Anda di halaman 1dari 13

TUGAS RESUME JURNAL PALIATIF CARE

OLEH
ABDUL RA’UF

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


( STIKES ) MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
HUBUNGAN KUALITAS HIDUP DENGAN KEBUTUHAN PERAWATAN PALIATIF
PADA PASIEN CKD YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HD RSUD
A. WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

Relationship Of Quality Of Life With Paliatif Care Needs On Patient CKD Who Undergo Therapy
Hemodialisa In HD Of RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda

Hesti Prawita W
Poltekkes Kemenkes Kaltim

ABSTRAK

Pendahuluan: Frekuensi Chronic Kidney Disease (CKD) stadium V atau End Stage Renal Dissease
(ESRD) cenderung terus meningkat setiap tahun di seluruh dunia terutama di negara berkembang
khususnya Indonesia. Studi populasi di empat kota yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali
yang melibatkan sekitar 10.000 pasien dengan metode Modification Diet in Renal Disease (MDRD)
menunjukkan bahwa prevalensi CKD sebesar 8,9 persen penduduk Indonesia. Pada pasien CKD
stadium V, harus dilakukan terapi pengganti ginjal yang biayanya tidaklah murah untuk hemodialisis
(2 kali dalam seminggu selama 5 jam per sesi) diperlukan biaya per tahun sebesar Rp 50 – 80 juta.
Tingginya insiden dan biaya perawatan yang diperlukan bagi pasien dengan CKD stadium V atau
ESRD memberi dampak pada tingginya biaya yang dikeluarkan oleh klienpasien yang menderita
CKD. Oleh karena itu bagi pasien dengan CKD sangatlah penting untuk menjaga kualitas hidupnya.

Tujuan: Memperoleh gambaran mengenai hubungan antara kualitas hidup dengan kebutuhan
perawatan paliatif pada pasien CKD yang menjalani terapi hemodialisa di ruang HD RSUD A.
Wahab Sjahranie Samarinda
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian non eksperimental.
Rancangan dalam penelitian ini adalah korelasional dengan model pendekatan subyek yang
digunakan adalah cross sectional .Jumlah sampel sebanyak 58 responden yang menjalani terapi
hemodialisa di ruang HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda pada bulan Sepember – November
2016 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen yang digunakan adalah KDQOL SF 36
dan PPS.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik
antara kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif dengan tingkat signifikan 0,00 dan
korelasi yang kuat dengan nilai r = -0,0493.
Simpulan: Kualitas hidup berhubungan dengan kebutuhan perawatan paliatif, semakin buruk
kualitas hidup maka semakin tinggi kebutuhan perawatan paliatifnya.
Saran: Pengukuran kualitas hidup hendaknya dilakukan secara periodik, sehingga dapat digunakan
sebagai dasar dalam menentukan perawatan paliatif bagi pasien.

Kata Kunci: Kualitas Hidup, Kebutuhan Perawatan Paliatif, CKD dan Hemodialisa

ABSTRACT

Background: The frequency of Chronic Kidney Disease (CKD) stage V or End Stage Renal Dissease
(ESRD) is increase every year around the world, especially in developing countries like Indonesia.
Population studies in four cities of Jakarta, Yogyakarta, Surabaya and Bali involving approximately
10,000 patients with the Modified Diet in Renal Disease (MDRD) method showed that the
prevalence of CKD was 8.9 percent of Indonesia's population. In stage V CKD patients, renal
replacement therapy should be performed which is not cheap for hemodialysis (2 times a week for 5
hours per session) an annual cost of Rp 50 - 80 million is required. The high incidence and
maintenance costs required for patients with CKD stage V or ESRD have an impact on the high cost

117
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017

incurred by clients who suffer from CKD. Therefore for patients with CKD is very important to
maintain the quality of life.
Objective : To get a picture of the relationship between quality of life with palliative care needs in
CKD patients undergoing hemodialysis therapy in HD of RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda
Method : The type and design of the study is correlational with cross sectional design. The total
samples are 58 respondents who undergo hemodialysis therapy in HD of RSUD A. Wahab Sjahranie
Samarinda in September - November 2016 and suitable for inclusion and exclusion criteria. The
patient measured using KDQOL SF 36 and PPS.
Results : The results of bivariate analysis showed that there was a statistically significant
relationship between quality of life with palliative care needs with a significant level of 0.00 and a
strong correlation with r = -0.0493.
Conclusion : Quality of life is related to palliative care needs, the worse the quality of life the
higher the need for palliative care.
Suggestion: Measurements of quality of life should be done periodically, so that it can be used as a
basis in determining palliative care for patients.

