Anda di halaman 1dari 13

I.

Definisi Oklusi
Oklusi adalah kontaknya permukaan oklusal gigi rahang atas dengan
permukaan oklusal gigi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah
menutup (Houston, 1993).

Menurut Marybeth (2006), oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi


geligi pada maksila dan mandibula, yang terjadi selama pergerakan mandibula
dan terakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi
terjadi karena adanya interaksi antara dental sistem.
Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas
dan rahang bawah dalam segala posisi dan pergerakan mandibula. Oklusi
dikontrol oleh komponen neuromuskular dan sistem mastikasi, yaitu gigi, struktur
periodontal, rahang atas dan rahang bawah, sendi temporomandibular, otot dan
ligamen (Kusnoto, 1978).
Sedangkan menurut (Tjut, 1997), oklusi adalah hubungan timbal balik
permukaan gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah yang terjadi selama gerakan
mandibula sampai terjadi kontak maksimal. Oklusi dikatakan normal, jika
susunan gigi dalam lengkung gigi teratur baik, serta terdapat hubungan yang
harmonis antara gigi atas dengan gigi bawah, hubungan seimbang antara gigi dan
tulang rahang terhadap tulang tengkorak dan otot di sekitarnya, serta ada
keseimbangan fungsional sehingga memberikan estetika yang baik.

II. Oklusi Normal

Dalam bidang Ortodonsi ada beberapa istilah oklusi, yaitu oklusi ideal, oklusi
normal dan oklusi normal individual. Menurut (Wheeler, 1974), normal adalah
suatu keadaan dimana variasi-variasi masih terdapat di sekitar nilai rata-rata.
Dalam bidang Ortodonsia, istilah normal dapat diartikan sama dengan ideal dan
keadaan ini akan menyulitkan pengertian perawatan. Sehingga ideal atau normal
dihubungkan dengan konsep pendugaan atau tujuan yang akan dicapai sehingga
digunakan istilah oklusi normal individual.
Menurut Wheeler (1974), dalam oklusi normal faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan:

1
1. Susunan deretan gigi pada lengkung gigi

2. Kurve kompensasi lengkung gigi

3. Sudut inklinasi gigi

4. Kurve kompensasi poros masing-masing gigi

5. Bentuk fungsional gigi pada 1/3 bagian incisal

6. Hubungan permukaan tiap gigi antagonis pada waktu oklusi sentrik.

Sedangkan oklusi normal individual yang dimaksud adalah oklusi normal


dengan variasi-variasi yang masih termasuk dalam batas-batas normal yang cocok
bagi seseorang (Wheeler, 1974)
Menurut Angle, oklusi normal adalah sebagai hubungan dari bidang – bidang
inklinasi tonjol gigi pada saat kedua rahang atas dan bawah dalam keadaan
tertutup, kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi yang benar, dalam
keadaan pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi antara berbagai macam
jaringan penyanga gigi yang normal (Foster, 1993).

Kriteria dari oklusi normal adalah semua gigi terletak dalam lengkung secara
baik, hubungan yang harmonis antara lengkung gigi rahang atas dan rahang
bawah, serta ubungan antara tonjol baik, di rahang atas dan rahang bawah.
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap oklusi normal adalah
hubungan gigi yang normal, fungsi otot-otot yang normal dan seimbang, serta
sendi temporomandibular yang normal, bentuk maupun gerakan/fungsi (Foster,
1993).

III. Posisi Oklusi Normal


Menurut Foster (1993), berikut syarat dikatakan sebagai oklusi normal, yaitu:

1. Tiap gigi di rahang atas dan rahang bawah mempunyai kontak dengan dua
gigi antagonisnya, kecuali insisiv sentral rahang bawah dan molar ketiga
rahang atas.
2. Gigi dalam keadaan lengkap.

