Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan

kualitas hidup manusia. Umumnya setiap orang ingin mencapai usia

panjang dan tetap sehat, berguna, dan bahagia. Menjadi tua dengan

segenap keterbatasannya, merupakan suatu fase yang harus dijalani

setiap manusia dalam kehidupannya. Lansia yang sehat dan bugar dapat

tercapai apabila mempertahankan status gizi pada kondisi optimum dan

konsumsi makanan (Nova Elvia, 2012).

Banyak hal yang menjadi penyebab munculnya penyakit

degeneratif (multifaktor), penyebab penyakit degeneratif tidak bisa

dilepaskan dari faktor penurunan fungsi tubuh atau penuaan. Penyakit

degeneratif memiliki hubungan yang sangat kuat dengan bertambahnya

umur seseorang, namun penyebab utama yang mempercepat munculnya

penyakit degeneratif salah satunya adalah perubahan gaya hidup, yaitu

perubahan pola makan (Khasanah, 2012).

Salah satu penyakit kronis yang banyak diderita saat ini adalah

gagal ginjal. Chronic Kidnes Desease (CKD) merupakan masalah utama

kesehatan di dunia. CKD menempati peringkat ke 27 dalam daftar

penyebab kematian diseluruh dunia pada tahun 1990,namun naik menjadi

peringkat ke 18 pada tahun 2010 (Jha et al, 2013

(www.biomedcentral.com))

1
Ginjal yang rusak dapat menjalani serangkaian progresif struktural

dan fungsi yang memungkinkan pemeliharaan fungsi yang berguna

bahkan ketika telah rusak parah. Tingkat dan keefektifan dari adaptasi-

adaptasi ini mencirikan lima tahap CKD yang berbeda sejauh mana

dialisis dapat memenuhi fungsi ginjal normal. (Roesli R, 2013)

CKD dapat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang telah

berlangsung setidaknya selama 3 bulan. Ini dapat terlihat berdasarkan

tingkat laju filtrasi glomerulus. Bukti klinis CKD termasuk urinalisis

abnormal dan ukuran ginjal berkurang, dengan atau tanpa laju filtrasi

glomerulus yang berkurang. (Roesli R, 2013)

Chronic kidney disease (CKD) can be defined in a variety of ways.

The US Preventive Health Service defines it as decreased kidney

function, with size-adjusted estimated glomerular filtration rate

(eGFR/1.73 m2) <60 mL/min, or as kidney damage that persists for at

least 3 months. (Daugirdas J. T, 2015)

The management of a patient with CKD involves the following

considerations: screening, etiologic diagnosis, and staging of the CKD

severity; identifying and managing patients at high risk of progression;

management of complications of CKD; and preparing the patient for

transplantation or renal replacement therapy. (Daugirdas J. T, 2015)

Penyakit ginjal kronis (PGK) dapat didefinisikan dengan berbagai

cara. US Preventive Health Service (USPHS) mendefinisikannya sebagai

penurunan fungsi ginjal, dengan ukuran filtrasi glomerulus diperkirakan

disesuaikan (eGFR / 1,73 m2) <60 mL / mnt, atau sebagai kerusakan

ginjal yang berlanjut minimal 3 bulan. (Daugirdas J. T, 2015)

2
Manajemen pasien dengan PGK melibatkan hal-hal berikut yaitu:

skrining, diagnosis etiologi, dan penentuan keparahan PGK;

mengidentifikasi dan mengelola pasien yang berisiko tinggi sehingga

mengalami perkembangan; manajemen komplikasi PGK; dan

mempersiapkan pasien untuk transplantasi atau terapi penggantian ginjal.

(Daugirdas J. T, 2015)

Menurut World Health Organization (WHO) data hingga 2011.

Menurut system review dan meta analysis yang dilakukan oleh Hill et al,

2016 mendapatkan prevalensi global CKD sebesar 13,4%.

WHO memperkirakan di Indonesia akan terjadi peningkatan pada

penderitan CKD pada tahun 1995-2025 sebesar 41,4% dan menurut data

dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) diperkirakan terdapat

70.000 penderita di Indonesia. Data dari PT Askes menunjukan penderita

CKD pada tahun 2011 sebanyak 23.261 orang,sedangkan pada tahun

2012 terjadi peningkatan menjadi 24.141 orang (Manguma dkk, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO), data hingga 2015

diperkirakan tingkat presentase dari 2009 sampai 2011 ada sebanyak 36

juta warga dunia meninggal akibat CKD. Lebih dari 26 juta orang dewasa

di Amerika atau sekitar 17 % dari populasi orang dewasa terkena CKD

(Bomback and Bakris, 2011).

