Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Oklusi
2.1.1. Konsep Dasar Oklusi
Oklusi didefinisikan sebagai relasi cusp gigi rahang atas dan bawah
antara satu sama lain di setiap posisi dan pergerakan mandibula. Hal itu
merupakan hasil dari kontrol neuromuskular dari komponen sistem
mastikasi, yaitu gigi, struktur periodontal, maksila dan mandibula, sendi
temporomandibular, dan otot serta ligamen yang terkait. Oklusi dapat
mengenali sebuah maloklusi, yaitu dengan membedakan jenis oklusi yang
dimiliki oleh seseorang, yaitu oklusi ideal dan oklusi normal. Selain itu,
oklusi memiliki 2 aspek, yaitu aspek statis dan dinamis. Aspek statis
mengarahkan kepada bentuk, susunan, dan artikulasi gigi gelisi pada dan
diantara lengkung gigi dan hubungan antara gigi geligi dengan jaringan
penyangga. Aspek dinamis mengarah kepada fungsi sistem stomatognatik
yang terdiri dari gigi geligi, jaringa penyaggam sendi temporomandubila,
sistem neuromuskular dan nutrisi.1
Oklusi normal merupakan suatu kondisi oklusi yang yang berfungsi
secara harmonis dengan proses metabolik untuk mempertankan struktur
penyangga gigi dan rahang berada dalam keadaan sehat. Oklusi dikatakan
normal jika;2
a. Susunan gigi di dalam lengkung gigi teratur dengan baik
b. Gigi dengan kontak proksimal
c. Hubungan seimbang antara gigi dan tulang rahang terhadap kranium dan
muskular disekitarnya
d. Kurva Spee nomal
e. Ketika gigi berada dalam kontak oklusal, terdapat maksimal interdigitasi
dan minimal overbite dan overjet
f. Cusp mesio-bukal molar 1 maksila berada di groove mesio-bukal molar
1 mandibula dan cusp disto-bukal molar 1 maksula berada di embrasure
antara molar 1 dan 2 mandibula serta seluruh jaringan periodontal secara
harmonis dengan kepala dan wajah.
Perubahan terhadap oklusi normal terjadi pada kondisi kehilangan gigi,
destriksu substansi gigi, migrasi gigi dan sebagai akibatnya adalah
maloklusi. Berikut gambar dari oklusi normal;2

Gambar 2.1. Oklusi normal pada orang dewasa2


Oklusi ideal merupakan konsep teoritis dari struktur okluasl dan hubungan
fungsional yang mencakup prinsip dan karakteristik ideal yang harus dimiliki suatu
keadaan oklusi. Menurut kamus Kedokteran Gigi, oklusi ideal adalah keadaan
beroklusinya setiap gigi, kecuali insisivus sentral bawah dan molar 3 atas, beroklusi
dengan dua gigi di lengkung antagonisnya dan didasarkan pada bentuk gigi yang
tidak mengalami keausan.2 Berikut gambar dari oklusi idel;

Gambar 2.2. Oklusi ideal pada orang dewasa3


2.1.2. Bidang dan Lenkung Oklusal Imajiner
Bidang oklusal merupakan permukaan imajiner yang secara anatomi
berhubungan dengan kranium dan secara teori menyentuh tepi insisal gigi-
gigi insisif dan ujung permukaan oklusal gigi posterior. Kata “bidang”
bukan dalam arti sebenarnya tetapi mewakili permukaan kurvatur atau
lengkung oklusal.

Gambar 2.3. Bidang dan Lengkung Oklusal


Berdasarkan pola pertumbuhan dan perkembangan yang natural,
setiap gigi baik di maksila dan mandibula akan tumbuh, erupsi dan
menempati posisi yang spesifik. Gigi- geligi tersusun di dalam lengkung
oklusal yang mengikuti outline dari ujung cusp gigi posterior dan tepi insisal
gigi anterior. Ada 5 tipe lengkung oklusal yaitu normal (average), tajam
(acute), datar (flat), terbalik (reverse) dan “two-level”. Secara umum, kurva
maksila dan mandibula sama dari molar sampai premolar pertama tetapi
kemudian bervariasi tergantung besar supraoklusi gigi anterior. Pada
beberapa individu, gigi posterior dan anterior terlihat memiliki dua level
yang berbeda – gigi posterior lebih rendah dan gigi anterior lebih tinggi.
Keadaan ini disebut bidang oklusi “two-level”.
Gambar 2.4. Lima tipe lengkung oklusal: normal (A), tajam (B), datar (C),
terbalik (D), dan two-level (E)

Terdapat Tiga dimensi kurva lengkung gigi pada manusia:


