Pendahuluan
Budi seorang anak laki-laki 5 tahun, datang bersama ibunya ke RSGMP FKG UI. Ibunya
mengkhawatirkan gigi atas depan budi yang tampak jarang-jarang. Setelah diperiksa,
ditemukan jumlah gigi 10 buah di rahang atas dan 10 buah di rahang bawah. Ibunya
bercerita bahwa gigi kakak Budi berantakan dan telah dirawat menggunakan kawat gigi,
sehingga kini ia membawa Budi ke dokter gigi untuk berkonsultasi agar tidak mengalami
hal serupa seperti kakaknya.
Berdasarkan skenario di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini
adalah:
1. Definisai dan macam oklusi (oklusi sentrik, relasi sentrik, dan oklusi fungsional)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi oklusi gigi
3. Terminologi
4. Perkembangan oklusi dan occlusal guidance
5. Order of eruption, jumlah dan susunan, spacing, kunci oklusi, deep bite, maloklusi dan
kemungkinan penyebabnya, dan karakteristik normal pada gigi sulung
6. Order of eruption, jumlah dan susunan, spacing, kunci oklusi, deep bite, maloklusi dan
kemungkinan penyebabnya, dan karakteristik normal pada mix dentition
7. Order of eruption, jumlah dan susunan, kunci oklusi, deep bite, maloklusi dan
kemungkinan penyebabnya, dan karakteristik normal pada gigi permanen
8. Indikasi perawatan ortodonsi
Isi
2.1 Oklusi
Secara definitif, oklusi dapat diartikan sebagai suatu gerakan menutup. Dalam kedokteran
gigi, oklusi ialah menutupnya lengkung dental dan berbagai pergerakan fungsional rahang atas
dan rahang bawah untuk berkontak.
Menurut Solzman (1966), oklusi adalah hubungan antar permukaan oklusal gigi-gigi di
rahang atas dan rahang bawah selama pergerakan mandibula terhadap maksila, sampai terjadinya
kontak penuh antara permukaan oklusal gigi-gigi tersebut.
Andrew (1972) menyebutkan 6 kunci oklusi normal, yang berasal dari hasil penelitian
yang dilakukannya terhadap 120 subyek yang oklusi idealnya mempunyai 6 ciri. Keenam ciri
tersebut adalah :
1. Hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap pada bidang sagital
2. Angulasi mahkota gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal
3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital
4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual
5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing lengkung gigi,
tanpa celah maupun berjejal-jejal
6. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung
Oklusi gigi posisi kontak yang statis, tertutup dari gigi atas dan bawah
Disklusi gigi (Harvey Stallard) separasi gigi dari oklusi; berlawanan dengan oklusi
Stamp cusps cusp yang menempel ke dalam fossa dari gigi yang
berlawanan. Cusp lingual dari gigi atas dan cusp bukal gigi
bawah adalah posterior stamp cusps.
Shearing cusps cusp bukal atas dan cusp lingual bawah yang digunakan untuk
menggunting memotong makanan
Oklusi ideal mengacu pada ideal secara estetik dan fisiologis. Aspek:
harmonisasi fungsi dan stabilitas system mastikasi dan
harmoni neuromuscular pada system pengunyahan.
Oklusi seimbang (balanced terjadi jika adanya kontak simultan antara gigi maksila dan
occlusion) mandibula, pada kanan dan kiri, pada daerah oklusi bagian
anterior dan posterior, dan ketika rahang dalam oklusi sentries
atau eksentris.
Oklusi fisiologis oklusi yang terjadia pada individu yang tidak memiliki tanda
oklusi yang berhubungan dengan patosis. Mungkin bukan
merupakan oklusi ideal, namun tidak ada manifestasi patologis
pada jaringan di sekelilingnya karena deviasi tersebut dari
kondisi ideal. Terdapat respon kontrol adaptif yang memiliki
ciri khas hiperaktivitas otot, dan tekanan yang terbatas
terhadap sistem
Oklusi traumatis oklusi yang disebabkan oleh pembentukan atau lesi traumatik
atau gangguan pada struktur penyangga gigi, otot, dan TMJ.
Gigi geligi hampir seluruhnya memiliki supra contacts yang
memiliki potensi traumatik untuk mengubah status tonus otot
dan menginduksi tekanan.
Hubungan antara gigi-geligi dimana lengkung gigi bawah terletak lebih posterior
daripada lengkung gigi atas dibandiingkan hubungan kelas I. Karena itu, tipe oklusi
ini sering disebut sebagai postnormal. Oklusi kelas II ini terbagi lagi menjadi`dua
tipe, yaitu:
Kelas II divisi 1
Lengkung gigi mempunyai hubungan kelas II, dengan gigi-gigi insisivus sentral
atas proklinasi, dan overjet insisal lebih besar. Gigi insisivus lateral rahang atas
juga proklinasi.
Kelas II divisi 2
Lengkung gigi mempunyai hubungan kelas II dengan gigi insisivus sentral rahang
atas yang proklinasi dan overbite insisal yang besar. Gigi insisivus lateral
biasanya proklinasi atau retroklinasi.
c. Kelas III
Merupakan suatu hubungan gigi geligi dimana lengkung gigi bawah terletak
lebih anterior daripada lengkung gigi atas dibandingkan dengan hubungan kelas I.
Karena itu, kelas III ini sering disebut sebagai hubungan prenormal. Ada dua tipe
utama dari kelas III, yaitu:
Kelas III sejati
Rahang bawah berpindah dari posisi istirahat ke oklusi kelas III saatpenutupan
normal.
Kelas III postural atau kelas III dengan pergeseran
Gigi-gigi insisivus terletak sedemikian rupa sehingga gerak menutup mandibula
menyebabkan I bawah berkontak dengan I atas sebelum mencapai oklusi sentrik.
