Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL

SGD 3 LBM 2

“UPAYA PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN


GIGI DAN MULUT”

ANGGOTA KELOMPOK :
1. Bela Sarita F (31101700018)
2. Dea Nurus S (31101700024)
3. Galuh Eka S (31101700036)
4. Lulu Lailatal C (31101700045)
5. Meutia Vina P (31101700048)
6. Regilia Shinta M (31101700068)
7. Regita Bella A (31101700069)
8. Sella Dumaika D (31101700076)
9. Suprayogi Yoga P (31101700082)
10. Wiwik Dwi A (31101700088)
11. Yulya Dwi K (31101700089)

FAKULTAS KEDOTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020

1
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIAL
SGD 3 LBM 2

“UPAYA PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN


GIGI DAN MULUT”
Telah Disetujui oleh :

Semarang, 23 Maret 2020


Scriber Tutor

Wiwik Dwi Astuti drg. Rizal Saeful Drajat

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN..............................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................6
A. Landasan Teori.......................................................................................................6
1. Tingkatan upaya pencegahan penyakit...............................................................6
2. Aspek yang terlibat dalam kebijakan nasional dan peranannya........................10
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya pemerintah meningkatkan kesgilut
12
4. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam pecegahan
penyakit di Indonesia............................................................................................... 13
5. Masyarakat berperan aktif dalam upaya preventif dan rehabilitatif..................13
6. Indikator keberhasilan yang dicapai dari upaya pencegahan pada tingkat
preventive dan rehabilitatif....................................................................................... 14
7. Hambatan yang terjadi pada tingkatan upaya pencegahan penyakit.................15
8. Kebijakan Nasional Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut...............................16
9. Kebijakan global yang diadaptasi kebijakan nasional mengenai kesehatan gigi
dan mulut................................................................................................................. 20
B. Konsep Maping.................................................................................................... 24
BAB III PENUTUP......................................................................................................... 25
A. Kesimpulan........................................................................................................... 25
B. Saran..................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 26

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut adalah bagian dari kesehatan tubuh yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena kesehatan gigi dan mulut
akan mempengaruhi kesehatan keseluruhan dari tubuh. Pembangunan di
bidang kesehatan gigi merupakan bagian integral pembangunan nasional, yang
artinya pembangunan di bidang kesehatan gigi dan mulut tidak boleh
ditinggalkan. Upaya pada bidang kesehatan gigi perlu mendapat perhatian,
demi menunjang kesehatan yang optimal.
Upaya pencegahan penyakit secara umum dikenal berbagai strategi
pelaksanaan yang tergantung pada jenis, sasaran serta tingkat pencegahan.
Sasaran kegiatan diutamakan pada peningkatan derajat kesehatan individu dan
masyarakat, perlindungan terhadap ancaman dan gangguan kesehatan,
penanganan dan pengurangan gangguan serta masalah kesehatan, serta usaha
rehabilitasi lingkungan.
Tujuan pencegahan penyakit adalah menghalangi perkembangan penyakit
dan kesakitan sebelum sempat berlanjut. Sehingga diharapkan upaya
pencegahan penyakit ini mampu menyelesaikan upaya pencegahan penyakit
ini mampu menyelesaikan masalah kesehatan di masyarakat dan menghasilkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Upaya pemerintah dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut dapat
dijadikan acuan dalam kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Tujuan
pemerintah dengan dibuatnya kebijakan upaya menjaga kesehatan gigi dan
mulut dengan sasaran dan kegiatan yang dapat meningkatkan derjat kesehatan
gigi dan mulut masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tingkatan upaya pencegahan?
2. Siapa saja aspek yang terlibat dalam kebijakan nasional dan bagaimana
peranannya dari masing2?
3. Apa saja faktor2 yang mempengaruhi upaya pemerintah meningkatkan
kesgilut?

4
4. Apa saja upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam
pecegahan penyakit di indonesia?
5. Bagimana agar masyarakat ikut menyukseskan upaya preventiv dan
rehabilitatif?
6. Bagaimana indikator keberhasilan yang dicapai dari upaya pencegahan
pada tingkat preventive dan rehabilitatif?
7. Apa saja hambatan yang terjadi pada tingkatan upaya pencegahan ?
8. Jelaskan kebijakan nasional mengenai kesgilut, beserta contohnya dan
penggolongannya termasuk pada jenis apa!
9. Jelaskan kebijakan global mengenai kesgilut yang diadaptasi pada
kebijakan nasional!

