Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan salah satu penyakit tidak menular yang saat ini banyak terjadi di
masyarakat. CKD merupakan proses kerusakan ginjal selama rentang waktu
lebih dari tiga bulan. Pada kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya
untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal (Muhammad, 2012).
Menurut data dari World Health Organisation (WHO, 2006), angka
penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Setiap tahunnya prevalensi
penyakit gagal ginjal terus meningkat. Data di Amerika Serikat memperkirakan
bahwa angka kejadian CKD mencapai 19,2 juta (11%) dari seluruh populasi
dewasa dan 0,22% diperkirakan sudah ada pada stadium akhir (WHO, 2006).
Di Indonesia, jumlah penderita penyakit ginjal kronis cukup banyak.
Hasil Rikesdas pada 2013 menunjukkan bahwa prevalensi penderita penyakit
ginjal kronis di Indonesia sebesar 2% atau 2 per 100 penduduk, sekitar 60%
penderita tersebut wajib menjalani terapi dialysis. Hasil Rikesdas tahun 2018 3
memperlihatkan prevalensi peningkatan penderita penyakit ginjal kronis
menjadi 3,8%, dan proporsi pernah atau sedang menjalani dialysis pada
penduduk Indonesia berumur ≥ 15 tahun sebesar 19,3%. (Kemkes RI, 2018)
Data dari Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2016, dari 249
unit fasilitas pelayanan dialysis yang melapor, tercatat 30.554 pasien aktif
menjalani dialysis pada tahun 2015, sebagian besar adalah pasien dengan
penyakit ginjal kronis. IRR juga menyebutkan terdapat beberapa penyakit yang
memiliki proporsi besar dalam Penyakit Ginjal Kronis (PGK), yaitu
diantaranya Nefropati Diabetik yang menempati urutan pertama sebanyak 52%
dan penyakit Ginjal Hipertensi yang menempati posisi kedua dengan 24%
(Infodatin, 2017).
Jika Kejadian CKD ini jika tidak di tanggulangi dengan cepat maka akan
memberikan dampak yang serius dan dapat juga menyebabkan kematian bagi
penderitanya. Salah satu dampak CKD pada sistem kardiovaskuler seperti
hipertensi yang terjadi karena retensi cairan dan natrium dari aktifasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron, edema, hiperkalemia, perikarditis, efusi,
pericardial, anemia, uremia, asidosis dan terjadinya malnutrisi. Kematian dapat
disebabkan jika tidak mendapatkan pengobatan dalam bentuk dialisis atau
transplantasi ginjal. (Mona, 2019).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus CKD diantaranya
dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis dilakukan untuk mencegah komplikasi
gagal ginjal yang serius. transplantasi ginjal atau pencangkokan ginjal yang
sehat ke pasien gagal ginjal kronik. Berbagai penatalaksanaan ini dapat
mencapai hasil yang optimal jika terdapat kerjasama yang baik diantara tenaga
kesehatan atau pemberi pelayananan kesehatan, salah satunya perawat.
(Smeltzer & Bare, 2015)
Perawat dapat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan (Care
Giver) kepada pasien, sebagai pendidik (Edukator) dan sebagai fasilitator
dalam menangani permasalahan yang dihadapi pasien. Perawat harus
memahami dengan benar perawatan dan pengobatan yang tepat pada pasien
CKD. Perawatan pasien dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
proseskeperawatan yang dimulai dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan.
Tindakan mandiri perawat dan kolaborasi sangat diperlukan dalam perawatan
pasien untuk mencapai asuhan keperawatan yang berkualitas. (Corwin, 2009).
Adapun salah satu intervensi perawat dalam mengatasi masalah
Hipervolemia yaitu memberikan edukasi pemberian Diet Rendah garam pada
pasien. Diet rendah garam adalah usaha untuk mengurangi konsumsi garam
(sodium/natrium) dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi edukasi Diet Rendah
Garam adalah untuk mengontrol tekanan darah dan bisa merubah tingkat
eksresi natrium. Tujuannya adalah untuk mengontrol tekanan darah agar
terhindar dari hipertensi. Akan tetapi, diet ini dirasa sulit mengingat garam
adalah salah satu bumbu dapur yang selalu digunakan untuk menyedapkan
makanan. (Prabowo, Eko 2014)
Berdasarkan penelitian Agung Widiastuti, Dkk (2020), dalam “Terapi
Diet Rendah Garam Pada Pasien Cronic Kidney Disease (CKD) : Literature
Review” terdapat 6 penelitian tentang pemberian Diet Rendah Garam pada
pasien CKD. Disimpulkan bahwa diet rendah garam dapat dijadikan intervensi
pada pasien gagal ginjal sehingga bisa bermanfaat untuk mengontrol tekanan
darah dan eksresi natrium urine. Pada kelompok Poltekkes intervensi nilai p <
0,01 berarti signifikan. Dan pada kelompok kontrol tidak signifikan. Dalam
(koh et al,2018) dengan pasien CKD mendapatkan nilai p < 0.01 berarti
signifikan untuk pembatasan diet terhadap ekskresi natrium urin dan tekanan
darah. Berdasarkan masalah di atas, maka penulis tertarik melakukan studi
kasus tentang “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD).” Dengan salah satu intervensi yaitu pemeriksaan edukasi yang
berhubungan dengan diet rendah garam.