2
3. Titik kontak baik, baik dengan sebelah menyebelah maupun gigi
antagonisnya.
4. Ukuran lengkung gigi rahang atas sesuai dengan lengkung gigi rahang
bawah.
5. Setiap lengkung gigi harus merupakan suatu kurve dan berbentuk
parabola.
6. Gigi-gigi di rahang atas mulai kaninus sampai molar ketiga terletak
setengah cups lebih ke distal dari gigi rahang bawah.
7. Gigi rahang atas menutupi sebagian dari bidang labial dan bukal gigi
rahang bawah.
8. Ada keseimbangan antara besarnya gigi dan rahang.
9. Fungsi otot kunyah yang normal.
10. Hubungan antara maksila dan mendibula yang normal.
11. Keadaan TMJ yang normal.

Gambar 1. Oklusi Normal.

Gambar 2. Lengkung Gigi.

Posisinya menurut Foster (1993), yaitu:

1. Mesiobukal cusp M 1 atas di bukal groove gigi M1 bawah.


2. Distobukal cusp gigi M1 atas, pada embrassure antara M1 dan M2 bawah.
3. Mesiolingual cusp gigi M1 atas pada central fossa M1 bawah.

3
4. Dari hubungan bukal, gigi premolar dan caninus atas interlock dengan
interspace antagonisnya.

Gambar 3. Gigi premolar dan caninus.

5. Gigi-gigi insisivi atas pertama ukurannya lebih besar dari gigi insisive
bawah, tidak hanya menutupi gigi insisive pertama bawah, tapi juga
menutupi setengah dari gigi insisive kedua bawah.
6. Gigi insisive kedua atas menutupi setengah gigi insisive kedua bawah dan
mesial incline i gigi caninus bawah.
7. Gigi2 insisivi atas pertama ukurannya lebih besar dari gigi insisive bawah,
tidak hanya menutupi gigi insisive pertama bawah, tapi juga menutupi
setengah dari gigi insisive kedua bawah.
8. Gigi insisive kedua atas menutupi setengah gigi insisive kedua bawah dan
mesial incline i gigi caninus bawah.

9. Tiap gigi atas kontak dengan 2 gigi bawah, kecuali gigi molar ke-3 atas
yang hanya ber adu dengan gigi molar ke tiga bawah. Apabila M3 tidak
bererupsi M2 akan menggantikan sebagai gigi yang terakhir.
10. Setiap gigi bawah beradu dengan dua gigi atas, kecuali gigi insisive
pertama bawah yang hanya beradu dengan gigi insisive pertama atas.
11. Gigi insisive atas menutupi gigi insisive bawah antara 1/4 - 1/3 panjang
korona nya.
12. Bukal cusp gigi-gigi bawah mulai dari
gigi caninus sampai molar akan menunjukkan tiap-tiap disto-bukal incline
kontak dengan mesio lingual incline dari gigi atas, sedangkan tiap mesio-
bukal incline kontak dengan disto-lingual incline gigi atas (Foster, 1993).

Andrew dalam (O’Higgins, 1999) menyebutkan enam kunci oklusi normal


berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya terhadap 120 model studi pasien

4
tanpa perawatan ortodonti dengan oklusi normal. Bila satu atau beberapa ciri ini
tidak tepat, hubungan oklusal dari gigi geligi tidaklah normal. Keenam ciri-ciri
oklusi normal tersebut adalah:
1. Hubungan yang tepat dari gigi molar pertama permanen pada bidang sagital.
2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal.
3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital.
4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual.
5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing lengkung
gigi, tanpa diastema maupun berjejal.
6. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung.

Gambar 1. Inklinasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah. A. Inklinasi
normal. B. Tampak sagital (Basavaraj, 2011).