• Kurva Spee
Ferdinand Graf von Spee (1855–1937), adalah orang pertama
yang menemukan kurva Spee pada tahun 1890. Pada saat itu, ia
menggunakan tengkorak dengan gigi yang abrasi untuk melihat
garis oklusi. Garis tersebut berada di dalam silinder yang
merupakan tangen dari tepi anterior kondil, permukaan oklusal
molar 2 dan tepi insisal gigi insisif rahang bawah. Kurva Spee
berlokasi di pusat silinder di bidang midorbital dan memiliki radius
rata- rata 83,4mm.
Kurva Spee merupakan bagian posterior dari lengkung oklusal,
dimulai dari ujung cusp Caninus, ujuang cusp bukal gigi premolar
dan molar dan menyambung sampai ke tepi anterior ramus
mandibula. Kurva Spee merupakan kurva lengkung gigi yang
dilihat dari bidang sagital. Kurva Spee untuk rahang atas disebut
juga kurva kompensasi. Ada 2 komponen dari kurva kompensasi,
yaitu anteroposterior yang berperan pada pergerakan protrusif dan
crossarch yang berperan pada gerakan ke lateral.
Kurva Spee atau kurva kompensasi bergantung pada condylar
path yang mengikuti dan sesuai dengan konfigurasi anatomi fossa
glenoid, bentuk dan ukuran cusp gigi yang beroklusi. Semakin
dalam fossa glenoid, semakin dalam cusp gigi yang beroklusi (cusp
of the occluding teeth) dan semakin dalam kurva Spee. Sedangkan
jika cusp mengalami atrisi, akan ditemukam semakin dangkal fossa
glenoid dan kurva Spee dangkal.
Fungsi utama kurva Spee belum sepenuhnya dimengerti. Tetapi
kurva ini dipercaya memiliki fungsi biomekanikal selama
pengolahan makanan yaitu dengan cara meningkatkan crush-shear
ratio dan efisiensi gaya oklusal selama mastikasi. Selain itu, kurva
ini juga mempengaruhi fungsi normal gerak protrusif mandibula.
Kurva Spee berkaitan erat dengan oklusi sentrik (disebut juga
Intercuspal Position) karena keduanya merupakan dimensi vertikal
oklusi berdasarkan bidang oklusi. Pada level oklusi sentrik,
efisiensi maksimal mastikasi dapat tercapai karena pada level ini
otot-otot elevator dalam kondisi kontraksi. Dengan demikian, jika
kehilangan gigi tidak diganti akan mempengaruhi efisiensi
mastikasi.
Andrew menyatakan terdapat kecenderungan alami bahwa
kurva ini akan semakin dalam seiring berjalannya waktu karena
pertumbuhan mandibula ke arah bawah dan depan terkadang
berlangsung lebih lama daripada maksila. Hal ini menyebabkan
gigi anterior mandibula yang dibatasi oleh gigi anterior maksila dan
bibir akan mendapat gaya ke belakang dan atas sehingga
menyebabkan gigi anterior mandibula cenderung crowding, kurva
Spee dan overbite semakin dalam.
Kurva Spee memiliki radius rata-rata 83,4 mm dan kedalaman
rata-rata 1,9 mm sedangkan kurva kompensasi memiliki radius
rata-rata 106,4 mm dan kedalaman 1,6 mm. Dengan demikian,
bentuk kurva kompensasi lebih datar dibandingkan kurva Spee
sedangkan kurva Spee lebih dalam dibandingkan kurva
kompensasi.
Beberapa tipe kurva Spee antara lain: datar dengan kedalaman
kurva Spee 2 mm; normal dengan kedalaman kurva Spee >2 mm
tetapi < 4 mm dan dalam dengan kedalaman kurva Spee >4 mm.20
• Kurva Wilson
Garis khayal yang terbentuk dari kontak cusp tip bukal dan lingual
gigi molar dari setiap lengkung gigi pada pandangan frontal. Kurva
ini tidak sama antara molar 1, molar 2 dan molar 3. Kurva ini juga
dapat berubah, tergantung dari penggunaan gigi tersebut.
• Kurva Monson
Kurva Monson merupakan perluasan dari kurva Spee dan kurva
Wilson ke semua cusp dan tepi insisal. Kurva ini memiliki radius
±4 inch pada orang dewasa. Kurva Monson ini tidak selalu dipakai
dalam kedokteran gigi karena keterbatasan anatomis dalam
hubungan fungsional.