Key word: Quality of Life, Palliative Care Needs, CKD and Hemodialysis

PENDAHULUAN Tingginya insiden dan biaya perawatan


Chronic Kidney Disease (CKD) yang diperlukan bagi pasien dengan CKD
merupakan gangguan ginjal yang progresif stadium V atau ESRD memberi dampak pada
dan irreversibel di mana kemampuan tubuh tingginya biaya yang dikeluarkan oleh
gagal untuk mempertahankan metabolisme klienpasien yang menderita CKD. Oleh
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, karena itu bagi pasien dengan CKD sangatlah
menyebabkan uremia (retensi urea dan penting untuk menjaga kualitas hidupnya.
sampah nitrogen lain dalam darah (Brunner & Kualitas hidup menjadi ukuran penting
Suddarth, 2010; 1448). setelah pasien menjalani terapi pergantian
Saat ini, frekuensi Chronic Kidney ginjal seperti hemodialisis atau transplatasi
Disease (CKD) stadium V atau End Stage ginjal (Sathvik et all, 2008). Menurut Mittal et
Renal Dissease (ESRD) cenderung terus all (2001), kualitas hidup pasien yang
meningkat setiap tahun di seluruh dunia menjalani hemodialisis semakin menurun
terutama di negara berkembang khususnya karena pasien tidak hanya menghadapi
Indonesia. Studi populasi di empat kota yakni masalah kesehatan yang terkait dengan CKD
Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali yang tetapi juga terkait dengan terapi yang
melibatkan sekitar 10.000 pasien dengan berlangsung seumur hidup, akibatnya kualitas
metode Modification Diet in Renal Disease hidup pasien yang menjalani hemodialisis
(MDRD) menunjukkan bahwa prevalensi lebih rendah dibandingkan pada pasien
CKD sebesar 8,9 persen penduduk Indonesia. dengan gagal jantung kongestif, penyakit
Pada pasien CKD stadium V, harus paru-paru kronis, atau kanker.
dilakukan terapi pengganti ginjal yang Hasil penelitian yang dilakukan oleh
biayanya tidaklah murah untuk hemodialisis Pakpour et al (2010), menunjukkan bahwa
(2 kali dalam seminggu selama 5 jam per sesi) pasien yang menjalani hemodialisis memiliki
diperlukan biaya per tahun sebesar Rp 50 – 80 kualitas hidup yang buruk dan cenderung
juta, Countinous Ambulatory Peritoneal mengalami komplikasi seperti depresi,
Dialysis (CAPD) biaya yang diperlukan untuk kekurangan gizi, dan peradangan. Banyak dari
pemasangan kateter sebesar Rp 10 juta dan mereka menderita gangguan kognitif, seperti
biaya pertahun sebesar Rp 50-75 juta kehilangan memori, konsentrasi rendah,
sedangkan transplatasi ginjal biaya yang gangguan fisik, mental, dan sosial yang
diperlukan untuk pretransplantasi dan nantinya mengganggu aktifitas sehari -hari.
prosedur sebesar Rp 200 juta dan biaya per Oleh karena itu, kebutuhan pasien tidak hanya
tahun sebesar Rp 75 – 150 juta pada pemenuhan atau pengobatan gejala fisik,
namun juga pentingnya dukungan terhadap