Menurut Bhalajhi (2006), pada gigi desidui oklusi yang normal berupa adanya
flush terminal plane, space anterior, primate space, hubungan oklusi kelas I ( gigi
molar dan caninus), rahang oval. Gigi desidui mulai erupsi ketika berumur 6 bulan
dan akan lengkap ketika berumur 3 tahun. Gigi desidui mempunyai alignment dan
oklusi yang normal segera setelah berumur 2 tahun, dengan akar-akar gigi
terbentuk seluruhnya ketika berumur 3 tahun.
Oklusi normal pada gigi-gigi susu ketika berumur 3 tahun adalah:
1. Permukaan mesial pada insisivus sentral atas dan bawah berada pada satu garis
median.
2. Gigi insisivus sentral rahang atas beroklusi dengan insisivus sentral rahang
bawah dan sepertiga mesial dari insisivus lateral rahang bawah.

5
3. Gigi anterior bawah berkontak dengan gigi anterior atas pada bagian palatal
diatas perbatasan edge insisal.
4. Insisivus lateral atas beroklusi dengan bagian dua per tiga distal dari insisivus
lateral bawah, dan slope mesial dari gigi caninus bawah.
5. Gigi caninus atas beroklusi dengan slope distal gigi caninus bawah dan bagian
sepertiga mesial gigi molar pertama bawah.
6. Gigi molar pertama atas beroklusi dengan duapertiga distal gigi molar pertama
bawah dan bagian mesial gigi molar kedua bawah.
7. Bagian distal gigi molar kedua atas beroklusi dengan permukaan distal molar
kedua bawah (Bhalajhi, 2006).
Sedangkan oklusi normal pada gigi masa bercampur adalah leeway space
(ketika gigi caninus dan molar diganti dengan gigi caninus dan premolar
permanen), hubungan oklusi kelas I (gigi caninus ketika molar pertama erupsi),
dan ketika erupsi gigi insisivus sentral permanen (Bhalajhi, 2006).

Gambar 2. Oklusi Normal (Bhalajhi, 2006).

IV. Macam-Macam Oklusi


1. Oklusi Ideal

Oklusi ideal merupakan sebuah konsep hipotesis atau teoritis


berdasarkan anatomi gigi dan jarang ditemukan di alam. Konsep bahwa
ada yang ideal untuk setiap komponen oklusi gigi geligi, dari suatu
pengetahuan di mana variasi, atau maloklusi bisa diukur (Hamzah, 2009).
Syarat oklusi ideal :
a. Bentuk mahkota gigi normal, ukuran mediodistal dan bukolingual tepat.

6
b. Gigi, jaringan sekitarnya, tulang dan otot, perbandingan anatomisnya
normal.

c. Semua bagian yang membentuk gigi-geligi, geometris dan anatomis atau


secara bersama memenuhi hubungan tertentu.

d. Gigi-geligi terhadap rahang bawah, rahang atas dan kranium


mempunyai hubungan geometris dan anatomis tertentu (Hamzah, 2009).
Menurut Hamzah (2009), lebih lengkapnya, syarat oklusi ideal,
yaitu:
a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi
mesiodistal dan bukolingual yang ideal dan hubungan aproksimal gigi
yang benar pada setiap area kontak interdental.
b. Hubungan antar lengkung yang sedimikian rupa sehingga gigi geligi
rahang bawah berkontak dengan gigi geligi rahang atas (kecuali gigi
insisivus sentralis).
c. Ketika gigi geligi berada pada posisi interkuspal maksimum, mandibula
harus berada pada posisi sentrik relasi, yaitu kedua kondilus mandibula
berada pada posisi yang simetris dan terletak paling retrusi/posterior dalam
fossa glenoidalis.
d. Hubungan fungsional pada pergerakan mandibula harus ideal.
Khususnya ketika pergerakan lateral, harus ada kontak oklusal pada sisi
kerja dengan tidak ada kontak oklusal pada sisi kontralateral, serta pada
oklusi protrusi, kontak terjadi pada gigi insisivus, tetapi tidak pada gigi
molar (Hamzah, 2009).
Namun, tidak ada oklusi ideal, hanya terdapat pada gigi tiruan lengkap
yang disusun oleh prostodontis.