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Tingkatan upaya pencegahan penyakit

Leavel dan Clark dalam bukunya Preventive Medicine For The Doctor
In His Community mengemukakan adanya tiga tingkatan dalam proses
pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit. Kedua tingkatan utama
tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Fase Pre-Pathogenesis fase yang ditandai dengan adanya
keseimbangan antara agent (kuman penyakit/ penyebab), host
(pejamu) dan environtment (lingkungan). Pada fase ini dilakukan
tingkat pencegahan berupa :
- Primordial Prevention (Pencegahan tingkat awal)
Merupakan upaya untuk mencegah terjadinya resiko atau
mempertahankan keadaan resiko tinggi dalam masyarakat terhadap
suatu penyakit secara umum.
Sasaran primordial prevention adalah pada total populasi dan
kelompok terpilih (kelompok masyarakat usia muda, remaja,
dengan tidak mengabaikan pada kelompok dewasa dan manula).
Contoh tindakan : usaha memelihara dan mempertahankan
kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang

6
dapat mencegah tingginya resiko penyakit dan melestarikan upaya
untuk hidup sehat.

- Primary Prevention (Pencegahan tingkat pertama)


Merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan
ini akan dilakukan bila suatu penyakit lolos dari primordial
prevention.
Usaha primary prevention :
1) Meningkatkan derajat kesehatan (Health Promotion)
- Pendidikan atau penyuluhan kesehatan
- Pemberdayaan masyarakat
- pemberian gizi disesuaikan fase perkembangan anak
- meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah
terjadinya penyakit
2) Usaha pencegahan khusus (Spesific Protection)
- Pemberian imunisasi tertentu
- Dental fluorosis pada daerah dengan kadar fluor yang
rendah
- Kumur – kumur dengan larutan flour untuk mencegah
karies
- Mencuci tangan dengan antiseptic sebelum tindakan operasi

b. Fase Pathogenesis fase selama proses sakit yang dimulai dari
pertama kali terkena sakit yang pada akhirnya memiliki kemungkinan
untuk sembuh atau semakun buruk.
Pada fase ini dilakukan upaya pencegahan yaitu :
- Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan untuk mencegah meluasnya penyakit menular
dan untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut.

7
Sasaran pada upaya pencegahan ini adalah pasien yang baru
terkena penyakit atau yang terancam akan menderita penyakit
tertentu (Asymptomatic patients)
Upaya yang dilakukan :
1) Diagnosis Dini dan pengobatan :
- Penemuan kasus tertentu
- Screening indivdu dan massal
- Mencegah penyebaran penyakit
- Mencegah komplikasi
2) Membatasi kecacatan
- Penyediaan pengobatan yang memadai untuk menghambat
proses penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut
- Perbaikan fasilitas kesehatan
- Pencegahan Tersier
Merupakan usaha untuk mencegah bertambah beratnya penyakit
atau mencegah terjadinya cacat dan program rehabilitasi. Untuk
sasaran pada upaya pencegahan ini adalah pada pasien dengan
penyakit tertentu dengan late stage of disease (Symptomatic
patiens).
Upaya yang dilakukan :
1) Pemulihan dan Rehabilitasi
- Terapi tertentu di rumah sakit
- Penggunaan alat bantu tertentu

Menurut Leavel and Clark, terdapat 5 tingkatan dalam pencegahan


penyakit :

a. Health promotion (promosi kesehatan) primary prevention
Promosi kesehatan adalah proses memberikan informasi kesehatan
kepada masyarakat agar masyarakat mau dan mampu dalan
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Mau, dapat melalui
pendidikan kesehatan contohnya : penyuluhan, konseling, konsultasi,

8
dan lain-lain) dan mampu, dapat melalui intervensi lingkungan
contohnya mendesain lingkungan sedemikian rupa agar masyarakat
dapat terbantu hidup sehat
- Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
- Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan
air bersih, pembuangan sampah.
- Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
- Anjuran diet dan kontrol plak untuk mencegah karies, fissure
sealent, fluoridasi air minum, pemeriksaan gigi rutin dan
diagnostik radiografi


b. Specific protection (perlindungan spesifik) primary prevention
Perlindungan spesifik adalah perlindungan yang diberikan kepada
orang-orang atau kelompok yang beresiko terkena suatu penyakit
tertentu. Perlindungan tersebut dimaksudkan agar kelompok yang
beresiko tersebut dapat bertahan dari serangan penyakit.
Contohnya adalah imunisasi yang diberikan kepada bayi dan balita,
waksin kepada jemaah haji, penggunaan APD pada para pekerja, dll.

c. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan



yang cepat dan tepat) secondary prevention
Tindakan ini dapat mencegah orang yang sudah sakit, agar
penyakitnya tidak tambah parah. Perlu kita ketahui bahwa faktor yang
membuat seseorang dapat sembuh dari penyakit yang dideritanya
bukan hanya dipengaruhi oleh jenis obat yang diminum dan
kemampuan si tenaga medisnya. Tetapi juga dipengaruhi oleh kapan
pengobatan yang diberikan. Semakin cepat pengobatan yang diberikan,
maka semakin besar pula kemungkinan untuk sembuh.
- Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan penderita
penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar bila
penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan.