118
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017

kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
yang dilakukan dengan pendekatan Pengumpulan data dilakukan dari bulan
interdisiplin. Perawatan inilah yang dikenal September – November 2017. Responden
dengan perawatan paliatif. yang memenuhi kriteria inklusi diberikan
Tujuan penelitian ini adalah untuk penjelasan tentang tujuan, manfaat serta risiko
Memperoleh gambaran mengenai hubungan yang mungkin di alami selama penelitian.
antara kualitas hidup dengan kebutuhan Responden yang menyatakan bersedia untuk
perawatan paliatif pada pasien CKD yang ikut sebagai responden penelitian, di minta
menjalani terapi hemodialisa di ruang HD menandatangani informed consent. Peneliti
RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. kemudian memberikan penjelasan kepada
respnden tetang cara pengisian kuisioner dan
METODE PENELITIAN memberikan kesempatan kepada responden
Rancangan Penelitian untuk bertanya apabila di dalam kuisioner
Jenis dan rancangan penelitian yang terdapat hal-hal yang belum di mengerti.
dilakukan merupakan korelasional dengan Dalam menganalisis hubungan kualitas
model pendekatan subyek yang digunakan hidup dengan kebutuhan perawatan paiatif
adalah cross sectional. pada pasien CKD yang menjalani terapi
hemodialysis di Ruang HD RSUD A. Wahab
Polulasi dan Sampel Sjahranie Samarinda, digunakan uji korelasi
Populasi pada penelitian ini person dengan menggunakan program SPSS
adalahseluruh pasien dengan diagnosa CKD for window versi 19.0. dengan taraf
yang menjalani terapi hemodialisa di ruang signifikansi (α) = 0,05 dan 95% Coefidence
HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Interval (CI), dengan ketentuan P value <
Setelah dilakukan penghitungan besar sampel 0,05.
diperoleh 58 sampel yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. HASIL PENELITIAN
Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata umur
Variabel Penelitian responden 48,09 ± 1,399 tahun dan rerata
Variabel penelitian ini terdiri dari lama responden menjalani terapi hemodialisa
kualitas hidup dan kebutuhan perawatan adalah 23,40 ± 3,96 bulan.
paliatif. Sebagian besar responden pada
kelompok umur 40 – 49 tahun dengan jumlah
Instrumen Penelitian 24 responden (41,4%) dan sebagian kecil
Instrument yang digunakan dalam berumur 19 – 23 tahun (1,7%).
penelitian ini berupa kuisioner. Kuisioner Berdasarkan jenis kelamin sebagian
untuk mengukur kualitas hidup pasien besar responden berjenis kelamin perempuan
penyakit ginjal kronik yang menjalani sebanyak 31 responden (53,4%) sedangkan