Mandibula akan bergerak ke depan pada penutupan translokasi, menuju posisi
interkuspal.
c. Group function occlusion: hubungan kontak yang berganda antara gigi RA dan
RB pada pergerakan lateral dari working side; dimana dengan kontak simultan
dari beberapa gigi diperoleh dan mereka berfungsi sebagai sekelompok yang
mendistribusikan tekanan oklusal.
d. Berdasarkan pola oklusi
a. Cusp to embrasure/marginal ridge occlusion: perkembangan oklusi dapat
menyebabkan pasnya satu stamp cusp ke dalam fossa dan mengepaskan cusp lain
pada gigi yang sama ke dalam daerah embrasur pada dua gigi di rahang lawannya.
Disebut tooth-to-two-teeth relation occlusion.
b. Cusp to fossa occlusion: perkembangan dan pertumbuhan apparatus masticatory
menghasilkan kebanyakan atau seluruh stamp cusp pas ke dalam fossa. Hubungan
cusp-fossa secara normal menghasilkan interdigitasi pada cusp dan fossa satu gigi
dengan fossa gigi lawannya. Disebut tooth-to-one-tooth relation.
Terdapat 3 buah kurva yang penting dalam bidang oklusal, yaitucurve of Spee, curve of Wilson
dan curve of Monson.
1. Curve of Spee
Curve of Spee merupakan salah satu bentuk bidang oklusal yang terlihat dari bidang
sagital. Ferdinand Graf von Spee (1855-1937), seorang embriologist berkebangsaan Jerman,
adalah orang pertama yang menyadari hubungan gigi manusia yang dilihat dari bidang
sagital.
Curve of Spee diartikan sebagai garis anatomis yang membentuk permukaan oklusal gigi
dari ujung cusp gigi kaninus mandibula sampai bukal cusp gigi posterior mandibula pada
potongan sagital dan dilanjutkan sampai permukaan anterior dari ramus. Apabila kurva
tersebut diperpanjang, maka akan terlihat kurva terbuat dari sebuah lingkaran dengan
diameter sekitar 4 inci. Pasangan curve of Spee pada rahang atas disebut juga kurva
kompensasi. Kurva kompensasi ini bertujuan untuk mengimbangi gerak kondilus mandibula
dan untuk mendapat oklusi yang seimbang.
Secara umum, permukaan oklusal dari gigi geligi tidak berbentuk datar. Pada gigi rahang
bawah terlihat garis oklusi berbentuk cekung (concave), sedangkan pada rahang atas
berbentuk cembung (convex). Curve of Spee berlokasi di pusat silinder di bidang midorbital
dan memiliki radius rata-rata 83,4 mm dan kedalaman rata-rata 1,9 mm. Sedangkan kurva
kompensasi memiliki radius rata-rata 106,4 mm dan kedalaman rata-rata 1,6 mm. Dengan
demikian, bentuk kurva kompensasi lebih datar dibandingkan curve of Spee.
Curve of Spee penting bagi seorang dokter gigi, terutama karena curve of Spee ini
berkontribusi pada peningkatan overbite. Larry Andrew juga menyatakan dalam tulisannya
yang berjudul Six Key to Normal Occlusion (1972) bahwa curve of Spee yang normal
merupakan salah satu syarat dalam menentukan oklusi yang ideal.
Fungsi utama curve of Spee belum sepenuhnya dimengerti. Tetapi kurva ini dipercaya
berfungsi untuk :
Fungsi biomekanikal selama pengolahan makanan
Mempengaruhi efisiensi gaya oklusal dalam mastikasi
Mempengaruhi fungsi normal gerak protusif mandibula
Menentukan oklusi pada gigi tetap asli
Mempengaruhi oklusi normal
Menurut penelitian R.R. Hardinger dan rekan-rekannya dalam tulisan yang berjudul
Development of the curve of Spee during normal human growth, dijelaskan bahwa curve
of Spee akan berkembang semakin dalam seiring erupsi gigi dan akan menjadi stabil pada
usia dewasa dengan tingkat kedalaman 2,02 mm 0,78 mm.
Hui Xu dalam jurnalnya yang berjudul an evaluation of the curve of Spee in the maxilla
and mandible of human permanent healthy dentitions menyatakan cara mengukur
kedalaman curve of Spee adalah dengan membuat garis referensi yaitu suatu garis yang
menghubungkan cusp bukal kaninus dan cusp tip distobukal molar kedua. Kemudian buat
garis-garis tegak lurus dari garis referensi tersebut ke cusp tip gigi premolar 1 dan 2, molar 1
dan mesiobukal molar 2. Jarak yang paling besar merupakan kedalaman curve of Spee. Cara
ini pernah digunakan pada kasus gigi permanen lengkap dengan overbite, overjet, kondisi
periodontal dan TMJ, belum pernah dirawat ortodontik dan minimal dental crowding.
3. Curve of Monson
Curve of Monson merupakan perluasaan dari curve of Spee dan curve of Wilson ke semua
cusp dan incisal edge. Curve of Monson ini tidak selalu dipakai dalam kedokteran gigi
karena keterbatasan anatomis dalam hubungan fungsional.
Untuk mengevaluasi perkembangan anak-anak, usia dental secara klinis lebih berguna
dibandingkan usia kronologis, karena usia dental berdasarkan perkembangan densisi.
1. Pre-Dental Period
2. The deciduous dentition period
3. The mixed dentition period
4. The permanent dentition period
C Fase eruptif M2
IV A Erupsi M2 lengkap
C Fase erupsi M3
V A Erupsi M3 lengkap
Periode ini berlangsung setelah kelahiran dimana masih belum mempunyai gigi dan
terhitung sampai 6 bulan setelah kelahiran.
