Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Pencegahan Primer, Pencegahan Sekunder dan Pencegahan Tersier


Gangguan Pada Sistem Hematologi

DI SUSUNOLEH :
KELOMPOK III
Rosanna Situmorang : 202322026
Era Patonah : 202322003
Edi Bustami : 202322020
Susanna Ameliah : 202322021
Meliana : 202322018

KELAS : NON – REGULER

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
JAMBI TAHUN 2023

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................2
1.4 Manfaat Makalah...................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tingkat Pencegahan
1. Pencegahan Primer..........................................................4
2. Pencegahan Sekunder.....................................................5
3. Pencegahan Tersier.........................................................6

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan..........................................................................15
3.2 Saran...................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat penting yang di
hadapi oleh masyarakat kita saat ini. Semakin maju teknologi di bidang
kesehatan. Semakin banyak pula macam penyakit yang mendera
masyarakat. Hal ini tentu saja di pengaruhi oleh faktor tingkah laku
manusia itu sendiri. Kesehatan merupakan kebutuhan dengan hak
setiap insan agar dapat kemampuan yang melekat dalam diri setiap
insan. Upaya pencegahan terhadap suatu penyakit di bidang pelayanan
Kesehatan terdapat tiga tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan
sekunder, dan pencegahan tersier.

C. Pencegahan primer adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat


proses penyakit belum dimulai (pada periode pre-patogenesis) dengan
tujuan agar tidak terjadi proses penyakit. Tujuannya adalah untuk
mengurangi insiden penyakit dengan cara mengendalikan penyebab dan
factor risikonya. Upaya yang dilakukan adalah memutus mata rantai
infeksi (agent-host-envirinment). Terdiri dari (heatlh promotion dan
specific protection) dan dilakukan melalui 2 strategi yaitu populasi dan
individu. Pencegahan primer pada fase penyakit yaitu factor-faktor
penyebab khusus dan targetnya adalah total populasi kelompok
terseleksi dan individu sehat.

D. Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat


proses penyakit sudah berlangsung namun belum timbul tanda dan
gejala sakit (pathogenesis awal) dengan tujuan proses penyakit tidak
berlanjut. Tujuannya adalah menghentikan proses penyakit lebih lanjut
dan mencegah komplikasi. Bentuknya berupa deteksi dini dan pemberian
pengobatan (yang tepat). Pencegahan sekunder pada fase penyakitnya
yaitu tahap dini penyakit dan targetnya adalah pasien.

Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat


proses penyakit sudah lanjut (akhir periode pathogenesis) dengan
d=tujuan untuk mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke

1
status sehat. Tujuannya adalah menurunkan kelemahan dan
kecacatan, memperkecil penderitaan dan membantu penderita-
penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak
dapat diobati lagi. Yang terdiri dari disability, limitation, dan
rehabilitation. Pencegahan tersier pada fase penyakitnya adalah
penyakit tahap lanjut (pengobatan dan rehabilitasi) dan targetnya
adalah pasien.

A. Rumusan masalah
Bagaimanakah Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus
Kritis Sistem Imun-Hematologi ?

B. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana pencegahan (primer, sekunder, tersier)
pada kasus kritis sistem imun-hematologi.

C. Manfaat
1. Untuk Mahasiswa
Sebagai ladang informasi dan media pembelajaran tentang
pencegahan (primer, sekunder, tersier) pada kasus kritis sistem
imun-hematologi.

2. Untuk Tim Kesehatan


Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan sarana
informasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan
pencegahan khususnya pada kasus kritis sistem imun-hematologi.

3. Untuk Masyarakat Umum


Sebagai sumber informasi tentang pencegahan primer, sekunder,
tersier khususnya pada masyarakat atau keluarga yang mengalami
masalah pada sistem imun-hematologi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Tingkat Pencegahan


Berdasarkan Levell dan Clark tingkatan pencegahan dalam keperawatan
komunitas dapat digunakan pada tahap sebelum terjadinya suatu penyakit
(Prepathogenesis Phase) dan pada tahap Pathogenesis Phase
(Widyaloka, A., 2017).