9
- Melaksanakan skrining untuk mendeteksi dini kanker
- Penumpatan ART atau Glass Ionomer (GIC) untuk mengatasi
karies awal


d. Disability limitation (pembatasan kecacatan) secondary prevention
Merupakan tindakan penatalaksaan terapi yang adekuat pada
pasien dengan penyakit yang telah lanjut untuk mencegah penyakit
menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta mengurangi
kemungkinan terjadi kecacatan yang akan timbul.
- Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan dengan cara tidak
melakukan gerakan – gerakan yang berat atau gerakan yang
dipaksakan pada kaki yang cacat.
- Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.


e. Rehabilitation (pemulihan kesehatan) tertiary prevention
Rehabilitasi merupakan tahapan yang sifatnya pemulihan. Ditujukan
pada kelompok masyarakat yang dalam masa penyembuhan sehingga
diharapkan agar benar-benar pulih dari sakit sehingga dapat
beraktifitas dengan normal kembali.
- Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan
mengikutsertakan masyarakat. Misalnya, lembaga untuk
rehabilitasi mantan PSK, mantan pemakai NAPZA dan lain-lain.
- Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap
penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
- Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap dilakukan
seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
- Penambalan gigi dengan karies dalam untuk mencegah agar karies
tidak lebih parah sampai menimbulkan pulpitis

2. Aspek yang terlibat dalam kebijakan nasional dan peranannya

10
a. Pemerintah : memberikan pengarahan ataupun gambaran kepada
masyarakat kegiatan apa yg akan direncanakan pemerintah.
Dalam peraturan menteri kesehatan RI Nomor 89 Tahun 2015,
a) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan memiliki kewenangan:
1. Menetapkan kebijakan perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan
gigi dan mulut, fasilitas pelayanan, perbekalan kesehatan gigi dan
mulut.
2. Melakukan pengadaan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan
kesehatan, perbekalan kesehatan gigi dan mulut
3. Melakukan advokasi dalam mendorong kecukupan alokasi dana
palayanankesehatangigidanmulutditingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota
b) Wewenang Gubernur :
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan Upaya Kesehatan Gigi
dan Mulut di wilayahnya;
b. Merencanakan kebutuhan tenaga kesehatan gigi dan mulut, fasilitas
pelayanan kesehatan, perbekalan kesehatan gigi dan mulut skala
Provinsi;
c. Penyediaan pendanaan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut skala
provinsi;
d. Melakukan pengadaan tenaga kesehatan; dan
e. Melakukan pembinaan, pengawasan dan peningkatan mutu tenaga
kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, perbekalan kesehatan gigi
dan mulut
c) Wewenang Bupati
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan Upaya Kesehatan Gigi
dan Mulut di wilayahnya;
b. Merencanakan kebutuhan tenaga kesehatan gigi dan mulut, fasilitas
pelayanan kesehatan, perbekalan kesehatan gigi dan mulut skala
Kabupaten/Kota;

11
c. Penyediaan pendanaan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut skala
kabupaten/kota;
d. Melakukan pengadaan tenaga kesehatan; dan
e. Membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu tenaga kesehatan,
fasilitas pelayanan kesehatan, perbekalan kesehatan gigi dan mulut;
melalui pelaksanaan kegiatan perizinan.

b. Masyarakat dan anak sekolah : mensukseskan jalanya program


tersebut.
c. Tenaga kesehatan sebagai pelaksana promosi kesehatan scr langsung
kpd masyarakat.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya pemerintah meningkatkan


kesgilut
a. Presdeposisi faktor : pengetahuan, perilaku, dan persepsi
b. Faktor pemungkin : adanya sumber daya, fasilitas kesehatan yang
memadai, dan kemampuan
c. Faktor penguat : perilaku kesehatan, dukungan perangkat kesehatan,
lingkungan sekitar. kebijakan pemerintah itu sendiri apakah relevan
dengan keadaan masyarakat.
Menurut Hendrick L. Blumm, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi
peningkatan pencegahan penyakit yaitu :
1) Perilaku : Perilaku sehat akan menunjang meningkatnya derajat
kesehatan, banyaknya penyakit karena perilaku dan gaya hidup.

