Disusun Oleh:
INDAH NOVIANINGRUM
NIM 161110033
Skripsi
Diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan
menyelesaikan studi program Sarjana Keperawatan
INDAH NOVIANINGRUM
NIM 161110033
1. 1 Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses potofisiologis dengan
berbagi penyebab yang mengakibatkan menurunya fungsi ginjal secara
progresif dimana tubuh mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit dan sebagai akibat lanjutan dari penyakit ginjal itu
sendiri atau penyakit lain yang berasal dari luar ginjal yang dapat
mengakibatkan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah menurunya fungsi ginjal
secaraireversibel, pada suatu derajat memerlukan terapi berupa
penggantian ginjal secara tetap, dengan dialisis atau bahkan transplantasi
ginjal (Muttaqin & Sari, 2011)
Prevalesi penyakit ginjal kronik saat ini terus meningkat di seluruh
dunia. Diperkirakan lebih dari 50 juta penduduk dunia mengalami penyakit
ginjal kronik (PGK) dan 1 juta diantaranya membutuhkan terapi pengganti
ginjal. Data chronic for disease control dan prevention (CDC tahun 2010),
lebih dari 20 juta warga negara Amerika serikat menderita penyakit ginjal
kronik, angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. lebih dari 35%
pasien diabetes menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20%
pasien hipertensi memiliki penyakit ginjal kronik (CDC dalam Adiatma,
2014). Berdasarkan data dari riskesdas tahun 2018, data pasien gagal ginjal
kronik di Indonesia sebanyak 3,8 permil. Rata rata penyakit ginjal kronik
di Indonesia terjadi pada usia ≥ 15 tahun , sebanyak 0,1% hingga 0,5%
dan terbanyak pada usia 65 sampai 74 tahun sebanyak 8,23 permil.
Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan utara sebanyak 6,4
permil dan terendah di Sulawesi Barat sebanyak 1,8 permil [ CITATION
Kem18 \l 1033 ]. Berdasarkan data dari rekam medik di ruang Hemodialisa
Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya di dapatkan data sensus harian
kunjungan pasien di ruang hemodialisa sebanyak 11.077 pasien yang
menjalani dialisis pada tahun 2016 (Januari-Desember), sedangkan pada
tahun 2017 (Januari-Desember) sebanyak 11.364 pasien yang menjalani
dialisis.
Pasien dengan penyakit ginjal kronik memerlukan pengobatan khusus
atau terapi yang disebut terapi pengganti untuk bertahan hidup yaitu
dengan melakukan dialysis.Terapi hemodialisis merupakan salah satu
terapi yang berfungsi sebagai pengganti fungsi kerja ginjal yaitu,
mengeluarkan sisa hasil metabolisme dan kelebihan cairan serta zat yang
tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh dengan cara difusi dan hemofiltrasi
[ CITATION Mah18 \l 1033 ] . Terapi hemodialisa ini dapat memperpanjang
usia namun tidak merubah perjalanan alami penyakit ginjal yang
mendasai, selain itu terapi ini juga tidak dapat mengendalikan seluruh
fungsi ginjal [CITATION Uta \l 1033 ]. Pada pasien yang telah lama menjalani
terapi hemodialisa sering muncul beberapa masalah seperti aktifitas yang
dibatasi, biaya yang dikeluarkan selama proses hemodialysis, pembatasan
asupan cairan, dan pelayanan yang diberikan oleh petugas selama proses
perawatan.
World Health Organization ( WHO ) mendefinisikan kualitas hidup
sebagai persepsi individu dari posisi kehidupan individu dalam konteks
sistem budaya dan nilai nilai dimana individu hidup serta dalam
hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, kekhawatiran [ CITATION
Sun18 \l 1033 ]. Hal ini terangkum secara kompleks dalam WHOQL
-BREEF mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan,
hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka
(Salim, et all 2015) . Untuk mencapai kualitas hidup perlu berubah secara
fundamental atas cara pandang pasien terhadap penyakit ginjal kronik itu
sendiri [ CITATION Rus181 \l 1033 ]
Pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa
akan merasa dirinya lebih berharga saat mendapat dukungan dari keluarga.
