Ginjal adalah organ yang berperan penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-basa dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit, dan nonelektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai urin. Ginjal juga mengeluarkan produk sisa metabolisme (misal urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing (Price dan Wilson, 2006). Ginjal menjalankan fungsi multipel, salah satu diantaranya adalah ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing termasuk toksin melalui proses filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi oleh nefron yang merupakan unit fungsional terkecil ginjal (Guyton dan Hall, 2008). Ketika fungsi ginjal mengalami kegagalan maka akan menimbulkan keadan yang disebut sebagai uremia serta dapat menyebabkan penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) (Price, 2015). CKD (Chronic Kidney Desease) adalah penyakit yang terjadi penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi GFR < 60 ml/min/1,73 m2 selama > 3 bulan. Diperkirakan tahun 2025 di Asia Tenggara, Mediterania dan Timur Tengah serta Afrika mencapai lebih dari 380 juta orang, hal tersebut dipengaruhi oleh factor pertumbuhan penduduk, peningkatan proses penuaan, urbanisasi, obesitas dan gaya hidup tidak sehat. Penyakit ini terjadi secara progresif dan irefersible yang dapat disebabkan karena faktor usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit seperti: diabetus, hipertensi dan penyakit metabolik lain yang dapat menurunkan gangguan fungsi ginjal. Selain itu, penyalahgunaan obat analgetik dan anti inflamasi non steroid selama bertahun-tahun dapat memicu risiko terjadinya CKD. Pada Tahun 2017 tercatat 69,75 juta kasus CKD pada semua tahap, dengan prevalensi global sebesar 9,1 %. Secara global pada semua usia, prevalensi usia standar tetap stabil (Global Burden Disease, 2020). CKD stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara CKD stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya perawatan dan penanganan yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit ini baik pada stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian. Penyakit ginjal kronik juga merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian akibat penyakit kardiovaskuler pada CKD lebih tinggi daripada kejadian berlanjutnya CKD stadium awal menjadi stadium akhir (Delima et al., 2017). Menurut WHO (2018) gagal ginjal kronik adalah masalah kesehatan, terdapat 1/10 penduduk dunia diidentikkan dengan penyakit ginjal kronis dan diperkirakan 5 sampai 10 juta kematian pasien setiap tahun, dan diperkirakan 1,7 juta kematian setiap tahun karena kerusakan ginjal akut. Prevalensi CKD (Chronic Kidney Desease) di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 499.800 orang (0,2%), dalam lima tahun pada tahun 2018 tercatat peningkatan menjadi sebanyak 713.783 orang (0,38%). Prevalensi terendah di propinsi Sulawesi Barat 0,18% dan tertinggi di Kalimantan Utara 0,64% (Riskesdas, 2018). Berdasarkan data yang di peroleh dari USRDS (United states Real Data System) pada tahun 2014 angka insiden adanya ESRDS meningkat dari tahun 2011 sebanyak 111.209 orang , tahun 2012 sebanyak 112.596. Data IRR 2016 mendapatkan pasien baru anak usia 1-14 tahun sebanyak 0,41%, turun dari 0,63% pada tahun 2015. Terdapat beberapa penatalaksanaan terhadap penyakit CKD pada stadium akhir atau ESRD yaitu terapi pengganti ginjal dan salah satunya adalah hemodialisis. Hemodialisis (HD) adalah prosedur perawatan untuk menyaring limbah dan air dari darah, sama halnya seperti fungsi ginjal dalam tubuh. Sehingga prosedur ini bisa disebut sebagai pengganti ginjal yang sudah rusak. Selain melakukan penyaringan dan mengeluarkan toksin-toksin tubuh, hemodialisis turut membantu menyeimbangkan mineral penting, seperti kalsium, kalium, dan natrium serta mengontrol tekanan darah. Hemodialisis dibutuhkan oleh pasien yang mengidap penyakit jantung kronis, atau gagal ginjal. Disamping itu, dokter juga akan melakukan hemodialisis apabila tes laboratorium menunjukkan bahwa pasien perlu menjalaninya. Hemodialisis