2.2. Maloklusi
2.21. Pengertian
Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari
hubungan gigi atau hubungan rahang yang menyimpang dari normal.
Menurut World Health Organization (WHO), maloklusi adalah cacat atau
gangguan fungsional yang dapat menjadi hambatan bagi kesehatan fisik
maupun emosional dari pasien yang memerlukan perawatan. 1,2
Maloklusi gigi terdiri dari gigi yang tidak selaras dalam lengkung gigi
untuk alasan lain selain perbedaan skeletal. Hasil maloklusi dari hubungan
abnormal dari komponen yang berbeda dari kompleks maksilofasial.
Maloklusi dapat disebabkan karena gigi atau karena perbedaan skeletal.
Maloklusi skeletal terjadi ketika rahang atas dan / atau mandibula tidak
selaras dalam kaitannya dengan tengkorak atau ketika rahang atas dan
rahang bawah yang tidak sejajar terhadap satu sama lain. Beberapa
maloklusi melibatkan komponen gigi dan tulang. 4
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang
menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang
normal, maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan
dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor
saja, tetapi beberapa faktor saling memengaruhi. Faktor-faktor yang
memengaruhi adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan, dan
perkembangan, etnik, fungsional, patologi.4
Derajat keparahan maloklusi berbeda-beda dari rendah ke tinggi yang
menggambarkan variasi biologi individu. Maloklusi dapat terjadi dalam
arah sagital, transversal, vertical, dapat diidentifikasi berdasarkan hubungan
rahang yaitu hubungan rahang bawah terhadap rahang atas. Maloklusi dapat
menyebabkan tampilan wajah yang buruk, resiko karies dan penyakit
periodontal, sampai gangguan pada sendi temporo mandibula bila tidak
dikoreksi.
2.22. Klasifikasi
Maloklusi adalah diklasifikasian berdasarkan deskripsi
penyimpangan dentofasial menurut karakteristik umum atau normal
bergantung pada bagian mana dari unit mulut dan rahang yang terjadi
kesalahan. Secara garis besar, maloklusi dibagi menjadi tiga jenis yang
dapat muncul pada pasien atau dalam kombinasi yang melibatkan satu sama
lain, tergantung pada dimana kesalahan terletak pada lengkung gigi individu
atau segmen dentoalveolar atau struktur rangka yang mendasari.5 Berikut
jenis meloklusi;
1. Malposisi gigi individual
2. Hubungan yang tidak harmonis dan lengkung gigi atau segmen
dentoalveolar
3. Hubungan yang tidak harmonis pada skeletal
Edward Hingley Angle (1899) mengklasifikan maloklusi berdasarkan
hubungan mesio-distal gigi molar 1 permanen rahang atas dan rahang bawah
menjadi 3 kelas, yaitu kelas I, II, III. Berikut adalah klasifikasi Angle
1. Maloklusi Angle Kelas I
Tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas terletak
pada celah bagian bukal (buccal groove) gigi molar pertama rahang
bawah (relasi gigi Neutroklusi).5

Gambar 2.5. Klasifikasi Angle Maloklusi Kelas I5


2. Maloklusi Angle Kelas II
Tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas terletak pada
ruangan di antara tonjol mesiobukal M1 dan tepi distal tonjol bukal
gigi premolar rahang bawah (relasi gigi distoklusi), terdapat dua
tipe maloklusi Angle Kelas II;
1. Maloklusi Angle Kelas II tipe 1
Kelas II Angle dengan ciri-ciri gigi-gigi anterior di RA inklinasi
ke labial atau protrusi. Berikut gambarannya;

Gambar 2.6. Klasifikasi Angle Maloklusi Kelas II tipe 15


2. Maloklusi Angle Kelas II tipe 2
Seperti dengan ciri khas hubungan molar kelas II, insisivus
rahang atas hampir mendekati normal secara anteroposterior
atau sedikit linguoversi sedangkan insisivus lateralis mengarah
ke labial atau mesial. Berikut gambarannya;
Gambar 2.6. Klasifikasi Angle Maloklusi Kelas II tipe 25

3. Maloklusi Angle Kelas III


Tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas beroklusi
dengan bagian distal tonjol distal M1 dan tepi mesial tonjol mesial
gigi molar kedua rahang bawah (relasi gigi Mesioklusi).

Gambar 2.7. Klasifikasi Angle Maloklusi Kelas III5

Ada beberapa klasifikasi maloklusi lainnya yang dijelaskan menurut


Dewey dan Bennette. Klasifikasi Dewey merupakan modifikasi dari
klasifikasi maloklusi menurut Angle. Dewey memodifikasi klasifikasi
Angle kelas I dan kelas III pada tahun 1915 dengan cara memisahkan
malposisi segmen anterior dan posterior. Klasifikasi maloklusi menurut
Bennette didasarkan pada etiologi dari maloklusi.5
Modifikasi Dewey kelas I Angle: 5
Tipe 1: Angle kelas I dengan crowded pada gigi anterior rahang atas.

Gambar 2.8.Klasifikasi Dewey kelas I tipe 1 – crowded pada segmen


anterior6
Tipe 2: Angle kelas I dengan gigi insisivus rahang atas mengalami
labioversi (proclined).

Gambar 2.9. Klasifikasi Dewey kelas I tipe 2 – proklinasi gigi anterior6

Tipe 3: Angle kelas I dengan gigi insisivus rahang atas mengalami


linguoversi dari gigi insisivus rahang bawah (gigitan silang anterior).

Gambar 2.10. Klasifikasi Dewey kelas I tipe 3 – gigitan silang anterior

Tipe 4: Molar dan/atau premolar mengalami bucco atau linguoversi,


tapi gigi insisivus dan kaninus berada pada garis normal (gigitan
silang posterior).
Gambar 2.11. Klasifikasi Dewey kelas I tipe 4 – gigitan silang posterior6

Tipe 5: Molar mengalami mesioversi karena kehilangan secara dini


dari gigi yang berada di sebelah mesialnya (tanggal dini pada gigi
molar decidui atau premolar kedua)