Kebiasaan pola makan yang sehat dapat menghindarkan diri kita dari
banyak penyakit
2) Lingkungan : Lingkungan yang mendukung gaya hidup bersih juga
berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga
peningkatan pencegahan penyakit juga terwujud
3) keturunan (genetik)
4) fasilitas kesehatan : Ketersediaan fasilitas dengan mutu pelayanan
yang baik akan mempercepat perwujudan derajat kesehatan
masyarakat.

12
Faktor yang mempengaruhi upaya pemerintah dalam meningkatkan
kesgilut yaitu :
- masih kurangnya jumlah dokter dibanding dgn total populasi
- letak geografis yg tidak menguntungkan menyebabkan kesempatan
mendapat perawatan kesehatan tidak merata.
- kurangnya informasi dan publikasi terkait pencegahan.

4. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam


pecegahan penyakit di Indonesia
1) Melakukan pendataan kadar fluor di seluruh Indonesia kemudian
melakukan
ujicoba water fluridasi pada beberapa wilayah dengan kadar
dibawah standar.
2) Program pasta gigi berfluoride untuk daerah-daerah pedalaman
yang masih menggunakan bahan-bahan alam untuk menyikat gigi,
jika dianggap pasta gigi bertentangan dengan keyakinan dapat
menggunakan siwak yang juga mengandung fluoride atau bahan
alam lain yang mengandung fluorie.
3) Milk fluoridation di sekolah-sekolah seperti yang dilakukan oleh
Negara
Thailand.
4) Aplikasi topical fluor oleh dokter gigi pada kasus dengan indikasi
tertentu.
5) Menjalankan program konseling dan kontrol diet terutama makanan
yang mengandung gula, pemakaian tembakau dan jenis-jenis
makanan lain yang merusak kesehatan mulut baik serta penerapan
pola makan yang sehat dan seimbang terutama makanan-makanan
yang baik untuk kesehatan mulut lewat PUSKESMAS maupun
lewat sekolah dengan UKGS.

5. Masyarakat berperan aktif dalam upaya preventif dan rehabilitatif


- Meningkatkan Advokasi dengan membuat kebijakan mengenai
kesehatan dan Kemitraan dalam upaya meningkatnya progam
kesehatan
- Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Penurunan Faktor Risiko
dengan menumbuhkan budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
- Meningkatkan sistem pelayanan kesehatan secara efektif dalam
pengendalian penyakit dengan early diagnose

13
- Pelaksanaan pengendalian penyakit melalui pemeriksaan kesehatan
di Pelabuhan dan Bandara
- Dengan memberikan reward pada kelompok masyarakat yang
melaksanakan program kesehatan yang ada.
- Peningkatan kemandirian melalui edukasi dan peran serta
masyarakat dalam pemelihara diri termasuk kesehatan gigi dan m
ulut
mulai dari janin sampai lansia
- Peningkatan kemandirian dalam upaya pencegahan pada anak
- Pengelolaan UKGS dan UKGM sesuai standar dengan indik ator

keberhasilan :
a. Jumlah kunjungan ke sekolah
b. DMFT < 3
c. Persentase prevalensi karies menurun
d. OHlS menurun

Menurut Kegeles dalam Herijulianti, E. (2002) ada empat faktor


utama agar seseorang mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi, yaitu:
a. Merasa mudah terserang penyakit gigi.
b. Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah
c. Pandangan bahwa penyakit gigi dapat berakibat fatal jika tidak segera
diobati
d. Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas kesehatan

Jadi setidaknya tenkes mampu menjaring masyarakat


untuk aktif dalam mengikuti kegiatan promotif maupun preventif, dengan
begitu masyarakat akan dapat menangkap banyak informasi terkait
kesehatan gigi mulut dan perawatan-perawatannya, secara tidak langsung
juga akan meningkatkan awareness terhadap gilutnya. Selain itu
pemerintah juga harus berperan lebih dalam peningkatan jaminan dan
mutu yankes, menjamin supaya masyarakat dapat dengan mudah
mengakses pelayanan dan dengan harga yang terjangkau.

6. Indikator keberhasilan yang dicapai dari upaya pencegahan pada


tingkat preventive dan rehabilitatif
- Menurunnya angka insidensi dan prevalensi mengenai penyakit
gigi dan mulut
- Meningkatnya derajat kesehatan gigi dan mulut di masyarakat.