Dukungan keluarga sendiri merupakan suatu sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit dan membutuhkan
bantuan serta pertolongan baik dalam peningkatan harga diri, pemberi
keamanan, hingga pemecahan suatu masalah yang dihadapi dalam
menjalankan fungsi keluarga dimana dukungan keluarga berpengaruh
terhadap kesehatan mental penderita serta sebagai strategi preventif untuk
mengurangi stress dimana pandangan hidup menjadi luas dan tidak mudah
stress [ CITATION Wur13 \l 1033 ] . Dimana bentuk dukungan keluarga
menurut Fridmen (2010) terbagi atas dukungan penilaian, dukungan
instrumental, dukungan informasional, dan dukungan emosional.
Hasil penelitian[ CITATION Cec11 \l 1033 ] tentang hubungan tingkat
stres dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik (GGK) yang
menjalani hemodialisa di RSUP DR. Damili Padang Tahun 2011,
menunjukan adanya hubungan antara tingkat stress dengan kualitas hidup
dimana semakin tinggi tingkat stres respon maka semakin rendah kualitas
hidup responden tersebut (r=-0,751) sedangkan penelitian yang dilakukan
Suryaningsih. Kanine dan wowling (2013) tentang hubungan dukungan
keluarga dengan depresi pada pasien penyakit ginjal kronik diruangan
hemodialisa BLU RSUP Prof. Dr. RD. Kandou Manado, menunjukan ada
hubungan bermakna antara hubungan dukungan keluargan dengan depresi
pada pasien penyakit kronik di ruang hemodialisis BLU ( Badan layanan
umum) RSUP Prof Dr. RD. Kandou Manado dengan nilai P = 0,004 <
0,005.
Berdasarkan data kunjungan pasien ke unit Hemodialisa dalam 1
tahun terakir kurang lebih 1.520 kunjungan. Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di RSUD Sultan Imanuddin jumlah pasien yang mengalami
penyakit ginjal kronik (PGK) dari bulan Oktober sampai bulan Maret 2020
sebanyak 35 pasien, diantaranya laki – laki 28 pasien, perempuan 7 pasien.
Dari hasil observasi 5 dari 7 orang pasien ditemui oleh anggota
keluarganya saat menjalani hemodialisa. Seluruh pasien mengatakan sudah
tidak bekerja lagi, tidak mengikuti kegiatan lingkungan dengan tidak hadir
saat diundang rapat, kerja bakti dan pengajian karena alasan fisik yang
mengalami penurunan sehingga pasien merasa minder apabila berjumpa
dengan orang lain.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien
penyakit ginjal kronik dalam menjalani hemodialisa di RSUD Sultan
Imanuddin Pangkalan Bun tahun 2020.
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui
apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronik dalam menjalani proses hemodialisa.
1. 3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas
hidup pasien penyakit ginjal kronik dalam menjalani proses
hemodialisa di RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun Tahun
2020.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui karakteristik responden penyakit ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa di RSUD Sultan Imanuddin
Pangkalan Bun.
1.3.2.2 Mengetahui dukungan keluarga pada pasien yang menjalani
hemodialisa di RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun.
1.3.2.3 Mengetahui kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisa di RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun.
1.3.2.4 Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan kualitas
hidup pasien penyakit ginjal kronik di RSUD Sultan
Imanuddin Pangkalan Bun.
1. 4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi
Sebagai salah satu referensi bagi institusi dalam
memberikan dan mengembangkan ilmu keperawatan dalam
memberikan informasi kepada masyarakat pentingnya dukungan
keluarga pada pasien hemodialisis untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien.
Penelitian dari Zurnelli at,all 2015 menggunakan desain penelitian analitik cross
sectional, dengan menggunakan total sampling seperti penelitian yang akan dilakukan
peneliti. Yang membedakan adalah pada tempat pelaksanaan penelitian. Pada penelitian
tersebut, penelitian dilaksanakan di ruang hemodialisa RSUD Arifin Achmad Pekanbaru,
sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti di RSUD Sultan Imanuddin
Pangkalan Bun.
Penelitian yang dilakukan oleh Al Saadah, 2018 menggunakan desain penelitian
analitik cross sectional dengan populasi seluruh pasien dan keluarga pasien gagal ginjal
kronik di RSI Jemur Sari Surabaya, Sampel diambil menggunakan tehnik simple random
sampling. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada tehnik
pengambilan sampel peneliti menggunakan tehnik total sampling yaitu seluruh pasien
yang menjalani hemodialisa di ruang hemodialysis RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan
Bun.