Gambar 2.12. Klasifikasi Dewey kelas I tipe 5 – mesial drifting dari gigi
molar6

Modifikasi Dewey kelas III Angle:13


1) Tipe 1: lengkung individu bila dilihat secara individual berada dalam
keselarasan yang normal, namun pada saat beroklusi, gigi anterior berada pada
posisi edge to edge.
2) Tipe 2: Gigi insisivus rahang bawah mengalami crowded dan linguan dari
insisivus maksila.
3) Tipe 3: Lengkung rahang atas kurang maju, terjadi gigitan silang dengan
insisivus rahang atas berjejal dan lengkung rahang bawah normal.
Klasifikasi maloklusi menurut Bennette, yaitu: 13
1) Kelas I: Lokasi abnormal dari satu atau lebih gigi yang disebabkan karena
faktor lokal.
2) Kelas II: Formasi abnormal dari sebagian atau seluruh baik lengkung rahang
yang disebabkan oleh kecacatan pada pertumbuhan tulang.
3) Kelas III: Hubungan abnormal antara lengkung rahang atas dan lengkung
rahang bawah dan/atau antara kedua lengkung dan kontur fasial, disebabkan
oleh kecacatan pada pertumbuhan tulang.
J.L. Ackerman dan W. R. Proffit mengembangkan diagram Venn yang
dikutip oleh Bishara untuk membantu dalam menjelaskan lebih lanjut tentang
tingkat keparahan maloklusi. Ini merupakan upaya untuk membedakan
beberapa jenis masalah yang dilihat pada setiap kasus maloklusi yang
didefinisikan oleh Angle. Mereka menambahkan empat faktor pada bagian
maloklusi Angle kelas mesiodistal (sagital), nama, kesejajaran gigi
pendukung, profil wajah, masalah transverse, dan masalah vertikal. 4
Ada sembilan kategori dari diagram Ackerman dan Proffit yang dikutip
oleh Bishara:4
1) Kesejajaran (spaces, crowding)
2) Profil (konveks, straight, konkav)
3) Deviasi melintang (crossbite)
4) Deviasi sagital (klasifikasi Angle)
5) Deviasi vertikal (deep bite, open bite)
6) Deviasi transsagital (kombinasi dari klasifikasi Angle dan crossbite)
7) Deviasi sagitovertikal (kombinasi dari klasifikasi Angle deep bite
atau open bite)
8) Deviasi vertikotransversa (kombinasi dari klasifikasi Angle deep
over bite atau crossbite)
9) Transsagitovertikal (kombinasi dari ketiga masalah bidang)

2.3. Ortodonti
2.3.1. Pengertian
Ortodontik telah didefinisikan oleh Salzmann (1943) sebagai “cabang
ilmu dan seni kedokteran gigi yang berhubungan dengan anomali
perkembangan dan posisi gigi dan rahang karena mempengaruhi kesehatan
mulut dan fisik, estetika dan mental kesejahteraan dari orangnya.” Definisi
ini mungkin sudah berusia lebih dari lima puluh tahun, namun bahkan pada
saat itu potensi ortodontik belum hilang. Penekanannya adalah pada
pemeliharaan kesehatan mulut, fisik dan mental pasien dan juga estetikanya.
Definisi ortodontik yang diusulkan oleh American Board of
Orthodontics (ABO) dan kemudian diadopsi oleh American Association of
Orthodontists menyatakan: “Ortodontik adalah bidang khusus dari profesi
kedokteran gigi yang bertanggung jawab mempelajari dan mengawasi
pertumbuhan dan perkembangan gigi. gigi-geligi dan struktur anatominya
yang terkait sejak lahir hingga kematangan gigi, termasuk semua prosedur
preventif dan korektif dari ketidakteraturan gigi yang memerlukan reposisi
gigi dengan cara fungsional dan mekanis untuk membentuk oklusi normal
dan kontur wajah yang menyenangkan.”7

2.3.2. Klasifikasi
Seni dan ilmu ortodonti dapat dibagi menjadi tiga kategori
berdasarkan sifat dan waktu intervensi yaitu Ortodontik preventif,
Ortodontik interseptif, dan Ortodontik korektif.7
1. Ortodontik Preventif
Ortodontik preventif, seperti namanya, adalah tindakan yang
diambil untuk menjaga integritas dari apa yang tampak sebagai oklusi
normal pada waktu tertentu. Ortodontik preventif membutuhkan
kemampuan untuk menilai perkembangan dan pertumbuhan dentofasial
dan umum yang normal dan pengenalan penyimpangan dari normal. Ini
memerlukan penghapusan kebiasaan lokal yang merusak yang
melibatkan struktur dentofasial; koreksi penyebab umum, seperti postur
tubuh yang salah dan malnutrisi; pemeliharaan bentuk gigi dengan
restorasi yang tepat dari masing-masing gigi; pencabutan tepat waktu
dari gigi sulung yang tertinggal; penggunaan space maintainer setelah
kehilangan dini gigi sulung, jika diindikasikan, dan rujukan untuk
perawatan terkait kelainan dan kelainan ke spesialis lain.7
2. Ortodontik Interseptif
Menurut definisi yang diberikan dalam brosur tentang ortodontik
oleh American Association of Orthodontists, Council of Orthodontic
Education, adalah "fase ilmu dan seni ortodontik, yang digunakan
untuk mengenali dan menghilangkan potensi penyimpangan dan
malposisi dalam kompleks dentofasial yang sedang berkembang". Fase
ini secara khusus berkonsentrasi pada upayanya untuk memperbaiki
kondisi lingkungan untuk memungkinkan perkembangan normal di
masa depan. Tindakan pencegahan yang dipertimbangkan mungkin
termasuk kontrol karies, restorasi anatomi gigi, pemeliharaan ruang,
koreksi kebiasaan oral sementara, anomali genetik dan kongenital, dan
mengawasi pengelupasan gigi sulung.7
Prosedur tertentu di bawah bidang ortodontik preventif dan
interseptif mungkin tumpang tindih. Oleh karena itu, terkadang tidak
mungkin untuk memisahkan keduanya, namun intersepsi selalu
mengakui adanya maloklusi atau malformasi sedangkan pencegahan
ditujukan untuk mencegah terjadinya maloklusi atau malformasi.7
3. Ortodontik Korektif
Ortodontik korektif, seperti ortodontik interseptif, mengakui adanya
maloklusi dan kebutuhan untuk menggunakan prosedur teknis tertentu
untuk mengurangi atau menghilangkan masalah dan gejala sisa yang
menyertainya. Prosedur yang digunakan dalam koreksi mungkin
mekanis, fungsional atau bedah.7