14
- Meningkatnya jumlah masyarakat untuk perawatan kesehatan gigi
dan mulut dalam rangka tindakan preventif bukan tindakan kuratif.

Menurut WHO indicator keberhasilan upaya kesgilut dapat dilihat dari


kesehatan gigi dan mulut pada anak usia 12 tahun dikarenakan pada usia
tersebut merupakan usia yang rawan timbulnya karies, penyakit pulpa, dan
jaringan periapical pada anak. Berdasarkan riskesdas 2009Adanya UKGS
di sekolah membuat derajat kesehatan gigi dan mulut siswa menjadi
optimal. Pada tahun 2007 prevalensi kaeies di kota semarang 74,1%
kemudian pada tahun 2009 62,50%.

7. Hambatan yang terjadi pada tingkatan upaya pencegahan penyakit


Hambatan di pengaruhi oleh :
- Keyakinan / adat yang melekat ini termasuk - ketakutan akan
profesi kesehatan / medis, kebingungan dari pesan sebelumnya,
pesan salah dll.
- Propaganda iklan menghasilkan tekanan penjualan pada anak-anak
dan pemerasan pada orang tua.
- Kurangnya kader-kader kesehatan di suatu desa
- Tidak dilakukannya penerapan program di suatu desa
- Lingkungan sosial : ketersediaan dukungan emosional yang rendah
dan partisipasi sosial yang rendah
- Personal health practices : kesadaran diri sendiri setelah diberi
edukasi
- Masih kurangnya ratio antara jumlah drg dengan populasi
penduduk
- Letak geografis yang kurang menguntungkan yang menyebabkan
kesempatan mendapat perawatan tidak merata
- Kebijakan pemerintah setiap Negara berbeda terutama pada Negara
yang sedang berkembang. Dilihat dari program yang dijalankan
bahwa kes. Gilut bukan merupakan program prioritas disbanding
dengan kesehatan umum lainnya.
- Kurangnya SDM khususnya tenaga kesehatan dalam program
pencegahan, informasi, serta publikasi
Permasalahan yang menjadi hambatan juga muncul pada unsur
implementasi, seperti sistem kapitasi, standarisasi obat dan bahan medis,
kesiapan fasilitas pada pelayanan kesehatan primer serta pengetahuan
peserta maupun tenaga medis mengenai prosedur pelayanan JKN seperti
yang tercantum dalam pemberitaan media massa elektronik
Jamkesindonesia (2015).- Berdasarkan hasil riset Kesehatan Dasar tahun

15
2007, sebanyak 36,1 % anak usia 2 tahun menderita gigi berlubang dan
program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) masih belum dijalankan
oleh 14 % Puskesmas di Indonesia- Masyarakat takut untuk ke dokter gigi,
dengan alasan sakit dan biaya mahal.

8. Kebijakan Nasional Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut


Kebijakan nasional sering diartikan sebagai sejumlah keputusan yang
dibuat oleh mereka yang bertanggung jawab pada tingkatan nasional dalam
bidang kebijakan tertentu bisa pada bidang kesehatan, lingkungan,
pendidikan atau perdagangan. .Kebijakan kesehatan didefinisikan sebagai
suatu cara atau tindakan yang berpengaruh terhadap perangkat institusi,
organisasi, pelayanan kesehatan dan pengaturan keuangan dari sistem
kesehatan.
Kebijakan-kebijakan kesehatan dibuat oleh pemerintah dan swasta.
Kebijakan merupakan produk pemerintah, walaupun pelayanan kesehatan
cenderung dilakukan secara swasta, dikontrakkan atau melalui suatu
kemitraan, kebijakannya disiapkan oleh pemerintah di mana keputusannya
mempertimbangkan juga aspek politik (Buse, May & Walt, 2005). Jelasnya
kebijakan kesehatan adalah kebijakan publik yang merupakan tanggung
jawab pemerintah dan swasta. Sedangkan tugas untuk menformulasi dan
implementasi kebijakan kesehatan dalam satu negara merupakan tanggung
jawab Departemen Kesehatan (WHO, 2000).
Rencana aksi Nasional Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut:
a. Meningkatkan upaya promotive dan prefentif pelayanan kesehatan gigi
dan mulut
- Peningkatan kemandirian melalui peran serta masyarakat dalam
pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut mulai dari janin
sampai lansia (continuum of core)
- Peningkatan UKGS
- Peningkatan UKGM melalui Usaha Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM)

