak terjadi di
masyarakat. CKD merupakan proses kerusakan ginjal selama rentang waktu
lebih dari tiga bulan. Pada kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya
untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal (Muhammad, 2012).
Menurut data dari World Health Organisation (WHO, 2006), angka
penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Setiap tahunnya prevalensi
penyakit gagal ginjal terus meningkat. Data di Amerika Serikat memperkirakan
bahwa angka kejadian CKD mencapai 19,2 juta (11%) dari seluruh populasi
dewasa dan 0,22% diperkirakan sudah ada pada stadium akhir (WHO, 2006).
Di Indonesia, jumlah penderita penyakit ginjal kronis cukup banyak.
Hasil Rikesdas pada 2013 menunjukkan bahwa prevalensi penderita penyakit
ginjal kronis di Indonesia sebesar 2% atau 2 per 100 penduduk, sekitar 60%
penderita tersebut wajib menjalani terapi dialysis. Hasil Rikesdas tahun 2018 3
memperlihatkan prevalensi peningkatan penderita penyakit ginjal kronis
menjadi 3,8%, dan proporsi pernah atau sedang menjalani dialysis pada
penduduk Indonesia berumur ≥ 15 tahun sebesar 19,3%. (Kemkes RI, 2018)
Data dari Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2016, dari 249
unit fasilitas pelayanan dialysis yang melapor, tercatat 30.554 pasien aktif
menjalani dialysis pada tahun 2015, sebagian besar adalah pasien dengan
penyakit ginjal kronis. IRR juga menyebutkan terdapat beberapa penyakit yang
memiliki proporsi besar dalam Penyakit Ginjal Kronis (PGK), yaitu
diantaranya Nefropati Diabetik yang menempati urutan pertama sebanyak 52%
dan penyakit Ginjal Hipertensi yang menempati posisi kedua dengan 24%
(Infodatin, 2017).
Jika Kejadian CKD ini jika tidak di tanggulangi dengan cepat maka akan
memberikan dampak yang serius dan dapat juga menyebabkan kematian bagi
penderitanya. Salah satu dampak CKD pada sistem kardiovaskuler seperti
hipertensi yang terjadi karena retensi cairan dan natrium dari aktifasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron, edema, hiperkalemia, perikarditis, efusi,
pericardial, anemia, uremia, asidosis dan terjadinya malnutrisi. Kematian dapat
disebabkan jika tidak mendapatkan pengobatan dalam bentuk dialisis atau
transplantasi ginjal. (Mona, 2019).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus CKD diantaranya
dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis dilakukan untuk mencegah komplikasi
gagal ginjal yang serius. transplantasi ginjal atau pencangkokan ginjal yang
sehat ke pasien gagal ginjal kronik. Berbagai penatalaksanaan ini dapat
mencapai hasil yang optimal jika terdapat kerjasama yang baik diantara tenaga
kesehatan atau pemberi pelayananan kesehatan, salah satunya perawat.
(Smeltzer & Bare, 2015)
Perawat dapat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan (Care
Giver) kepada pasien, sebagai pendidik (Edukator) dan sebagai fasilitator
dalam menangani permasalahan yang dihadapi pasien. Perawat harus
memahami dengan benar perawatan dan pengobatan yang tepat pada pasien
CKD. Perawatan pasien dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
proseskeperawatan yang dimulai dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan.
Tindakan mandiri perawat dan kolaborasi sangat diperlukan dalam perawatan
pasien untuk mencapai asuhan keperawatan yang berkualitas. (Corwin, 2009).
Adapun salah satu intervensi perawat dalam mengatasi masalah
Hipervolemia yaitu memberikan edukasi pemberian Diet Rendah garam pada
pasien. Diet rendah garam adalah usaha untuk mengurangi konsumsi garam
(sodium/natrium) dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi edukasi Diet Rendah
Garam adalah untuk mengontrol tekanan darah dan bisa merubah tingkat
eksresi natrium. Tujuannya adalah untuk mengontrol tekanan darah agar
terhindar dari hipertensi. Akan tetapi, diet ini dirasa sulit mengingat garam
adalah salah satu bumbu dapur yang selalu digunakan untuk menyedapkan
makanan. (Prabowo, Eko 2014)
Berdasarkan penelitian Agung Widiastuti, Dkk (2020), dalam “Terapi
Diet Rendah Garam Pada Pasien Cronic Kidney Disease (CKD) : Literature
Review” terdapat 6 penelitian tentang pemberian Diet Rendah Garam pada
pasien CKD. Disimpulkan bahwa diet rendah garam dapat dijadikan intervensi
pada pasien gagal ginjal sehingga bisa bermanfaat untuk mengontrol tekanan
darah dan eksresi natrium urine. Pada kelompok Poltekkes intervensi nilai p <
0,01 berarti signifikan. Dan pada kelompok kontrol tidak signifikan. Dalam
(koh et al,2018) dengan pasien CKD mendapatkan nilai p < 0.01 berarti
signifikan untuk pembatasan diet terhadap ekskresi natrium urin dan tekanan
darah. Berdasarkan masalah di atas, maka penulis tertarik melakukan studi
kasus tentang “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD).” Dengan salah satu intervensi yaitu pemeriksaan edukasi yang
berhubungan dengan diet rendah garam.