2.3.3. Perawatan Ortodenti


Tujuan perawatan ortodontik adalah untuk mendapatkan susunan gigi
yang teratur, kontak oklusal yang baik, sehingga dapat dicapai fungsi oklusi
yang efisien, dan estetika penampilan wajah yang menyenangkanserta hasil
perawatan yang stabil. Untuk mencapai tujuan tersebut dokter gigi perlu
dapat mengidentifikasi kasus maloklusi yang akan dirawat, kemampuan dan
kompetensi untuk mencapai tujuan perawatan sehinggadapat dicapai hasil
perawatan yang memuaskan.13
Alat Orthodonti terdiri dari 2 macam yaitu alat orthodonti lepasan
dan alat orthodonti cekat.
1. Alat Ortodenti Lepas
Alat orthodonti lepas adalah alat yang pemakaiannya bisa dilepas
dan dipasang oleh pasien, alat ini mempunyai kemampuan perawatan
yang lebih sederhana dibandingkan dengan alat cekat. Kegagalan
perawatan sering terjadi karena pasien tidak disiplin memakai sesuai
dengan aturan pemakaiannya. Alat ortodenti lepas dapat digunakan pada
kelainan gigi yang tidak terlalu kompleks, hanya diakibatkan oleh letak
gigi yang menyimpang pada lengkung rahangnya, sedangkan keadaan
rahangnya masih normal. Kemudian juga dapat digunakan pada pasien
diatas 6 tahun yang dianggap sudah mampu memasang dan melepas alat,
merawat dan membersihkan alat yang dipakai. Alat ortodenti lepas juga
lebih terjangkan dari segi biaya apabila pasien memiliki keterbatasan
biaya.13
2. Alat Ortodenti Cekat
Alat orthodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat
dengan pengeleman pada gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh
pasien sampai perawatan selesai. Alat ini mempunyai kemampuan
perawatan yang sangat tinggi, kemungkinan keberhasilan perawatan
sangat besar dengan detail hasil perawatan yang lebih baik. Komponen
alat orthodontik cekat terdiri dari bracket, band, archwire, elastics, o ring
dan power chain.13
a Bracket merupakan alat orthodontik cekat yang melekat dan
terpasang mati pada gigi-geligi, dimana berfungsi untuk
menghasilkan tekanan yang terkontrol pada gigi-geligi.
b Band merupakan piranti alat orthodontik cekat yang terbuat dari
baja antikarat tanpa sambungan. Band ini dapat diregangkan pada
gigi-geligi untuk membuatnya cekat dengan sendirinya.
c Archwire merupakan alat orthodontik cekat yang menyimpan
energi dari perubahan bentuk dan suatu cadangan gaya yang
kemudian dapat dipakai untuk menghasilkan gerakan gigi.
d Elastics dibuat dalam beberapa bentuk yang sesuai untuk
penggunaan ortodonti, tersedia dalam berbagai ukuran dan
ketebalan. Gaya yang diberikan oleh elastics menurun sangat
cepat di dalam mulut sehingga harus selalu diganti pada saat
kontrol perawatan. O ring adalah suatu pengikat elastis yang
digunakan untuk merekatkan archwire ke bracket yang tersedia
dalam berbagai warna yang membuat bracket jadi lebih menarik.
Power chain terbuat dari tipe elastis yang sama dengan o ring
elastis. Pada intinya, power chain seperti ikatan mata rantai dan
ditempatkan pada gigigeligi, bentuknya seperti pita yang
bersambung dari satu gigi ke gigi yang lain