16
b. Meningkatkan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan gigi dan
mulut
- Tersedianya pelayanan kesehatan gigi dan mulut di fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama
- Optimalisasi fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut dalam
pelayanan kesehatan gigi dan mulut
c. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut
- Tersedianya sarana dan prasarana sesuai standar pelayanan
kesehatan gigi dan mulut
- Tersedianya tenaga kesehatan gigi dan mulut yang berkompeten
dan berbudaya kinerja
- Optimalisasi upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut melalui
program UKM dan UKP di fasilitas layanan kesehatan
d. Meningkatkan peran serta Stakeholders terkait pelayanan
kesehatan gigi dan
mulut
- Tersedianya dukungan dan regulasi pelayanan kesehatan gigi dan
mulut
- Sistem kolaborasi peningkatan kompetensi tenaga kesehatan gigi
dan mulut
- Terwujudnya kemitraan yang berdaya guna tinggi
- Tersedianya kemitraan yang berdaya guna tinggi yang proporsional
untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan

Menurut Peraturan Menteri kesehatan No.89 tahun 2015 Program Primary


Preventiv terhadap kegislut dibedakan berdarkan usia : Anak-anak :

a. (usia balita)
- pelayanan kesehatan harus memberikan informasi tentang waktu
erupsi gigi pada anak

17
- menganjurkan untuk tidak memberikan anak susu botol saat tidur
malam tidak menambah rasa manis pada susu anak
b. (usia anak sekolah)
- Untuk mencapai derajat kesehatan gigi dan mulut anak sekolah
yang optimal, Usaha Kesehatan Gigi Sekolah harus diutamakan
pada upaya meningkatkan kemampuan self care (pelihara diri)
melalui kegiatan UKGS.
- Sikat gigi masal, dibawah bimbingan guru, kader dan petugas
kesehatan
- Berkumur dengan larutan fluor yang dilakukan 1 kali dalam 2
minggu selama 2 tahun
- Pembersihan karang gigi
- Pengolesan fluor
- Penumpatan pit dan fissure sealent

Kebijakan pemerintah lainnya:

a. Pembinaan dalam hal pencegahan, pengendalian, dan


penurunan prevalensi penyakit gigi dan mulut (integrated

health approach) primery Preventiv
b. Pemberdayaan masyarakat dan mengembangkan kemitraan

dengan pihak-pihak terkait Primary Preventiv
c. Peningkatan manajemen kesehatan gigi dan mulut terpadu:
lembaga, payung hukum, standar sumber daya, sarana
prasarana, pembiayaan
d. Adanya sistem informasi, surveilans, monitoring laporan
fasilitas dan pelayanan kesehatan, serta penelitian kesehatan
gigi dan mulut baikyang dilaksanakan pemerintah maupun
swasta
Kementerian Kesehatan membentuk Komite Kesehatan Gigi dan
Mulut. Keputusan RI nomer HK.01.07/MENKES/189/2019 (Pencegahan
primordial) untuk :

18
a. Melakukan kolaborasi internasional dengan pihak yang terkait upaya
kesehatan gigi dan mulut
b. Melakukan penyebaran/sosialisasi informasi kepada masyarakat dan
pemangku kepentingan lainnya, terkait upaya kesehatan gigi dan mulut
c. Membuat dan melaksanakan program-program:
- UKGS : penyuluhan, flouridasi (primery preventiv )
- UKGS : tingkat lanjut
- Pelayanan promosi dan pencegahan pada lansia : edukasi kesgilut
(primery preventiv )
- Pelayanan kesehatan gigi dan mulut peyangdang disabilitas :
penyuluhan kepada orang tua menjaga kesehatan gigi dan mulut
(primery preventiv )
- Posyandu : imunisasi , flouridasi(primery preventiv ) Screening
(sekunder preventiv )
- Upaya Promotif dan Preventiv : gosok gigi bersama pada
anak sekolah dasar (primery preventiv )
- Program donnut irene: Program ini dimaksud menyadarkan orang
tua murid atau murid tentang faktor risiko karies (primery
preventiv )
- Bakti sosial : pengobatan gigi gratis (Tersier preventiv )
d. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung awab terhadap
penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut yang aman,
bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat
e. Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan upaya kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan tugas
dan kewenangan masing-masing
f. Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota bertanggung jawab menjamin
ketersediaan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan
perbekalan kesehatan dalam rangka memberikan Pelayanan Kesehatan
Gigi dan Mulut yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.