Penelitian yang dilakukan oleh Shalahudin, Rasidin, 2018 menggunakan desain
penelitian deskriptif korelatif dengan desain cross sectional variabel independennya
adalh dukungan keluarga dan variabel independennya adalah kepatuhan pasien gagal
ginjal kronik dalam menjalani hemodialisa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel dependen. Variabel dependen
pada penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik. Serta pada desain penelitiannya, desain penelitian yang akan dilakukan peneliti
menggunakan desain analitik cross sectional.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4) Dukungan emosional.
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara
emosional,sedih,cemas dan kehilangan harga diri, Jika depresi
mengurangi perasaan seseorang akan hal yang di miliki dan
dicintai. Dukungan emosional memberikan individu perasaan
nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam
bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu
yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini
keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.
2.1.5 Manfaat Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga dapat berfungsi untuk meningkatkan kesehatan
dan adaptasi keluarga sebagai efek dari dukungan sosial dan
kesejahteraan keluarga [ CITATION Sut18 \l 1033 ] . Menurut Johnson 1991
( dalam Thoriq , 2013) Mengungkapkan manfaat dukungan sosial akan
meningkatkan produktifitas melalui peningkatan motivasi, kualitas
penalaran, kepuasan kerja, prestasi, dan mengurangi dampak stress
kerja. Kesejahteraan psikologi ( phsyclogical well being ) dan
kemampuan penyesuaian diri melalui perasaan memiliki, kejelasan
identitas diri, peningkatan harga diri, pencegahan neurotisme dan
psikopatologi, pengurangan distress, dan penyediaan sumber yang
dibutuhkan. Meningkatkan kesehatan fisik individu, yang mempunyai
hubungan dekat dengan orang lain, jarang terkena penyakit
dibandingkan individu yang terisolasi. Managemen stress yang yang
produktif melalui perhatian, informasi, dan umpan balik yang
diperlukan.
Menuruit Taylor dalam (Maziyah, 2015) dukungan sosial
mempunyai tiga jenis manfaat yaitu Bantuan yang nyata, informasi dan
dukungan emosional. Bantuan yang nyata disebut juga dengan bantuan
instrumental yaitu berupa bantuan uang, kesempatan, penyediaan jasa
atau barang pada situasi yang penuh stress. Manfaat informasi yaitu
individu individu yang memberikan dukungan dapat
merekomendasikan tindakan dan rencana spesifik untuk membantu
seseorang dalam kopingnya dengan berhasil. Bantuan informasi ini bisa
berupa memberikan informasi tentang suasanayang menekan,
nasehat,sugesti, arahan langsung atau informasi. Sedangkan manfaat
untuk dukungan emosional adalah dalam situasi yang penuh stress
keluarga dapat menenangkan seseorang dengan memberikan
penjelasan bahwa orang tersebut adalah seseorang yang sangat berharga
sehingga memungkinkan seseorang untuk mengatasi stress dengan
keyakinan yang lebih besar. Dukungan emosional bisa berupa
penghargaan, cinta, kepercayaan, perhatian dan kesediaan untuk
mendengarkan.
2.1.6 Faktor faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga.
Menurut Rahayu ( dalam Fajar, 2015) pemberian dukungan
keluarga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
berasal dari individu itu sendiri meliputi tahap perkembangan yaitu
pemahaman dan respon terhadap masalah yang berbeda sesuai dengan
rentang usia seseorang mulai bayi sampai lanjut usia. Faktor pendidikan
atau tingkat pengetahuan merupakan kemampuan kognitif yang
membentuk cara berfikir seseorang untuk memahami faktor faktor yang
yang berhubungan dengan masalah dalam menyelesaikan masalah.