1. Pencegahan Primer (Prepathogenesis Phase)


Pada tahapan ini yang dapat digunakan melalui kegiatan primary
prevention atau pencegahan primer. Pencegahan primer ini dapat
dilakukan selama fase pre pathogenesis terjadinya penyakit atau masalah
kesehatan. Pencegahan dalam arti sebenarnya yaitu, terjadinya sebelum
sakit atau ketidakfungsian dan di aplikasikan ke dalam populasi sehat
pada umumnya. Pencegahan primer merupakan suatu usaha agar
masyarakat yang berada dalam stage of optinum health tidak jatuh
kedalam stage yang lain dan yang lebih buruk.

Pencegahan primer ini melibatkan tindakan yang diambil sebelum


terjadinya masalah kesehatan dan mencakup aspek promosi kesehatan
dan perlindungan. Dalam aspek promosi kesehatan, pencegahan primer
berfokus pada peningkatan kesehatan secara keseluruhan dari mulai
individu, keluarga, dan kelompok masyarakat. perlindungan kesehatan ini
ditujukan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan yang spesifik.
Misalnya, imunisasi adalah ukuran pelindung untuk penyakit menular
tertentu. Aspek perlindungan kesehatan dari pencegahan primer ini juga
dapat melibatkan, mengurangi penyakit. Primary prevention dilakukan
dengan dua kelompok kegiatan yaitu :

a. Health Promotion atau peningkatan kesehatan


Peningkatan status kesehatan masyarakat, dengan melalui beberapa
kegiatan, sebagi berikut:

1) Pendidikan kesehatan atau health education


Penyuluhan Kesehatan masyarakat (PKM) seperti: penyuluhan tentang
masalah gizi

1
2) Pengamatan tumbuh kembang anak atau growth and development
monitoring
3) Pengadaan rumah yang sehat
4) Pengendalian lingkungan masyarakat
5) Program P2M (pemberantasan penyakit tidak menular)
6) Simulasi dini dalam kesehatan keluarga dan asuhan pada anak atau
balita penyuluhan tentang pencegahan penyakit
b. General and spesific protection (perlindungan umum dan khusus)
Merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara
khusus dan umum terhadap seseorang atau masyarakat, antara lain :
1) Imunisasi untuk balita
2) Hygine perseorangan
3) Perlindungan diri dari terjadinya kecelakaan
4) Perlindungan diri dari lingkungan kesehatan dalam kerja
5) Perlindungan diri dari carsinogen, toxic dan allergen
2. Pathogenesis phase
Pada tahap pathogenesis ini dapat dilakukan dengan dua kegiatan
pencegahan yaitu :

a. Secondary prevention (pencegahan sekunder)


Yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang masih atau sedang sakit,
dengan dua kelompok kegiatan:

1) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis awal dan pengobatan


segera atau adekuat), antara lain melalui: pemeriksaan kasus dini (early
case finding), pemeriksaan umum lengkap (general check up),
pemeriksaan missal (mass screening), survey terhadap kontak, sekolah
dan rumah (contactsurvey, school survey, household survey), kasus (case
holding), pengobatan adekuat (adekuat tretment)
2) Disability limitation (pambatasan kecacatan)
Penyempurnaan dan intensifikasi terhadap terapi lanjutan, pencegahan
komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial
penderita, dan lain- lain.
Pada pencegahan level ini menekankan pada upaya penemuan
kasus secara dini atau awal dan pengobatan tepat atau “early diagnosis

1
and prompt treatment”. Pencegahan sekunder ini dilakukan mulai saat
fase patogenesis (masa inkubasi) yang dimulai saat bibit penyakit masuk
kedalam tubuh manusia sampai saat timbulnya gejala penyakit atau
gangguan kesehatan. Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk
menghambat prosespatologik (proses perjalanan penyakit) sehingga akan
dapat memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan atau keseriusan
penyakit.

3. Pencegahan Tersier (Tertiary prevention)


Yaitu usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah sembuh
dari sakit serta mengalami kecacatan antara lain :

a. Pendidikan kesehatan lanjutan


b. Terapi kerja (work therapy)
c. Perkampungan rehabilitsi sosial
d. Penyadaran terhadap masyarakat
e. Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat
Upaya pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau
ketidakmampuan terjadi penyembuhan sampai stabil/ menetap atau tidak
dapat diperbaiki (irreversaible). Dalam pencegahan ini dapat dilaksanakan
melalui program rehabilitas untuk mengurangi ketidakmampuan dan
meningkatkan efisiensi hidup penderita. Kegiatan rehabilitasi ini meliputi
aspek medis dan sosial. Pencegahan tersier dilaksanakan pada fase lanjut
proses patogenese suatu penyakit atau gangguan pada kesehatan.
Penerapannya pada upaya pelayanan kesehatan masyarakat melalui
program PHN (Public Health Nursing) yaitu merawat penderita penyakit
kronis di luar pusat-pusat pelayanan kesehatan yaitu di rumahnya sendiri.