B. Rumusan Masalah
Dengan data diatas, maka penulis merumuskan masalah “Bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien CKD diRSUD Curup”
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan
komperehensif pada pasien CKD.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan CKD
b. Mahasiswa mampu menganalisa data pada pasien CKD.
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan CKD di RSUD Curup.
d. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan CKD.
e. Mahasiswa mampu melalukan implementasi keperawatan pada pasien
dengan CKD.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
CKD.
g. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi pada pasien dengan CKD.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Manfaat Teori
Studi kasus ini dapat dijadikan referensi untuk pengembangan ilmu
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah dengan penerapan
asuhan keperawatanpada pasien dengan CKD.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman dalam mengaplikasikan hasil
riset keperawatan khususnya studi kasus tentang pelaksanaan asuhan
keperawatanpada pasien dengan masalah CKD.
b. Bagi Insitusi Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
referensidalam proses pembelajaran dan pelaksanaan praktek pelayanan
keperawatanpada klien dengan kasus CKD
c. Bagi pelayanan keperawatan
Studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan kasus
CKD. Selain itu juga menjadi bahan evaluasi bagi perawat dalam
memberikan pelayanankeperawatan/asuhan keperawatan pada pasien.
E. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus pada pasien dengan
Chronic Kidney Disease adalah :
1. Bagi akademis, hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease.
2. Praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi :
a. Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit Hasil studi kasus ini, dapat
menjadi referensi bagi pemberi pelayanan Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Chronic Kidney Disease di RS. \
b. Bagi peneliti Dapat dijadikan sumber dalam melakukan studi kasus pada
asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease.
c. Bagi Profesi Kesehatan Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan
dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease.
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Penyakit Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease (CKD)) didefinisikan sebagai
kerusakan fungsi ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
maupun fungsional ginjal dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi
glomerulus (Glomerulus Filtration Rate / GFR) dengan manifestasi kelainan
patologis atau terdapat tanda – tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi kimia darah, urin atau kelainan radiologis. (Smeltzer & Bare, 2015).
CKD merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu
mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi
melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal
dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,
serta asam basa (Abdul, 2015).
Sedangkan menurut Black (2014) CKD adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara
metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai
karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan
pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan
rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona,2016).
CKD merupakan penyakit yang menahun dan bersifat progresif, dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme atau keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia. CKD terjadi apabila Laju Filtrasi
Glomeruler (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan atau lebih.
Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan kerusakan serta penurunan fungsi
ginjal dapat berasal dari genetik, perilaku, lingkungan maupun proses
degenerative (Pongsibidang, 2016).
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irrevesible dimana
kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (Simatupang, 2019).
B. Etiologi
Menurut Prawobo, Eko (2014), etiologi Gagal ginjal kronis sering kali
menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan
penyakit sekunder (secondary illnes). Penyebab yang sering adalah diabetes
mellitus dan hipertensi. Selain itu ada penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis
diantaranya:
1. Penyakit dari ginjal :
a. Penyakit pada saringan (glomerulus) : Glomerulonefritis.
b. Infeksi kronis : Pyelonefritis, ureteritis.
c. Batu ginjal : Nefrolitiasis.
d. Kista di ginjal : Polcystis kidney.
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal:
a. Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklampsia
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
C. Manisfestasi Klinis
Menurut Corwin, E (2009) manifestasi klinis yang dapat pada CKD adalah :
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun Glomerular
Filtration Rate (GFR) dapat menurun hingga 25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, Glomerular Filtration Rate (GFR) 10% hingga 25% dari normal,
kadar kreatinin serum dan Blood Urea Nitrogen (BUN) sedikit meningkat
diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir End Stage Renal Diease (ESRD) atau sindrom
uremik (lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume
cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang
sampai koma), yang ditandai dengan Glomerular Filtration Rate (GFR)
kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat
tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek okimia dan
gejala yang komplek
D. Anatomi Fisiologi
Ginjal Merupakan organ yang berguna dalam produksi urin dan
mengeluarkan urin dari dalam tubuh. Ginjal melakukan fungsi yang paling
penting dengan menyaring plasma dan memindahkan zat dan filtrat pada
kecepatan yang bervariasi tergantung pada kebutuhan tubuh.
E. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolik (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun. Pada waktu terjadi kegagalan
ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak.
Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di
reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih
jelas dan muncul gejalagejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu.