Tulang alveolar pada saat kelahiran dikenal terlihat berupa bantalan gusi yang keras,
berwarna merah muda, dan di tutupi oleh lapisan fibrosa periosteum. Bantalan gusi ini
berbentuk seperti tapal kuda dan berkembang menjadi 2 bagian (porsi labio-bukal, dan porsi
lingual), dimana keduanya dipisahkan oleh dental groove. Pada gusi terlihat 10 segmen pada
masing-masing rahang yang dipisahkan oleh transversal groove, dimana setiap segmen
berisi satu calon benih gigi yang akan tumbuh.
Gingival groove memisahkan bantalan gusi dengan palatum dan lantai dari
mulut.Transverse groove antara segmen caninus dan Molar sulung disebut lateral sulcus
yang berguna untuk menentukan hubungan antar rahang pada very early stage. Lateral
sulcus pada lengkung mandibular biasanya lebih distal dari yang terdapat pada lengkung
maksila.
Bantalan gusi pada maksila dan mandibula relative sama, namun bantalan gusi pada
maksila lebih lebar dan panjang. Kontak terjadi antara bantalan gusi atas dan bawah pada
segmen molar 1 dan terdapat space pada bagian anterior yang membantu saat
menghisap.Normal terjadi overjet pada setiap sisi.
Pada saat baru lahir dan belum tumbuh gigi, bantalan gusi belum mempunyai lebar yang
mencukupi untuk perkembangan gigi insisivus.Pada tahun pertama, bantalan gusi
berkembang cepat dan memungkinkan insisivus untuk tumbuh sesuai dengan
deretannya.Ada beberapa kasus dimana gigi ditemukan erupsi belum pada saatnya.
Gigi natal dan neonatal biasanya ditemukan pada rahang bawah dan merupakan faktor
keturunan.
Tahap gigi sulung dimulai dari pertama kali gigi sulung erupsi (biasanya insisivus
sentral mandibula) hingga erupsinya gigi tetap pertama (biasanya molar 1 mandibula). Jadi,
tahap gigi sulung biasanya terjadi sejak usia 6 bulan hingga 6 tahun. Ciri khas pada tahap
gigi sulung ada empat, yaitu: overbite, overjet, spacing, dan hubungan molar 2 sulung.
a. Overbite
Overbite adalah banyaknya overlap vertikal antara I1 maksila dengan I1 mandibula
(Bishara, 2001). Disebut juga vertical overlap. Overbite dinyatakan dalam mm atau
dalam persentase (%) seberapa banyak I1 maksila yang overlap mahkota I1 mandibula.
Overbite (Foster, 1993)
Overbite yang normal pada gigi sulung adalah 10%-40%. Jika incisal edge I1
atas dengan I1 bawah berada di tingkat yang sama, maka disebut edge to edge atau
zero overbite. Jika tidak ada overlap, maka disebut open bite dan dinyatakan dalam
mm.
Pada studi yang dilakukan Foster, ditemukan bahwa kondisi overbite pada gigi
sulung adalah 19% ideal, 33% berkurang, 24% open bite, dan 20% berlebih. Faktor yang
memengaruhi overbite yang berkurang atau open bite adalah kebiasaan buruk seperti
menghisap jari.
b. Overjet
Overjet adalah hubungan horisontal atau jarak antara I1 maksila dengan I1
mandibula yang paling protrusi (Bishara, 2001). Disebut juga horizontal overlap. Overjet
dinyatakan dalam milimeter. Jika I1 maksila berada di sebelah lingual terhadap I1
mandibula, keadaan tersebut dinamakan underjet. Overjet yang normal pada kondisi
gigi sulung adalah 0-4,0 mm. Pada studi yang dilakukan oleh Foster pula, ditemukan
bahwa overjet pada gigi sulung 28% ideal dan 72% berlebih. Lagi-lagi, berlebihnya
overjet pada gigi sulung ini disebabkan karena kebiasaan buruk.
Overjet (Foster, 1993)
c. Spacing
Jarak antar gigi sulung merupakan hal yang biasa terjadi dan merupakan hal yang
normal, atau disebut juga developmental spaces. Developmental spaces dapat terjadi
karena adanya pertumbuhan anteroposterior pada rahang. Gigi geligi yang berjarak lebih
baik karena kemunkinan crowding pada gigi tetapnya minimal. Pada anak juga
bervariasi, bisa terdapat space yang tergeneralisasi, space lokal, tidak berjarak, ataupun
malah berjejal atau crowding. Space lokal yang sering terjadi pada periode gigi sulung
disebut dengan primate spaces/Simian space/anthropoid space, yaitu ditemukan di
87% maksila yang terletak di sebelah mesial kaninus dan 78% mandibula yang terletak di
sebelah distal kaninus. Primate space digunakan untuk pergeseran mesial awal (early
mesial shift).
b. Erupsi
Erupsi adalah pergerakan gigi menuju oklusi. Urutan erupsi gigi sulung:
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara waktu munculnya gigi sulung antara pria dan
wanita. Menurut Hatton, erupsi gigi sulung dipengaruhi 78% oleh keturunan, 22% oleh
lingkungan Pada saat erupsi, sering kali anak yang tumbuh gigi sering menunjukkan
berbagai tanda dan gejala, seperi muntah, demam, dan diare. 60% balita mengalami
gangguan seperti rhinorrhea, iritasi, dan diare yang muncul untuk waktu yang singkat
sebelum gigi erupsi dan pulih setelah gigi muncul.
c. Ukuran dan bentuk gigi sulung
Gigi sulung laki-laki lebih besar dibanding wanita pada umumnya. Ukuran gigi sulung dan
masa mineralnya biasanya merupakan keturunan dan dipengaruhi oleh ras dan etnis.