Faktor emosi yang mempengaruhi keyakinan terhadap adanya
dukungan dan cara melakukan sesuatu. Respon emosi yang baik akan
memberikan antisipasi penanganan yang baik terhadap berbagai
permasalahan.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang
terdiri dari praktik dikeluarga merupakan cara keluarga memberikan
dukungan yang mempengaruhi anggota keluarga dalam menyelesaikan
masalah secara optimal. Faktor sosial ekonomi dapat menjelaskan
bahwa variabel sosial dapat mempengaruhi cara seseorang
mendefinisikan serta bereaksi terhadap masalahnya. Begitu juga dengan
faktor ekonomi dapat menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat
ekonomi seseorang biasanya akan lebih cepat tanggap terhadap
masalah. Faktor latar belakang juga akan mempengaruhi keyakinan,
nilai dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan.
2.3.2 Etiologi
Kerusakan yang terjadi pada ginjal bisa disebabkan oleh
gangguan pre renal, renal dan post renal. Pasien yang menderita
penyakit seperti diabetees melitus, Glumerulonefritis, penyakit imun
( lupus nefritis , hipertensi, penyakit ginjal herediter, batu ginjal,
keracunan, trauma ginjal, gangguan kongenital dan keganasan dapat
mengalami kerusakan ginjal [ CITATION Sir20 \l 1033 ]. Penyebab
tersering terjadinya gagal ginjal kronis adalah diabetes dan tekanan
darah tinggi yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus [ CITATION
Nat15 \l 1033 ]. Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan
ginjal antara lain diabetes, hipertensi, glumerulonefritis, sindroma
nefrotik dan kista ginjal. Namun, penyebab utama penyakit ginjal
kronis adalah hipertensi dan diabetes [ CITATION Sus19 \l 1033 ].
Urutan penyebab gagal ginjal pada pasien yang menjalani
hemodialisis berdasarkan data Indonesian Renal registry tahun 2015
akibat hipertensi ( 44% ), penyakit Diabetes mellitus atau nefropati
diabetikum ( 22% ), kelainan bawaan atau glumerulopati primer
( 8% ), pielonefritis kronik ( 7% ), gangguan penyumbatan saluran
kemih atau nefropati obstruksi ( 5% ), karena asam urat ( 1% ),
penyakit lupus (1%) [ CITATION Kur17 \l 1033 ].
Tabel 2.1 Klasifikasi Penyebab Gagal ginjal kronik ( (Nurarif & Kusuma,
2015)
Klasifikasi penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstisial Pielonefritis kronis atau
refluks nefropati
2.3.4 Patofisiologi
Penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam proses berikutnya perkembangan yang terjadi
hamper sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrpfi
structural dan fungsional nefron yang masih tersisa ( surviving
nephrons ) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun
penyakit dasarnya tidak aktif lagi [ CITATION Arf14 \l 1033 ].
Adanya peningkatan aktifitas aksis renin angiotensin aldosterone
internal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sclerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin
angiotensin aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor β ( TGF – β ). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan dalam terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronis
adalah albuminuria hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terjadinya
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstisial [ CITATION Gha17 \l 1033 ].
Menurut Smeltzer & Bare 2008 ( dalam Setiawan, 2017) Menurunnya
fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang seharusnya
disekresikan melalui urin tertimbun di dalam darah sehingga
menyebabkan uremia yang mengakibatkan
1) Gangguan klirens renal.
Banyak masalah yang muncul pada gagal ginjal sebagai akibat
dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, penurunan laju
filtrasi glomerulus atau glomerular filtration rate ( GFR ) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan
kreatinin. Penurunan GFR menyebabkan klirens kreatinin akan
menurun dan kadar blood urea nitrogen ( BUN ) akan meningkat.
BUN tidak hanya dipengaruhi gangguan renal tetapi juga dapat
dipengaruhi oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan dan
medikasi seperti steroid.
2) Retensi cairan dan natrium.
Kerusakan ginjal menyebabkan ginjal tidak mampu
mengonsentrasikan atau mengencerkan urin. Pada gangguan ginjal
tahap akhir respon ginjal terhadap masukan cairan dan elektrolit tidak
terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan sehingga
menimbulkan resiko edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Hipertensi juga terjadi karena aktifitas renin angiotensin. Kerjasama
antara hormone renin dan angiotensin meningkatkan aldosterone.
Pasien mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam. Episode
mual dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium yang semakin
memperburuk status uremik.
3) Asidosis.