hemodialisis adalah Kidney Disease Quality responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak
Of Life Short Form 36 (KDQOL SF 36), 27 responden (46,6).
KDQOL SF - 36 terdiri dari 36 pertanyaan Berdasarkan riwayat penyakit yang di
yang akan mengukur delapan dimensi yang derita oleh responden sebagian besar
terkait dengan kualitas hidup yaitu: fungsi responden mempunyai riwayat penyakit
fisik, keterbatasan peran karena masalah fisik, hipertensi sebanyak 41 responden (70,7%),
keterbatasan peran karena masalah emosional, DM berjumlah 18 responden (31%) dan asam
fungsi sosial, kesehatan mental/ psikologis, urat sebanyak 17 responden (29,3%).
vitalitas, nyeri tubuh, dan persepsi kesehatan
secara umum. Sedangkan untuk mengukur
kebutuhan perawatan paliatif menggunakan
PPS (Palliative Performance Scale). Skala ini
memasukkan lima parameter yang di nilai:
berjalan, aktivitas, merawat diri, asupan
makanan dan nilai kesadaran.

119
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017

Tabel 1 Tabel 2
Karakteristik Responden Kualitas Hidup
No Karakteristik n % Mean SD Median Scale Frekuensi Stan
Mean Median n
1. Umur: 48,09 10,658 48,83 (number of items in scale) Baik Buruk Dev
Symptom/problem list (12) 79.06 81.25 14.54 58
19 – 23 Tahun 1 1,7 ±
Effects of kidney disease (8) 63.95 67.19 20.70 58
24 – 29 Tahun 3 5,2 1,399
Burden of kidney disease (4) 34.59 37.50 18.96 58
30 – 34 Tahun 2 3,4 SF-12 Physical Health 31 27
35 – 39 Tahun 4 6,9 Composite (53,4%) (46,6%)
37.27 36.82 8.67 58
40 – 44 Tahun 9 15,5 SF-12 Mental H
36 22
45.80 45.73 8.49 58
45 – 49 Tahun 12 20,7 (62,1%) (37,9%)
50 – 54 Tahun 12 20,7
55 – 59 Tahun 10 17,2
60 – 64 Tahun 1 1,7
Tabel 3
65 – 69 Tahun 2 3,4 Kebutuhan Perawatan Paliatif
70 – 74 Tahun 2 3,4
2. Jenis Kelamin: Frekuensi Percent Valid Cuulative
Laki-laki 27 46,6 Percent Percent
Perempuan 31 53,4 Rendah 39 62,7 62,7 62,7
3. Pendidikan: Tinggi 19 32.8 32.8 100.0
SD 13 22,4 Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian
SMP 11 19
SMA 22 37,9
besar responden dengan kebutuhan perawatan
D1 1 1,7 paliatif rendah sebanyak 39 responden
D3 5 8,6 (67,2%) dan kebutuhan paliatif rendah
D4/ S1 6 10,3
4. Lama 23,4024,399 15,20
sebanyak 19 responden (32,8%).
Menjalani HD: ± 3,96
< 6 Bulan 16 27,6 Tabel 4
7 – 12 Bulan 9 15,5
1 – 3 Tahun 24 41,4 Hubungan Kualitas Hidup Dan Kebutuhan
4 – 6 Tahun 7 12,1 Perawatan Paliatif
7 – 9 Tahun 1 1,7
1,7 Kualitas Kebutuhan
≥ 10 tahun 1 Hidup Paliatif
5. Riwayat Kualitas Hidup
Penyakit: Pearson Correlation 1 -.493
Hipertensi: Sig. (2-tailed) .000
Ya 41 70,7 N 58 58
Tidak 17 29,3 Kebutuhan Perawatan Paliatif
Pearson Correlation -.493 1
DM Sig. (2-tailed) .000
Ya 18 31 N 58 58
Tidak 40 69