B. Rumusan Masalah
Dengan data diatas, maka penulis merumuskan masalah “Bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien CKD diRSUD Curup”
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan
komperehensif pada pasien CKD.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan CKD
b. Mahasiswa mampu menganalisa data pada pasien CKD.
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan CKD di RSUD Curup.
d. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan CKD.
e. Mahasiswa mampu melalukan implementasi keperawatan pada pasien
dengan CKD.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
CKD.
g. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi pada pasien dengan CKD.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Manfaat Teori
Studi kasus ini dapat dijadikan referensi untuk pengembangan ilmu
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah dengan penerapan
asuhan keperawatanpada pasien dengan CKD.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman dalam mengaplikasikan hasil
riset keperawatan khususnya studi kasus tentang pelaksanaan asuhan
keperawatanpada pasien dengan masalah CKD.
b. Bagi Insitusi Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
referensidalam proses pembelajaran dan pelaksanaan praktek pelayanan
keperawatanpada klien dengan kasus CKD
c. Bagi pelayanan keperawatan
Studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan kasus
CKD. Selain itu juga menjadi bahan evaluasi bagi perawat dalam
memberikan pelayanankeperawatan/asuhan keperawatan pada pasien.
E. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus pada pasien dengan
Chronic Kidney Disease adalah :
1. Bagi akademis, hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease.
2. Praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi :
a. Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit Hasil studi kasus ini, dapat
menjadi referensi bagi pemberi pelayanan Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Chronic Kidney Disease di RS. \
b. Bagi peneliti Dapat dijadikan sumber dalam melakukan studi kasus pada
asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease.
c. Bagi Profesi Kesehatan Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan
dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease.
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Penyakit Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease (CKD)) didefinisikan sebagai
kerusakan fungsi ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
maupun fungsional ginjal dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi
glomerulus (Glomerulus Filtration Rate / GFR) dengan manifestasi kelainan
patologis atau terdapat tanda – tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi kimia darah, urin atau kelainan radiologis. (Smeltzer & Bare, 2015).
CKD merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu
mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi
melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal
dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,
serta asam basa (Abdul, 2015).
Sedangkan menurut Black (2014) CKD adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara
metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai
karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan
pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan
rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona,2016).
CKD merupakan penyakit yang menahun dan bersifat progresif, dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme atau keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia. CKD terjadi apabila Laju Filtrasi
Glomeruler (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan atau lebih.
Berbagai faktor yang mempengaruhi kecepatan kerusakan serta penurunan fungsi
ginjal dapat berasal dari genetik, perilaku, lingkungan maupun proses
degenerative (Pongsibidang, 2016).
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irrevesible dimana
kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (Simatupang, 2019).
B. Etiologi
Menurut Prawobo, Eko (2014), etiologi Gagal ginjal kronis sering kali
menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan
penyakit sekunder (secondary illnes). Penyebab yang sering adalah diabetes
mellitus dan hipertensi. Selain itu ada penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis
diantaranya:
1. Penyakit dari ginjal :
a. Penyakit pada saringan (glomerulus) : Glomerulonefritis.
b. Infeksi kronis : Pyelonefritis, ureteritis.
c. Batu ginjal : Nefrolitiasis.
d. Kista di ginjal : Polcystis kidney.
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal:
a. Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklampsia
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
C. Manisfestasi Klinis
Menurut Corwin, E (2009) manifestasi klinis yang dapat pada CKD adalah :
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun Glomerular
Filtration Rate (GFR) dapat menurun hingga 25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, Glomerular Filtration Rate (GFR) 10% hingga 25% dari normal,
kadar kreatinin serum dan Blood Urea Nitrogen (BUN) sedikit meningkat
diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir End Stage Renal Diease (ESRD) atau sindrom
uremik (lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume
cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang
sampai koma), yang ditandai dengan Glomerular Filtration Rate (GFR)
kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat
tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek okimia dan
gejala yang komplek
D. Anatomi Fisiologi
Ginjal Merupakan organ yang berguna dalam produksi urin dan
mengeluarkan urin dari dalam tubuh. Ginjal melakukan fungsi yang paling
penting dengan menyaring plasma dan memindahkan zat dan filtrat pada
kecepatan yang bervariasi tergantung pada kebutuhan tubuh.
E. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolik (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun. Pada waktu terjadi kegagalan
ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak.
Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di
reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih
jelas dan muncul gejalagejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu.
(Barbara C Long, 2006). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare,
2015).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Antara lain,
a) Hematologi :
Melihat konsentrasi hemoglobin dan hematokrit pada penderita
penyakit ginjal kronis, dimana biasanya penderita mengalami komplikasi
berupa anemia dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin dan
hematokrit di dalam darah yang diakibatkan penurunan produksi
eritropioetin, penurunan usia sel maupun akibat dari perdarahan
gastrointestinal.
b) Kimia Darah :
Dilakukan pemeriksaan kadar nitrogen dalam darah BUN, dan
kreatinin serum, dimana pada pemeriksaannya mengalami peningkatan di
dalam darah yang menandakan adanya penurunan dari fungsi ginjal
dalam mengekskresi kedua zat yang bersifat toksik didalam tubuh.
Kreatinin serum merupakan indikator kuat bagi fungsi ginjal, dimana bila
terjadi peningkatan tiga kali lipat kreatinin, maka menandakan penurunan
fungsi ginjal sebesar 75%. Serum kreatinin juga digunakan dalam
memperkirakan LFG.
c) Analisa Gas Darah (AGD) :
Digunakan untuk melihat adanya asidosis metabolik yang ditandai
dengan penurunan pH plasma. (Smeltzer & Bare, 2015)
2. Pemeriksaan Urin
Dilakukan pemeriksaan urinalisis yaitu untuk melihat adanya sel darah
merah, protein, glukosa, dan leukosit didalam urin. Pemeriksaan urin juga
untuk melihat volume urin yang biasanya < 400 ml/jam atau oliguria atau
urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa disebabkan karena ada pus,
darah, bakteri, lemak, partikel koloid, miglobin, berat jenis < 1.015
menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas < 350 menunjukkan kerusakan
tubular. (Corwin, 2009).
3. Pemeriksaan Radiologis
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi antara lain ; sistokopi
(melihat lesi pada kandung kemih dan batu), voiding cystourethrography
(kateterisasi kandung kemih yang digunakan untuk melihat ukuran dan
bentuk kandung kemih), ultrasound ginjal (mengidentifikasi adanya
kelainan pada ginjal diantaranya kelianan struktural, batu ginjal, tumor, dan
massa yang lain), urografi intravena (melihat aliran pada glomerulus atau
tubulus, refluks vesikouter, dan batu), KUB foto(untuk menunjukkan ukuran
ginjal), arteriogram ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, massa). (Corwin, 2009)
F. Penatalaksanaan
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi
merupaka tujuan dari penatalaksanaan pasien CKD (Muttaqin& Sari, 2011).
Menurut Suharyanto dan Madjid (2009) pengobatan pasien CKD dapat
dilakukan dengan tindakan konservatif dan dialisis atau transplatansi ginjal.
Tindakan konservatif merupakan tindakan yang bertujuan untuk meredakan
atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.

1. Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan.


Intervensi diet perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup
pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk
mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium
yang hilang dan pembatasan kalium (Smeltzer & Bare, 2015).
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga
mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi produksi ion
hydrogen yang berasal dari protein. Brunner dan Suddart (2016),
menjelaskan protein yang diperbolehkan harus mengandung nilai
biologis yang tinggi (produk susu, keju, telur, daging).
b) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.
Asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.
Penggunanaan makanan dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya
dapat menyebabkan hiperkalemia.
c) Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na).
Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan,
edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan
Cairan yang diminimum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus di
awasi dengan seksama. Parameter yang terdapat untuk diikuti selain data
asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah
pengukuran Berat badan harian.
G. Konsep Asuhan Keperawatan
Menurut Hidayat, A. A (2016) & Pertami, Sumirah Budi. Konsep asuhan
keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan
Langsung pada klien di bagian tatanan Pelayanan kesehatan yang
pelaksanaannya berdasarkan kaidah profesi keperawatan Dan merupakan inti
dari keperawatan.Proses keperawatan merupakan suatu tahapan desain
tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan,yang meliputi
mempertahankan keadaan kesehatan yang optimal,apabila keadaan tidak
optimal membuat suatu jumlah dan kualitas Tindakan keperawatan terhadap
kondisi klien kembali kekeadaan normal.