Ketidakmampuan ginjal dalam melakukan fungsinya dalam
mengekskresikan muatan asam ( H+ ) yang berlebihan membuat
acidosis metabolik. Penurunan asam akibat ketidakmampuan tubulus
ginjal untuk mengekskresikan ammonia ( NH3- ) dan mengabsorbsi
natrium bikarbonat ( HCO3-), penurunan sekresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi. Gejala anoreksia, mual dan lelah sering
ditemukan pada pasien uremia, sebagian disebabkan oleh acidosis.
Gejala yang sudah jelas akibat acidosis adalah pernafasan kusmaul,
yaitu pernafasan yang berat dan dalam yang timbul karena kebutuhan
untuk meningkatkan ekskresi karbondioksida, sehingga mengurangi
keparahan acidosis.
4) Anemia.
Anemia terjadi akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik,
terutama dari saluran gastro intestinal. Pada pasien gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun karena adanya peningkatan hormon
paratiroid yang merangsang jaringan fibrosa dan anemia menjadi
berat, disertai keletihan, angina dan sesak nafas.
5) Ketidak seimbangan kalsium dan fosfat.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal
balik, jika salah satu meningkat maka yang lain menurun dan
demikian juga sebaliknya. Filtrasi glomerulus yang menurun sampai
sekitar 25% dari normal, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum
dan penurunan kadar kalsium serum. Penurunan kadar kalsium serum
mneyebabkan sekresi hormone paratiroid dari kelenjar paratiroid dan
akibatnya kalsium di tulang menurun dan menyebabkan penyakit dan
perubahan pada tulang. Selain itu metabolit aktif vitamin D (1,25-
dihidrokolekalsiferol ) yang di buat di ginjal menurun seiring dengan
berkembangnya gagal ginjal. Produksi kompleks kalsium meningkat
sehingga terbentuk endapan garam kalsium fosfat dalam jaringan
tubuh. Tempat lazim perkembangan kalsium adalah di dalam dan di
sekitar sendi mengakibatkan artritis, dalam ginjal menyebabkan
obstruksi, pada jantung menyebabkan disritmia, kardiomiopati dan
fibrosis paru. Endapan kalsium pada mata menyebabkan band
keratopati.
6) Penyakit tulang uremik.
Penyakit tulang uremik sering disebut osteodistrofi renal yang
terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
hormon paratiroid. Osteodistrofi renal merupakan komolikasi
penyakit gagal ginjal kronis yang sering terjadi.
2.3.5 Klasifikasi gagal ginjal kronik
Klasifikasi gagal ginjal kronis dapat dibedakan berdasarkan hal hal
berikut :
1) Klasifikasi berdasarkan derajat ( stage ) penyakit.
Klasifikasi berdasarkan derajat ( stage ) penyakit dibuat atas dasar
glomerulus filtration rate ( GFR ) menggunakan rumus Kockcroft-
Gault.
(140-umur) x berat badan
GFR ( ml/menit/1,73 m2 ) *)
72xkreatinin plasma 9 mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Karakteristik
Individu
Faktor
biologis Status Status Persepsi Kualitas
fisiologis gejala fungsional kesehatan
s
Karakteristik
Karakteristik
individu
Karakteristik Lingkungan
Gambar 2.2 Skema model Ferrans model of quality of life
3) World health organization international classification of functioning ,
disability and health ( WHO IFC )
Model kualitas hidup ini bertujuan untuk menyediakan kerangka
kerja yang standar yang dapat menggambarkan kesehatan dan kondisi
kondisi terkait dengan kesehatan. Model ini terdiri dari dua bagian
yaitu functioning and disability , yang terdiri dari fungsi dan struktur
tubuh serta aktifitas dan partisipasi. Bagian kedua adalah faktor
kontekstual, yang terdiri dari faktor lingkungan dan faktor personal.