Asam Urat: Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat


Ya 17 29,3
Tidak 41 70,7
hubungan antara kualitas hidup dengan
kebutuhan perawatan paliatif dengan nilai
Tabel 2 menunjukkan bahwa secara signifikan 0,000 (p < 0,05) dengan kekuatan
umum kualitas hidup responden baik dengan hubungan kuat (-0,493), di mana jika
rata-rata status kesehatan fisik sebesar 37,27 responden mempunyai kualitas hidup yang
sedangkan rata-rata status kesehatan mental baik maka kebutuhan perawatan paliatif akan
sebesar 45,80. Sebagian besar responden rendah (berkurang).
memiliki kesehatan fisik baik sebanyak 31
responden (53,4%) sedangkan 36 responden PEMBAHASAN
memiliki status kesehatan mental baik Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
sebanyak 36 responden (62,1%). karakteristik responden berdasarkan dengan
jenis kelamin diperoleh data sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan
(53,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Paraskevi (2011), dimana
pasien dengan jenis kelamin perempuan
cederung mempunyai kualitas

120
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017

hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan darah daam waktu yang lama maka semakin
pasien berjenis kelamin laki-laki. berat komplikasi yang ditimbulkan terutama
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada ginjal.
karakteristik responden berdasarkan usia, di Berdasarkan hasil pengukuran kebutuhan
peroleh data sebagian besar responden berada perawatan paliatif pada responden di peroleh
pada rentang usia 45 - 54 tahun. Menurut data sebagian besar responden kebutuhan
Paraskevi (2011), pada pasien dengan usia perawatan paliatif rendah. Kebutuhan
lanjut cenderung mempunyai kualitas hidup perawatan paliatif dipengaruhi masalah-
yang lebih buruk dan cenderung lebih depresi. masalah yang timbul akibat perubahan faktor
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
karakteristik berdasarkan pendidikan, Faktor fisik dipengaruhi oleh keluhan atau
diperoleh data sebagian besar responden penderitaan/ gejala fisik yang mengganggu.
berpendidikan SMA. Menurut penelitian yang Faktor psikologis dipengaruhi oleh emosi,
dilakukan oleh Paraskevi (2011), pasien yang kecemasan dan depresi. Faktor sosial
berpendidikan rendah berpengaruh terhadap dipengaruhi oleh kesulitan di bidang finansial
kualitas hidup pasien yang menjalani terapi serta keterbatasan atau kehilangan aktivitas
hemodialisa. fisik. Faktor kultural dipengaruhi oleh
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pemahaman yang keliru tetang penyakit, nyeri
karakteristik responden berdasarkan riwayat dan kematian, faktor emosional sesuai
penyakit sebelum menderita GGK, sebagian kulturnya, hal - hal yang berhubungan dengan
besar responden menderita penyakit ras, kendala bahasa, kepercayaan religius atau
hipertensi. Hal ini sejalan dengan pendapat non religius, kebiasaan, tradisi, struktur
Wilson (2005) yang menyatakan bahwa keluarga. Faktor spiritual dipengaruhi oleh
perjalanan penyakit hipertensi sangat perasaan bahwa hidup pasien masih tetap
perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak mempunyai arah/ tujuan yang jelas dan berarti
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. bagi sesamanya.
Masa laten ini menyelubungi perkembangan Berdasarkan hasil pengukuran kualitas
penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang hidup pada responden diperoleh data sebagian
bermakna. besar kualitas hidup baik dengan domain
Guyton dan Hall (2008) menyatakan kesehatan fisik baik sebanyak 53,4%
bahwa hipertensi dapat menyebabkan sedangkan domain kesehatan mental baik
terjadinya gagal ginjal terminal melalui suatu sebanyak 62,1%. Pasien GGK sebelum
proses yang mengakibatkan hilangnya menjalani terapi hemodialisis akan sangat
sejumlah nefron fungsional yang progresif terganggu aktivitasnya baik untuk bekerja
dan irreversible. Penurunan jumlah nefron maupun bergaul, juga kesulitan dalam tidur
akan menyebabkan proses adaptif, yaitu karena rasa sakit yang dirasakan. Di samping
meningkatnya aliran darah, penimgkatan GFR itu berbagai keluhan fisik dikeluhkan pasien
(Glomerural Filtration Rate) dan peningkatan tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya
keluaran urin di dalam nefron yang masih dan komplikasi yang menyertai yang tidak
bertahan. Dalam jangka waktu yang lama, sama antara satu pasien dengan pasien yang
lesi-lesi sklerotik yang terbentuk dari lainnya. Hal ini sesuai dengan teori yang
kerusakan nefron semakin banyak sehingga menyatakan bahwa paien GGK akan
dapat menimbulkan obliterasi glomerulus, merasakan adanya rasa tidak nyaman, sesak,
yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal edema, nyeri dada, rasa mual maupun muntah,
lebih lanjut dan menimbulkan lingkaran setan serta kram otot yang menyebabkan nyeri
yang berkembang secara lambat dan berakhir hebat (Brunner & Suddarth, 2010).untuk itu
sebagai penyakit gagal ginjal terminal. Hal ini pasien sangat tergantung pada terapi
di perkuat dengan pedapat Tessy (2009) yang hemodialisis untuk meningkatkan kualitas
menyatakan bahwa beratnya pengaruh hidupnya.
hipertensi pada ginjal tergantung dari Setelah menjalani terapi hemodialisis
tingginya tekanan darah dan lamanya keadaan fisik responden mengalami perbaikan
menderita hipertensi. Semakin tinggi tekanan yang berarti walaupun tidak semua esponden