Ukuran gigi permanen dapat ditentukan oleh gigi sulungnya.
Tahap gigi sulung dimulai dari pertama kali gigi sulung erupsi (biasanya insisivus sentral
mandibula) hingga erupsinya gigi tetap pertama (biasanya molar 1 mandibula). Jadi, tahap gigi
sulung biasanya terjadi sejak usia 6 bulan hingga 6 tahun. Ciri khas pada tahap gigi sulung
ada empat, yaitu: overbite, overjet, spacing, dan hubungan molar 2 sulung.
e. Overbite
Overbite adalah banyaknya overlap vertikal antara I1 maksila dengan I1 mandibula
(Bishara, 2001). Disebut juga vertical overlap. Overbite dinyatakan dalam mm atau
dalam persentase (%) seberapa banyak I1 maksila yang overlap mahkota I1 mandibula.
Overbite (Foster, 1993)
Overbite yang normal pada gigi sulung adalah 10%-40%. Jika incisal edge I1 atas
dengan I1 bawah berada di tingkat yang sama, maka disebut edge to edge atau zero
overbite. Jika tidak ada overlap, maka disebut open bite dan dinyatakan dalam mm.
Pada studi yang dilakukan Foster, ditemukan bahwa kondisi overbite pada gigi sulung
adalah 19% ideal, 33% berkurang, 24% open bite, dan 20% berlebih. Faktor yang
memengaruhi overbite yang berkurang atau open bite adalah kebiasaan buruk seperti
menghisap jari.
f. Overjet
Overjet adalah hubungan horisontal atau jarak antara I1 maksila dengan I1 mandibula
yang paling protrusi (Bishara, 2001). Disebut juga horizontal overlap. Overjet dinyatakan
dalam milimeter. Jika I1 maksila berada di sebelah lingual terhadap I1 mandibula,
keadaan tersebut dinamakan underjet. Overjet yang normal pada kondisi gigi sulung
adalah 0-4,0 mm. Pada studi yang dilakukan oleh Foster pula, ditemukan bahwa overjet
pada gigi sulung 28% ideal dan 72% berlebih. Lagi-lagi, berlebihnya overjet pada gigi
sulung ini disebabkan karena kebiasaan buruk.
Overjet (Foster, 1993)
g. Spacing
Jarak antar gigi sulung merupakan hal yang biasa terjadi dan merupakan hal yang normal,
atau disebut juga developmental spaces. Developmental spaces dapat terjadi karena
adanya pertumbuhan anteroposterior pada rahang. Gigi geligi yang berjarak lebih baik
karena kemunkinan crowding pada gigi tetapnya minimal. Pada anak juga bervariasi, bisa
terdapat space yang tergeneralisasi, space lokal, tidak berjarak, ataupun malah berjejal
atau crowding. Space lokal yang sering terjadi pada periode gigi sulung disebut dengan
primate spaces/Simian space/anthropoid space, yaitu ditemukan di 87% maksila
yang terletak di sebelah mesial kaninus dan 78% mandibula yang terletak di sebelah
distal kaninus. Primate space digunakan untuk pergeseran mesial awal (early mesial
shift).
e. Erupsi
Erupsi adalah pergerakan gigi menuju oklusi. Urutan erupsi gigi sulung:
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara waktu munculnya gigi sulung antara pria dan
wanita. Menurut Hatton, erupsi gigi sulung dipengaruhi 78% oleh keturunan, 22% oleh
lingkungan Pada saat erupsi, sering kali anak yang tumbuh gigi sering menunjukkan
berbagai tanda dan gejala, seperi muntah, demam, dan diare. 60% balita mengalami
gangguan seperti rhinorrhea, iritasi, dan diare yang muncul untuk waktu yang singkat
sebelum gigi erupsi dan pulih setelah gigi muncul.
f. Ukuran dan bentuk gigi sulung
Gigi sulung laki-laki lebih besar dibanding wanita pada umumnya. Ukuran gigi sulung dan
masa mineralnya biasanya merupakan keturunan dan dipengaruhi oleh ras dan etnis.
Ukuran gigi permanen dapat ditentukan oleh gigi sulungnya.
Periode gigi mixed dentition dimulai saat erupsi gigi permanen pertama pada umur 5 atau
6 tahun dan selesai saat tanggalnya gigi sulung yang terakhir saat 10-12 tahun. Pada tahap awal
periode gigi bercampur, bisa muncul open bite yang sifatnya sementara akibat erupsi gigi insisif
permanen yang belum sempurna atau karena hambatan mekanis akibat oral habit yang buruk
(contoh: menghisap jempol). Open bite merupakan keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal
dari gigi saat rahang ats dan rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Open bite ini akan terus
bertahan apabila kebiasaan buruknya tidak dihentikan.
Jalur erupsi dan perkembangan Molar 1 permanent
Benih gigi Molar 1 rahang atas berkembang d tuberositas maxillaris dan permukaan
oklusalnya ke arah bawah dan belakang. Sedangkan benih gigi rahang bawah Molar 1 berlokasi
di ujung gonion mandibula deng permukaan oklusal mengarah ke atas dan ke depan.
www.studyblue.com
Terminal plane sangat penting menentukan hubungan interoklusal dari Molar 1 ini.
Sewaktu Molar 1 erupsi, maka akan berkontak dengan permukaan distal gigi sulung molar 2.