merupakan perawatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pengidap gangguan ginjal, namun tidak bisa menyembuhkan gangguan ginjal. Hemodialisis (HD) bukan pilihan yang tepat untuk anak usia 5 tahun karena akan ada dampak yang buruk terhadap anak contohnya psikososial, emosional, financial dan pada keluarga anak itu sendiri. Untuk anak usia dibawah 2 tahun dan Berat badan dibawah 10 kg pilihan utamanya Peritoneal Dialysis (PD). Pelaksanaan hemodialisis pada anak membutuhkan tim yang terdiri dari ahli ginjal, perawat, pekerja sosial, administrasi, dan ahli gizi yang memiliki pelatihan dan keahlian dalam dialisis dan ilmu pediatri. Dalam sebuah paparan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bahwa ganguan CKD pada anak di Rumah sakit seluruh Dunia sekitar 33,7%, dengan angka kematian anak sekitar 13,8%. Di Amerika Serikat pada tahun 2015 ada sekitar 1.399 anak mengalami gagal ginjal dan 9.800 anak mengidap gangguan ginjal kronik. Untuk di Indonesia sendiri menurut data RSUD Kariadi, terdapat 566 pasien gangguan ginjal selama periode 2015-2017, sebesar 37,6% diantaranya anak-anak usia 5-12 tahun, 29,3% anak balita dan 29% anak remaja. Melalui pengamatan awal pasien CKD pada anak di Ruang Malahayati dari tahun 2019 hingga Juli 2023 didapatkan sebanyak 35 anak. Pada umumnya, pasien dewasa yang rutin hemodialisis memiliki mental psikologi yang kuat dibandingkan dengan anak-anak usia 0-12 tahun. Sebagai orang tua harus tahu tentang gejala gangguan ginjal pada anak diantaranya adanya pembekakan, adanya darah dalam urine, sesak nafas dan lain sebagainya. Cara untuk mencegah gangguan tersebut dengan cara mencegah dehidrasi pada anak terutama ketika diare atau muntah-muntah, konseling genetik, melakukan pemeriksaan secara rutin, menghindari konsumsi obat-obatan yang berlebihan tanpa adanya rekomendasi dari dokter. Pasien anak yang menjalani hemodialisis harus segera ditangani dan diberikan asuhan keperawatan yang tepat dan profesional sehingga dapat segera menyelesaikan masalah yang dapat mengancam kehidupan pasien. Oleh karena itu peran perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien anak yang menjalani hemodialisis, serta diharapkan tidak hanya terhadap keadaan fisik pasien tetapi juga psikologis pasien. Berdasarkan data tersebut penulis tertarik membuat tugas akhir Pelatihan Dialisis dengan judul Asuhan Keperawatan CKD pada Anak yang Menjalani Hemodialisis di Ruang Malahayati RSUD dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pasien CKD (Chronic Kidney Disease) pada Anak yang yang menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien CKD (Chronic Kidney Disease) pada Anak yang yang menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penulisan ini adalah : 1. Mampu melakukan pengkajian pada pasien CKD (Chronic Kidney Disease) pada Anak yang yang menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur. 2. Mampu melakukan analisa data pasien CKD (Chronic Kidney Disease) pada Anak yang yang menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur. 3. Mampu menetukan diagnosa pasien CKD (Chronic Kidney Disease) pada Anak yang yang menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur. 4. Mampu melakukan implementasi pasien CKD (Chronic Kidney Disease) pada Anak yang yang menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur. 5. Mampu melakukan evaluasi pasien CKD (Chronic Kidney Disease) pada Anak yang yang menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Institusi Mampu mengembangkan hasil dari Teori penelitian dalam hal menanganan gangguan ginjal pada anak dapat dijadikan suatu tolak ukur serta upaya Rumah Sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan. 1.4.2 Bagi Perawat Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan professional pada pasien anak yang sedang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur. 1.4.3 Bagi Pasien dan Keluarga Pasien dan keluarga mampu mengenal dan melakukan pencegahan untuk menghindari gangguan ginjal pada anak sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.