121
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017

menyatakan demikian. Responden sesudah kualitas hidup pasien GGK yang menjalani
menjalani terapi hemodialisis tampak terapi hemodialisis diperlukan pendekatan
berkurang sesaknya dan responden tampak secara menyeluruh baik dukungan dari tenaga
lebih rileks. Perubahan ini karena zat-zat medis, keluarga, sosial dan dari kepatuhan
toksik dalam darah dikeluarkan, juga cairan pasien sendiri.
dalam tubuh responden telah dibuang sesuai Pasien dengan penyakit kronik tidak
dengan kondisi klinis responden. Kondisi ini hanya mengalami berbagai masalah fisik
akan membuat responden dapat tidur dan seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
istirahat serta mampu melakukan aktivitas badan, gangguan aktivitas tetapi juga
fisik sehari-hari (Corwin, 2000). mengalami gangguan psikososial dan spiritual
Setelah menjalani terapi hemodialisis, yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
kualitas hidup pada domain mental keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada
(psikologis) mengalami peningkatan pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
tingkat kualitas hidup yang baik. Responden pemenuhan/ pengobatan gejala fisik namun
setelah melewati satu jam pertama tindakan juga perlu diberikan dukungan terhadap
hemodialisis sudah mulai tenang yang kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual
ditunjukkan dengan tidur pulas atau yang dilakukan dengan pendekatan
berbincang dengan sesama pasien atau interdisiplin yangt dikenal sebagai perawatan
keluarga pasien lainnya. Pada umumnya paliatif (Doyle & Macdonald, 2003).
pasien tidak mempunyai perasaan Perawatan paliatif adalah suatu
negatif,masih dapat berpikir, mengingat dan pendekatan untuk meningkatkan kualitas
berkonsentrasi dengan baik (Hudak & Gallo, hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi
1997). penyakit yang mengancam nyawa dengan
Berdasarkan hasil analisis hubungan memberikan penghilang rasa sakit dan gejala,
antara kualitas hidup dengan kebutuhan dukungan spiritual dan psikososial sejak
perawatan paliatif menunjukkan bahwa tegaknya diagnosis hingga akhir kehidupan
terdapat hubungan antara kualitas hidup serta periode kehilangan keluarga yang sakit.
dengan kebutuhan perawatan paliatif dengan (WHO, 2007).
nilai signifikan 0,000 (p < 0,05). Hal ini Tujuan utama perawatan paliatif ialah
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi
Maradewi (2015) menyatakan bahwa pasien penderita dan keluarganya, maka diperlukan
dengan adekuasi hemodialisis baik memiliki pendekatan yang dilakukan secara tim. Tim
kualitas hidup yang baik juga (p < 0,05). perawatan paliatif bersifat interdisiplin, yang
Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) dapat terdiri dari dokter, apoteker, perawat,
disimpulkan bahwa hubungan antara variabel fisioterapi, gizi, psikolog/ psiater, radiolog,
kualitas hidup dan kebutuhan perawatan pekerja sosial, relawan dan rohaniawan.
paliatif kuat. Semakin baik kualitas hidup, Masing-masing anggota tim sama pentingnya
maka semakin rendah kebutuhan perawatan dan saling melengkapi (complementary skill
paliatif. and expertise), sehingga tim ini mampu
Kualitas hidup menjadi ukuran penting memberikan pelayanan yang paripurna
setelah pasien menjalani terapi penggantian (comprehensive) bagi penderita sebagai
ginjal seperti hemodialisi atau transplantasi manusia yang utuh dengan berbagai aspek
ginjal (Sathvik, Parthasarathi, Narahari dan kehidupannya.
Gurudev, 2008). Hemodialisis yang dilakukan Untuk mencapai kualitas hidup yang baik
oleh pasien dapat mempertahankan diperlukan perawatan paliatif. Dengan menilai
kelangsungan hidup sekaligus akan mengubah kualitas hidup pasien secara periodik, jelas
pola hidup pasien. Perubahan ini mencakup dan menyeluruh dapat membantu menentukan
diet pasien, tidur dan istirahat, penggunaan kapan harus memberikan perawatan paliatif
obat-obatan dan aktivitas sehari-hari (Schatell (WHO QOL, 2010).
dan Witten, 2012).
Menurut Headley dan Wall (2000),
menyatakan bahwa untuk meningkatkan