Gambar 2.13. Alat Ortodonti Cekat13


Terdapat beberapa indikasi dan kontraindikasi pada perawatan
ortodenti. Indikasinya seperti gigi-gigi menyebabkan kerusakan jaringan
lunak, contohnya dapat menyebabkan food impaction, gigi berjejal dan tidak
teratur menyebabkan faktor predisposisi dari penyakit periodontal/penyakit
gigi, penampilan pribadi kurang baik akibat posisi gigi dan posisi gigi
menghalangi proses bicara yang normal. Sedangkan, kontraindikasi
ortodenti adalah prognosa dari hasil perawatan tersebut buruk sebab pasien
kurang/tidak kooperatif perawatan akan mengakibatkan perubahan bentuk
gigi dan perawatan akan mengganggu proses erupsi gigi permanen.13
Maloklusi merupakan salah satu akhir dari variasi normal dan bukan
merupakan penyakit. Secara etik, tidak ada perawatan yang harus dimulai
kecuali dapat menunjukkan keuntungan pada pasien. Keuntungan potensial
harus dilihat dari kemungkinan resiko dan efek samping, meliputi kegagalan
untuk mencapai tujuan perawatan. Penilaian dari faktor ini disebut analisis
resiko-manfaat, seperti pada semua cabang kedokteran dan kedokteran gigi,
perlu dipertimbangkan sebelum perawatan pada pasien dimulai.
Keterbatasan finansial disertai dengan peningkatan biaya perawatan
kesehatan telah mengakibatkan peningkatan pusat perhatian mengenai rasio
biaya dan manfaat perawatan.13
Keputusan untuk memulai perawatan akan dipengaruhi oleh manfaat
pada pasien yang diseimbangi dengan resiko dari terapi alat dan prognosis
untuk mencapai tujuan perawatan dengan berhasil. Seperti perawatan gigi
yang lain, perawatan orthodonti cekat dan lepasan juga memiliki resiko dan
komplikasi. Resiko yang disebutkan di bawah ini yang umum dialami oleh
pengguna alat orthodontic.13
• Resorbsi akar
Saat ini diterima bahwa beberapa resorbsi akar tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari pergerakan gigi. Umumnya, selama
perawatan alat cekat konvensional yang berlangsung 2 tahun sekitar 1
mm panjang akar hilang (jumlah ini secara klinis tidak signifikan). Hal
ini berarti terjadi pada pasien secara meluas, seperti beberapa pasien
tampak lebih peka dan mengalami resorbsi akar.
• Resesi Gingiva
Resesi gingiva merupakan terlihatnya akar pada gigi yang
disebabkan oleh hilangnya gingiva atau retraksi margin gingiva dari
mahkota gigi. Resesi gingiva telah diketahui terjadi sebagai efek
samping selama perawatan ortodontik atau setelah perawatan
ortodontik atau setelah selesai perawatan dan sering terjadi pada saat
pergerakan kearah bukal.
Gambar 2. 14. Resesi Gingiva
• Kerusakan jaringan periodontal
Sebagai hasil dari berkurangnya akses pembersihan, peningkatan
inflamasi gingiva umum terlihat setelah pemasangan alat cekat. Ini
secara normal berkurang atau mereda setelah dilepasnya alat, tetapi
beberapa migrasi apikal dari perlekatan periodontal dan dukungan
tulang alveolar biasanya selama 2 tahun perawatan ortodontik. Pada
kebanyakan pasien hal ini minimal, tetapi jika kebersihan mulut
buruk, terutama pada individu yang peka terhadap penyakit
periodontal, kehilangan yang lebih banyak dapat terjadi
Alat lepasan terjadi ketika plak kariogenik terjadi dalam
kaitannya dengan diet gula tinggi. Adanya alat cekat menjadi
predisposisi terhadap akumulasi plak karena pembersigan gigi di
sekitar komponen alat lebih sulit. Demineralisasi selama perawatan
dengan alat cekat merupakan resiko nyata. Walaupun terdapat bukri
untuk menunjukkan bahwa lesi berkurang setelah pelepasan alat,
pasien masih dapat ditinggalkan dengan ‘goresan’ permanen pada
email.
Gambar 2.15. Kerusakan Jaringan Periodontal
• Oral Hygiene yang Memburuk
Salah satu kerugian alat orthodontik cekat adalah sulit
dibersihkan. Bagian-bagian alat orthodontic cekat yang menempel di
gigi pasien sering menyulitkan pasien dalam membersihkan rongga
mulut. Pasien telah menyikat gigi tetapi masih terdapat sisa makanan
yang tertinggal atau terselip di attachment ataupun wire. Oral hygiene
menjadi lebih sulit untuk dijaga, debris melekat pada sekitar
attachment dan penghilangannya menjadi lebih sulit dicapai.
Penggunaan alat orthodontik cekat akan menyebabkan perubahan
lingkungan rongga mulut. Alat orthodontik cekat akan mengakibatkan
akumulasi plak yang dapat meningkatkan jumlah dari mikroba dan
perubahan komposisi dari mikrobial. Mikroba yang ada dalam plak di
antaranya adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus. Perubahan
lingkungan rongga mulut yang lain yaitu perubahan kapasitas buffer,
keasaman pH, dan laju aliran saliva yang berdampak pada kondisi
kesehatan rongga mulut.