Perawatan penderita pada stadium terminal (pasian yang tidak mampu


diatasi penyakitnya) jarang dikategorikan sebagai pencegahan tersier
tetapi bersifat paliatif, prinsip upaya pencegahan adalah mencegah agar
individu atau kelompok masyarakat tidak jatuh sakit, diringankan gejala
penyakitnya atau akibat komplikasi sakitnya, dan ditingkatkan fungsi tubuh
penderita setelah perawatan dilakukan. Rehabilitas sebagai tujuan
pencegahan tersier lebih dari upaya untuk menghambat proses

1
penyakitnya sendiri yaitu mengembalikan individu kepada tingkat yang
optimal dari ketidakmampuannya. Jadi pencegahan pada tahap
pathogenesis ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat
yang sudah jatuh pada tahap sakit ringan, sakit, dan sakit berat agar dapat
mungkin kembali ke tahap sehat optinum.

B. Konsep Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Sistem


Imun
1. Pengertian Sistem Imun
Imunitas / kekebalan / imunity merupakan respon spesifik terhadap invasi
organisme asing atau substansi lain. Imunologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang imunitas / kekebalan dan reaksi imun dalam tubuh
terhadap antigen (Harti, 2015 dalam Maryam, 2017). Sistem imun
merupakan suatu sistem dalam tubuh yang sangat rumit, karena
diantaranya disertai oleh adanya peran- peran ganda dalam upaya sistem
tersebut menjaga keseimbangan internal tubuh. Sistem imun merupakan
suatu sistem yang bekerja secara holistik. Dalam menjaga integritas tubuh
tersebut sebagian besar mekanismenya menguntungkan pada kegiatan
interaksi sel-sel besar, di samping molekul reseptor yang terdapat pada
permukaan sel. Mekanisme kerja ini mirip cara kerja dalam sistem
endokrin (Subowo, 2009 dalam Maryam, 2017). Sistem kekebalan tubuh
atau imunitas adalah sistem pertahanan yang dilakukan oleh badan untuk
melindungi tubuh dari infeksi penyakit atau kuman. Saat kuman atau
bahan asing yang dapat menyebabkan penyakit (antigen) masuk ke dalam
tubuh, antibodi dalam tubuh akan menyikngkirkan, menetralisir dan
menghancurkan kuman atau antigen untuk mempertahankan atau
melindungi tubuh agar tidak terkena penyakit (Sudewo, 2012 dalam
Maryam, 2017).

2. Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Kritis Sistem Imun.


Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang
kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan
melibatkan banyak sistem organ dalam tubuh. Peristiwa imunologi yang
1
memicu timbulnya manifestasi klinis SLE belum diketahui secara pasti
(Suarjana, 2015). SLE adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau
sistem dalam tubuh (Isbagio dkk, 2010 dalam Anggi, S., 2018).
a. Pencegahan Primer
Pada pencegahan primer penyakit SLE dapat dilakukan berupa upaya
komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang apa itu
SLE dan penyebabnya dan faktor risiko dari penyakit SLE (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2011 dalam Anggi, S., 2018).

b. Pencegahan Sekunder
Deteksi dini dapat dilakukan pada masyarakat berisiko penyakit SLE
di Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM menggunakan formulir
SALURI (Periksa Lupus Sendiri) dan di puskesmas atau di sarana
pelayanan kesehatan lainnya bagi masyarakat yang dicurigai menderita
penyakit SLE (Kemenkes, 2017 dalam Anggi, S., 2018). Penyuluhan dan
intervensi psikososial sangat penting diperhatikan dalam penatalaksanaan
penderita SLE, terutama pada penderita yang baru terdiagnosis. Hal ini
dapat dicapai dengan penyuluhan langsung kepada penderita atau
dengan membentuk kelompok penderita yang bertemu secara berkala
untuk membicarakan masalah penyakitnya (Setiyohadi, 2003 dalam Anggi,
S., 2018).