122
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017

KESIMPULAN DAN SARAN Life. 2. ed.New York: Spinger


Kesimpulan Publishing Company. 2006.
Terdapat hubungan antara kualitas hidup Mittal, et al. Selfassessed physical and mental
dengan kebutuhan perawatan paliatif dengan function of haemodialysis patients.
nilai R (-0,493) dengan nilai signifikan 0,000 Nephrology, Dialysis, Transplantation.
(<0,05). Semakin baik kualitas hidup pasien, 2001: 16,1387–1394.
maka semakin berkurang (rendah) kebutuhan Muckaden, M. et al. Pediatric palliative care:
akan perawatan paliatif. theory to practice. Indian Journal of
advance nursing. Vol 48 (5). 2011:P
Saran 457-483.
Hendaknya dilakukan penilaian kualitas Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
hidup bagi pasien CKD yang menjalani terapi (Menkes RI). Kebijakan Perawatan
HD secara periodik sehingga pasien dapat Paliatif. 2007 (online),
menjalani kehidupan lebih baik. (http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes
REFERENSI 812707.pdf
Anderson, et al. Palliative Performance Scale Kemenkes RI. Kepmenkes RI Nomor: 812/
(PPS): A New Tool. J. Palliat Care. Menkes/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan
1996: 12 (1): 5-11. Perawatan Palliative. 2007
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Kizilcik,Z, et al. Prevalence of depression in
Medikal Bedah. Edisi. Jakarta: EGC. patients on hemodialysis and its impact
2010. on quality of life. Journal Medical
Corwin. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Science. 2012: 28 (4), 695-699.
EGC. 2002. Pakpour, et al. Health related quality of life in
Data Rekam Medik Ruang HD RSUD A. a sample of iranian patients on
Wahab Sjahranie Samarinda. Tanggal 01 hemodialysis. International journal
Maret 2016 kidney disease,. 2010: 4, 50-59.
Djauzi, S, et al. Perawatan Paliatif dan bebas Paraskevi, T. The Role Of Sociodemographic
nyeri pada penyakit kanker. Jakarta: YPI. Factor In Health Related Quality Of Life
Press. 2003. Of Patients With End Stage Renal
Doyle, Hanks and Macdonald. Oxford Disease. International Journal Of Caring
Textbook Of Palliative Medicine.Oxford Science. 2011: 4 (1) p. 40 -50
Medical Publications (OUP). 3rd. end Ron D. Hays, et al. A Manual For Use And
.2003. Scoring Kidney Disease Quality Of Life
Guyton, A.C., and Hall, J.E. Buku Ajar Short Form. Was.hington D.C: RAND.
Fisiologi Kedokteran. 11th ed, Jakarta: 2007
EGC. 2008: pp. 231-237 dan 326-327. Santos, P., et al. Quality of life among women
Harrold, et al. Is The Palliative Performance with sexual Dysfunctionundergoing
Scale A UsefulPredictor of Mortality in hemodialysis: a cross Sectional
A Heterogeneous Hospice Population?. observational study. Health and quality
J. Palliat Med. 2005: 8 (3):503-509. of life outcomes, 2012: 10, 1-5.
Headley, CM dan Wall, B. Advanced Practice Sathvik B.S. An Assesment Of Qualitu Of
Nurses: Role In The Hemodialysis Life In Hemodialysis Patients Using The
Unit.Nefrology Nursing Journal. 2000: WHOQOL-BREF Questioonare. Indian
27. 177-178. Journal Of Nefrology. 2008: 18 (4) 141-
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, 9.
Pendekatan Holistik, 1997: 6 (II). Suzanne C. Smeltzer, et al. Brunner &
Maradewi M. Hubungan Keadekuatan Suddarth’s Textbook Of Medical –
Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup. Surgical Nursing. 12th. Ed.
Jurnal Majority. 2015: 4 (1). 39 – 46. Philadelphia: Lippincott Williams &
Matzo, ML & Sherman, D.W. Palliative Care Wilkins. 2010.
Nursing: Quality Care To TheEnd Of Suwitra, Ketut. Penyakit Ginjal Kronik Dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

123
V. Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009.
Testa MA, Simonson DC. Assesment of Quality of Life outcomes. The New England Journal of
Medicine.1996; 334: 835-39.
Tessy, A., 2009. Hipertensi Pada Penyakit Ginjal. In: Sudoyo, A.W., Setiyobudi, B., Alwi, I.,
Simadibarata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. 5th ed, Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009: pp. 1086-1089
Ware JE, Sherbourne CD. The MOS 36- Item Short Form Health Survey (SF 36). Conceptual
Framework and Item selection. Medical Care. 1992; 30:473-483.
WHOQOL Group. Study Protocol for the World Health Organization Projecy To Develop A Quality Of
Life Assesment Instrumen (WHOQOL). Qual Life esment Instrumen (WHOQOL). Qual Life Res.
2010.
Yong, DSP., Kwok, AOL., Wong, DML. Symptom burden and quality of life in end stage renal disease: a
study of 179 patients on dialysis and palliative care.
Palliative medicine Journal.2009: 23,111-119.DOI10.1177/026921630810 1099.
RESUME JURNAL

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP DENGAN KEBUTUHAN PERAWATAN PALIATIF