Jika lengkung gigi berakhir dengan mesial step, gigi M1 akan langsung erupsi ke oklusi normal
(kelas I). Jika berakhir pada satu garis vertikal, gigi M1 akan erupsi dalam hubungan cusp-to-
cusp. Keadaan ini akan berubah jadi oklusi normal dengan erupsinya premolar yang mempunyai
kelebihan ruangan memungkinkan gigi M1 bawah bergeser ke mesial. Ruangan yang cukup
untuk molar permanen diperoleh dari pertumbuhan rahang dalam bidang sagital, vertikal, dan
transversal.
Menurut Nance (1974) terdapat space yang terjadi saat pergantian gigi lateral. Leeway
space merupakan selisih ukran dimensi mesiodistal mahkota gigi sulung kaninus, M1, M2
terhadap mahkota gigi permanen kaninus, P1, P2. Leeway space ini dapat dijadikan faktor
penentu apakah gigi M1 dapat menjadi kelas 1 setelah pengaturan oklusi cup-to-cusp. Pada
rahang atas space yang terbentuk biasanya 0.9 mm dan pada rahang bawah 1,8 mm.
www.columbia.edu
Perkembangan gigi M1 ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu oklusi pada DM2,
space yang terdapat pada gigi sulung, serta pertumbuhan pada rahang atas dan rahang bawah.
kiri : derajat pada gigi insisivus permanen kanan: derajat pada gigi insisivus gigi sulung
Terdapat perbedaan ukuran mesio-distal gigi posterior sulung dan permanen bawah 1,7-3,1
mm. Ruangan yang terjadi karena perbedaan ukuran ini disebut Leeway Space. Ukuran Leeway
Space untuk rahang atas berkisar antara 0,9-1,3 mm dan untuk rahang bawah berkisar antara 1,7-
2 mm. Leeway space setiap orang berbeda-beda karena dapat dipengaruhi pula oleh ras dan
gender.
Leeway space adalah selisih ukuran gigi posterior sulung dengan gigi posterior
permanen. Pada gambar ini ditandai huruf A-C
Perubahan yang terjadi setelah erupsi gigi M2 permanen
Setelah gigi-gigi caninus, premolar dan M1 permanen bererupsi dengan lengkap, maka
gigi M2 permanen akan mulai bererupsi. Ketika gigi M2 mulai bererupsi, panjang rahang akan
berkurang akibat adanya gaya eruptif ke arah mesial dari gigi M2 tersebut. Selain mengurangi
ruang pada rahang hal ini juga dapat mengakibatkan crowding pada gigi-gigi yang telah
bererupsi. Lesi karies proksimal ataupun ekstraksi gigi molar 2 sulung yang terlalu dini dapat
menghilangkan ruang pada rahang dengan lebih signifikan. Berkurangnya ruang ini dapat
berefek terhadap hubungan oklusal gigi-gigi molar. Untuk itu, ruang antar gigi perlu sangat
diperhatikan karena jika diabaikan hal ini dapat mengakibatkan maloklusi.
4.Gigi permanen
Permanet dentition adalah periode setelah mixed dentition, dimana dalam rongga mulut
hanya terdapat gigi permanen dan tidak ada lagi gigi sulung. Gigi permanen berjumlah 28-32.
Pada tiap kuadran terdiri dari 2 incisive (central dan lateral), 1 kaninus, 2 premolar, dan 3 molar.
Antara umur 6-14 tahun gigi permanen menggantikan gigi susu. Molar 1 dan 2 mulai erupsi pada
umur 6-12 tahun sedangkan gigi molar 3 mulai erupsi pada umur 17-21 tahun.
Jika sudah terdapat bidang oklusi, perubahan-perubahan dapat masih tetap terjadi sebagai
keadaan yang normal dipengaruhi oleh fungsinya. Jadi adanya perubahan-perubahan
tersebut bukan hanya perubahan karena pertumbuhan.
b. Indikasi terapi ortodonsi selama periode gigi sulung hingga gigi tetap muda
Faktor yang mempengaruhi oklusi dapat dibagi menjadi dua bagian besar:
1. Faktor utama: faktor yang pasti ada di semua orang
a. Faktor skeletal: ukuran, bentuk, posisi rahang atas dan bawah
b. Faktor otot: bentuk dan fungsi otot di sekitar gigi geligi
c. Faktor dental: ukuran gigi relative terhadap ukuang rahang
2. Faktor lokal: faktor yang tidak selalu ada pada semua orang
a. Posisi developmetal gigi yang salah
b. Adanya supernumerary teeth
c. Hypodontia (tidak adanya benih gigi)
d. Kebiasaan buruk
e. Anomali jaringan lokal (seperti labial frenum)
a. Faktor skeletal
Gigi tertanam di dalam rahang, tepatnya di tulang alveolar (yang membentuk soket)
yang didasari dengan tulang basal.
Karena itu, hubungan antara rahang akan sangat berpengaruh terhadap oklusi.
Hubungan rahang ada dua:
1. Hubungan antara rahang (tulang basal) yang satu dengan yang lain (skeletal
relationship/dental base relationship/skeletal pattern)
Hubungan anter-posterior dari tulang basal RA dan RB saat gigi sedan beroklusi dapat
dibagi ke dalam tiga kelas:
a. Kelas 1: RA dan RB ada dalam posisi yang ideal dalam dimensi antero-posterior
saat gigi beroklusi
b. Kelas 2: pada saat beroklusi, RB ada di posisi yang lebih terbelakang
dibandingkan dengan oklusi kelas 1
c. Kelas 3: pada saat beroklusi, RB ada di posisi yang leih di depan dibandingkan
dengan oklusi kelas 1
c.Faktor dental
Hubungan antara ukuran gigi dan ukuran rahang akan sangat mempengarhu oklusi. Harus
ada space yang adekuat sehingga tidak terjadi crowdin atau overlapping. Oleh sebab itu pada
saat periode gigi sulung normalnya terdapat jarak antara gigi yang dipersipakan untuk
mengakomodasi gigi permanen yang memiliki ukuran yang lebih besar. Bila pada saat periode
gigi sulung tidak terdapat space yang cukup atau bahkan crowding dapat dipastikan pada saat
periode gigi tetapnya akan terjadi crowding.