2. Oklusi Normal
Ada dua jenis oklusi normal, yaitu oklusi statik san oklusi
dinamik/fungsional. Oklusi statik merupakan hubungan gigi geligi rahang
atas (RA) dan rahang bawah (RB) dalam keadaan tertutup atau hubungan
daerah kunyah gigi-geligi dalam keadaan tidak berfungsi (statik). Yang
kedua, oklusi dinamik, yang merupakan hubungan antara gigi geligi

7
rahang atas (RA) dan rahang bawah (RB) pada saat seseorang melakukan
gerakan mandibula ke arah lateral (samping) atau pun kedepan (antero-
posterior) (Hamzah, 2009).

Menurut Hamzah (2009), pada oklusi statik, hubungan cusp fungsional


gigi geligi posterior (premolar) berada pada posisi cusp to marginal ridge
dan cusp fungsional gigi molar pada posisi cusp to fossa. Sedang pada
hubungan gigi anterior dapat ditentukan jarak gigit (overjet) dan tinggi
gigit (overbite) dalam satuan milimeter (mm). Jarak gigit (overjet) adalah
jarak horizontal antara incisal edge gigi incisivus RA terhadap bidang
labial gigi insisivus pertama RB. Dan tinggi gigit (overbite) adalah jarak
vertikal antara incisal edge RB sampai incisal edge RA.

Sedangkan, oklusi dinamik timbul akibat gerakan mandibula ke lateral,


kedepan (anterior) dan ke belakang (posterior). Oklusi yang terjadi karena
pergerakan mandibula ini sering disebut artikulasi. Pada gerakan ke lateral
akan ditemukan sisi kerja (working side) yang ditunjukan dengan adanya
kontak antara cusp bukal RA dan cusp molar RB, dan sisi keseimbangan
(balancing side). Working side dalam oklusi dinamik digunakan sebagai
panduan oklusi (oklusal guidance), bukan pada balancing side (Hamzah,
2009).

3. Oklusi Sentrik

Oklusi sentrik adalah posisi kontak maksimal dari gigi geligi pada
waktu mandibula dalam keadaan sentrik, yaitu kedua kondisi berada dalam
posisi bilateral simetris di dalam fossanya (Hamzah, 2009).

Pada oklusi sentrik, sentris atau tidaknya posisi mandibula ini sangat
ditentukan oleh panduan yang diberikan oleh kontak antara gigi pada saat
pertama berkontak. Keadaan ini akan mudah berubah bila terdapat gigi
supra posisi ataupun overhanging restoration.

8
Gambar 3. Overhanging restoration.

Kontak gigi geligi karena gerakan mandibula dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:

a. Intercupal Contact Position (ICP), adalah kontak maksimal antara gigi


geligi dengan antagonisnya.

b. Retruded Contact Position (RCP), adalah kontak maksimal antara gigi


geligi pada saat mandibula bergerak lebih ke posterior dari ICP, namun RB
masih mampu bergerak secara terbatas ke lateral.

c. Protrusif Contact Position (PCP) adalah kontak gigi geligi anterior pada
saat RB digerakkan ke anterior.

d. Working Side Contact Position (WSCP) adalah kontak gigi geligi pada
saat RB digerakkan ke lateral (Hamzah, 2009).

Selain klasifikasi diatas, secara umum pola oklusi akibat gerakan RB


dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Bilateral balanced occlusion, bila gigi geligi posterior pada kerja dan
sisi keseimbangan, keduanya dalam keadaan kontak.

b. Unilateral balanced occlusion, bila gigi geligi posterior pada sisi kerja
kontak dan sisi keseimbangan tidak kontak.

c. Mutually protected occlusion, dijumpai kontak ringan pada gigi geligi


anterior, sedang pada gigi posterior.

9
d. Tidak dapat ditetapkan, bila tidak dikelompokkan dalam klasifikasi
diatas.