PADA PASIEN CKD YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HD
RSUD A. WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan ginjal yang progresif dan irreversibel
di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
(Brunner & Suddarth, 2010; 1448).
Pada pasien CKD stadium V, harus dilakukan terapi pengganti ginjal yang biayanya
tidaklah murah untuk hemodialisis (2 kali dalam seminggu selama 5 jam per sesi) diperlukan
biaya per tahun sebesar Rp 50 – 80 juta, Countinous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
biaya yang diperlukan untuk pemasangan kateter sebesar Rp 10 juta dan biaya pertahun sebesar
Rp 50-75 juta sedangkan transplatasi ginjal biaya yang diperlukan untuk pretransplantasi dan
prosedur sebesar Rp 200 juta dan biaya per tahun sebesar Rp 75 – 150 juta
Tingginya insiden dan biaya perawatan yang diperlukan bagi pasien dengan CKD stadium
V atau ESRD memberi dampak pada tingginya biaya yang. Kualitas hidup menjadi ukuran
penting setelah pasien menjalani terapi pergantian ginjal seperti hemodialisis atau transplatasi
ginjal (Sathvik et all, 2008). Menurut Mittal et all (2001), kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisis semakin menurun karena pasien tidak hanya menghadapi masalah kesehatan yang
terkait dengan CKD tetapi juga terkait dengan terapi yang berlangsung seumur hidup, akibatnya
kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis lebih rendah dibandingkan pada pasien
dengan gagal jantung kongestif, penyakit paru-paru kronis, atau kanker.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pakpour et al (2010), menunjukkan bahwa pasien
yang menjalani hemodialisis memiliki kualitas hidup yang buruk dan cenderung mengalami
komplikasi seperti depresi, kekurangan gizi, dan peradangan. Banyak dari mereka menderita
gangguan kognitif, seperti kehilangan memori, konsentrasi rendah, gangguan fisik, mental, dan
sosial yang nantinya mengganggu aktifitas sehari -hari. Oleh karena itu, kebutuhan pasien tidak
hanya pada pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis,sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin.
Perawatan inilah yang dikenal dengan perawatan paliatif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk Memperoleh gambaran mengenai hubungan antara
kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif pada pasien CKD yang menjalani terapi
hemodialisa di ruang HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Jenis dan rancangan penelitian yang dilakukan merupakan korelasional dengan model
pendekatan subyek yang digunakan adalah cross sectional
Polulasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa CKD yang menjalani
terapi hemodialisa di ruang HD RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Setelah dilakukan
penghitungan besar sampel diperoleh 58 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari kualitas hidup dan kebutuhan perawatan paliatif.

HASIL PENELITIAN
Sebagian besar responden pada kelompok umur 40 – 49 tahun dengan jumlah 24 responden
(41,4%) dan sebagian kecil berumur 19 – 23 tahun (1,7%).
Berdasarkan jenis kelamin sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak
31 responden (53,4%) sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 responden
(46,6).

Berdasarkan riwayat penyakit yang di derita oleh responden sebagian besar responden
mempunyai riwayat penyakit hipertensi sebanyak 41 responden (70,7%), DM berjumlah 18
responden (31%) dan asam urat sebanyak 17 responden (29,3%).
Tabel 2 menunjukkan bahwa secara umum kualitas hidup responden baik dengan rata-
rata status kesehatan fisik sebesar 37,27 sedangkan rata-rata status kesehatan mental
sebesar 45,80. Sebagian besar responden memiliki kesehatan fisik baik sebanyak 31
responden (53,4%) sedangkan 36 responden memiliki status kesehatan mental baik
sebanyak 36 responden (62,1%).
Tabel 1
Kualitas Hidup
Scale Frekuensi Mea Stan
n Median n
(number of items
in scale) Baik Buruk Dev
Symptom/problem 79.0
list (12) 6 81.25 14.54 58

Effects of kidney 63.9


disease (8) 5 67.19 20.70 58
Burden of kidney 34.5
disease (4) 9 37.50 18.96 58
SF-12 Physical
Health 31 27 37.2
(53,4% (46,6% 7 36.82 8.67 58
Composite ) )
36 22 45.8
SF-12 Mental H 0 45.73 8.49 58
(62,1% (37,9%
) )

Tabel 2
Kebutuhan Perawatan Paliatif
Frekuensi Percent Valid Cuulative
Percent percent
Rendah 39 62,7 62,7 62,7
Tinggi 19 32.8 32.8 100.0
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan kebutuhan
perawatan paliatif rendah sebanyak 39 responden (67,2%) dan kebutuhan paliatif
rendah sebanyak 19 responden (32,8%).
Tabel 3
Hubungan Kualitas Hidup Dan Kebutuhan
Perawatan Paliatif
Kualitas Kebutuhan
Hidup Paliatif
Kualitas Hidup
Pearson Correlation 1 -.493
Sig. (2-tailed) .000
N 58 58
Kebutuhan Perawatan
Paliatif
Pearson Correlation -.493 1
Sig. (2-tailed) .000
N 58 58

Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kualitas hidup dengan


kebutuhan perawatan paliatif dengan nilai signifikan 0,000 (p < 0,05) dengan
kekuatan hubungan kuat (-0,493), di mana jika responden mempunyai kualitas hidup
yang baik maka kebutuhan perawatan paliatif akan rendah (berkurang).

Anda mungkin juga menyukai