Beberapa teori alasan terjadinya crowding diajukan, antara lain:
1. Adanya proses evolusi pengecilan ukuran rahang tanpa disertai pengecilan ukuran gigi
2. Adanya perbedaan makanan. Pada jaman dahulu kala makanan berbeda tekstur (jauh
lebih keras dan berserat) dibandingkan jaman sekarang ini sehingga stimulasi untuk
pertumbuhan rahang berkurang (berkurangnya pengunyahan)
3. Populasi manusia jaman sekarang sudah terjadi pencampuran etnik sehingga terdapat
pencampuran gen yang mengatur ukuran rahang dan gigi
4. Ditemukan bahwa gen yang mengatur ukuran rahang dan ukuran gigi itu berbeda dan
tidak terkait satu sama lain (memungkinkan seseorang memiliki gen untuk ukuran gigi
besar dan gen ukuran rahang kecil)
Efek ukuran gigi yang lebih besar dari space yang tersedia antara lain:
1. overlaping dan displacement gigi
bila space yang terisisa sudah diisi oleh gigi-gigi lainnya. paling sering mengenai gigi
yang erupsinya pada urutan terakhir sperti: I lateral, C, P2 dan M3
2. impaksi gigi
adanya bloking total dari gigi-gigi yang crowding. Juga sering terjadi pada gigi yang
erupsinya ada pada urutan terahir-terakhir.
3. mesial movement gigi
d.Faktor lokal
Faktor-faktor ini tidak sering berperan sebagai faktor pemodifikasi dibandingkan dengan faktor-
faktor umum yang sudah dijelaskan sebelumnya. Efeknya tentu tidak terlalu luas, tapi bisa
menambah faktor umum dan menimbulkan komplikasi tambahan terhadap perkembangan
oklusal.
1. Posisi perkembangan gigi yang acak
Posisi perkembangan bisa dipengaruhi oleh trauma, khususnya pada gigi I sentral atas.
Posisi perkembangan yang acak yang tidak diketahui penyebabnya paling umum
ditemukan pada gigi kaninus atas tetap.
2. Gigi supernumerary
Ada tiga tipe gigi supernumerary:
a. Tambahan: gigi dengan bentuk normal
b. Konus: biasanya terletak di dekat garis tengah premaksila (mesiodens)
c. Tuberkulat: basanya terletak di sebelah paltal dari gigi incisivus sentral atas yang
mengakibatkan erupsi gigi ini tertunda
3. Hipodonsia
Tidak terdapatnya gigi secara pekembangan, yang terjadi sekitar 6% anak-anak.
Merupakan suatu kondisi keturunan, kadang dihubungkan dengan bentuk dysplasia
ektodermal yang lainnya. efeknye terhadap oklusi:
a. Bentuk gigi-gigi
b. Posisi gigi-gigi
c. Pertumbuhan rahang
4. Frenulum labialis atas
Frenulumini bisa mengakibatkan terjadinya diastema garis tengah
5. Kebiasaan buruk
a. Kebiasaan menghisap jari
Banyak anak-anak menghisap ibu jarinya, terutama pada periode infansi sampai
awal masa kanak-kanak. Kebiasaanini dianggap normal pada 2 tahun pertama
kehidupan, namun bila terus berlanjut dapat menyebabkan kelainan oklusi seperti:
Anterior openbite
Posterior cross bite
Peningkatan jarak overjet
b. Posisi lidah dan kebiasaan menelan yang salah
Saat masih pada periode infantile terdapat posisi lidah yag fisiologis normal yaitu:
Posisi resting lidah: anak memposisikan lidahnya ke anterior dan agak
kebawah untuk memberikan jalan napas
Posisi lidah saat menelan ada di atas bibir bawah
Namun, seiring maturasi fungsi-funsi tubuh, akan terjadi transisi posisi lidah saat
istirahat dan menelan. Bila posisi lidah masih sering dijulurkan atau posisi lidah
saat menelan salah disebut dengan tngue thrust atau deviate swallow.
Hal ini akan menyebabkan permasalah oklusi yaitu:
Open bite
Protusi incisive maksila
2.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan lengkung rahang atas dan bawah
Menurut Dockrell (1952) dan Moyers (1988) menyatakan faktor yang mempengaruhi perubahan
lengkung gigi antara lain genetik dan lingkungan seperti kebiasaan oral, malnutrisi, dan fisik.
Menurut Van der Linden (1986), faktor yang mempengaruhi perubahan dan karakteristik
lengkung gigi antara lain fungsi rongga mulut, kebiasaan oral dan otot-otot rongga mulut. Faktor
lain seperti prematur loss gigi desidui, ras dan jenis kelamin juga mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan lengkung gigi.
Genetik
Genetik merupakan faktor yang penting dalam menentukan ukuran dan bentuk rahang
gigi. Arya (1973), dan Hue (1991) menunjukkan bahwa faktor genetik berperan pada dimensi
lebar, panjang, dan keliling lengkung gigi.
Penelitian Cassidy menerangkan bahwa hubungan bagian bukal yaitu hubungan molar pertama
antara maksila dan mandibula dalam arah sagital pada remaja saudara kandung lebih serupa
daripada remaja yang tidak ada hubungan biologis
Lingkungan
Faktor lingkungannya termasuk kebiasaan oral, malnutrisi dan fisik.
a. Kebiasaan Oral
Kebiasaan oral yang mempengaruhi lengkung gigi antara lain menghisap ibu jari atau
jari-jari tangan, menghisap dot, bernafas melalui mulut, dan penjuluran lidah. Peran kebiasaan
oral terhadap perubahan dan karaktristik lengkung gigi tergantung dari frekuensi, intensitas dan
lama durasi. Hasil penelitian Aznar (2006) dan peneliti lain, menunjukkan kebiasaan hisap jari
untuk jangka waktu yang panjang akan menyebabkan penambahan jarak antara molar mandibula.