Lalu ada klasifikasi oklusi berdasarkan Edward H Angle, yaitu:

1. Class I (Neutroklusi)

Gambar 4. Neutroklusi.

Mesiobukal cusp M1 atas terletak di bukal groove M1 bawah,


distobukal cusp M1 atas letaknya di embrassure antara M1 dan M2 bawah,
mesiolingual cusp M1 atas terletak di central fossa gigi M1 bawah dan gigi
C atas terletak, overlap antara gigi C dan P1 bawah (Gurkeerat, 2007).

2. Class II (Distoklusi)

Gambar 5. Distoklusi.

Mesiobukal cusp M1 atas letaknya lebih mesial dari bukal groove M1


bawah (Gurkeerat, 2007).

3. Class III (Mesioklusi)

Gambar 6. Mesioklusi.

10
Mesiobukal cusp M1 atas letaknya lebih distal dari bukal groove gigi
M1 bawah.

Berdasarkan pattern of occlusion terdapat beberapa, yaitu:


1. Cusp to Embrasure/Marginal Ridge Occlusion

Gambar 7. Cusp to Embrasure


2. Cusp to Fossa Occlusion

Gambar 8. Cusp to Fossa.

V. Macam-Macam Gigitan pada Gigi Anterior dan Posterior


Menurut Foster (1993), ada berbagai macam jenis gigitan. Antara lain:
1. Overbite/vertical overbite, tinggi gigit (overbite) adalah jarak vertikal
antara incisal edge RB sampai incisal edge RA.

Gambar 4. Overbite (Foster, 1993)

2. Over jet/ horizontal over bite.


Jarak gigit (overjet) adalah jarak horizontal antara incisal edge gigi
incisivus RA terhadap bidang labial gigi insisivus pertama RB.

11
Gambar 5. Overjet (Foster, 1993).

3. Incisal overbite

Gambar 6. Incisal Overbite (Foster, 1993).


a. Ideal overbite relationship
b. Excessive incisal overbite (deep bite)
c. Incomplete overbite
d. Anterior open bite.

4. Incisal Overjet

Gambar 7. Incisal Overjet (Foster, 1993).


a. The ideal overjet relationship
b. Edge to edge incisal position

12
c. Reversed overjet (cross bite)

VI. Definisi Curva Spee


Curva spee merupakan salah satu karakteristik penting dalam lengkung
mandibula (Lie, 2006). Curva spee adalah garis yang melengkung ke arah
anteroposterior yang menyentuh ujung tonjol bukal gigi posterior dan tepi insisal
gigi insisivus (Trevisi, 2007). Curva spee dalam perkembangannya telah menjadi
suatu tujuan utama dalam perawatan ortodontik dan perhitungan curva spee
penting untuk rencana perawatan ortodontik (Adaskevicius, 2011).

Gambar 8. Curva Spee

Pengukuran curva spee menurut Trevisi (2007) didasarkan pada tonjol


mesiobukal molar pertama rahang bawah. Gigi molar pertama rahang bawah pada
oklusi normal, bagian oklusalnya akan berkontak dengan molar pertama dan
premolar kedua rahang atas. Kelengkungan curva spee dilihat dari lateral tampak
sebagai suatu garis yang terbentuk dari hasil kontak antara dataran oklusal rahang
atas dan rahang bawah.

Pendataran curva spee sering dijumpai pada praktik ortodonsia, penelitian


untuk memeriksa hubungan vertikal antara kedalaman curva spee dan lengkung
rahang atas, khususnya terhadap tinggi palatum masih perlu dilakukan. Bagian
oklusal gigi molar pertama rahang atas termasuk salah satu komponen pembentuk
kelengkungan curva spee, disisi lain gigi molar pertama rahang tersebut
merupakan titik referensi pada pengukuran tinggi palatum berdasarkan Korkhaus,
sehingga ingin diketahui hubungan antara tinggi palatum dengan curva spee.

13

Anda mungkin juga menyukai