19
9. Kebijakan global yang diadaptasi kebijakan nasional
mengenai kesehatan gigi dan mulut

Menurut World Health Organization. Global Oral Health Data Bank.


Geneva: World Health Organization, 2002 dan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Rencana Program pelayanan kesehatan gigi dan
mulut.2012 berikut kebijakan WHO yang diadaptasi oleh kebijakan
nasional :
a. kebijakan WHO level of care yang ada pada kebijakan nasional yang
berisi : tindakan promotif, preventif, deteksi dini, kuratif, dan
rehabilitatif.
b. Kebijakan WHO basic package of oral care yang ada pada kebijakan
nasional yang sudah dilakukan di puskesmas yaitu : perawatan gawat
darural oral, tersedianya pasta gigi yang mengandung fluoride, ART.
c. World oral congress on preventive dentistry (WCPD) di inggris
“kesgilut merupakan bagian dari kesehatan secara umum
mengembangkan promosi kesehatan pada kebijakan nasional promosi
kesehatan melalui UKGS, UKGM, dll.
d. WHO “global goals oral health 2020” : manifestasi sistemik pada
kesgiliut menurun, diagnosis dini, upaya preventif à kebijakan nasional
screening untuk deteksi dini.

20
e. WHO “think globally act locally” kebijakan nasiomnal yang mengacu
pd kebijakan global tetapi disesuaikan dengan keaadan suatu negara
masing2.
f. Sedangkan dalam naskah Strategy for oral health in South East Asia
2013-2020, WHO
menyebutkan bahwa prevalensi karies gigi pada anak-anak usia
sekolah di Asia Tenggara mencapai 70-95% à kebijakam nasional
fluoridasi sejak dini
g. Berdasarkan konferensi Oral Health through Fluoride for China and
Southeast Asia, jointly convened by WHO, FDI, IADR and the
Chinese Stomatological Association in 2007, konsesus final
memformulasikan di the Beijing Declaration bahwa “wilayah asia
pemakaian pasta gigi berfluoride diutamakan dan menjadi tanggug
jawab pemerintah untuk mensosialisasikan manfaat dan pemakaiannya
pada warga negaranya” kebijakan nasional melakukan promosi
kesehatan untuk menyikat gigi menggunakan pasta gigi ber - fluoride”.

Target Dunia terbaru di bidang kesehatan gigi dan mulut dan


program-program preventif untuk mencapainya diprakasai oleh organisasi
kesehatan dunia yaitu terutama oleh WHO, FDI worl dental federation ,
dan IADR (International Association for Dental Research) pada tahun
2003 telah mencanangkan “Global Goals for oral Health 2020 yaitu
dengan meminimalkan dampak dari penyakit mulut dan kraniofasial
dengan menekankan pada upaya promotif dan mengurangi dampak
penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut dengan diagnosa
dini, pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik.
WHO Oral Health Programme menngunakan filosofi "think
globally - act locally". Pengembangan program untuk promosi oral health
dalam Negara-negara target berfokus pada :

21
1) Identifikasi faktor penentu kesehatan, mekanisme untuk
meningkatkan kapasitas dan mengimplementasikan intervensi
yang meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.
2) Implementasi masyarakat dalam upaya promotif kesehatan gigi
dan mulut, dengan referensi khusus untuk populasi pada
kelompok yang kurang beruntung.
3) Membangun kapasitas dalam perencanaan dan evaluasi
program nasional untuk promotif kesehatan gigi dan mulut dan
evaluasi intervensi promotif kesehatan gigi dan mulut
4) Pengembangan metode dan alat untuk menganalisis proses dan
hasil kesehatan promotif intervensi kesehatan gigi dan mulut
sebagai bagian dari program kesehatan nasioanal
5) Pembentukan jaringan dan aliansi untuk memperkuat tindakan
nasional dan internasional untuk promosi kesehatan gigi dan
mulut.
Berdasarkan konferensi Oral Health through Fluoride for China
and Southeast Asia, jointly convened by WHO, FDI, IADR and the
Chinese Stomatological Association in 2007, konsesus final
memformulasikan di the Beijing Declaration bahwa wilayah asia
pemakaian pasta gigi berfluoride diutamakan dan menjadi tanggug jawab
pemerintah untuk mensosialisasikan manfaat dan pemakaiannya pada
warga negaranya. Dalam naskah ini juga disarankan perlunya menambah
jumlah dan menyebarkan tenaga kesehatan gigi di wilayah - wilayah
perkotaan dan pedesaan dalam Negara dan harus menjadikan hal ini
sebagai rencana kesehatan nasional. Kebijakan nasional diambil dari
konsep WHO tetapi dijabarkan lebih lanjut sesuai dengan keadaan
nasional. Jadi, peraturan WHO sebgai landasan. Tetapi pemerintah dalam
suatu negara sendiri yang memutuskan peraturan yang ada pada kebijakan
nasioanl.
Berdasarkan beijing declaration kesehatan gigi dan mulut dapat
dilakukan :