Proses keperawatan dikelompokan menjadi lima tahap yaitu :
a) Pengkajian keperawatan
b) Diagnosa keperawatan
c) Intervensi keperawatan
d) Implementasi keperawatan
e) Evaluasi keperawatan
1. Pengkajian
Menurut wijaya dan putri (2013). Pengkajian adalah suatu proses
continue yang dilakukan semua fase pemecahan masalah dan menjadi dasar
untuk pengambilan keputusan. Pengkajian menggunakan banyak
keterampilan keperawatan dan terdiri atas pengumpulan, klasifikasi dan
analisis data dari berbagai sumber. Untuk memberikan pengkajian yang
akurat dan komprehensif, perawat harus mempertimbangkan informasi
mengenai latar belakang biofisik, psikologis, sosiokultural dan spiritual
pasien.
1. Sumber subjektif meliputi data yang di dapat dari klien, orang terdekat
klien, atau keluarga klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi
dan kejadian.
2. Sumber objektif yaitu data yang di dbservasi dan diukur selama proses
pemeriksaan fisik. Data pengkajian yang terkumpul mencakup klien,
keluarga, masyarakat, lingkungan atau kebudayaan. Proses pengumpulan
data pengkajian dapat diperoleh melalui anamnesa, anamnesa merupakan
suatu kegiatan wawancara antara pasien dengan dokter atau tenaga
kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-
keterangan tentang keluhan penyakit yang diderita pasien.
Anamnesa dibagi menjadi dua yaitu:
1. Auto anamnesa yaitu yang dilakukan langsung kepada pasien karena
pasien mampu melakukan tanya jawab.
2. Allo anamnesa yaitu yang dilakukan secara tidak langsung karena
pasien tidak mampu melakukan tanya jawab.
Berikut ini merupakan pengkajian secara teori yang ditemukan pada pasien
dengan. Menurut Doenges (2014). Data dasar pengkajian pada pasien CKD
adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas dan istirahat
Gejala :Kelelahan ekstream, kelemahan, malaise Gangguan
tidur(insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus , penurunan rentrang gerak
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : Nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi : DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting
pada kaki, telapak kaki, telapak tangan.
Disritmia jantung.
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, menunjukan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub perikardial ( respons terhadap akumulasi sisa).
Pucat : kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan pendarahan.
c. Integritas ego
Gejala : Faktor stres, contoh finansia, hubungan dan sebagainya Perasaan
tak berdaya tak ada harapan tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
keperibadian
d. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
Abdomen kembang, diare, atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, coklat,berawan
Oliguria dapat menjadi anuria
e. Makanan/ cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut( pernapasan amonia).
Penuggunaan diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati ( tahap akhir).
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
f. Neurosensosi
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot/kejang : sindrom “kaki gelisah” kebas rasa terbakar ada telapak
kaki.
Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya
ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang
pertahian, ketidakmampusn berkonsentrasi.
Kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, koma.
Penurunan DTR.
Tanda chvostek dan trousseau positif.
Kejang, fasikulasi oto, aktivitas kejang.
Rambut tipi, kukus rapus dan tipis.
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki (memburuk saat
malam hari).
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
h. Pernapasan
Gejala : Nafas pendek: dispnea nokturnal paroksismal : batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernapasan
kussmaul).
Batuk produktif dengan sputum merah muda-encer (edema paru).
i. Keamanan
Gejala : Kulit gatal.
Ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus Demam ( sepsis, dehidrasi) normotermia dapat
secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal (efek
GGK/Depresi repons imun).
Petekie, area ekomosis pada kulit.
Fraktur tulang: deposit fosfat kalsium ( kalsifikasi metastatik ) pada kulit,
jaringan busuk, keterbatasan gerak sendi.
j. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido,amenorea, infertilitas.
k. Interaksi sosial
Gejala : Kesuliatan menentukan kondisi, contoh tak mampus bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
l. Penyuluhan /pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga ( resiko tinggi untuk gagal ginjal ), penyakit
polikistik, nefritis ,kalkulus urinasir, malignansi.
Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini /berulang.