Indonesia termasuk pada tingkat gagal ginjal yang cukup tinggi,

sampai Desember 2017 terdapat 30831 penderita gagal ginjal baru dan

77892 penderita gagal ginjal aktif di Indonesia, menurut Indonesia Renal

Registry (IRR, 2017). Di Jawa Barat berdasarkan data Riset Kesehatan

3
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menurut diagnosa dokter Indonesia

penderita CKD 412 orang( 0.3%).

Data dari Dinas Kesehatan Cianjur jumlah penderita CKD relatif

meningkat tiap tahunnya, maka diambil data 3 tahun terakhir, pada tahun

2015 jumlah penderita CKD 861 orang, pada tahun 2016 jumlah penderita

CKD 1156 orang, pada tahun 2017 penderita CKD 1461 orang. (Dinkes

Cianjur, 2018)

Grafik 1.1. Jumlah Pasien CKD Tahun 2015, 2016 dan 2017

Pasien CKD

1200

1000

800 Pasien CKD

600

400

200

0
Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Sumber : Data rekam medik Dinkes Cianjur (2018)

Berdasarkan data Rekam Medis, RSUD Sayang penyakit CKD

merupakan penyakit 10 terbesar. Data yang diperoleh pada tahun 2015

jumlah penderita CKD 641, pada tahun 2016 jumlah penderita CKD 843

orang, pada 2017 penderita CKD 1123 orang (jumlah keseluruhan yang

4
berobat ke poli rawat jalan maupun rawat inap). (Rekam Medik RSUD

Sayang, 2018)

Tindakan pada pasien yang menderita CKD yaitu dengan

dilakukannya dialisys/hemodialisis (HD).

Dialysis is a process whereby the solute composition of a solution,

A, is altered by exposing solution A to a second solution, B, through a

semipermeable membrane. Conceptually, one can view the

semipermeable membrane as a sheet perforated by holes or pores. Water

molecules and low-molecular-weight solutes in the two solutions can pass

through the membrane pores and intermingle, but larger solutes (such as

proteins) cannot pass through the semipermeable barrier, and the

quantities of high-molecular-weight solutes on either side of the

membrane will remain unchanged. (Daugirdas J. T, 2015)

Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi zat terlarut dari

suatu larutan, A, diubah dengan mengekspos solusi A ke solusi kedua, B,

melalui membran semipermeabel. Secara konseptual, seseorang dapat

melihat semipermeabel membran sebagai lembaran berlubang oleh

lubang atau pori-pori. Air molekul dan zat terlarut berbobot molekul

rendah dalam dua larutan bisa melewati pori-pori membran dan berbaur,

tetapi zat terlarut lebih besar (seperti protein) tidak bisa melewati

penghalang semipermeabel, dan jumlah zat terlarut berat molekul tinggi

pada keduanya sisi membran akan tetap tidak berubah. (Daugirdas J. T,

2015)

HD di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang

telah dilaksanakan di rumah sakit-rumah sakit rujukan maupun pelayanan

5
kesehatan lain. Jumlah Unit Renal yang melayani pelayanan HD

berjumlah 433, dengan jumlah mesin HD 9335 dari berbagai merk.

Jumlah pasien yang menjalani HD di Indonesia sampai tahun 2017

berjumlah 108.723 pasien dengan jumlah perawat HD yang tersertifikasi

sejumlah 3389 orang (IRR, 2017).

Keefektifan pembatasan jumlah cairan pada pasien CKD

bergantung kepada beberapa hal, antara lain pengetahuan pasien

terhadap jumlah cairan yang boleh diminum. Upaya untuk mencipta-kan

pembatasan asupan cairan pada pasien CKD diantaranya dapat

dilakukan melalui pemantauan intake output cairan per harinya,

sehubungan dengan intake cairan pasien CKD bergantung pada jumlah

urin 24 jam (Europe-an Society for Parenteral and Enteral Nutri-tion

dalam Pasticci, Fantuzzi, Pegoraro, Mc Cann, Bedogni, 2012).

Pemantauan dilakukan dengan cara mencatat jumlah cairan yang

diminum dan jumlah urin setiap harinya pada chart/tabel (Shepherd,

2011). Sehubungan dengan pentingnya program pembatasan cairan

pada pasien dalam rangka mencegah komplikasi serta mempertahankan

kualitas hidup, maka perlu dilakukan analisis praktek terkait intervensi

dalam mengontrol jumlah asupan cairan melalui pencatatan jumlah cairan

yang diminum serta urin yang dikeluarkan setiap harinya.

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat

harus mampu berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan

cara mengubah perilaku pada pasien atau keluarga dapat dilakukan

dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan.