Penderita SLE mengalami foto sensitivitas pada umumnya, sehingga


penderita harus selalu diingatkan untuk tidak terlalu banyak terpapar oleh
sinar matahari. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan
pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan
berjalan di siang hari. Pekerja di kantor juga harus dilindungi terhadap
sinar matahari dari jendela (Setiyohadi, 2003).

Belum ada obat yang dapat menyembuhkan SLE. Tujuan pemberian


obatobatan adalah untuk mengatasi gejala yang muncul dan yang
terpenting adalah mencegah terjadinya kerusakan organ. Sebelum
penderita SLE mendapatkan pengobatan, diperlukan pemeriksaan untuk
menentukan terapi yang diberikan. Ada 2 jenis terapi yang diberikan

1
kepada penderita SLE yaitu terapi konservatif dan terapi agresif
(imunosupresi) (Isbagio dkk, 2010).

Terapi konservatif pada umumnya diberikan pada penderita SLE


yang tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa dan fungsi
organ stabil seperti manifestasi konstitusional dan muskuloskeletal.
Pemberian analgetik dan obat antiinflamsi nonsterois (OAINS) dilakukan
dengan memperhatikan efek sampingnya, bila analgetik dan OAINS tidak
memberikan respon yang baik maka pemberian obat antimalaria seperti
hidroksiklorokuin 400 mg/hari, dan penggunaan glukokortikoid topikal bila
dibutuhkan sedangkan terapi agresif diberikan kepada penderita SLE yang
mengancam nyawa (Isbagio dkk, 2010 dalam Anggi, S., 2018).

Terapi agresif yang diberikan pada penderita SLE dimulai dengan


pemberian kortikosteroid dengan dosis yang sesuai dan obat
imunosupresan. Kortikosteroid atau steroid digunakan untuk mengatasi
pembengkakan dan nyeri pada berbagai organ tubuh. Pada dosis tinggi,
obat ini dapat menekan kerja system imun dan pemberian obat
imunosupresif bertujuan menekan sistem imun

1
pada penderita SLE, terutama digunakan pada pendeita SLE berat. Obat-
obatannya antara lain azathioprine, cyclophosphamide, mycofenolate mofetil,
dan methotrexate (Isbagio dkk, 2010 dalam Anggi, S., 2018).

c. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dilakukan untuk mengurangi ketidakmampuan penderita
SLE sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Perbaikan psikososial,
sosial, dan dukungan dari sekitar sangat dibutuhkan agar dapat hidup mandiri.
Hal yang dapat dilakukan adalah pemberian konseling pada penderita SLE
karena pada dasarnya penderita SLE memerlukan pengetahuan akan masalah
aktivitas fisiknya dan mengurangi atau mencegah kekambuhan. Program
rehabilitasi diberikan pada penderita SLE sesuai dengan keadaan penderita
berupa terapi fisik atau terapi dengan modalitas. Terapi fisik dilakukan untuk
mempertahankan kestabilan sendi, modalitas fisik seperti pemberian panas
atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri, menghilangkan kekakuan
otot (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011 dalam Anggi, S., 2018).

C. Konsep Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Sistem


Hematologi
1. Sistem Hematologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk didalamnya sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ
khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah
merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10%
berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada
setiap orang itu berbeda- beda bergantung pada usia, pekerjaan, serta
keadaan jantung atau pembuluh darah (Handayani dan Haribowo, 2012 dalam
Wulandari, Ayu., 2019).

Hematologi merupakan salah satu ilmu kedokteran yang mempelajari


tentang darah dan jaringan pembentuk darah. Darah merupakan salah satu
organ tubuh yang sangat penting bagi tubuh manusia karena di dalamnya
terkandung berbagai macam komponen, baik komponen cairan berupa plasma

1
darah, maupun komponen padat berupa sel-sel (Firani, 2018 dalam Wulandari,
Ayu, 2019). Darah juga memiliki peranan didalam tubuh makhluk hidup
khususnya untuk mengangkut zat-zat yang penting untuk proses metabolisme,
proses metabolisme tubuh akan terjadi gangguan jika darah mengalami
gangguan. Kelainan pada darah adalah kondisi yang mempengaruhi salah satu
atau beberapa bagian dari darah sehingga menyebabkan darah tidak dapat
berfungsi secara normal. Dampak kelainan darah akan mengganggu fungsi dari
bagian-bagian darah tersebut. Kelainan darah dapat terjadi pada anak-anak
maupun dewasa, kelainan pada darah diantaranya yaitu kelainan eritrosit
seperti anemia, kelainan pada leukosit seperti leukemia, kelainan pada
trombosit seperti trombositopenia, dan kelainan hemostasis : hemophilia.

2. Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Kritis Leukimia


Sistem Hematologi
Leukimia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang normalnya akan
menjadi sel-sel darah. Leukimia sendiri dapat terjadi secara akut ataupun kronik
yang bergantung pada cepatnya penyakit muncul dan berkembang. Sel-sel
darah sendiri yang menjadi komponen dari darah diprodukdi pada sumsum
tulang dan berasal dari stem cell. Stem cell ini yang akan berdiferensiasi
menjadi berbagai jenis sel-sel darah ini terdiri atas 2 jenis yaitu limfoid dan
mieloid. Stem cell tipe limfoid nantinya akan berkembang menjadi sel-T, sel-B,
sel NK (Natural Killer) (Anwar dan Widyaningsih, 2017).

Sedangkan stem cell mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel darah merah,
sel darah putih (neutrofil, eosinofil, basofil, dan monosit) dan platelet.
Terdapat 4 tipe utama dari leukimia yaitu : (1) Acute Myeloid Leukaemia (AML);
(2) Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL); (3) Chronic Myeloid Leukaemia
(CML); (4) Chornic Lymphocytic Leukaemia (CLL). Keempat tipe leukimia ini
secara lebih lanjut kemudian akan terbagi-bagi lagi menjadi beberapa subtipe.
Penanganan yang akan diberikan tergantung pada pembagian ini (Anwar dan
Widyaningsih, 2017).

Leukemia mieloid akut (Acute Myeloid Leukemia/ AML), nama lain penyakit
ini antara lain leukemia mielositik akut, leukemia mielogenou sakut, leukemia
granulositik akut, dan leukemia non- limfositik akut. Istilah akut menunjukkan

1
bahwa leukemia dapat berkembang cepat jika tidak diterapi dan berakibat fatal
dalam beberapa bulan. Istilah myeloid sendiri merujuk pada tipe sel asal, yaitu
sel-sel myeloid imatur (sel darah putih selain limfosit, sel darah merah, atau
trombosit) (Anwar dan Widyaningsih, 2017).

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.

a. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif Pencegahan ini


ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang penatalaksanaan
medisnya menggunakan radiasi. Untuk petugas radiologi
dapat dilakukan dengan menggunakan
baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan terhadap radiasi, dan
pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan dengan
memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah
mungkin sesuai kebutuhan klinik.
b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia Pencegahan ini
dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan benzene dan zat
aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan memberikan
pengetahuan atau informasi mengenai bahanbahan karsinogen agar
pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan langsung
terhadap zat-zat kimia tersebut.
c. Mengurangi frekuensi merokok
Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat
berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA
disebabkan oleh merokok. Dapat dilakukan dengan memberikan
penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa menyebabkan kanker
termasuk leukemia (LMA)

d. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah


Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon
mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari
pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom
Down atau kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli
hematologi.
1
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan
penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan
atau ketidakmampuan. Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit
secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat.

3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi
perkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. Untuk
penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga
medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan yaitu
perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup
penderita dan memperlambat progresifitas penyakit. Selain itu perbaikan
dibidang psikologi, sosial dan spiri tual. Dukungan moral dari orang-orang
terdekat juga diperlukan.

1
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tingkat pencegahan disesuaikan dengan Riwayat alamiah penyakit yaitu : pencegahan


primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer meliputi
segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit pada
seseorang dengan factor risiko. Pemcegahan sekunder diberikan kepada mereka yang
sedang mengalami penyakit. Adapun tujuan pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat. Sedangkan tujuan utama dari pencegahan tersier adalah
mencegah cacat, kematian, serta usaha rehabilitasi.

B. SARAN

Diharapkan untuk tim kesehatan dan mahasiswa kesehatan khususnya keperawatan


dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan pembelajaran dan tambahan informasi
tentang pencegahan (primer, sekunder, tersier) pada kasus kritis sistem imun-
hematologi. Untuk masyarakat umum, makalah ini diharapkan dapat meningkatkan
peran keluarga dalam mencegah kasus kritis sistem imun-hematologi baik secara primer,
sekunder dan tersier.

Anda mungkin juga menyukai