Interaksi antar komponen bisa dilihat pada gambar berikut :
Kondisi kesehatan
Struktur dan
fungsi tubuh Aktifitas Partisipasi
Gambar 2.3 Interaksi setiap komponen dan bagian dalam WHO ICF
Terapi konservatif
Karakteristik pasien
Pengganti
Indikasi HD Kesehatan fisik
Hemodialisa
GFR > 15 ml/mnt
CAPD
Hiperkalemia
psikologis
Gagal terapi
konservatif
Ureum > 200 mg/dl Kualitas Hidup
Kreatinin >65 meq/l
Over load
Acidosis metabolik
Konsep kualitas hidup
BAB III
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Sosial ekonomi
Tahap perkembangan
Respon emosi
Variabel counfonding
tidak diteliti
3.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan maslah
penelitian, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka kerja pikir
yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka uraian diatas hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
Hi : Ada hubungan dukungan keluarga terhadap kualitas hidup pada pasien
penyakit ginjal kronik yang menjalani proses hemodialisa.
Ho : tidak ada hubungan dukungan keluarga terhadap kualitas hidup pada
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani proses hemodialisa.
DAFTAR PUSTAKA
Adhiatma, A. T., Wahab, Z., & Widyantara, I. E. (2017). Analisis faktor faktor
yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik pada pasien
hemodialisis di RSUD Tugu Rejo Semarang. Jurnal unimus.ac.id.
Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Medah Manajemen Klinis
Untuk hasil yang diharapkan alih bahasa Nampira R. Jakarta: Salemba
Medika.
Cecilia. (2011). Hubungan tingkat stress dengan kualitas hidup pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUP Dr.M.Djamil Padang .
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang.
Chickarani, G., Isti, S., & Nugraheni, T. L. (2019). Hubungan antara asupan
natrium,kalium, protein dan cairan dengan edema pada penderita gagal
ginjal kronik rawat jalan dengan hemodialisa rutin di RSUD panembahan
senopati bantul . Doctoral dessirtation, poltekkes kemenkes yogyakarta.
Ghaffar, M. A., Chasani, S., & Saktini, F. (2017). Perbandingan kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronis yang diterapi dengan continous ambulatory
perotinial dialysis atau hemodialisis. Diponegoro medical journal.
Haryanti, I. P., & Nisa, K. (2015). Terapi konservatif dan Terapi Pengganti ginjal
sebagai penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik. Majority.
Jamila, I. N., & Herlina, S. (2019). Studi komparatif kualitas hidup antara pasien
hemodialisis dengan contonous ambulatory peritoneal dialisis. Journal of
islamic noursing.
Mulia, D. S., Mulyani, E., Pratomo, G. S., & Chusna, N. (2018). Kualitas Hidup
Pasien Gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr.
Doris Silvanus Palangkaraya. Borneo Journal of Pharmacy.
NKF-KDIGO. (n.d.). KDIGO 2012. Clinal practice guidline for the evaluation .
Rustandi, H., Tranado, H., & Pransasti, T. (2018). Faktor faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien Chronic Kidney desease ( CKD )
yang menjalani hemodialisa . Jurnal keperawatan silampari.
Rustandi, H., Tranado, h., & Pransasti, T. (2018). Faktor faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien CKD yang menjalani hemodialisa.
Jurnal keperawatan Silampari.
Setiawan, D. (2017). Kualitas Hidup Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis di RSUD Kota Semarang. Under graduate thesis
Muhammadiyah Univercity Semarang.
Suni, A. F. (2018). Hubungan antara strategi koping Dengan kualitas hidup pada
Pasien diabetes melitus Tipe 2 . Doctoral dessirtation Universitas Mercu
Buana Yogyakarta.
Wahyuni, A., Kartika, I. R., Asrul, I. F., & Gusti, E. (2019). Korelasi lama
hemodialisa Dengan fungsi Kognitif . Real in Noursing Journal ( RNJ ).
Wurara, Y. G., Kanine, E., & Wowiling, F. (2013). Mekanisme koping pada
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani therapi hemodialisis Di
Rumah Sakit Prof. Dr.R.D Kandou Manado. Ejournalkeperawatan.
Yoniartini, D. M. (2020). Konsep Tri Hita Karana Bagi Anak Usia Dini. Malang:
Literasi Nusantara.
Yuliyanti, T., & Zakiyah, E. (2016). Tugas Kesehatan keluarga sebagai Upaya
Memperbaiki Status Kesehatan dan Kemandirian Lanjut Usia. Profesi.
Zasra, R., Harun, H., & Azmi, S. (2018). Indikasi dan persiapan hemodialisis pada
penyakit ginjal kronis. jurnal kesehatan andalas.