Gambar 2.16. Oral Hygiene yang Buruk


• Karies
Peningkatan resiko karies selama perawatan terjadi oleh karena
beberapa faktor, yaitu lesi awal sulit untuk dijangkau, penurunan
kadar pH, peningkatan volume dental plak, dan peningkatan jumlah
bakteri penyebab karies. Pengguna alat orthodontik cekat juga akan
mengalami peningkatan laju aliran saliva. Lingkungan rongga mulut
yang demikian menguntungkan bagi mikroorganisme yaitu S. Mutans
sehingga meningkatkan resiko karies.
Karies umumnya terjadi pada permukaan gigi dan menjadi
komplikasi utama pada perawatan orthodontik, berdampak 2% hingga
96% dari seluruh pengguna alat orthodonti cekat. Gigi insisiv lateral
atas, kaninus atas, dan premolar bawah merupakan gigi yang
umumnya mengalami karies. Namun demikian, gigi lain juga ikut
terlibat dan gigi anterior lebih sering menunjukkan demineralisasi

Gambar 2.17. Karies Gigi


• Inflamasi Gingiva
Alat orthodontik cekat akan mengakibatkan akumulasi plak
yang dapat meningkatkan jumlah dari mikroba dan perubahan
komposisi dari mikrobial. Retensi plak ini akan beresiko untuk
terjadinya lesi white spot maka meningkatkan kerentanan terhadap
karies dan infeksi periodontal. Bakteri plak pada gigi merupakan
etiologi utama yang menyebabkan gingivitis yang merupakan tahap
awal terjadinya kerusakan pada jaringan periodontal. Hiperplasi
gingiva dan resesi gingiva adalah hal yang umum terjadi pada
perawatan orthodontik cekat.

Gambar 2.18. Inflamasi Gingiva


• Recurrent Apthous Stomatitis (SAR)
Penggunaan alat ortodontik cekat merupakan salah satu faktor
yang dapat memicu terjadinya SAR. Perawatan ortodonti cekat
banyak menggunakan komponen-komponen yang dapat
menimbulkan trauma atau iritasi pada jaringan mulut. Hal ini bisa
terjadi akibat pemasangan komponen ortodontik cekat yang kurang
baik, seperti pada penggunaan kawat yang terlalu panjang atau
komponen lain yang menyebabkan terjadinya trauma, misalnya
archwire, ligature wire, loop dan sebagainya. SAR yang terjadi pada
penderita yang menggunakan alat ortodonsi cekat timbul
kemungkinan karena disebabkan oleh trauma, faktor emosi atau
psikis. Penderita kadang mengalami stress berulang setiap selesai
pengaktivasian alat orthodontinya karena bracket yang tertekan terus
menerus pada mukosa bibir menimbulkan peradangan atau
pendarahan dibawah epitel yang menyebabkan lesi eksofilik tanpa
fibrosis.
Gambar 2.20. Recurrent Apthous Stomatitis (SAR)
• Gangguan sendi temporomandibular
Setelah perawatan ortodontik gangguan temporonmandibuilar
biasanya dari disfungsi craniomandibular, otot dan gangguan gigi.
Dengan pengetahuan penelitian saat ini, tidak jelas dijelaskan relasi
antara perubahan temporomandibular dan intervensi ortodonti,
kondisi yang optimal untuk pencegahan efek samping ini diciptakan.
Yang lain pecaya bahwa, karena premature kontak oklusal selama
terapi, ada risiko yang lebih besar untuk komplikasi ini muncul.
• Reaksi Alergi
Reaksi alergi dapat terjadi terkait dengan alergen terkenal seperti
nikel, kobalt, kromium, lateks dan polimer yang paling sering adalah
dermatis kontak dari wajah dan leher, tetapi lesi dapat muncul juga
pada mukosa mulut dan gingiva, dan bahkan bisa sistemik terjadi
reaksi sistemik. Alergi nikel adalah yang paling sering terjadi di
negara-negara industri, mewujudkan biasanya sebagai reaksi
hipersensitivitas tipe IV. Perangkat ortodontik mengandung sekitar
8% nikel dan paduan nikeltitanium dekat 70% nikel. Tanda-tanda
alergi dapat bervariasi dari ruam kecil di kulit atau mukosa, dermatitis
generalista. Dalam kasus keparahan yang tinggi manifestasi dapat
menyebabkan penghentian perawatan ortodontik
2.4. Mahasiswa
2.4.1. Pengertian
Menurut Santoso (2012) Mahasiswa adalah orang yang belajar di
perguruan tinggi, baik universitas, institut atau akademi. Mereka yang
terdaftar sebagai murid di perrguruan tinggi dapat disebut sebagai
mahasiswa. Makna dari mahasiswa pada dasarnya tidak sesempit tu.
Terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah Perguruan Tinggi atau Universitas
hanyalah sebagai syarat administratif menjadi seorang mahasiswa, tetapi
menjadi mahasisiwa mengandung pengertian lebih luas dari sekedar
masalah administratif itu sendiri. Secara etimologis, mahasiswa terdiri dari
dua kata, yaitu “maha” dan “siswa”. Maha berarti sangat, amat dan besar,
sedangkan siswa berarti murid atau Pelajar.8
Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang diyakini mampu
bersaing dan mengharumkan nama bangsa, juga mampu menyatukan serta
menyampaikan pikiran dan hati nurani untuk memajukan bangsa.
Mahasiswa juga diaggap sebaagai kaum intelektual atau kaum cendikiawan
oleh masyarakat. Gabungan antara kesadaran akan amanah dari rakyat
untuk Indonesia yang lebih baik dan kesempatan menjadi kaum
intelektuallah yang bisa menjadi kekuatan hebat untuk menjadikan
Indonesia hebat. Selain itu mahasiswa adalah aset yang sangat berharga.
Harapan tinggi suatu bangsa terhadap mahasiswa adalah menjadi penerus
yang memiliki loyalitas tinggi terhadap kemajuan bangsa terutama dalam
dunia pendidikan.8