6
Melalui promosi kesehatan ini diupayakan pasien tidak lagi

mengalami gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang

tidak sehat. Contoh dari peran perawat sebagai pendidik yaitu

keseluruhan tujuan penyuluhan pasien dan keluarga adalah untuk

meminimalkan stres pasien dan keluarga, mengajarkan mereka

Hubungan Kualitas Pelayanan, terapi dan asuhan keperawatan di rumah

sakit, dan memastikan keluarga dapat memberikan asuhan pada pasien

yang sesuai di rumah saat pulang (Kyle & Carman, 2015).

Fernandez, et al (2014) menggunakan berbagai metode untuk

meningkatkan kepatuhan pasien yaitu dengan leafleat, audio visual, dose

reminder, pelatihan tehnis dan juga pemberian motivasi.

Peningkatan prevalensi kejadian yang terjadi pada pasien CKD

dapat disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah

ketidaktepatan dalam melakukan terapi. Pemantauan yang dilakukan oleh

RS terkait dengan pengelolaan cairan itu sendiri yaitu dengan cara

mencatat respon pasien pada lembar asessment yang dibuat oleh RS.

Pemantauan yang termuat dalam lembar tersebut diantaranya adalah

tekanan darah, pernafasan, edema dan nilai biochemical marker.

Kegiatan ini dilakukan oleh perawat hemodialisis setiap kali pasien akan

menjalani terapi, selama terapi dan setelah dilakukan terapi.

Kepatuhan pasien dalam penatalaksanaan penyakitnya seperti

terapi fisik pada penyakit dasarnya dan terapi nutrisi (pembatasan asupan

cairan, kalium, fosfor) dapat mempengaruhi proses dalam

mempertahankan kualitas hidup pasien itu sendiri sehingga dapat

mempengaruhi keadaan umum pasien menjadi lemah, kualitas hidup

7
pasien menjadi kurang baik, ini dibuktikan dari adanya berbagai keluhan

pada pasien tersebut seperti sesak napas, terdapat edema pada

sebagian tubuh, ekstremitas atau seluruh tubuh, seringnya rawat inap

karena terjadi keluhan tersebut hingga mungkin mendapatkan

pengobatan atau terapi hemodialisis sebelum jadwal yang ditetapkan.

Kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan pada pasien gagal

ginjal kronik dengan hemodialisa merupakan hal yang penting untuk

diperhatikan, salah satu caranya adalah dengan memberikan pendidikan

kesehatan. Meskipun pada awalnya yang menjalani hemodialisa sudah

diberikan pendidikan kesehatan dengan cara ceramah mengenai

pembatasan dan asupan cairan, akan tetapi pada kenyataannya, pada

terapi hemodialisa berikutnya masih sering terjadi keluhan sesak nafas

akibat kenaikan berat badan melebihi 5% dari berat badan kering. Hal

tersebut diduga akibat ketidak patuhan pasien dalam menerapkan

pembatasan asupan cairan (Neliya, 2012).

Penelitian Hare, Carter & Forshaw (2013, membuktikan bahwa

metode terapi kognitif dapat menurunkan adanya oedema setelah 6

minggu intervensi sebagai indikasi peningkatan terhadap kepatuhan

pembatasan asupan cairan. Fernandez, et al (2014), menggunakan

berbagai metoda untuk meningkatkan kepatuhan pasien yaitu dengan

audio visual, dose reminder, pelatihan tehnis dan juga pemberian

motivasi.

Sebelum peneliti menyusun proposal, peneliti menemukan jurnal

dengan judul “pengaruh pendidikan kesehatan secara individual tentang

pembatasan asupan cairan terhadap pengetahuan tentang pembatasan

8
cairan dan IDWG (interdialytic weight gain) pada pasien hemodialisis”.

Hasil dari penelitian tersebut didapatkan bahwa rata-rata pengetahuan

pasien HD tentang asupan cairan dan IDWG sebelum diberi pendidikan

kesehatan adalah 8,33 pada kelompok eksperimen dan 8,27 pada

kelompok kontrol, sedangkan sesudah pemberian pendidikan kesehatan

menjadi 10,40 pada kelompok eksperimen dan 8,13 pada kelompok

kontrol. Berdasarkan hasil uji t dependent, di peroleh p value (0,000) < α

(0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

pengetahuan tentang pembatasan asupan cairan dan IDWG pada pasien

hemodialisis yang bermakna sebelum dan sesudah diberikan pendidikan

kesehatan secara individual pada kelompok eksperimen.

Sedangkan jurnal dengan judul “pengaruh pendidikan kesehatan

terhadap kepatuhan pasien CKD untuk mempertahankan kualitas hidup di

RSUD Pandanarang Boyolali” didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan

tingkat kepatuhan pasien CKD antara kelompok eksperimen dan kontrol

setelah dilakukan pendidikan kesehatan di ruang hemodialisis RSUD

Pandanarang Boyolali. Dimana didapatkan t hitung < t tabel yaitu 0,675 <

2,000 dengan p 0,504 lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat

perbedaan posttest kelompok perlakuan dan kontrol.