22
1. Mempromosikan penggunaan pasta gigi fluoride yang efektif dua kali
sehari untuk pencegahan kerusakan gigi.
2. Menyikat gigi dengan pasta gigi berfluoride seukuran kacang polong pada
anak kecil hingga usia 6 tahun harus diawasi oleh orang dewasa yang
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pasta gigi dalam jumlah
besar tidak tertelan.
3. Rekomendasi khusus untuk penggunaan pasta gigi fluoride pada anak-
anak yang sangat muda harus mengikuti pedoman dari otoritas nasional
masing-masing.
4. Instansi pemerintah yang mempromosikan kesehatan mulut dan kesehatan
umum, profesi medis dan gigi, sistem pendidikan (misalnya promosi
kesehatan di sekolah) dan industri harus mengambil tindakan untuk
memastikan bahwa populasi tahu manfaat dari penggunaan pasta gigi
berfluoride secara teratur dan pasta gigi fluoride dapat diakses dan
terjangkau. Paparan fluoride yang tepat, khususnya melalui pasta gigi
fluoride, akan meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan pencapaian
tujuan pembangunan milenium dengan mengurangi beban penyakit gigi
yang tinggi dari seluruh populasi, terutama untuk anak-anak.
5. Mempersiapkan langkah langkah tersetruktur dan tersistem melalui
komitmen yang kuat dari para pakar, akademisi serta stake holder terkait
dalam menyusun suatu rencana strategi pelayanan kesehatan gigi dan
mulut indonesia. Yang dapat dijadikan rujukan bagi pelaksana baik pusat,
provinsi dan kebupaten/ kota.

23

B. Konsep Maping
Kebijakan Global

Kebijakan Nasional

Upaya Pencegahan
Primary Prevention Penyakit

Health
Secondary Tertiary Prevention
Specific Prevention
Promotion
Early Disability Rehabilitation
protection diagnosis and
limitation
prompt
treatment

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Target Dunia terbaru di bidang kesehatan gigi dan mulut dan program-
program preventif untuk mencapainya diprakasai oleh organisasi kesehatan
dunia yaitu terutama oleh WHO, FDI worl dental federation , dan IADR
(International Association for Dental Research). Preventive Medicine For The
Doctor In His Community mengemukakan adanya tiga tingkatan dalam proses
pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit yaitu Primary Prevention,
Secondary Prevention dan Tertiary Prevention. Dalam melukakan upaya
pencegahan penyakit terdapat suatu hambatan, mulai dari keyakinan atau adat
yang melekat ini termasuk-ketakutan akan profesi kesehatan atau medis,
kebingungan dari pesan sebelumnya, pesan salah dan lain-lain.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber Penulis akan memperbaikinya kembali. Oleh sebab itu
penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan laporan dan
kesimpulan di atas.

25
DAFTAR PUSTAKA
Hiremath, S. (2011). Textbook of Preventive and community dentistry. 2nd
edition.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


Hk.01.07/Menkes/189/2019 Tentang Komite Kesehatan Gigi Dan Mulut.

Mbawala, H. S. (2015). "Assorted errands in prevention of children’s oral diseases


and conditions." Emerging Trends in Oral Health Sciences and Dentistry.
IntechOpen.
Outwater, A. L. (2017). Disease Prevention : An Overview. International
Encyclopedia of Public Health. 338 - 349.
Pandve, H. T. (2014). Quaternary Prevention: Need of the Hour. Journal of family
medical and primary care.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2015 Tentang


Upaya Kesehatan Gigi Dan Mulut.
Petersen, P. (2003). The world Oral Health Report : Continuous improvement of
oral health in the 21st century the approach of the WHO Global Oral
Health Programme.
Petersen, P. E. (2003). World Health Organization. The world Oral Health Report
: Continuous improvement of oral health in the 21st century- the approach
of the WHO Global Oral Health Programme.

Resolutions of the World Health Assembly related to fluoride (WHA 22.30/WHA


28.64/WHA42.39/WHA53.17/WHA60.17). (t.thn.).
World Health Organization. Global Oral Health Data Bank. Geneva: World
Health Organization. (2002).

26

Anda mungkin juga menyukai