2.4.2. Dewasa Muda


Istilah dewasa merupakan organism yang telah matang. Dewasa ialah
orang yang bukan lagi anak-anak dan telah menjadi pria atau wanita
seutuhnya. Setelah mengalami masa kanak-kanak dan remaja yang panjang
seorang individu akan mengalami masa dimana ia telah menyelesaikan
pertumbuhannya dan mengharuskan dirinya untuk berkecimpung dengan
masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Dibandingkan dengan
masa sebelumnya, masa dewasa ialah waktu yang paling lama dalam
rentang kehidupan.9
Masa dewasa awal ialah masa pencarian kemantapan dan masa
reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan
emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa
ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada
suatu hidup yang baru. Berkisar antara umur 21 sampai 40 tahun.9
Masa dewasa adalah masa awal seseorang dalam menyesuaikan diri
terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada
masa ini, seseorang dituntut untuk memulai kehidupannya dalam
memerankan peran ganda seperti peran sebagai suami/istri dan peran dalam
dunia kerja (berkarier). Masa dewasa juga dikatakan sebagai masa sulit bagi
seorang individu karena pada masa ini seseorang dituntut untuk melepaskan
ketergantungannya terhadap orang tua dan berusaha untuk dapat mandiri. 9

2.4.3. Pengaruh Maloklusi pada Dewasa Muda


Masa dewasa muda masih merupakan tahap pembentukan identitas
diri. Estetika wajah dan gigi-geligi berperan penting dalam pembentukan
konsep diri dan harga diri. Tampilan wajah dan gigi-geligi yang tidak
menarik mempunyai dampak yang tidak menguntungkan pada
perkembangan psikologis dan sosial seorang dewasa muda. 10,11 Hasil
penelitin Motloba dkk10 memberikan bukti tentang dampak estetika gigi
pada kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut dan
khususnya dampak psikologis, dimana dampak psikologis dan sosial secara
signifikan lebih besar pada usia diatas 18 tahun daripada pasien yang lebih
muda dan rasa percaya diri terhadap keadaan gigi secara signifikan lebih
tinggi di kalangan perempuan daripada laki-laki. Maka maloklusi dirasakan
memiliki dampak negatif pada psikologis dan kesejahteraan pasien. 11,12
2.5. Kerangka Teori

Maloklusi Mahasiswa

Perawatan yang Buruk


Fisik Estetik Psikososial

Komplikasi

Resorbsi bakar, Resesi Gingiva,


Kerusakan jaringan periodontal, oral
hygiene memburuk, karies, inflamasi
gingiva, Recurrent Apthous Stomatitis
(SAR), gangguan sendi
temporomandibular, dan reaksi alergi.

Gambar. 2.21. Bagan Kerangka Teori


DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan R, Rahimah AK. Occlussion, malocclussion, and method of
measurement, Arch Orofac Sci; 2007: 3-4

2. Staley RN, Reske NT. Essential of orthodontics: Diagnosis and treatment.


United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. 2011. Pp 3
3. APA. Cobourne, M. T., & DiBiase, A. T. (2015). Handbook of orthodontics
(2nd ed.). Elsevier Science.
4. Bishara SE. Textbook of orthodontics. In: Penny Rudolph, editor. USA: WB
Saunders Company; 2001, pp. 101, 104
5. Marya CM. A textbook of public health dentistry. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2011, p. 144
6. Phulari BS. Orthodontics principles and practice. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2011, p. 105
7. Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New Delhi:
Jaypee Medical Publishers. 2. Cobourne, Martyn T. DiBiase, Andrew T.
2010.
8. Budi Santoso, (2012). .Definisi, Peran Dan Fungsi Mahasiswa. Pustaka
Jaya.
9. Alifia Fernanda Putri. Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan
Tugas Perkembangannya. SCHOULID: Indonesian Journal of School
Counseling (2019), 3(2), 35-40
10. Motloba DP, MPs sethusa, Oa ayo-Yusuf. The psychological impact of
malocclusion on patients seeking orthodontic treatment at a South African
oral health training centre. Sad J 2016; Vol 71(5).
11. Sambeta DC, Anindita PS, Juliatri. Pengaruh maloklusi gigi anterior
terhadap status psikososial pada siswa SMA Negeri 1 Luwuk. Jurnal eGiGi
2016; 4(1): 59-60 .
12. Liling DT. Hubungan kasus maloklusi gigi anterior dengan status
psikososial pada pelajar SMP di Makassar. Makassar: Fakultas Kedokteran
Gigi: Universitas Hasanuddin 2014; 2-16.
13. Tuti Alawiyah. Komplikasi dan Resiko yang Berhubungan dengan
Perawatan Ortodonti. Jurnal Ilmiah Widya. 2017;4(1):256-261

Anda mungkin juga menyukai