(Barbara C Long, 2006). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare,
2015).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Antara lain,
a) Hematologi :
Melihat konsentrasi hemoglobin dan hematokrit pada penderita
penyakit ginjal kronis, dimana biasanya penderita mengalami komplikasi
berupa anemia dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin dan
hematokrit di dalam darah yang diakibatkan penurunan produksi
eritropioetin, penurunan usia sel maupun akibat dari perdarahan
gastrointestinal.
b) Kimia Darah :
Dilakukan pemeriksaan kadar nitrogen dalam darah BUN, dan
kreatinin serum, dimana pada pemeriksaannya mengalami peningkatan di
dalam darah yang menandakan adanya penurunan dari fungsi ginjal
dalam mengekskresi kedua zat yang bersifat toksik didalam tubuh.
Kreatinin serum merupakan indikator kuat bagi fungsi ginjal, dimana bila
terjadi peningkatan tiga kali lipat kreatinin, maka menandakan penurunan
fungsi ginjal sebesar 75%. Serum kreatinin juga digunakan dalam
memperkirakan LFG.
c) Analisa Gas Darah (AGD) :
Digunakan untuk melihat adanya asidosis metabolik yang ditandai
dengan penurunan pH plasma. (Smeltzer & Bare, 2015)
2. Pemeriksaan Urin
Dilakukan pemeriksaan urinalisis yaitu untuk melihat adanya sel darah
merah, protein, glukosa, dan leukosit didalam urin. Pemeriksaan urin juga
untuk melihat volume urin yang biasanya < 400 ml/jam atau oliguria atau
urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa disebabkan karena ada pus,
darah, bakteri, lemak, partikel koloid, miglobin, berat jenis < 1.015
menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas < 350 menunjukkan kerusakan
tubular. (Corwin, 2009).
3. Pemeriksaan Radiologis
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi antara lain ; sistokopi
(melihat lesi pada kandung kemih dan batu), voiding cystourethrography
(kateterisasi kandung kemih yang digunakan untuk melihat ukuran dan
bentuk kandung kemih), ultrasound ginjal (mengidentifikasi adanya
kelainan pada ginjal diantaranya kelianan struktural, batu ginjal, tumor, dan
massa yang lain), urografi intravena (melihat aliran pada glomerulus atau
tubulus, refluks vesikouter, dan batu), KUB foto(untuk menunjukkan ukuran
ginjal), arteriogram ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, massa). (Corwin, 2009)
F. Penatalaksanaan
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi
merupaka tujuan dari penatalaksanaan pasien CKD (Muttaqin& Sari, 2011).
Menurut Suharyanto dan Madjid (2009) pengobatan pasien CKD dapat
dilakukan dengan tindakan konservatif dan dialisis atau transplatansi ginjal.
Tindakan konservatif merupakan tindakan yang bertujuan untuk meredakan
atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
DAFTAR PUSTAKA
As’adi Muhammad.(2012). Serba Serbi Gagal Ginjal. Yogyakarta : Diva press.
Barbara C. Long, (2006). Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3, EGC, Jakarta
Desfrimadona. (2016). Kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik dengan
hemodialisa di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Skripsi. Padang
:Universitas Andalas Fakultas Keperawatan.
Doenges, Marilynn E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien/Marilynn E.
Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geossler; alih bahasa, I
Made Kariasa, Yasmin Asih – Ed. 3.Jakarta : EGC
Jaka, D. (2018). Gagal ginjal.
https://www.mitrakeluarga.com/artikel/artikelkesehatan/gagal-ginjal-bukan-akhir-
segalanya-2
Joachim., Dkk . (2010). Penyakit Ginjal In Patofisiologi Penyakit Pengantar
Menuju Kedokteran Klinis. Alih bahasa: Brahm U. Pendit et al. Jakarta:
EGC.
Madjid,. Dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan/Toto Suharyanto, Abdul Madjid; Copy Editor: Agung
Wijaya, A.md. Jakarta: TIM
Muttaqin dan Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nuari NA, Widayati D. (2017). Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan
Keperawatan. Sleman: Budi Utama.
88
Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Wiyata. (2015). Obat Herbal pada Kejadian Gagagl Ginjal Kronik Di RSUP DR
Wahidin Sudiro Husodo Makasar Journal Wiyata.3(2) 162 - 167.
Pongsibidang , G. S. (2016). Resiko Hipertensi, Diabetes Militus Dan
Mengkonsumsi
Potter & Perry.( 2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba
Medika
Prabowo, Eko dan Andi Eka Pranata. (2014). Asuhan keperawatan system
perkemihan. Yogyakarta. Hukum Medika.
Smeltzer, S.C, (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk
Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
World Health Organisation. (2015). Report of a WHO Study Group. World Health
Organisation. Geneva-Switzerland. (2006). S5-36.