Aznar juga menunjukkan bahwa kebiasaan menghisap mainan akan menyebabkan pengurangan
lengkung gigi maksila terutama di bagian kaninus dan kebiasaan bernafas melalui mulut
menyebabkan pengurangan ukuran pada rahang atas dan bawah. Aktivitas kebiasaan buruk ini
berkaitan dengan otot-otot rongga mulut. Aktivitas ini sangat sering ditemukan pada anak-anak
usia muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi, meskipun hal ini menjadi tidak normal jika
berlanjut sampai masa akhir anak-anak.
b. Malnutrisi
Nutrisi yang baik adalah penting pada waktu remaja untuk memperoleh pertumbuhan oral
yang baik.Pengambilan nutrisi atau energi yang kurang dapat mempengaruhi pertumbuhan
sehingga membatasi potensi pertumbuhan seseorang. Malnutrisi dapat mempengaruhi ukuran
bagian badan, sehingga terjadi perbandingan bagian yang berbeda-beda dan kualitas jaringan
yang berbeda-beda seperti kualitas gigi dan tulang. Adanya malnutrisi dapat berakibat langsung
pada organ-organ tubuh.
c. Fisik
Perubahan dalam kebiasaan diet seperti tekstur makanan yang lebih halus menyebabkan
penggunaan otot pengunyahan dan gigi berkurang. Akibat pengurangan pengunyahan akan
menyebabkan perubahan pada perkembangan fasial sehingga maksila menjadi lebih sempit.
Hasil penelitian Moore dkk (1968) mengenai dimensi rahang dan gigi sejak zaman Neolitik
sampai zaman modern menunjukkan bahwa diet modern kurang membutuhkan pengunyahan
sehingga kurang memberi stimulus terhadap pertumbuhan rahang dibandingkan dengan diet yang
lebih primitif. Penelitian Defraia mendapati anak-anak pada zaman sekarang mempunyai
lengkung gigi atas yang lebih kecil dari subjek yang diteliti 40 tahun yang lalu oleh Lindsten
dkk.
d.Otot-otot rongga mulut
Otot pengunyahan yang kuat meningkatkan mekanisme pengunyahan rahang dan ini
memicu pertumbuhan sutura dan aposisi tulang yang mengakibatkan peningkatan pertumbuhan
rahang. Hal ini didukung oleh penelitian Kiliaridis (2003) terdapat hubungan antara ukuran otot-
otot pengunyahan dengan lebar kraniofasial. Penelitiannya mendapati bahwa perempuan yang
otot masseternya lebih tebal mempunyai lengkung rahang yang lebih lebar dari perempuan yang
otot masseternya lebih tipis.
a. Pertimbangan neuromuscular
Regulasi neuromuscular dari hubungan rahang sangat penting dalam
perkembangan oklusi primer
Gigi diarahkan ke posisi oklusinya oleh matriks fungsional otot selama
pertumbuhan aktif tulang wajah
Tinggi cusp yang rendah dan mudah ausnya permukaan gigi juga
berkontribusi dalam adaptasi oklusi primer
Leighton dalam studinya menyatakan bahwa kebiasan mengisap yang
persisten menyebabkan terjadinya overjet dan perubahan ini terus meningkat
dengan bertambahnya usia. Kebiasaan mengisap yang peprsisten dapat
menyebabkan perbedaan skeletal
Overjet karena kebiasaan mengisap disebabkan oleh pola endogenous dari
kebiasaan oromuskular yang muncul independen terhadap morfologi skeletal,
namun kebiasaan otot bersifat adaptif terhadap morfologi skeletal.
Leighton juga menyatakan bahwa untuk tidak melakukan analisis
cephalometric sampai anak berusia 3-4 tahun
Ketika gigi erupsi dan otot berfungsi, arch dibentuk oleh mahkota gigi yang
dipengaruhi oleh aktivitas muskular, walaupun arch yang aslinya tidak
dipengaruhi plej otot
Saat gigi primer dibentuk, prosesus alveolar berkembang secara vertikal dan
celah intermaksila hilang pada kebanyakan anak-anak
c. Hubungan oklusal
Pada saat lahir, gusi berkontak dan lengkung mandibula berada di posterior
dari lengkung maksila (overjet), namun perbedaan ini akan berkurang secara
progresif hingga 21 bulan
Cusp mesiolingual molar maksila beroklusi di fossa sentral molar
mandibula dan insisivus vertikal dengan minimal overjet dan overbite
Molar kedua mandibula lebih besar mesiodistal dibandingkan yang maksila,
sehingga tejadi flush terminal plane pada akhir dari susunan gigi primer
Kavitas interproksimal, kebiasaan mengisap, atau pola skeletal dapat
menghasilkan step dibandingkan flush terminal plane
Diantara orang-orang yang makanannya adalah makanan-makanan keras,
permukaan oklusal gigi primer mengalami keausan yang parah. Penghilangan
hubungan interdspal mengijinkan mandibula intuk tumbuh lebih besar pada
sat ini dibandingkan maksila untuk mendapatkan posisi yang lebih ke depan
dengan lebih mudah
Pada usia 5 atau 6 tahun hubungan insisivus lebih banyak edge to edge dan
terminal stepnya adalah mesial step. Ketika terjadi kondisi seperti itu,
insisivus permanen erupsi kurang overbite dan molar permanen pertama
erupsi dengan neutroocclusion (kelas 1)
Overjet akan berkurang selama 6 bulan pertama, dan pada anak ini akan
memiliki oklusi normal nantinya