Dari kedua jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan

kesehatan atau promosi kesehatan dapat berpengaruh terhadap perilaku

seseorang atau dalam panilitian ini adalah pasien yang menjalani

hemodialisis.

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien yang mengalami

kelemahan fisik akibat penurunan fungsi organ (ginjal) sehingga perlu

9
dilakukan perawatan, berdasarkan orem pada tiga katagori perawatan

meliputi Universal self care requisite yaitu membantu klien memenuhi

kebutuhan dasarnya, Developmental self care requisit yaitu kemampuan,

hambatan dan sistem pendukung lingkungan dan keluarga dalam

beradaptasi terhadap kondisi klien dan health deviationya itu pemberian

bantuan dan dukungan pada klien (Orem, 2001).

Perawatan diri (Selfcare) pada pasien hemodialisa merupakan

upaya pasien secara aktif untuk mempertahankan kesehatan dan

berespon terhadap aktivitas sehari hari yang akan dilakukannya. Program

perawatan diri (self-care) ini mampu meningkatkan kualitas hidup terkait

aktivitas sehari-hari pasien gagal ginjal kronis, namun kenyataan yang

ditemui masih tingginya kejadian rehospitalisasi pasien dan

ketidakmampuan pasien melakukan aktivitas sehari hari akibat kurangnya

dorongan dan pengetahuan terkait dengan penyakit dan gangguan

psikologis yang dialami, hal tersebut disebabkan karenapasien belum

mengikuti dengan benar upaya pelaksanaan perawatan diri, yaitu edukasi

perawatan diri.

Sebelum penelitian, peneliti melakukan studi awal dengan mendata

melalui observasi terhadap 10 pasien yang menjalani terapi cuci darah di

Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur selama 1 minggu, terhitung mulai

dari tanggal 25 Februari hingga 2 Maret 2019. Didapatkan hasil bahwa

dari 10 pasien ada 8 pasien yang mengalami kenaikan berat badan lebih

dari 5% dari berat badan keringnya, sedangkan 2 pasien lainnya

mengalami kenaikkan kurang dari 5%. Menurut Pernefri (2013) kenaikan

berat badan pasien CKD sebelum dilakukan cuci darah harus dibawah

10
5%, hal ini menunjukkan masih banyak pasien yang tidak patuh dalam

menjaga asupan cairan.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian “Pengaruh Promosi Kesehatan Dengan Media Audio

Visual Tentang Asupan Cairan Terhadap Perubahan Berat Badan

Pada Pasien Cronic Kidney Deases (CKD) Yang Menjalani

Hemodialisis Di Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Dari Latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah

adalah adakah pengaruh antara Pengaruh Promosi Kesehatan Dengan

Media Audio Visual Tentang Asupan Cairan Terhadap Perubahan Berat

Badan Pada Pasien Cronic Kidney Deases (CKD) Yang Menjalani

Hemodialisis Di Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur Tahun 2019 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh antara promosi kesehatan dengan media

audio visual tentang asupan cairan terhadap perubahan berat badan

pada pasien Cronic Kidney Deases (CKD) yang menjalani

Hemodialisis Di Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran berat badan pada pasien CKD sebelum

dilakukan intervensi promosi kesehatan di Ruang Mawar RSUD

Sayang Cianjur tahun 2019.

11
b. Mengetahui gambaran berat badan pada pasien CKD sesudah

dilakukan intervensi promosi kesehatan di Ruang Mawar RSUD

Sayang Cianjur tahun 2019.

c. Mengetahui pengaruh antara promosi kesehatan dengan media

audio visual tentang asupan cairan terhadap perubahan berat

badan pada pasien Cronic Kidney Deases (CKD) yang menjalani

Hemodialisis Di Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur Tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan Keilmuan

khususnya mengenai pengaruh pendidikan pasien dengan media

Audio Visual tentang pembatasan cairan pada pasien Cronic Kidney

Deases (CKD) di Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi RSUD Sayang Cianjur

Sebagai bahan pengetahuan, pengalaman serta saran untuk

meningkatkan pelayanan khususnya di Ruang Mawar agar pasien

dapat membatasi asupan cairan yang dikonsumsinya.

b. Bagi STIKes Budi Luhur

Hasil peneliti ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan

(referensi) dan dapat mendapatkan pengetahuan bagi peneliti

selanjutnya.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat menerapkan keilmuan yang telah didapat untuk

diterapkan dilapangan.

12

Anda mungkin juga menyukai