Pertimbangan rencana pemulangan : DRG menunjukan rerata lama
dirawat :6,4 hari
Memerlukan bantuan dalam obat, pengobatan ,
suplai,transportasi, pmeliharaan rumah.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Budiono (2015) Diagnosa keperawatan merupakan suatu
penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons
klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan. Dalam mengidentifikasi masalah klien harus terlebih
dahulu menentukan apa masalah kesehatan klien dan apakah masalah
tersebut actual atau resiko.
a. Masalah kesehatan aktual yaitu masalah yang dirasakan klien
b. Masalah kesehatan beresiko merupakan suatu masalah yang membuat
perawat lebih waspada pada pentingnya intervensi atau rencana
keperawatan
c. Kesejahteraan, diagnosis keperawatan kesejahteraan adalah penilaian
klinis tentang individu, keluarga dan komunitas
d. Sindrom, diagnosis keperawatan sindrom terdiri atas diagnosis aktual
atau resiko.
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien CKD
menurut Dongoes (2000) dan (Erdin 2018) Yaitu:
1) Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorsi
nutrien
3) Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kelebihan
volume cairan
4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler
5) Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan
6) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
7) Nausea berhubungan dengan produksi asam lambung meningkat
8) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
afterload
9) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan peningkatan tekanan darah
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Budiono (2015) Intervensi keperawatan adalah segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.
Sedangkan tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,
terapeutik, edukasi dan kolaborasi.
Komponen dalam menyusun rencana keperawatan ada dua yaitu:
1. Diagnosa yang di prioritaskan, prioritas berdasarkan kebutuhan maslow
( fisiologis, rasa aman, cinta dan mencintai, harga diri dan aktualisasi
diri).
2. Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah
diagnosa keperawatan, komponen dari tujuan yaitu : subjek, kata kerja
yang dapat di ukur, hasil, kriteria dan target waktu hidayat (2001).
Berikut adalah tujuan dan kriteria hasil dari diagnosa menurut
Dongoes (2000) dan (Erdin 2018), dengan menggunakan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI).
4. Implementasi Keperawatan
Menurut Budiono (2015) Implementasi keperawatan adalah
pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud agar
mencapai tujuan yang spesifik, kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal
yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan
serta pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping dengan mengikut
sertakan pasien dan keluarganya.
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Budiono (2015) Tahap penilaian atau evaluasi adalah
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan
melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatannya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada perencanaan.
Teknik penulisan SOAP adalah sebagai berikut :
1) S (Subjective) :
Bagian ini meliputi data subjektif atau informasi yang
didapatkan dari klien setelah mendapatkan tindakan
2) O (Objective) :
Informasi yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan perawat setelah
tindakan.
3) A (Assesment) :
Membandingkan antara informasi subjektif & objektif
dengan tujuan & kriteria hasil yang kemudian dapat ditarik
kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah teratasi
sebagian, atau masalah tidak teratasi.
4) P (Planning) :
Adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.

DAFTAR PUSTAKA
As’adi Muhammad.(2012). Serba Serbi Gagal Ginjal. Yogyakarta : Diva press.
Barbara C. Long, (2006). Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3, EGC, Jakarta
Desfrimadona. (2016). Kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik dengan
hemodialisa di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Skripsi. Padang
:Universitas Andalas Fakultas Keperawatan.
Doenges, Marilynn E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien/Marilynn E.
Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geossler; alih bahasa, I
Made Kariasa, Yasmin Asih – Ed. 3.Jakarta : EGC
Jaka, D. (2018). Gagal ginjal.
https://www.mitrakeluarga.com/artikel/artikelkesehatan/gagal-ginjal-bukan-akhir-
segalanya-2
Joachim., Dkk . (2010). Penyakit Ginjal In Patofisiologi Penyakit Pengantar
Menuju Kedokteran Klinis. Alih bahasa: Brahm U. Pendit et al. Jakarta:
EGC.
Madjid,. Dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan/Toto Suharyanto, Abdul Madjid; Copy Editor: Agung
Wijaya, A.md. Jakarta: TIM
Muttaqin dan Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nuari NA, Widayati D. (2017). Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan
Keperawatan. Sleman: Budi Utama.
88
Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Wiyata. (2015). Obat Herbal pada Kejadian Gagagl Ginjal Kronik Di RSUP DR
Wahidin Sudiro Husodo Makasar Journal Wiyata.3(2) 162 - 167.
Pongsibidang , G. S. (2016). Resiko Hipertensi, Diabetes Militus Dan
Mengkonsumsi
Potter & Perry.( 2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba
Medika
Prabowo, Eko dan Andi Eka Pranata. (2014). Asuhan keperawatan system
perkemihan. Yogyakarta. Hukum Medika.
Smeltzer, S.C, (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk
Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
World Health Organisation. (2015). Report of a WHO Study Group. World Health
Organisation. Geneva-Switzerland. (2006). S5-36.

Anda mungkin juga menyukai