Perubahan anteroposterior berkaitan dengan pertumbuhan skeletal dan
kebiasaan mengisap mengganggu keseimbangan hubungan insisivus
Hubungan kaninus terus berubah sampai usia 3 tahun dan oklusi mulai stabil
dengan hubungan kaninus kelas I
Hubungan anteroposterior molar pertama primer terus berubah sampai anak
perempuan berusia 6 tahun dan usia 8 tahun pada anak laki-laki
Overbite vertikal akan menurun secara stabil selama periode gigi primer, yang
merupakan refleksi dari maturasi skeletal (bertambahnya tinggi tulang
alveolar)
Mengganggu pola oklusi mengubah respon neuromuscular yang nantinya akan
merubah morfologi skeletal yang dapat menyebabkan maloklusi parah
Tanda-tanda normal dalam susunan gigi geligi primer :
1. Space/ruang di anterior
2. Primate spaces
3. Overbite dan overjet dangkal
4. Flush terminal plain
5. Hubungan kaninus dan molar kelas I
6. Inklinasi vertikal gigi anterior
7. Bentuk rahang ovoid
d. Gangguan oklusi primer
Gangguan yang sering terjadi pada gigi primer adalah crossbite posterior,
open bite, maloklusi kelas II
Anak laki-laki cenderung lebih banyak mengalami hubungan molar kelas II
dan kelas III dibandingkan anak perempuan
Bruksism yang merupakan maloklusi fungsional
Faktor genetic juga terlibat dalam terjadinya gangguan pada gigi primer
Beberapa studi retrospektif mengungkapkan bahwa kita tidak dapat
memprediksi terjadinya maloklusi pada oklusi permanen dengan sangat tepat
dari studi susunan gigi primer
Kebiasaan mengisap yang berulang-ulang terlibat dalam terjadinya beberapa
maloklusi, pola skeletal mendominasi maloklusi, dan hubungan terminal plan
molar primer dapat membuat diagnostik yang salah
2.5 Pemeriksaan klinis
Step 1: Facial View : dilihat dari depan dan samping
1. wajah simetris?
2. profil wajah: lurus, konvex, konkaf?
3. ukuran hidung dan dagu
4. posisi bibir saat istirahat. Mouth breather, tongue thruster? Apakah bibir atas pendek?
2. Anomali posisi:
a. erupsi ectopic: biasanya pada M1 permanen maksila, karena lengkung maksila kurang
panjang
b. ankylosis pada molar sulung, jarang terjadi pada gigi permanen berpengaruh
kehilangan panjang dan bentuk lengkungan.
c. impaksi gigi permanen, jika tidak terdeteksi dapat menyulitkan korektif dan perubahan
panjang dan bentuk lengkung.
d. over-retained gigi sulung atau supernumerary, dapat mengganggu urutan normal erupsi
gigi permanen
4. Akibat trauma: adakah kehilangan space atau perubahan panjang lengkung karena
avulsi?
Setelah step 2 ini, pemeriksa harus bisa menjawab pertanyaan berikut:
1. apakah ada perbedaan ukuran lengkung- gigi?
2. apakah ada faktor yang mempengaruhi ukuran atau panjang lengkung?
3. apakah lengkung maksila dan mandibula tumbuh dengan normal?
Transverse Plane
1. midline ada di tengah wajah? Anak dilihat dari depan. Apakah midline maksila atau
mandibula terletak di kiri atau kanan midline wajah?
2. pasien mempunyai crossbite posterior? Crossbite posterior terjadi ketika terdapat
hubungan buccolingual yang abnormal dari gigi sulung atau permanen? Unilateral atau
bilateral, bisa 1 gigi atau lebih.
Sagittal Plane
1. overjet brp mm? saat gigi oklusi, overjet adalah jarak antara permukaan labial gigi
insisif maksila dan mandibula.
2. gigi anterior ada crossbite? Crossbite anterior disebabkan oleh inklinasi abnormal dari
gigi anterior maksila atau inklinasi labial insisif mandibula.
3. apakah hubungan gigi caninus sulung atau permanen:
a. klas I:
- pada primary dentition, ujung cusp C maksila ada di embrasur antara C dan M1
mandibula.
- permanent dentition, ujung cusp C maksila ada di embrasur antara C dan P1
mandibula
b. Klas II:
- primary: ujung cusp C maksila di embrasur antara C dan I2 mandibula
- permanent: sama dengan pada primary
c. Klas III:
- primary: C maksila ada di distal embrasur antara C dan M1 mandibula
- permanent: C maksila ada di distal embrasur antara C dan P1 mandibula
d. status in between : saat oklusi end-to-end
Vertical Plane
1. overbite? Ketika gigi beroklusi, overbite adalah jarak vertikal antara tepi insisif
maksila dan mandibula. Overbite eksesif tepi insisf menyentuh palatum, disebut
impinging overbite.
2. open bite?
a. open bite anterior adalah kebalikan dari overbite, gigi anterior kurang oklusi.
b. open bite posterior adalah kekurangan oklusi di bagian posterior, jarang.
3.1 Kesimpulan
Spacing pada gigi Budi merupakan hal yang normal karena pada usia 5 tahun,
gigi geligi anak masih dalam masa pertumbuhan untuk mempersiapkan ruang untuk
gigi permanen. Budi tidak membutuhkan perawatan orto. Namun dapat dilakukan
oklusal guidance pasif untuk mengembangkan oklusi yang sehat dan sempurna pada
masa gigi permanen.
Daftar Pustaka